Anda di halaman 1dari 38

Thursday, March 29, 2012

Analisis Gaya Bahasa pada Cerpen "Terbang" Karya Ayu Utami

Cerita pendek merupakan salah satu karya


sastra yang habis dibaca sekali duduk. Menurut
Soeharianto (1982), cerpen adalah wadah
yang biasanya dipakai oleh pengarang untuk
menyuguhkan sebagian kecil saja dari kehidupan
tokoh yang paling menarik perhatian
pengarang.
Cerita pendek bukan ditentukan oleh banyaknya
halaman untuk mewujudkan cerita tersebut
atau sedikit tokoh yang terdapat di dalam
cerita itu, melainkan lebih disebabkan oleh ruang
lingkup permasalahan yang ingin
disampaikan oleh bentuk karya sastra itu. Jadi
jenis cerita yang pendek belum tentu dapat
digolongkan menjadi cerita pendek, jika ruang
lingkup permasalahannya tidak memenuhi
persyaratan sebagai cerpen.

Di dalam penulisan karya sastra seperti cerpen


untuk menyampaikan pikiran pengarang yakni
melalui bahasa. Bahasa dalam karya sastra merupakan lambang yang mempunyai arti yang
ditentukan oleh perjanjian atau konvensi dari masyarakat. Bahasa yang digunakan di dalam
karya sastra cenderung menyimpang dari kaidah kebahasaan, bahkan menggunakan bahasa yang
dianggap aneh atau khas. Penyimpangan penggunaan bahasa dalam karya sastra, menurut
Riffaterre (dalam Supriyanto, 2009: 2) disebabkan oleh tiga hal yaitu displacing of
meaning (pengganitan arti), dan creating of meaning(perusakan atau penyimpangan arti), dan
creating of meaning (penciptaan arti).

Oleh karena banyak penyimpangan arti di dalam karya sastra, maka pengamatan atau pengkajian
terhadap karya sastra (cerpen) khususnya dilihat dari gaya bahasanya sering dilakukan.
Pengamatan terhadap karya sastra (cerpen) melalui pendekatan struktur untuk menghubungkan
suatu tulisan dengan pengalaman bahasanya disebut sebagai analisis stilistika.

Salah satu cerpen yang sangat menarik untuk dikaji menggunakan analisis stilistika adalah
cerpen Terbang karya Ayu Utami. Cerpen ini menarik untuk dikaji karena mengandung banyak
gaya bahasa. Sehingga dari kelebihan itulah disini peniliti menentukan rumusan masalah
berdasarkan analisa gaya bahasa yang terdapat dalam cerpen Terbang karya Ayu Utami yang
ditinjau dari ilmu stilistika.
TINJAUAN TEORI

1. Definisi Stilistika
Analisis stilistika menaruh perhatian pada penggunaan bahasa dalam karya sastra. Persoalan
yang menjadi fokus perhatian stilistika adalah pemakaian bahasa yang menyimpang dari bahasa
sehari-hari, atau disebut bahasa khas dalam wacana sastra. Penyimpangan penggunaan bahasa
bisa berupa penyimpangan terhaap kaidah bahasa, banyaknya pemakaian bahasa daerah, dan
pemakaian bahasa asing atau unsur-unsur asing. Penyimpangan terhadap kaidah kebahasaan
tersebut diduga dilakukan untuk tujuan tertentu.

Pusat perhatian stilistika adalah penggunaan bahasa (gaya bahasa) secara literer dan sehari-hari.
Sebagai stylist, seseorang harus mampu menguasai norma bahasa pada masa yang sama dengan
bahasa yang dipakai dalam karya sastra. Penggunaan gaya bahasa juga diarahkan oleh bentuk
karya sastra yang ingin dihasilkan. Misalnya, gaya penataan prosa fiksi (cerpen) berbeda dengan
gaya penataan bentuk puisi. Dalam cerpen, selain fokus dalam alur cerita, penulis dapat
menggunakan gaya bahasa dan bahasa kiasan agar cerpen yang dihasilkan lebih hidup dan
menarik pembaca.

Salah satu cerpen yang sarat dengan gaya bahasa dan bahasa kiasan adalah Cerpen Terbang
karya Ayu Utami. Hampir di setiap paragrafnya terdapat gaya bahasa yang menggunakan kata
kiasan sehingga pembaca diajak untuk menikmati kalimat demi kalimat, bukan hanya menikmati
alur ceritanya saja. Jadi dari kelebihan cerpen inilah peniliti mengambil

2. Gaya Bahasa
Gaya bahasa merupakan pengungkapan ide, gagasan, pikiran-pikiran seorang penulis yang
meliputi hierarki kebahasaan yaitu kata, frasa, klausa, bahkan wacana untuk menghadapi situasi
tertentu. Selain itu gaya bahasa juga sebagai pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam
tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra
dan cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan baik secara lisan maupun tulis.

Gaya bahasa mencakup diksi atau pilihan leksikal, struktur kalimat, majas citraan, pola rima,
matra yang digunakan sastrawan atau yang terdapat dalam karya sastra. Jadi majas merupakan
bagian dari gaya bahasa. Majas merupakan peristiwa pemakaian kata yang melewati batas-batas
maknanya yang lazim atau menyimpang dari arti harfiah (Aminudddin. 1995). Gaya bahasa
adalah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati
pengarang.

Meskipun ada banyak macam gaya bahasa ataupun majas, di dalam analisis ini peniliti hanya
menekankan pada kenyataan macam majas yang terdapat dalam cerpen "Terbang" karya Ayu
Utami ini. Berikut daftar gaya bahasa yang terdapat dalam cerita.
a) Alegori
Adalah cara menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran.

b) Simile
Adalah pengungkapan dengan menggunakan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan
kata depan dan penghubung seperi layaknya, bagaikan, bagai dan seperti.
c) Metafora
Adalah pengungkapan berupa perbandingan analogis satu hal dengan hal lain, dengan
menghilangkan kata-kata seperti, layaknya, bagaikan.

d) Aptronim
adalah pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan.

e) Litotes
Adalah ungkapan berupa mengkecilkan fakta dengan tujuan untuk merendahkan diri.

f) Hiperbola
Adalah cara pengungkapan dengan melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan itu menjadi
tidak masuk akal.

g) Personifikasi
Adalah cara pengungkapan dengan menjadikan benda mati atau tidak bernyawa sebagai manusia.

h) Eksklamasio
Adalah ungkapan dengan menggunakan kata seru. Misalnya wah, ahh, ohh, lho, dll.

PEMBAHASAN

1) Hiperbola
Adalah cara pengungkapan dengan melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan itu menjadi
tidak masuk akal. Berikut kutipan cerita yang terdapat gaya bahasa hiperbola:
 Lagian, meski persentase lebih kecil pun, kalau kita kena lotre buruk, meledak ya
meledak, nyemplung ke laut ya nyemplung ke laut. Itu namanya sial, kalau bukan takdir. (Paragraf
6)
Analisis gaya bahasa hiperbola di atas begitu nampak pada maksud tokoh yang begitu melebih-
lebihkan dugaan yang belum dialaminya. Padahal kalau dipikir secara rasional dugaan itu
hanyalah sebuah perasaan takut (menghantu-hantui/trauma) yang dialami tokoh hendak naik
pesawat terbang.

2) Metafora
Adalah pengungkapan berupa perbandingan analogis satu hal dengan hal lain, dengan
menghilangkan kata-kata seperti, layaknya, bagaikan. Berikut kutipan cerita yang terdapat gaya
bahasa metafora:
 Statistik mengatakan, moda transportasi pembunuh paling besar adalah lalu lintas darat.
Begitu katanya. Kecelakaan maut motor lebih banyak daripada kecelakaan pesawat. Itu statistik.
(Paragraf 4)
Analisis metafora pada kutipan cerita di atas nampak pada usaha membandingkan kecelakaan
maut motor lebih banyak daripada kecelakaan pesawat hal ini dilakukan pengarang tanpa
menggunakan kata-kata seperti, ataupun bagaikan untuk menegaskan gaya bahasa metafora.
3) Personifikasi
Adalah cara pengungkapan dengan menjadikan benda mati atau tidak bernyawa sebagai manusia.
Berikut kutipan cerita yang terdapat gaya bahasa personifikasi:
 Adam Air terbang tanpa alat navigasi. Adam Air jeblug di laut. Mandala jatuh waktu
lepas landas. Garuda meledak ketika mendarat. Semua terjadi dalam satu tahun! (Paragraf 6)
Analisis personifikasi pada kutipan cerita di atas terbukti pada usaha penginsanan terhadap benda
mati sebagai manusia yang dilakukan pengarang nampak pada nama macam-macam pesawat
yang mengalami kecelakaan. Nama macam-macam pesawat itu diibaratkan manusia yang
mengalami musibah tanpa adanya dugaan dan perkiraan sebelum musibah menimpa.

