Anda di halaman 1dari 16

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Buerger atau tromboangitis obliterans merupakan penyakit oklusi kronis
pembuluh darah arteri dan vena yang berukuran kecil dan sedang, terutama pembuluh darah
perifer pada ekstremitas inferior dan superior. Penyakit pembuluh darah arteri dan vena ini
bersifat segmental pada anggota gerak dan jarang pada alat-alat dalam.2

Tromboangiitis obliteran diperkenalkan tahun 1879 oleh Von Winiwarter. Tahun 1908,
Leo Buerger mendeskripsikan penyakit ini menurut evaluasi patologikal dari ekstremitas yang
telah diamputasi dan dipublikasikan dalam bukunya pada 1924. Umumnya, Buerger’s
disease terjadi pada orang dewasa muda usia 20-45 tahun. Beberapa studi melaporkan bahwa
terdapat peningkatan prevalensi pada wanita dari 11% ke 23%.3

Buerger’s disease jarang terjadi pada individu keturunan Eropa Utara dan Amerika
Serikat, namun individu asli India, Korea, dan Jepang serta Israel memiliki insidensi
penyakit Buerger’s disease yang tertinggi. Data terbaru Desember 2004 dari CDC publication,
sebanyak 2002 kematian dilaporkan di Amerika Serikat berdasarkan penyebab kematian,
bulan, ras, dan jenis kelamin (International Classification of Disease, Tenth Revision, 1992),
telah dilaporkan total dari 9 kematian berhubungan dengan Tromboangitis Obliterans, dengan
perbandingan laki-laki dan perempuan 3:1 dan etnis putih dan hitam 8:1.4

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis ingin membahas tentang pengertian,


etiopatogenesa, diagnosa dan terapi buerger disease.

1.2 Tujuan
1.2.1 Mengetahui tentang pengertian, etiopatogenesa, diagnosa dan terapi buerger
disease.

1.3 Manfaat

1.3.1 Manfaat Teoritis

Penulisan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis dan


pembaca tentang buerger disease.

1.3.2 Manfaat Praktis


2

Penulisan ini dapat menjadi bahan rujukan bagi dokter klinisi dalam
menangani pasien saat praktek
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Pembuluh Darah

Pembuluh darah terdiri dari tiga jenis : arteri, vena, dan kapiler

1. Arteri
Arteri membawa darah dari jantung dan disebarkan ke berbagai jaringan tubuh
melalui cabang-cabangnya. Arteri yang terkecil, diameternya kurang dari 0,1mm,
dinamakan arteriol. Percabangan cabang-cabang arteri dinamakan anastomosis. Pada
arteri tidak didapatkan katup.1
Dan arteri anatomik merupakan pembuluh darah yang cabang-cabang
terminalnya tidak mengadakan anastomosis dengan cabang-cabang arteri yang
memperdarahi daerah yang berdekatan. End arteri fungsional adalah pembuluh darah
yang cabang-cabang terminalnya mengadakan anastomosis tidak cukup untuk
mempertahankan jaringan tetap hidup bila salah satu arteri tersumbat.1

2. Vena
Vena adalah pembuluh darah yang mengalirkan darah kembali ke jantung;
banyak vena mempunyai katup. Vena yang terkecil dinamakan venula. Vena yang
lebih kecil atau cabang-cabangnya, bersatu membentuk vena yang lebih besar, yang
seringkali bersatu-satu sama lain membentuk pleksus vena. Arteri profunda tipe
sedang sering diikuti oleh dua vena masing-masing pada sisi-sisinya dan dinamakan
venae cominantes.1

3. Kapiler
Kapiler adalah pembuluh mikroskopik yang membentuk jalinan yang
menghubungkan arteriol dengan venula. Pada beberapa daerah tubuh, terutama pada
ujung-ujung jari dan ibu jari, terdapat hubungan langsung antara arteri dan vena tanpa
diperantai kapiler. Tempat hubungan seperti ini dinamakan anastomosis
arteriovenosa.1
3