4) Simile
Adalah pengungkapan dengan menggunakan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan
kata depan dan penghubung seperi layaknya, bagaikan, bagai dan seperti. Berikut kutipan cerita
yang terdapat gaya bahasa simile:
 Mesin pesawat propeler sudah menyala. Derunya seperti makhluk hidup terkena
bronkitis, penyakit yang sudah lama tidak disebut-sebut di negeri ini. (Paragraf 8)
Analisis simile pada kutipan cerita di atas yakni pengarang menggunakan perbandingan eksplisit
yang dinyatakan dengan menggunakan kata seperti sebagai pengibaratan mesin pesawat yang
sudah menyala dengan makhluk hidup yang terkena bronkitis.

5) Litotes
Adalah ungkapan berupa mengkecilkan fakta dengan tujuan untuk merendahkan diri. Berikut
kutipan cerita yang terdapat gaya bahasa litotes:
 Aku memandang ke bandara yang kecil, yang lebih pantas disebut rumah besar
ketimbang pelabuhan. (Paragraf 7)
Analisis litotes pada kutipan cerita di atas nampak pada pengungkapan berupa mengkecilkan
fakta dengan tujuan untuk merendahkan. Hal ini dilukiskan pengarang pada pengungkapan tokoh
dalam menilai bandara yang seharusnya berukuran luas dan megah disamarkan berukuran kecil
seperti rumah.

6) Alegori
Adalah cara menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran. Berikut kutipan
cerita yang terdapat gaya bahasa alegori:
 Seorang peneliti lapangan. Seorang peneliti yang biasa di alam bebas. Di hutan. Bukan di
lab. Di goa. Di padang rumput berpasir. Ia mengenakan kaca mata. Perawakannya keras. Otot
kedang tangannya tegas. Urat- urat pada lengannya mencuat. (Paragraf 12)
Analisis alegori pada kutipan cerita di atas dilakukan pengarang dengan menggambarkan postur
seorang peniliti lapangan dengan menggunakan bahasa kiasan yang alamiah atau berkaitan
dengan fenomena yang ada pada seorang peniliti lapangan tersebut.

7) Aptronim
adalah pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan. Berikut kutipan cerita yang
terdapat gaya bahasa aptronim:
 Ia memiliki wajah lelaki baik. Lelaki baik adalah lelaki yang tidak tengil atau sesumbar,
tidak sok tahu atau menggurui. Meski tidak berarti lelaki baik-baik. (Paragraf 17)
Analisis aptronim pada kutipan cerita di atas nampak pada pemberian nama salah satu tokoh
cerita yang cocok dengan sifat atau peringainya. Hal ini dilakukan pengarang dalam pemberian
nama pada laki-laki yang memiliki sifat baik.

8) Eksklamasio
Adalah ungkapan dengan menggunakan kata seru. Misalnya wah, ahh, ohh, lho, dll. Berikut
kutipan cerita yang terdapat gaya bahasa eksklamasio:
 Ohhh, berhati haluskan dia. “Jadi motret apa?”
Analisis eksklamasio pada kutipan cerita di atas terdapat pada penggunaan kata ‘Ohhh’ sebagai
pengungkapan rasa ketakjuban, kagum, atupun heran. Terungkap ketika seseorang melihat
ataupun tahu akan sesuatu hal yang baru atau beda.

KESIMPULAN
Dari analisis cerpen "Terbang" karya Ayu Utami yang ditinjau dari ilmu stilistika dapat
disimpulkan bahwa di dalam cerpen tersebut mengandung gaya bahasa yang terdiri dari
hiperbola, personifikasi, metafora, simile, litotes, alegori, aptronim dan eksklamasio. Gaya
bahasa tersebut dimanfaatkan pengarang sebagai usaha memberikan efek estetis atau keindahan
dalam cerita. Walaupun sebenarnya, tema yang diangkat Ayu Utami dalam cerpen "Terbang" ini
merupakan tema yang sederhana, tetapi dengan kejelian dan teknik penulisan pengarang yang
begitu baik maka cerpen ini menjadi karya sastra yang luar biasa. Hal keluarbiasaan itu nampak
pada kekayaan gaya bahasa yang ada dalam cerita, sehingga begitu nikmat jika dibaca oleh
pembaca. Hal ini menjadikan karya Ayu Utami menjadi lebih hidup dan berbeda degan karya
lainnya.

E. DAFTAR RUJUKAN
Aminudddin. 1995. Stilistika Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya Sastra.

http://beningembun-apriliasya.blogspot.com/2010/07/kajian-stilistika-terhadap-cerpen.html

http://cerpenkompas.wordpress.com/tag/ayu-utami/

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga. 2002. Jakarta: Balai Pustaka.

Kridalaksana, Harimutri. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.


Semarang : IKIP Semarang Press.

Suharianto, S. 1982. Dasar-dasar Teori Sastra. Surakarta: Widya Duta.

(Sumber artikel: http://maliassyah.blogspot.com)

Lampiran
Cerpen TERBANG
Oleh: Ayu Utami
Aku yang ngotot agar kami terbang terpisah. Kubatalkan satu tiket yang telah dipesan suamiku.
Tiket murah pula, sehingga aku harus membayar besar untuk perubahan jadwal. Tapi, biar saja.
Aku merasa lebih aman begini. Terbang terpisah darinya.

Kamu terlalu dramatis, Ari. Katanya. ………Tidak. Aku ini sangat realistis, Jati. Bantahku.

Sejak dua anak kami sudah bisa tidak ikut dalam perjalanan, sejak kami telah bisa meninggalkan
mereka di rumah, aku memutuskan untuk tak akan terbang bersama suami dalam satu pesawat
lagi. Atau terbang pada waktu bersamaan. Salah satu di antara kami harus terbang lebih dulu.
Setelah pesawatnya dipastikan mendarat dengan selamat, barulah yang lain boleh berangkat. Ini
keputusanku yang harus dilaksanakan. Jika suamiku menelikung tidak menurut—seperti kemarin
ia mengurus tiket kami—ia akan tahu rasa. Aku membatalkan tiketku dan memesan sendiri.

Statistik mengatakan, moda transportasi pembunuh paling besar adalah lalu lintas darat. Begitu
katanya. Kecelakaan maut motor lebih banyak daripada kecelakaan pesawat. Itu statistik.

Statistik juga bilang, kalau kepalamu ditaruh di kompor dan kakimu dibekukan di freezer, suhu
tubuh di perutmu normal. Bantahku. Bagaimana kita mau mengabaikan fakta: Adam Air terbang
tanpa alat navigasi. Adam Air jeblug di laut. Mandala jatuh waktu lepas landas. Garuda meledak
ketika mendarat. Semua terjadi dalam satu tahun!

Lagian, meski persentase lebih kecil pun, kalau kita kena lotre buruk, meledak ya meledak,
nyemplung ke laut ya nyemplung ke laut. Itu namanya sial, kalau bukan takdir. Karena itulah,
daripada dua-dua dari kita kena takdir, lebih baik salah satu saja. Paling tidak, dengan begitu
anak kita tidak jadi yatim piatu.
Tak ada lagi cerita terbang bersama atau bersamaan.
Titik.

Aku mengunci gesper sabuk pengaman. Mesin pesawat propeler sudah menyala. Derunya seperti
makhluk hidup terkena bronkitis, penyakit yang sudah lama tidak disebut-sebut di negeri ini.
Kini orang lebih mengenal infeksi saluran pernapasan atas alias ISPA. Kira-kira begitu aku
merasa derau mesin baling-baling ini. Setiap saat bisa batuk darah. Lalu kolaps. Aku memandang
ke bandara yang kecil, yang lebih pantas disebut rumah besar ketimbang pelabuhan. Suamiku
tampak di sana, berdiri kacak pinggang, menunggu saat melambai hingga pesawat lenyap di
udara, di atas gunung-gunung yang berkeliling.

Aku menelan ludah. Terbang adalah menyetorkan nyawa kepada perusahaan angkutan umum.
Kita bisa mengambilnya kembali. Bisa juga tidak. Dan tak ada rente. Kalau untung, hanya ada
tiba dengan selamat.

Aku sesungguhnya sangat takut. Penyiksaan akan berlangsung tujuh jam, termasuk transit dan
ganti pesawat. Tapi selalu ada cara untuk survive. Kusetorkan diriku yang cemas, yang
bertanggung jawab, yang berkeringat dingin membayangkan anak-anakku kehilangan ibu yang
menghangatkan mereka dalam sayap-sayapku, yang menitikkan air mata atas jerih payah suami
bagi kami. Kusetorkan diriku yang itu bersama jiwaku ke kotak hitam di kokpit. Jati, kalau ada
apa-apa denganku, aku yang kamu miliki ada di kotak hitam itu, ya.
Yang duduk di kursi sekarang adalah aku yang lain. Aku yang kuat untuk menghadapi kengerian.
Yaitu, aku yang tak bertanggung jawab. Aku yang tak memiliki suami ataupun anak-anak. Aku
yang lajang petualang.

Dan lihatlah. Seorang lelaki tergesa-tergesa melewati pramugari yang cemberut karena ia
membuat penerbangan telat jadwal. Ia meletakkan bagasi ke dalam kabin di atas kepalaku. Ia
mengangguk kepadaku sebelum duduk di kursi sebelahku. Terhidu bau tubuhnya. Bau hangat
manusia. Aku membalas ringan dia, lalu mengalihkan pandangan ke jendela. Pesawat mulai ber-
gerak. Jati melambai di bawah sana. Aku membalas. Selamat tinggal!

Kira-kira dia adalah seorang peneliti. Seorang peneliti lapangan. Seorang peneliti yang biasa di
alam bebas. Di hutan. Bukan di lab. Di goa. Di padang rumput berpasir. Ia mengenakan kaca
mata. Perawakannya keras. Otot kedang tangannya tegas. Urat- urat pada lengannya mencuat.
Itulah yang dapat terlihat jika aku tak mau jelas-jelas menoleh kepadanya. Pada ransel yang
diletakkan di bawah kursi depan, tersangkut botol minum aluminium SIGG. Dengan stiker
“kurangi plastik”. Ia mengenakan sepatu gunung Eiger.

Ataukah dia orang film. Film dokumenter lingkungan. Ah, aku tak bisa melihat lipatan perutnya,
meskipun ia mengenakan T-shirt kelabu yang dimasukkan di balik kemeja korduroi hitam yang
terbuka. Ia pasti memiliki six-pac yang lumayan. Dari kulit jemarinya, kira-kira ia empat
puluhan.

Sebetulnya, sudah lama aku tak ingin ngobrol dengan orang seperjalanan. Sia-sia. Lebih baik
baca buku daripada menghabiskan waktu dengan makhluk yang tak memberi kita pengetahuan
dan tak akan kita ingat lagi. Setidaknya, buku menambah isi kepala. Manusia sering-sering cuma
menghabiskan urat kepala.

Kukeluarkan buku. Kuletakkan di pangkuan, sebab aku sulit membaca ketika lepas landas dan
lampu tanda kenakan sabuk belum mati. Java Man. Garniss Curtis, Carl Swisher & Roger Lewin.
Aku ingin memejamkan mata dan berdoa, tapi kulihat lelaki di sebelahku bergerak. Gerakan
mencontek judul buku, kutahu dengan sudut mataku. Ah, tebakanku takkan jauh. Ia orang
lapangan, bergerak di sekitar soal lingkungan.

Aku menyadari pesawat ini tak punya lampu tanda kenakan sabuk pengaman. Sialan. Kuno amat.
Setelah burung bronkitis ini terbang mendatar, aku menarik napas lega yang pertama, dan mulai
membaca lagi. Kutangkap lagi dengan sudut mataku, ia bereaksi terhadap bacaanku. Ah!
Kupergoki saja dia. Sambil bisa kuperhatikan sekalian, seperti apa mukanya.

Ia memiliki wajah lelaki baik. Lelaki baik adalah lelaki yang tidak tengil atau sesumbar, tidak
sok tahu atau menggurui. Meski tidak berarti lelaki baik-baik. Lelaki baik-baik, yaitu yang setia
kepada keluarga, bisa saja sa- ngat menyebalkan dan suka membual demi menegakkan citra
kepala keluarga. Lelaki baik adalah lelaki yang menyenangkan untuk diajak ngobrol bersama,
meski belum tentu baik untuk hidup bersama.
Nah! Ia tertangkap basah sedang mencontek!
Aku tersenyum padanya. Toh tadi juga kami sudah saling mengangguk.
“Sudah pernah baca?” tanyaku.
“Boleh lihat?”

Dan tentu saja kami jadi bercakap-cakap. Ia memang lelaki baik. Kebanyakan lelaki punya beban
untuk tampak lebih tahu dari perempuan. Tapi dia tidak. Dia banyak bertanya tentang duniaku.
(Kebanyakan lelaki lebih suka menjawab tentang diri sendiri. Jika kita tidak bertanya, mereka
akan membikin pertanyaannya sendiri dan menjawab sendiri.) Dari cara bertanyanya, ia mirip
wartawan dari koran atau majalah yang baik pula. Jadi, apa kerjanya?

“Macam-macam sudah saya coba,” katanya. “Saya pernah kerja di pertambangan. Saya pernah
kerja di kapal.”
“Di kapal?”
“Di kapal, jadi juru masak, jadi fotografer….”
“Jadi juru masak?”
“Iya. Jadi juru masak di kapal. Jadi fotografer di kapal….”

Tak bisa tidak aku menyimak dia dari rambut ke sepatu, mencari jejak-jejak pekerjaan itu. Ia
memiliki gestur yang rendah hati. Barangkali ia lebih pekerja badan ketimbang peneliti.

“Jadi penjahit juga pernah. Beternak ayam juga pernah. Mencoba kebun kelapa sawit kecil-
kecilan pernah juga….”

Kini aku mencari-cari tanda jika ia berbohong. Atau sedikitnya bercanda. Tapi wajahnya tulus
seperti hewan.

“Jadi, kenapa ayam-ayam negeri itu bisa bertelur tanpa dijantani? Ayam kampung tidak begitu,
kan?” tanyaku, juga tulus, tapi juga mengetes.

Ia kelihatan senang dengan kata itu. Dijantani. “Sesungguhnya, buat saya itu juga misterius.”

Ia tidak memberi aku jawaban yang memuaskan. Tapi ia menceritakan rincian pengalaman yang
membuat aku percaya bahwa ia tidak berbohong. Ia tidak mengaku-ngaku peternak ayam,
berkebun kelapa sawit, juru masak, fotografer. Jadi, apa yang dikerjakannya di kepulauan
Indonesia timur ini? Memotret perburuan ikan paus?

Tebakanku tidak terlalu meleset.

“Memotret. Tapi bukan ikan paus. Biar orang lain saja yang mengerjakan itu. Saya… tidaklah
saya motret binatang dibunuh.”

Oh, berhati haluskan dia. “Jadi motret apa?”

“Saya,” ia berdehem, “saya mencari sebanyak-banyaknya orang pendek. Orang katai. Saya potret
mereka. Pernah dengar tentang Manusia Liang Bua?”
“Untuk siapa? Untuk proyek sendiri?” “Untuk satu majalah luar negeri.”

Lalu ia bercerita betapa sarjana asing senang mencari jejak manusia purba di Indonesia. Persis
yang saya baca di buku ini, sahutku. Dan kami tenggelam sejenak dalam halaman-halaman dan
referensi yang sempat diingat. Tangan kami tanpa sengaja bersentuhan ketika menelusuri
spekulasi yang terdedah, lembar demi lembar. Dan pada lembar-lembar berikutnya aku tak tahu
apakah persentuhan itu tetap tak sengaja.

Ia bercerita tentang dua spesies manusia pada sebuah zaman. Yang lebih purba dan yang lebih
baru. Pada sebuah titik, yang lebih purba punah. Dialah manusia neanderthal, dengan ciri-ciri
bertulang kepala lebih ceper dan tulang alis lebih menonjol. Tapi, sebelum mereka punah, dua
spesies itu ada bercampur pula. Maka, keturunan manusia yang lebih purba masih kadang-
kadang ditemukan di kehidupan sekarang. Ciri-cirinya, bertulang kepala lebih ceper dan tulang
alis lebih menonjol. “Seperti saya, barangkali.” Ia nyengir lucu.

Aku memerhatikan dia. Ah, itukah yang membuat wajahnya tampak tulus seperti hewan?
Penerbangan berganti di Surabaya. Mendung menggantung.
“Sekarang semua fotografer pakai digital, ya?”

“Kalau dari segi kualitas, film tetap lebih sensitif. Tapi, dari segi kepraktisan, digital memang tak
terkalahkan.”

“Saya tidak suka teknologi. Teknologi membuat yang tua tidak dihargai. Semua barang
elektronik cepat jadi tua dan tak berguna. Tidak adil.”

Kenapa kukeluhkan ini? Adakah diriku yang cemas dan menyadari bahwa aku tak terlalu muda
lagi untuk bergenit-genit dengan lelaki?

“Kenapa,” kataku agak grogi, mencari tema baru. “kenapa kamera digital semakin tahun semakin
biru pucat gambarnya?” Tapi ini bukan tema baru. Ini tema yang sama. Tentang kecemasan
menjadi tua.

“Itu jeleknya kamera digital. Setiap kamera digital memang hanya untuk memotret sejumlah kali
tertentu. Setelah sekian kali, kemampuannya turun sama sekali. Biasanya, sekitar seratus ribu
kali. Sebetulnya, itu tertulis di buku keterangan. Tapi tidak ada yang mau baca.”

“Jadi, setiap kamera digital lahir dengan kapasitas sekitar seratus ribu kali memotret?”

“Iya. Tertulis. Cuma orang enggak mau baca.”

“Ada yang bilang, setiap lelaki juga begitu. Lahir dengan sejumlah tertentu kapasitas
orgasme.”Ia diam sebentar. Lalu tawanya meledak.

“Kalau jumlah itu sudah terlewati, berarti jatahnya habis,” kataku lagi.
Ia tertawa lagi. Tapi, sesungguhnya aku tidak melucu. Aku sendiri tak tahu apa motifku. Apakah
aku ingin tahu adakah teori itu benar. Ataukah, aku sesungguhnya sudah merasa intim dengan
lelaki berbau manusia ini. Aku tak tahu apa yang kukatakan.