Gambar 1.1 Anatomi Pembuluh Darah

2.2 Buerger disease

Penyakit Buerger atau tromboangitis obliterans merupakan penyakit oklusi kronis


pembuluh darah arteri dan vena yang berukuran kecil dan sedang. Terutama mengenai
pembuluh darah perifer pada ekstremitas inferior dan superior. Penyakit pembuluh darah
arteri dan vena ini bersifat segmental pada anggota gerak dan jarang pada alat-alat dalam.2

Gambar Penyakit Buerger


4

2.2.1 Epidemiologi

Tromboangiitis obliteran (TAO) diperkenalkan tahun 1879 oleh Von Winiwarter.


Tahun 1908, Leo Buerger mendeskripsikan penyakit ini menurut evaluasi patologikal dari
ekstremitas yang telah diamputasi dan dipublikasikan dalam bukunya pada 1924.
Umumnya, Buerger’s disease terjadi pada orang dewasa muda usia 20-45 tahun. Rasio antara
laki-laki dan perempuan yang menderita penyakit ini adalah 3:1. Beberapa studi melaporkan
bahwa terdapat peningkatan prevalensi pada wanita dari 11% ke 23%.3

Buerger’s disease jarang terjadi pada individu keturunan Eropa Utara dan Amerika
Serikat, namun individu asli India, Korea, dan Jepang serta Israel memiliki insidensi
penyakit Buerger’s disease yang tertinggi. Prevalensi penyakit ini pada populasi di Jepang
diestimasikan sebanyak 5/100.000 orang pada tahun 1985. Prevalensi penyakit arteri perifer
berkisar antara 0.5-5.6% di Eropa Barat, 45%-63% di India, 16-66% di Korea dan Jepang, dan
80% pada orang Yahudi di Israel.3

Kematian oleh karena penyakit Buerger jarang ditemukan, namun pada penderita
penyakit Buerger yang masih terus merokok, 43% penderita harus melakukan satu atau lebih
amputasi pada 6-7 tahun kemudian. Data terbaru, pada bulan Desember tahun 2004 yang
dikeluarkan oleh CDC publication, sebanyak 2002 kematian dilaporkan di Amerika Serikat
berdasarkan penyebab kematian, bulan, ras, dan jenis kelamin (International Classification of
Disease, Tenth Revision, 1992), telah dilaporkan total dari 9 kematian berhubungan dengan
Tromboangitis Obliterans, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 3:1 dan etnis putih
dan hitam 8:1.4

2.2.2 Etiopatofisiologi

Penyebab penyakit Buerger tidak jelas. Secara patologis, trombus pada TAO sangat
bersifat seluler, lebih aktif pada lamina elastika interna. TAO juga berbeda dengan vasculitis
tipe lain yang biasanya menunjukkan marker imunologis seperti peningkatan eritrosit
sedimentation rate (ESR) CRP, kompleks imun, rheumatoid faktor yang biasanya dapat
normal atau negatif.5

Penggunaan atau pemaparan pada tembakau merupakan faktor utama inisiasi dan
progresifitas dari TAO. Adar et al., menunjukkan bahwa pasien TAO memiliki sensitivitas
seluler yang tinggi terhadap kolagen tipe I dan III dibanding pasien dengan arteriosclerosis
atau laki-laki yang sehat. Hal ini menandakan adanya abnormalitas sensitivitas atau alergi
pada komponen tembakau yang menyebabkan kelainan oklusi pembuluh darah kecil. Purified
5

tobacco glycoprotein (TGP) dapat berhubungan dengan perubahan vaskuler pada orang yang
merokok. 5

Selain itu, terdapat predisposisi genetic perkembangan TAO. Meskipun belum ada tipe
HLA yang spesifik, namun di United Kingdom yang merupakan predisposisi adalah HLA-A9
dan HLA-B5. Eichhorrn et al yang meneliti pada 28 pasien dengan TAO menunjukkan bahwa
antibodi sel antiendotelial meningkat sekitar 25% pada kasus dan tingkat antibody endotelin
berhubungan dengan keparahan penyakit.5