Kutemukan ia menatapku lebih lama. Dan lebih dalam. Kubalas ia sebentar. Setelah itu aku
merasa wajahku hangat. Kubu- ang pandangan ke jendela. Aku lebih muda dari dia. Tapi tetap
aku tak muda lagi. Dan aku beranak dua. Meskipun diriku yang bertanggung jawab telah
kutitipkan bersama nyawaku di kotak hitam.

Aku ingin bertanya padanya. Jatahmu sudah diboroskan belum?

Pesawat melonjak. Bagai ada lubang besar di jalanannya. Lampu tanda kenakan sabuk pengaman
menyala. Aku merasa berayun ke kiri ke kanan. Seperti dalam bis malam yang mencicit di jalan
licin berbatu. Aku mencoba tidak mencengkeram dahan kursi. Tapi keringat dinginku merembes
sedikit di dahi.

Tiba-tiba ia menangkupkan tangannya pada tanganku di tangkai kursi. Seperti seorang suami.
Kalau ada apa-apa, kita mengalaminya bersama-sama.

Aku memejamkan mata. Aku tak tahu, apakah dalam sisa perjalanan aku bersandar di bahunya.

Tapi, pesawat mendarat juga di Soekarno-Hatta. Ia membantuku mengemasi bagasi.


Aku telah di tanah lagi. Aku harus pergi ke kokpit mengambil kembali nyawa dan diriku dari
kotak hitam. Nyawa dan diriku yang lebih peka dan penakut ketimbang yang duduk tadi. Ingin
rasanya aku meminta lelaki berwajah baik itu menemaniku terus sampai sepotong jiwaku
bergabung kembali. Sepotong yang dibawa Jati….
http://sastra33.blogspot.com/2012/03/cerita-pendek-merupakan-salah-satu.html

Gaya Bahasa dalam Cerpen dan Contoh Lengkap


Gaya Bahasa dalam Cerpen dan Contoh Lengkap - Gaya bahasa adalah cara bagaimana
pengarang mengungkapkan pemikiran atau ide melalui bahasa-bahasa yang khas di dalam
tulisannya. Dalam sebuah cerpen, gaya bahasa sangat menarik untuk dipelajari karena gaya
bahasa bisa menjadi ciri khas tersendiri yang menggambarkan kepribadian setiap penulisnya.
Dengan kata lain. gaya bahasa adalah bahasa-bahasa indah yang digunakan dalam tulisan untuk
meningkatkan nilai suatu karangan.

Dalam penggunaannya, gaya bahasa sangatlah beragam di antaranya adalah gaya yang
berdasarkan langsung tidaknya makna yang di sampaikan, struktur kalimat, dan pilihan kata.

Jenis-Jenis Gaya Bahasa


Berdasarkan langsung tidaknya makna, gaya bahasa dikelompokan menjadi dua gaya bahasa yaitu
retorika dan kiasan.

a. Gaya bahasa retorika

Gaya bahasa retorika adalah gaya bahasa yang maknanya disampaikan secara langsung dalam
kalimat. Berikut ini adalah macam-macam gaya bahasa retorika.

1. Eufemisme

Eufemisme adalah gaya bahasa yang menyampaikan maknanya secara lebih halus agar tidak
menyinggung orang lain.

Contoh:

Akibat perbuatannya yang mencoreng nama baik perusahaan, dia diberi sangsi pensiun dini oleh
bosnya.

2. Asindenton

Asindenton adalah gaya bahasa yang menghadirkan kata atau frasa yang memiliki fungsi sama
yang sejajar dan tanpa menggunakan konjungsi untuk menyampaikan makna.

Contoh:

Dia selalu menerima perbuatan kasar, kata pedas juga sering ia dapatkan dari majikannya, nasib
pahit lainnya juga beberapa kali ia alami ketika bekerja sebagai TKI.

3. Polisidenton
Polisidenton adalah gaya bahasa yang penyampaian maknanya menggunakan kata sambung
secara berulang.

Contoh:

Kepada bulan-bintang, kepada lautan-samudra, kepada gunung-pegunungan, aku bertanya, tetapi


tak satu pun ku temukan jawaban.

4. Erotesis

Erotesis adalah gaya bahasa yang berbentuk pertanyaan namun tidak menghendaki jawaban
karena jawabannya sudah diketahui dan berfungsi sebagai penegas saja.

Contoh:

Bukankah kamu anak laki-laki?

5. Pleonasme

Pleonasme adalah gaya bahasa seperti tautology yang menggunakan kata kedua yang sebenarnya
telah dijelaskan pada kata pertama.

Silahkan masuk ke dalam, dan naik ke atas.

6. Perifrasis

Perifrasis adalah gaya bahasa yang sama dengan pleonasme tetapi proposinya lebih banyak.

Contoh:
Dengan keadaan yang lemah dan tak berdaya, tidak memiliki kekuatan apapun, tidak bisa berbuat
apa-apa, dan tidak bisa bekata apa-apa, dia hanya terdiam lelah di kursinya.

7. Prolepsis

Prolepsis adalah gaya bahasa yang berupa kalimat arti sebenarnya baru diketahui di kalimat
sebelumnya.

Contoh:

Anak itu ditimpa kemalangan yang amat sangat pedih. Pertama dia harus kehilangan orang tuanya,
lalu dia harus putus sekolah.

8. Aliterasi

Aliterasi adalah gaya bahasa yang berupa perulangan berbunyi konsonan.

Contoh:

Seorang lelaki haruslah orang yang jantan, jujur, dan jenius.

9. Asonansi

Asonansi adalah gaya bahasa yang berupa perulangan berbunyi vokal.

Contoh:
Kura-kura di dalam perahu, pura-pura tidak tahu mencari tahu di dalam perahu.

10. Anastrof

Anastrof adalah gaya bahasa kalimat yang polanya dibalik dan tidak lazim.

Contoh:

Terlalu kecil gadis itu untuk mengalami nasib malang itu.

11. Apofasis/Preteresio

Gaya bahasa ini dipakai untuk menyampaikan unsur kontradiksi atau pertentangan , seperti seakan-
akan menolak tetapi menerima, seolah-olah memuji tetapi mengejek, dan lain-lain.

Contoh:

Sudahlah jangan repot-repot mengeluarkan makanan, kalau sudah keluar begini terpaksa aku habisi
jadinya.

12. Apostrof

Gaya bahasa ini adalah gaya bahasa kebalikan apofasis yang tampak seolah-olah menolak tetapi
justru malah menegaskan, seolah-olah mengejek tetapi memuji.

Contoh:

Tulisanmu itu jelek, tetapi sangat mahal harganya bila untuk menulis resep.
13. Kiasmus

Kiasmus adalah gaya bahasa yang berisi susunan kalimat pengulangan sekaligus pembalikan dari
dua kata dalam kalimat yang sama. Gaya bahasa ini terlihat berimbang tetapi dipertentangkan satu
sama lain.

Contoh:

Sebenarnya dia adalah orang yang amat sangat sabar. tetapi perbuatannya telah membuatnya
marah.

14. Elipsis

Elipsis adalah gaya bahasa yang meghilangkan salah satu unsur kalimat di dalam kalimat.
Pembacalah yang harus mengisi penghilangan unsur tersebut.

Contoh:

Di dunia ini serba berdampingan ada siang ada …. ada panas ada ….

15. Litotes

Litotes adalah gaya bahasa yang sifatnya merendakan diri dan tidak sesuai dengan kenyataan yang
sebenarnya.

Contoh:

Makanlah makan orang kecil ini!


16. Histeron Proteron

Gaya bahasa ini membalikan suatu hal menjadi logika yang tidak wajar.

Contoh:

Teruslah menyisir rambutmu agar rambut-rambutmu pada rontok dan menjadi botak.

17. Tautologi

Tautologi adalah gaya bahasa yang menyatakan sesuatu secara berulang-ulang dengan kata yang
maknanya sama.

Contoh:

Tak ada angin tak ada badai, Budi tiba-tiba marah kepada Andi.

18. Silepsis dan Zeugma

Gaya bahasa yang berupa kontruksi rapatan yang terdiri dari kata-kata yang tidak sejenis atau
relevan satu sama lain.

Contoh:

Aku sudah mendengar beritanya melalui radio dan televisi.

19. Koreksio Epanotesis


Gaya bahasa yang seolah-olah menyakinkan tetapi mengandung kesalahan.

Contoh:

Sudah tujuh hari dia tidak pulang. Bahka sepertinya lebih dari itu.

20. Hiperbol

Hiperbol adalah gaya bahasa yang sengaja dibuat berlebihan.

Contoh:

Air matanya mengalir dan membanjiri wajahnya.

21. Paradoks

Paradoks adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan tetapi mengandung kebenaran.

Contoh:

Sebagai orang yang sukses, saya juga terus mengalami kegagalan.

22. Oksimoton

Oksimoton adalah gaya bahasa seperti paradoks tetapi lebih singkat dan jelas dan mengandung
kata-kata yang memiliki arti yang berlawanan.
Contoh: Dia adalah orang pintar yang pelit ilmu.

Advertisement

b. Gaya Bahasa kiasan

Gaya bahasa kiasan adalah gaya bahasa yang menyampaikan maknanya secara tidak langsung.
Berikut in adalah macam-macam gaya bahasa kiasan.

1. Persamaan/simile

Simile adalah gaya bahasa kiasan yang membandingkan suatu hal dengan hal yang lain.

Contoh:

Senyumnya seperti bunga mawar yang sedang mekar.

2. Metafora

Metafora adalah gaya bahasa yang membandingkan suatu hal dengan yang lain, tetapi tidak
menggunakan kata pembanding.

Contoh:

Senyumnya adalah cahaya surga.

3. Alegori

Alegori adalah gaya bahasa yang megibaratkan atau menyimbolkan suatu hal dengan benda.
Contoh: Kancil menipu buaya. Kancil adalah symbol kecerdikan.

4. Personifikasi

Personifikasi adalah gaya bahasa yang mengumpamakan benda mati sebagai benda hidup.

Contoh: Angin berlari dengan sangat kencangnya melewati lembah.

5. Alusi

Alusi adalah gaya bahasa yang menampilkan suatu persamaan yang dimiliki oleh suatu hal dengan
suatu hal lainnya.

Contoh: Bandung dikenal sebagai Paris Van Java.

6. Eponim

Eponim merupakan gaya bahasa yang menggunakan nama seseorang sebagai suatu kata sifat.
Biasanya nama orang terkenal yang menjadi julukan orang yang memiliki kesamaan khusus.

Contoh: Dia sangat hebat bermain bola sehingga dijuluki Messinya Indonesia.

7. Epitet

Epitiet adalah gaya bahasa yang berupa phrasa reskriptif yang digunakan untuk mengganti nama
seseorang.
Contoh: Dewi malam mulai muncul dari peraduannya.

8. Sinekdoke

Ada dua jenis sinekdok yaitu:

Totum pro parte, gaya bahasa yang menyebutkan keseluruhan untuk menyatakan sebagian.

Contoh: Indonesia memenangkan lomba marathon di ajang Internasional.

Pars pro tato, gaya bahasa yang menyebutkan sebagian untuk keseluruhan.

Contoh: Korban gunung meletus yang meninggal sangatlah banyak.

9. Metonimia

Metonimia adalah gaya bahasa yang menggunakan nama tubuh, ciri, gelar dan lain-lain sebagai
nama panggilan.

Contoh: Si gendut belum mengerjakan pekerjaan rumahnya.

10. Antomonasia

Antomonasia adalah gaya bahasa yang menggunakan gelar resmi dan semacamnya untuk
menggantikan nama diri.

Contoh: Sang proklamator mewariskan semangat juangnya kepada putrinya.


11. Hipalase

Hipalase adalah gaya bahasa yang berupa pernyataan yang menerangkan kata yang bukan makna
sebenarnya.

12. Ironi

Ironi adalah gaya bahasa yang berupa sindiran halus.

Contoh: Kamar Budi sangat rapih seperti kapal pecah.

13. Satire

Satire adalah gaya bahasa yang juga merupakan sindiran namun lebih bersifat kritik.

Para pejabat sangatlah baik dengan memakan uang rakyatnya.

14. Iniendo

Iniendo adalah gaya bahasa yang juga merupakan sindiran dengan cara mengecikan kenyataan
sebenarnya.

Contoh: Dia memang gadis cantik, sayang dia suka berbohong.

15. Antifrasis

Antifrasis adalah gaya bahasa yang memiliki makna berbeda dari kata yang diutarakannya.
Contoh: Lihatlah orang yang sangat dermawan telah datang! (Maknanya orang yang pelit sudah
datang)

16. Sarkasame

Sarkasme adalah gaya bahasa yang penyampaiannya sangat kasar.

Contoh: Dasar kau Bajingan tengik!

https://www.kelasindonesia.com/2015/04/gaya-bahasa-dalam-cerpen-dan-contoh-lengkap.html

» MAJAS » PEMBAHASAN GAYA BAHASA DALAM CERPEN DAN CONTOH LENGKAP

Pembahasan Gaya Bahasa dalam Cerpen dan Contoh Lengkap


.

Pembahasan Gaya Bahasa dalam Cerpen, Jenis Gaya Bahasa, dan Contoh Gaya
Bahasa - Hay Sobat Prbahasa! tentunya gaya bahasa tidak asing lagi bagi telinga kalian.
Namun, tahukah kalian, gaya bahasa memiliki contoh yang sangat banyak. Apa sajakah
jenis-jenis dan contoh gaya bahasa tersebut. Nah, berikut ini adalah penjelasan mengenai
gaya bahasa lengkap dengan pengertian gaya bahasa dan contoh-contohnya.

Gaya Bahasa
Dalam cerpen, gaya bahasa adalah bagaimana seorang penulis menyampaikan isi ceritanya
dalam bentuk tulisan. Gaya bahasa tersebut digunakan oleh penulis untuk memperindah
tulisannya, sehingga tidak terkesan datar dan menarik untuk dibaca.

Setiap penulis memiliki gaya bahasa masing-masing. Dengan kata lain, gaya bahasa ini
dapat menjadikan ciri khas seorang penulis dalam membuat suatu cerpen. Sobat,
sebenarnya, ada 2 jenis gaya bahasa, tetapi dari kedua jenis gaya bahasa tersebut ada
puluhan gaya bahasa.

Kedua jenis gaya bahasa tersebut diantaranya adalah gaya bahasa retorika, dan gaya
bahasa kiasan. Nah Sobat, berikut ini adalah pembahasan lengkap mengenai gaya bahasa.

A. Gaya Bahasa Kiasan


Gaya bahasa kiasan adalah gaya bahasa yang maknanya tidak disampaikan secara
langsung atau tersurat, tetapi tersirat di dalam tulisan tersebut. Adapun jenis-jenis gaya
bahasa kiasan adalah sebagai berikut:

1. Personifikasi
Gaya bahasa ini mengumpamakan benda mati seolah-olah memiliki nyawa atau hidup.
Contoh: Sinar mentari pagi menyapa diriku yang masih memejamkan mata di atas tempat
tidur.

2. Alegori
Gaya bahasa ini mengumpamakan suatu hal dengan benda atau simbol-simbol tertentu.
Contoh: Kami semua benci dengan lintah darat itu; Lintah darat berarti rentenir.

3. Metafora
Gaya bahasa ini membandingkan atau menyamakan suatu hal dengan hal lain, tetapi tidak
menggunakan kata pembanding.
Contoh: Kehadirannya merupakan embun di dalam kehausan.

4. Simile
Gaya bahasa ini sama dengan metafora, yaitu membandingkan suatu hal, tetapi simile
menggunakan kata pembanding.
Contoh: Senyumnya laksana pelangi yang menyejukkan hati.

5. Sarkasme
Gaya bahasa ini menyampaikan maknanya dengan bahasa yang kasar.
Contoh: Enyah kau dari hadapanku !
6. Antifrasis
Gaya bahasa yang maknanya secara berkebalikan dengan apa yang disampaikannya.
Contoh: Kalau berani, tanyakan saja pada Budi, si pintar itu. (Budi tidak tahu apa-apa)

7. Iniendo
Gaya bahasa berupa sindiran yang disampaikan dengan cara mencari kesalahan atau
kekurangan dari suatu hal.
Contoh: Putri raja itu sangat cantik rupawan, sayang kepribadiannya sangat buruk.

8. Satire
Gaya bahasa ini adalah sindiran yang merupakan kritik.
Contoh: Cara bicaramu itu sangat tidak sopan.

9. Ironi
Sama seperti satire, dan iniendo, tetapi Ironi disampaikan dengan cara yang halus.
Contoh: Tuisan Budi seperti tulisan dokter.

10. Hipalase
Gaya bahasa ini menerangkan sebuah kata tapi sebenarnya kata tersebut untu menjelaskan
kata yang lainnya.
Contoh:

11. Antomonasia
Gaya bahasa yang menganti nama seseorang dengan nama julukan, atau semacamnya.

Contoh: Bapak Proklamator kita telah menghembuskan nafas terakhirnya.

12. Metonimia
Gaya bahasa yang memanggil nama seorang dengan nama panggilan, seperti nama gelar,
ciri fisik, sifat, dan lain sebagainya.
Contoh: Apa kau melihat si kurus akhir – akhir ini ?

13. Sinekdok pars pro toto


Gaya bahasa ini menyebut sebagian untuk mewakili keseluruhan.
Contoh: Sampai sekarang Budi belum terlihat batang hidungnya.

14. Sinekdok totum pro tate


Gaya bahasa ini menyebut keseluruhan untuk sebagian
Contoh: Indonesia bertemu dengan Australia dalam kejuaraan Bulu Tangkis dunia.
15. Epitet
Merupakan phrasa reskriptif dan digunakan untuk mengganti nama seseorang.
Contoh: Aku sudah lama tidak bertemu dengan sang buah hatiku.

16. Eponim
Merupakan gaya bahasa yang mengganti nama seseorang dengan nama orang lain karena
memiliki kesamaan watak, sifat, kemampuan, dan lain-lain.
Contoh: Ronaldonya Indonesia mendapat penghargaan permain terbaik semalam.