Suatu penelitian inisial dari Buerger dan Allen serta Brown dari Mayo clinic menduga
bahwa terdapat faktor penyebab infeksi yang berhubungan dengan higenitas oral yang buruk,
meskipun belum dapat menemukan patogennya. Iwai et al, menemukan oral bacteria
(periodontal) DNA pada specimen arteri di 93% kasus TAO. Bakteri ini akan masuk ke
platelet dan terbawa ke pembuluh darah perifer, sehingga menyebabkan oklusi emboli. Hal ini
juga didukung oleh faktor genetik oleh HLA dan gen polimorf CD14 yang menyebabkan
penurunan imunitas pada lipopolisakarida bakteri, yang menyebabkan TAO meningkat di
Asia. 5

Faktor imunologis sangat berpengaruh pada kejadian TAO, meskipun pengetahuannya


masih terbatas. TAO dapat menjadi sebuah kelainan autoimun dengan antibody endotel
vaskuler yang berespon terhadap antigen tembakau. Hal ini dibuktikan dengan adanya
berbagai antibody seperti antinuclear, antielastin, anticolagen I dan III, antinicotine. Selain itu,
pasien dengan periodontitis memilikin antibody IgG dan IgM yang lebih tinggi pada perokok
daripada non-perokok. Peningkatan jumlah IgG yang melawan patogon periodontal
berkorelasi dengan perkembangan TAO. Pada suatu penelitian oleh Halacheva et al.,
specimen arteri dari pasien TAO yang diteliti menunjukkan bahwa sel endotel diaktivasi dan
lesi vaskuler berhubungan dengan sekresi TNF-α dan intercellular adhesion molecule-1
(ICAM-1), VCAM-1 dan E-selectin.5

Secara patofisiologi, terjadinya TAO dapat terbagi menjadi fase akut, sub akut dan
kronik.5

1. Fase akut merupakan keadaan oklusi trombi yang dideposit di dalam lumen
pembuluh darah. Pada fase akut ditemukan neutrofil polimorfonuklear (PMN), mikroabses
(PMN dengan karyoheksis), dan multinucleated giant cells.
6

2. Fase intermediate/subakut merupakan fase oklusi trombi yang makin progresif ke


arteri dan vena, yang biasanya didominasi infiltrasi sel inflamatori dengan trombus dan
inflamasi minimal pada dinding pembuluh darah

3. Fase kronik merupakan fase rekanalisasi ekstensif pembuluh darah. Pada fase ini
terjadi peningkatan vaskularisasi tunika media dan adventisia pembuluh darah, dan fibrosis
perivaskuler dan adventitia. Pada fase kronik ini histologi sangat sulit dibedakan dari
penyakit pembuluh darah kronik lain.

Meskipun inflamasi terjadi pada semua lapisan pembuluh darah akan tetapi
arsitektur normal pembuluh darah tetap dipertahankan. Penemuan ini yang membedakan
antara penyakit Buerger dengan aterosklerosis dan penyakit vaskulitis sistemik lain, yang
biasanya menyebabkan disrupsi pada lamina elastika interna dan media.5

2.2.3 Manifestasi Klinik

Gambaran klinis penyakit Buerger terutama disebabkan oleh iskemia. Gejala yang
paling sering dan utama adalah nyeri. Pengelompokkan Fontaine tidak dapat digunakan
karena nyeri terjadi justru saat istirahat. Nyeri bertambah saat malam hari dan dalam keadaan
dingin, dan berkurang bilang ekstremitas pada keadaan tergantung. Serangan nyeri dapat
bersifat paroksimal dan sering mirip dengan gambaran penyakit Raynaud. Pada keadaan
lanjut, ketika ada gangren maka nyeri semakin hebat dan menetap.6