17. Alusi
Merupakan gaya bahasa yang menyamakan suatu hal dengan lainnya karena adanya
kemiripan.
Contoh: Aku akan berkunjung ke Varis Van Java minggu depan.

B. Gaya Bahasa Retorika


Gaya bahasa retorika adalah gaya bahasa yang maknanya disampaikan langsung atau
tersurat di dalam kalimat tersebut. Berikut adalah jenis-jenis gaya bahasa retorika:

1. Paradoks
Gaya bahasa yang mengandung pertentangan.
Contoh: Rini adalah anak yang pintar, tetapi dia sangat sombong.

2. Hiperbola
Gaya bahasa yang bahasaya sengaja dilebih-lebihkan.
Contoh: Tertawanya dapat mengguncang dunia.

3. Oksimoron
Gaya bahasa yang sama dengan paradoks, tetapi lebih singkat.
Contoh: Budi adalah orang kaya yang kikir.

4. Tautologi
Gaya bahasa yang menyatakan sesuatu dengan berulang-ulang dan kata yang digunakan
maknanya sama.
Contoh: Tida ada angin tidak ada badai, Budi datang memberiku hadiah.

5. Koreksio Epanotesis
Gaya bahasa yang seolah-olah untuk menyakinkan tetapi mengandung keraguaan.
Contoh: Sudah dua hari dua malam kucingku tidak pulang, bahkan lebih dari itu.
6. Silepsis dan Zeugma
Gaya bahasa yang berupa kata-kata yang tidak sejenis atau relevan satu sama lain.
Contoh: Aku sudah mendengar informasi itu melalui surat kabar.

7. Litotes
Gaya bahasa yang merendahkan diri tetapi tidak sesuai dengan kenyataan yang diutarakan.
Contoh: Mampirlah ke rumah reotku ini!

8. Histeron Proteron
Gaya bahasa yang menggunakan logika yang tidak wajar.
Contoh:
Menangislah sampai keluar darah, aku tidak akan menolongmu.

9. Kiasmus
Gaya bahasa yang berupa kalimat pengulangan yang terlihat seimbang tetapi sebenarnya
memiliki pertentangan.
Contoh: Sebenarnya Budi adalah orang yang amat sangat baik, tetapi perbuatan Aguslah
yang telah membuat dia tega melakukan itu.

10. Elipsis
Gaya bahasa yang salah satu unsur kalimat di dalamnya sengaja dihilangkan.
Contoh: Hidup ini memiliki dua sisi, ada baik ada …. ada panas ada ….

11. Prolepsis
Gaya bahasa yang makna kalimat sebenarnya dapat diketahui dari kalimat sebelumnya.
Contoh: Anak itu mendapatkan durian runtuh. Pertama dia memenangi undian berhadiah
motor, dan kemudian dia mendapatkan hadiah uang tunai.

12. Aliterasi
Gaya bahasa yang berupa perulangan kata yang berbunyi konsonan.
Contoh:
Seorang lelaki haruslah kuat, pintar, dan sigap.

13. Asonansi
Gaya bahasa yang berupa perulangan kata yang berbunyi vokal.
Contoh: Kura-kura di dalam perahu, berdiam diri sambil mencari tahu.

14. Anastrof
Gaya bahasa yang pola kalimat dibalik dan tidak lazim.
Contoh: Terlalu baik wanita itu untuk orang seperti Budi.

15. Apofasis/Preteresio
Gaya bahasa yang digunakan untuk menyampaikan kontradiksi atau pertentangan , seperti
seakan-akan menolak tetapi sebenarnya menerima, seolah-olah memuji tetapi sebenarnya
mengejek, dan lain sebagainya.
Contoh: Janganlah repot-repot mengeluarkan makanan, kalau sudah begini aku tidak bisa
menolaknya lagi.

16. Apostrof
Gaya bahasa yang seolah-olah menolak tetapi sebenarnya justru menginginkannya, seolah-
olah mengejek tetapi sebenarnya memuji.
Contoh: Tubuh kamu pendek, tetapi pemikiranmu sangatlah panjang.

17. Eufemisme
Gaya bahasa yang makna suatu kalimat disampaikan lebih halus.
Contoh: Budi harus pensiun dini karena perbuatannya itu.

18. Asindenton
Gaya bahasa yang tidak menggunkan konjungsi dalam kata atau frasa yang sejajar.
Contoh: Dia selalu mendapatkan apa yang dia mau, memerintah orang lain dengan
seenaknya, bersikap seperti orang yang tidak butuh bantuan orang lain, itulah Budi.

19. Polisidenton
Gaya bahasa yang maknanya disampaikan dengan kata sambung secara berulang.
Contoh: Aku bertanta kepada bulan-bintang, dan kepada laut -samudra, tetapi tak satupun
jawaban yang aku terima.

20. Erotesis
Gaya bahasa yang berupa pertanyaan yang tidak perlu dijawab.
Contoh: Bukankah kamu anak pria tua itu?

21. Pleonasme
Gaya bahasa seperti tautology. Berupa perulangan kata yang sebenarnya tidak diperlukan
karena telah dijelaskan oleh kata pertama.
Contoh: Silahkan naik ke atas!

22. Perifrasis
Gaya bahasa seperti pleonasme tetapi memiliki proposi yang lebih banyak.
Contoh: Aku melihat Budi yang sangat lemah dan tidak berdaya, tidak memiliki kekuatan
apapun, dan tidak bisa berbuat apapun.

Demikianlah artikel kali ini mengenai pembahasan detail gaya bahasa. Bagaimana, mudah
bukan ? Intinya, gaya bahasa digunakan oleh seorang penulis agar tulisannya menjadi baik
dan indah. Selain itu, gaya bahasa juga memiliki contoh yang sangat banyak.

Nah, Sobat sampai di sini perjumpaan kita kali ini dalam pembahasan mengenai gaya
bahasa, jenis, dan contoh-contoh gaya bahasa. Semoga pembahasan gaya bahasa ini dapat
menjadi referensi yang baik bagi Sobat dalam mempelajari gaya bahasa. Terimakasih telah
berkunjung dan sampai jumpa lagi dalam artikel menarik selanjutnya.

http://www.prbahasaindonesia.com/2016/01/gaya-bahasa-cerpen-dan-contoh.html

Pendidikan Bahasa
dan Sastra
Indonesia
Sabtu, 17 Desember 2016
ANALISIS GAYA BAHASA CERPEN
DENIAS DAN BUMI SEPOTONG ROT
TUGAS
MENGANALISIS GAYA BAHASA DALAM CERPEN DENIAS DAN BUMI SEPOTONG ROTI

Mata Kuliah : Estetika dan Stilistika Sastra

Dosen Pengampu : Prof. H. Yundi Fitrah, M.Hum, Ph.D

Disusun oleh:

Nama : Herti Gustina

NIM : A1B112005

Semester/Kelas : II/A

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2013

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. karena berkat rahmat dan karuniaNyalah
penulis dapat menyelesaikan makalah yang diberi judul Menganalisis Gaya Bahasa dalam Cerpen Denias
dan Bumi Sepotong Roti. Dalam makalah ini membahas mengenai analisis stilistika khususnya gaya
bahasa dalam cerpen karya Sandi Suryamat.
Kemudian ucapan terima kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah
membantu baik berupa pemberian ide atau gagasan maupun sarana dan prasarana dalam penyusunun
makalah ini.

Dalam cerpen Denias dan Bumi Sepotong Roti ini mengandung unsur stilistika yang di dalamnya
terdapat gaya bahasa. Hal ini sangat menarik untuk dianalisis sebagai sampel untuk mengkaji stilistika
dalam karya sastra. Hal ini merupakan bentuk apresiasi kita sebagai penikmat sastra untuk dapat
memahami dan menganalisis karya sastra yang ada

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan. Kritik maupun saran penulis buka untuk perbaikan
analisis selanjutnya. Karena analisis ini penting untuk dapat memahami suatu karya sastra.

Atas perhatiannya penulis sampaikan terima kasih.

Jambi, _ Juni 2013

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah...................................................................................... 1

1.3 Tujuan Penelitian....................................................................................... 1

1.4 Kegunaan Penelitian.................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 3

2.1 Cerpen Denias dan Bumi Sepotong Roti.................................................. 3

2.2 Gaya Bahasa dalam Cerpen Denias dan Bumi Sepotong Roti.................. 7

1. Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat....................................... 7

2. Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna...................... 8


BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan................................................................................................ 11

3.2 Saran.......................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sastra merupakan suatu karya yang memiliki nilai-nilai estetik yang tinggi. Di dalamnya memuat
unsur stilistika yang dapat memperindah suatu karya sastra. Menurut Ratna (2009: 167) secara definitif
stilistika adalah ilmu yang berkaitan dengan gaya dan gaya bahasa. Bahasa adalah sistem tanda, melalui
berbagai cara dapat dilakukan dalam rangka memperoleh makna secara maksimal. Dengan kata lain
bahasa merupakan media dalam mengekspresikan karya sastra. Dalam karya sastra tersebut
menggunakan gaya bahasa yang dapat menimbulkan efek estetik.

Analisis stilistika merupakan suatu upaya untuk lebih bisa memudahkan dalam menikmati,
memahami, dan menghayati suatu karya sastra. Gaya bahasa merupakan acuan awal yang digunakan
untuk menemukan unsur lain di dalam stilistika, seperti makna dan diksi. Dengan demikian dapat kita
simpulkan bahwa stilistika dapat memudahkan kita dalam menikmati, memahami, dan menghayati
keindahan bahasa yang digunakan dalam karya sastra seperti pada cerpen Denias dan Bumi Sepotong
Roti karya Sandi Suryamat, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Jambi.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah yang hendak dijawab dalam makalah ini yaitu: (1) Bagaimana cerpen Denias dan Bumi
Sepotong Roti yang ditulis oleh Sandi Suryamat, (2) Gaya bahasa apa saja yang terkandung dalam cerpen
Denias dan Bumi Sepotong Roti.
1.3 Tujuan Penulisan

Estetika dan stilistika merupakan dua unsur yang terdapat dalam karya sastra. Dalam ruang
lingkup yang lebih kecil, makalah ini membahas mengenai: (1) Cerpen Denias dan Bumi Sepotong Roti,
(2) Gaya bahasa yang terkandung dalam cerpen Denias dan Bumi Sepotong Roti.

1.4 Kegunaan Penulisan

Pembuatan makalah ini diharapkan dapat memberikan kegunaan baik bagi pembaca maupun bagi
penulis pribadi. Adapun makalah ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai media
pembelajaran sastra bagi mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Cerpen Denias dan Bumi Sepotong Rot

Apa jadinya jika bumi terbelah menjadi dua. Bagian pertama terombang-ambing dan keluar dari
gugusan tata surya, bagian yang kedua nyaris bertabrakan dengan bulan. Tapi beruntung, bumi masih
dilindungi asteroid yang bertebaran di angkasa. Hingganya kini bulan tampak lebih dekat dari biasanya.
Benar-benar bulat, benar-benar terang. Itulah buntut dari peradaban manusia yang tak dapat lagi
dikendalikan. Peperangan, penjarahan, segala macam kejahatan sudah lazim melanda. Akibatnya bumi
tiba-tiba saja retak di bagian tengahnya, hingga terbelah menjadi dua. Otoritas petinggi bumi dari
penjuru benua sudah tidak peduli lagi dengan kekacauan ini. Mereka tiba-tiba saja menghilang, seluruh
pemimpin negeri hilang, wakil rakyat hilang, perampok uang negara hilang, aparatur negara juga
hilang. Bagaimana pun caranya kita harus menyelamatkan saudara-saudara kita yang ada di belahan
bumi kedua. Belum tahu di mana rimbanya mereka. Tapi yang jelas kita harus mencari mereka, dan
yakinlah kita dapat menyatukan lagi bumi yang terbelah ini!

Begitulah kiranya isi pidato Denias dihadapan jutaan manusia, manusia yang ada di belahan bumi
kedua. Bumi yang ia tempati tinggal separuh lingkaran, selebihnya lepas mengangkasa dan tak tahu
rimbanya.

“ bisa apa kamu Denias? “ celoteh salah satu pendengar. Kericuhan tak terelakkan. Ketahuilah
Denias, kamu butuh dukungan, bukan sekadar orasi patriotis saja. Jelas, Denias kesulitan mendapatkan
dukungan dari para khalayak, mengingat ia sendiri adalah seorang aktivis transgender yang begitu
dibenci oleh orang-orang bumi. Ia dianggap menyalahi takdir, tapi tidak, ia mengubah takdir. Perdebatan
terjadi, hanya sebagian kecil yang mau mendukungnya, lainnya menolak keras usaha Denias.
Hari-hari bersambut, bumi separuh itu makin sering terkikis, jurang-jurang bekas belahan makin
rontok, bumi tampak mengempis. Cacing tanah dan semacamnya mengangkasa, bangkai-bangkai
manusia di dalam tanah terbang, fosil-fosil dinosaurus melayang, inti bumi keropos, tulang belulang
melanglang. Denias urung mendapatkan banyak dukungan dari khalayak. Ia punya maksud menggalang
pasukan penyelamat bumi, yang terdiri dari orang-orang cerdas dan bertenaga. Saat itulah ia berniat
meminta bantuan sahabatnya Viktor yang berada di Kiev, seorang pensiunan astronot dan juga
cendikiawan. Ia juga seorang fasis yang punya ideologi bertentangan dengan orang-orang yang ingin
diminta bantuan oleh Denias.

Belakangan Denias kerap menerima gunjang-gunjing dari masyarakat yang meremehkan misinya.
Mereka lah orang-orang pesimisme yang hanya berdiam diri dan menganggap bahwa dunia sudah
kiamat, untuk apa berbenah, nikmati saja akhir dunia ini. Alhasil setelah sampai di daratan Kiev, Denias
mendapatkan begitu banyak cerita dari Viktor.

Ya. Cerita tentang para otoritas bumi yang tiba-tiba saja menghilang. Awalnya masyarakat mengira
para petinggi bumi itu senyatanya sudah mati, terperosok ke dalam lubang bekas belahnya bumi, atau
mungkin terbawa potongan bumi yang kedua yang lantas mengangkasa. Tapi ternyata tidak. Otoritas
petinggi bumi itu rupanya sudah berdusta, diam-diam mereka kabur meninggalkan bumi yang mereka
anggap sudah tak layak untuk dihuni.

“ asteroid! Ya asteroid Denias! “

“ kenapa asteroid, Pak? “

Rencana besar sudah dibuat, selama ini tak pernah ada intervensi dari rakyat. Aparatur negara
yang sudah mencuri uang rakyat itu sudah kabur. Megakonspirasi terjadi, hingganya para otoritas bumi
secara sembunyi-sembunyi sudah menyiapkan tempat untuk mereka sendiri guna menghindari
kerusakan parah di bumi. Timbullah tanda tanya besar di dalam benak Denias, di mana para petinggi
bumi itu sembunyi?

“ asteroid! Ya asteroid, seperti yang aku katakan tadi Denias. Mereka sembunyi di sana “

Mereka sudah membangun hunian di sana. Orang-orang cerdas di bumi mereka rekrut agar bisa
menyulap asteroid-asteroid yang berukuran besar menjadi tempat tinggal mereka.
Semacam Pallas dan Ceres, Denias! Mereka sudah menyulapnya menjadi semacam motel, penginapan,
atau hotel berkelas. Membawa jutaan bahan makanan, merampasnya dari bumi yang sudah yatim piatu.
Lantas di manakah kini belahan bumi yang kedua? Denias khawatir, jangan-jangan mereka sudah
tertelan blackhole. Tapi tetap saja Denias masih percaya bahwa belahan bumi yang kedua masih dapat
ditemukan.

Denias mendapatkan dukungan dari Viktor sang pensiunan. Ia diperbolehkan untuk


mengemudikan Falcon 9, pesawat ruang angkasa yang Viktor curi dari perusahaan wisata angkasa.
Pesawat tersebut membutuhkan banyak awak, setidaknya lima orang. Segera ia menghubungi
kerabatnya Yahia, seorang antifasis dari Timur Tengah. Mereka akan berangkat dari Moscow, sebab
pesawat tersebut disimpan oleh Viktor di sana. Mereka akan melanglang menuju Pallas, yang menurut
informasi Viktor adalah tempat bersembunyinya para petinggi otoritas bumi. Tapi sebelum berangkat,
Denias melakukan orasi untuk kedua kali. Ia ingin meyakinkan bahwa bumi yang mereka cintai akan
dapat disatukan kembali.

Cukup sudah kita tipu daya yang kita alami! Saudaraku, para petinggi bumi sudah mengingkari
kita semua. Mereka kini sembunyi di angkasa. Sekarang waktunya kita menyelamatkan saudara kita,
menyatukan bumi kembali, kita berbenah atas bumi yang kita cintai ini!

Tak ada tanggapan, lagi-lagi mereka menganggap Denias yang aktivis transgender itu hanya
mencari sensasi. Hanya sebuah orasi politis yang ujung-ujungnya menginginkan posisi diplomatis. Bumi
makin kikis sebab kadar air yang tak lagi seimbang, pohon-pohon lebih sering tumbang, pasang-surut air
laut tak menentu, musim kemarau kini lebih panjang, siang jadi sangat singkat, mitos-
mitoswerewolf semakin mencuat sebab kini bulan jadi lebih dekat. Gunung-gunung mengempis,
laharnya melayang-layang ke udara, bumi yang bulat sudah tak ada lagi, tinggal bumi sepotong roti.

Tak ada lagi cerita-cerita heroik sejenis green lantern sang penyelamat ruang angkasa. Orang-
orang hanya bimbang dan pasrah menantikan berakhirnya kisah epik dunia. Falcon 9 mengangkasa,
berjarak jutaan cahaya untuk sampai ke tempat persembunyian para otoritas bumi. Denias dan Yahia
serta tiga orang awak kapal bersiaga melakukan pendaratan di Pallas. Bukan main terkejutnya mereka
setelah melihat bangunan-bangunan berkilau menyerupai istana.

“ tidak! “

“ saya mohon Pak, kembali lah ke bumi. Ketahuilah kami membutuhkan orang-orang cerdas
seperti kalian “

Denias terus meyakinkan pihak otoritas agar mau kembali ke bumi serta meminta bantuan mereka
untuk mendeteksi keberadaan belahan bumi yang kedua. Usaha Denias lancar, mereka ingin
membantunya mencari belahan bumi yang hilang. Segala macam alat canggih diberikan kepadanya guna
mencari letak bumi yang sampai kini tak tahu rimbanya. Pihak otoritas akhirnya memutuskan untuk
kembali ke bumi dan berjanji akan meminta maaf kepada rakyat. Sementara itu Denias dan para awak
lainnya melanjutkan misi untuk mencari keberadaan belahan bumi lainnya.

Denias yakin, rakyat di bumi pasti mau memaafkan kekhilafan para otoritas ini. Misi berlanjut,
Denias dan Yahia mendeteksi adanya kehidupan di luar tata surya. Itu lah belahan bumi yang pertama,
letaknya tak beraturan, jauh dari galaksi matahari. Mereka pun pada akhirnya melakukan pendaratan.
Walhasil mereka bahagia dapat menemukan kembali potongan bumi yang hilang ini. Tapi sayang,
kondisinya sudah jauh berbeda. Tanahnya semakin kisut, tak ada lagi pepohonan, air di lautan habis,
gunung-gunung tinggi kempis, begitu jauh dari matahari, malam hari lebih panjang sementara siang
hanya sebatas pandang. Bangkai manusia di mana-mana, orang-orang sudah seperti zombie. Keluarga
dan sahabat mereka makan, binatang-binatang mereka cincang, kayu dan aspal juga mereka makan. Tak
ada hujan apalagi purnama, yang ada hanya saling makan antar sesama. Denias yang kini tengah
terkepung oleh jutaan zombie. Mereka berniat menyelamatkan diri dari kepungan para zombie. Tapi
malang Denias, bumi yang ia singgahi malah terombang-ambing dan ditelan blackhole.
Sementara di belahan bumi kedua, pihak otoritas berniat meminta maaf kepada rakyatnya.
Kekacauan malah tak terelakkan, mereka marah dan membabi buta. Para otoritas itu mereka bunuh.
Sebagian ada yang berhasil melarikan diri dan sebagian lagi mati.

Denias! Kami butuh orang seperti kamu. Ia mengubah takdir. Tidak! Ia menyalahi takdir. Tidak!(*)

2.2 Analisis Gaya Bahasa pada Cerpen Denias dan Bumi Sepotong Rot

1. Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat

Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat adalah kalimat yang mana tempat suatu unsur kalimat
yang dipentingkan dalam kalimat tersebut. (Keraf, 2009:124) Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat
dibagi atas: Klimaks, antiklimaks, paralelisme, antitesis, repitisi epizeuksis, repitisi tautotes, repitisi
anafora, repitisi efistrofora, repitisi simploke, repitisi mesodiplosis, repitisi epanalefsis, dan repitisi
anadiplosis. Dalam cerpen ini terdapat banyak sekali gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat. Berikut
beberapa contoh gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat dalam cerpen Denias dan Bumi Sepotong
Roti.

a. Klimaks

Klimaks adalah gaya bahasa yang menyatakan bebrapa hal yang dituntut semakin lama semakin
meningkat. Contohnya pada kalimat:

“...bumi separuh itu makin sering terkikis, jurang-jurang bekas belahan makin rontok, bumi tampak
mengempis.”

b. Antiklimaks

Antiklimaks adalah gaya bahasa yang menyatakan beberapa hal berurutan semakin lama semakin
menurun. Contohnya pada kalimat:

“Mereka tiba-tiba saja menghilang, seluruh pemimpin negeri hilang, wakil rakyat hilang, perampok
uang negara hilang, aparatur negara juga hilang."

c. Paralelisme

Paralelisme adalah gaya bahasa penegasan yang berupa pengulangan kata pada baris atau kalimat.
Contohnya pada kalimat:

“Tapi yang jelas kita harus mencari mereka, dan yakinlah kita dapat menyatukan lagi bumi yang
terbelah ini!”

2. Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna


Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna yaitu apakah acuan yang dipakai masih
mempertahankan makna denotatifnya atau sudah ada penyimpangan. Bila acuan yang digunakan itu
masih mempertahankan makna dasar, maka bahasa itu masih bersifat polos. Tetapi bila sudah ada
perubahan makna entah berupa makna konotatif atau sudah menyimpang jauh dari makna konotatifnya,
maka acuan ini sudah dianggap memiliki gaya sebagai yang dimaksud di sini. (Keraf, 2009:129) Gaya
bahasa berdasarkan ketidaklangsungan makna ini biasanya disebut juga sebagai trope atau figure of
speech. Trope atau figure speech dibagi atas dua kelompok, yaitu gaya bahasa retoris dan gaya bahasa
kiasan.

a. Gaya Bahasa Retoris

Gaya bahasa retoris adalah gaya bahasa yang semata-mata merupakan penyimpangan dari
konstruksi biasa untuk mencapai efek tertentu. Gaya bahasa retoris terbagi atas: Aliterasi, asonansi,
anastrof, apofasis atau preterisio, apostrof, asindenton, polisindeton, kiasmus, elipsis, eufemismus,
litotes, histeron proteron, pleonasme dan tautologi, perifrasis, prolepsisi atau antisipasi, erotesis atau
pertanyaan retoris, silepsis dan zeugema, koreksio atau epanortosis, hiperbola, paradoks, dan
oksimoron. Dalam cerpen di atas juga terdapat beberapa gaya bahasa retoris. Berikut beberapa contoh
gaya bahasa yang tergolong retoris.

1) Hiperbola

Hiperbola adalah gaya bahasa yang memberikan pernyataan yang berlebihan. Contohnya pada
kalimat:

“Cacing tanah dan semacamnya mengangkasa, bangkai-bangkai manusia di dalam tanah terbang, fosil-
fosil dinosaurus melayang, inti bumi keropos, tulang belulang melanglang.”

2) Asindenton

Asindenton adalah suatu gaya bahasa yang berupa acuan, yang bersifat padat dan mampat yang
mana beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung.
Contohnya pada kalimat:

“Peperangan, penjarahan, segala macam kejahatan sudah lazim melanda.”

3) Erotesis atau Pertanyaan Retoris

Erotesis atau pertanyaan retoris adalah pernyataan yang dipergunakan dalam tulisan dengan
tujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar dan sama sekali tidak
menghendaki adanya jawaban. Contohnya pada kalimat:

“ bisa apa kamu Denias? “

b. Gaya Bahasa Kiasan


Gaya bahasa kiasan adalah gaya bahasa yang membandingkan sesuatu hal dengan hal lain. Gaya
bahasa kiasan, meliputi: persamaan atau simile, metafora, alegori, parabel, dan fabel, personifikasi, alusi,
eponim, epipet, sinekdoke, metonimia, antonomasia, hipalase, ironi, sinisme, dan sarkasme.

Salah satu gaya bahasa kiasan yang dominan dalam cerpen ini adalah gaya bahasa metafora.
Metafora adalah semacam gaya analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam
bentuk yang singkat. Seperti pada judul cerpen di atas Denias dan Bumi Sepotong Roti. Bumi Sepotong
Roti ini merupakan analogi dari perpecahan penghuni bumi, dimana bumi berada dalam kekacauan dan
terpecah belah.

Dalam cerpen ini banyak menggunakan metafora sehingga cerpen ini tidak secara langsung
mengatakan makhluk bumi, tetapi dengan menggunakan analogi-analogi yang menggambarkan keadaan
makhluk di bumi ini. Seperti pada bumi terbelah dua, menyulap asteroid, dan masih banyak lagi yang
menggambarkan kekacauan dunia.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis dalam makalah ini, gaya bahasa merupakan acuan awal yang digunakan
untuk menemukan unsur lain di dalam stilistika. Dalam cerpen Denias dan Bumi Sepotong Roti ini
terdapat banyak sekali penggunaan gaya bahasa. gaya bahasa tersebut ada yang berdasarkan struktur
kalimat dan ada yang berdasarkan langsung tidaknya makna.

Gaya bahasa merupakan unsur yang dapat memberi nilai estetika pada karya sastra. Seperti pada
cerpen Denias dan Bumi Sepotong Roti ini dominan dengan penggunaan metafora. Si pengarang tidak
langsung menyebutkan maksud dari cerpen tersebut, tetapi menggunakan analogi-analogi.

3.2 Saran

Dari makalah ini dapat disarankan sebagai berikut:

1) Kepada pembaca agar makalah ini dapat memberikan wawasan tentang gaya bahasa dalam sebuah
karya sastra.

2) Bagi penulis sendiri sebagai pembelajaran dalam menganalisis stilistika dalam sebuah karya sastra.
DAFTAR PUSTAKA

Fitrah, Yundi, dan Sahlan Mohd. Saman. 2013. Metodologi Budaya-Sastra.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

http://herti2208.blogspot.com/2016/12/analisis-gaya-bahasa-cerpen-denias-dan.html

Anda mungkin juga menyukai