Manifestasi awal adalah adanya kaudikasi (nyeri pada saat berjalan) lengkung kaki
yang patognomonik untuk penyakit Buerger. Klaudikasi kaki merupakan gambaran dari
adanya oklusi arteri distal yang mengenai arteri plantaris atau tibialis. Nyeri pada saat istirahat
timbul progresif dan tidak hanya mengenai jari kaki tetapi juga jari tangan, jari yang terkena
memperlihatkan tanda sianosis atau rubor. Sering terjadi radang lipatan kuku dan dapat
berakibat paronikia. Infark kulit kecil bisa timbul, terutama phalang distal yang dapat
berlanjut menjadi gangren atau ulserasi kronis yang nyeri. 6

Tanda dan gejala lain dari penyakit ini meliputi rasa gatal dan tebal pada tungkai dan
fenomena Raynaud (suatu kondisi dimana ekstremitas distal : jari, tumit, tangan, kaki,
menjadi berwarna putih jika terkena suhu dingin). Ulkus dan gangren pada jari kaki sering
terjadi pada penyakit Buerger. Pada daerah yang terkena sering terjadi nyeri. 6

Perubahan warna kulit seperti pada penyakit sumbatan arteri kronik lainnya kurang
nyata. Pada mulanya kulit hanya tampak memucat ringan terutama di ujung jari. Pada fase
7

lebih lanjut tampak vasokontriksi yang ditandai dengan campuran pucat, sianosis, dan
kemerahan bila mendapat rangsangan dingin. Berbeda dengan penyakit Raynaud, serangan
iskemia disini biasanya unilateral. Pada perabaan, kulit sering terasa dingin. Selain itu, pulsasi
arteri yang rendah atau hilang merupakan tanda fisik yang penting. 6

Gambar Manifestasi Klinis Penyakit Buerger

Tromboplebitis migran superfisialis dapat terjadi beberapa bulan atau tahun sebelum
tampak gejala sumbatan penyakit Buerger. Fase akut menunjukkan kulit kemerahan, sedikit
nyeri, dan vena teraba sebagai saluran yang mengeras sepanjang beberapa tempat pada
ekstremitas tersebut dan berlangsung selama beberapa minggu. Setelah itu tampak bekas yang
berbenjol-benjol. Tanda ini tidak terjadi pada penyakit arteri oklusif, maka gejala tersebut
hampir patognomonik untuk tromboangitis obliterans. 6

Gejala klinik tromboangitis obliterans sebenarnya cukup beragam. Ulkus dan gangern
terjadi pada fase lanjut dan sering didahului dengan edema dan dicetuskan oleh trauma.
Daerah iskemia ini sering berbatas tegas yaitu pada ujung jari kaki sebatas kuku. Batas ini
akan mengabur bila ada infeksi sekunder mulai dari kemerahan sampai dengan tanda selulitis.
6

Gambar Ujung jari penderita penyakit Buerger


8

Perjalanan penyakit ini khas, yaitu secara bertahap bertambah berat. Penyakit
berkembang secara intermiten, tahap demi tahap, bertembah falang demi falang, jari demi jari.
Datangnya serangan baru dan jari mana yang akan terserang tidak dapat diprediksi. Morbus
Buerger ini mungkin menyerang satu kaki atau tangan dan mungkin keduanya. Penderita
biasanya kelelahan dan payah sekali karena tidurnya sering terganggu karena nyeri yang
mendadak timbul saat malam hari.6

2.2.4 Diagnosa

Secara umum, penegakan diagnosis suatu penyakit dapat dilakukan dengan


anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis pada Buerger’s disease
akan ditemukan riwayat merokok serta rasa nyeri, klaudikasio pada kaki atau juga tangan saat
beraktivitas dan istirahat. Sebagian besar individu yang terkena Buerger’s disease merupakan
perokok. Buerger’s disease juga dapat terjadi pada individu yang mengkonsumsi bentuk
lain dari tembakau, seperti tembakau yang dikunyah atau chewing tobacco. Perokok yang
setiap harinya mengkonsumsi satu setengah bungkus rokok atau lebih per harinya sangat
mungkin berkembang menjadi Buerger’s disease. Perokok berat didefinisikan sebagai
individu yang mengkonsumsi lebih dari 20 batang rokok setiap harinya. Rasa nyeri pada
bagian tubuh yang terkena dapat menyebar ke daerah sentral tubuh.3

Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan adanya Raynaud’s phenomenon, yaitu


perubahan warna kulit menjadi lebih pucat ketika berada di lingkungan yang dingin.
Fenomena Raynaud terjadi pada sekitar 40% pasien Buerger’s disease. 3

Tes Allen juga dapat digunakan untuk mengetahui keadaan vaskularisasi di tangan.
Pada tes Allen, pasien diminta untuk mengepalkan tangannya dan pemeriksa akan menekan
pergelangan tangan pasien yang bertujuan untuk mengobstruksi aliran darah ke tangan.
Setelah itu, pasien diminta untuk membuka kepalan tangan, dan pemeriksa akan melepaskan
tekanan pada pergelangan tangan pasien. Normalnya, telapak tangan akan dialiri darah
kembali dalam 5 sampai 15 detik. Hasil tes Allen pada pasien dengan Buerger’s disease
biasanya negatif atau abnormal, dimana terjadi perlambatan aliran darah pada tangan. Hal ini
membuktikan adanya gangguan pada aliran darah pada tangan pasien. 3

Hasil abnormal pada tes Allen pada perokok muda ditambah dengan adanya ulserasi
dapat menjadi indikasi yang jelas menunjukkan adanya Buerger’s disease. Namun hasil
yang abnormal ini juga dapat terlihat pada tipe penyakit oklusif arteri kecil pada tangan
seperti skleroderma, calcinosis syndrome, Raynaud's syndrome, oesophageal dysmotility,
sclerodactyly, dan telangiectasia (CREST); trauma berulang; emboli; hipperkoagulabilitas;
9

dan vaskulitis. Tak jarang, pasien datang ketika telah terjadi kematian jaringan yang
menimbulkan luka dan nyeri pada ekstremitas yang terkena (gangren) atau ulkus kronik di
jari tangan atau kaki. 3

Penegakan diagnosis Buerger’s disease ini sulit dilakukan pada tahap awal, karena
gejala yang ditemukan tidak spesifik dan tidak ada pemeriksaan penunjang yang spesifik.
Oleh karena itu, penegakan diagnosis penyakit ini dibantu dengan menggunakan suatu kriteria
diagnosis. Kriteria diagnosis yang sudah diajukan untuk mendiagnosis Buerger’s disease
adalah kriteria Shionoya dan kriteria Olin. 3

Kriteria Shionoya terdiri dari lima kriteria, yaitu riwayat merokok; onset terjadi
sebelum umur 50 tahun; oklusi arteri infrapopliteal; keterlibatan ekstremitas atas atau
phlebitis migrans; dan tidak ada faktor risiko aterosklerosis lain selain merokok. Kriteria Olin
terdiri dari onset dibawah 45 tahun; riwayat penggunaan tembakau; adanya iskemia
ekstremitas bagian distal dengan indikasi klaudikasio, nyeri saat istirahat, ulserasi iskemik
atau gangren, dan didokumentasikan dengan tes vaskular non-invasif; tidak termasuk dari
penyakit autoimun, hiperkoagulabilitas, dan diabetes melitus; tidak termasuk dari emboli yang
bersumber di proksimal dengan menggunakan ekokardiografi atau arteriografi; dan temuan
tetap dengan menggunakan arteriografi pada ekstremitas yang secara klinis terkait dan
yang tidak terkait. Kriteria diagnosis Buerger’s disease yang paling sering digunakan adalah
kriteria Shionoya.3

Tabel kriteria Shinoya dan OLIN5

Selain itu, juga dikenal sistem skoring dari Papa dkk, sebagai berikut8
10

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah angiogram, biopsi vaskular, dan
pemeriksaan histopatologi. Temuan angiografi pada Buerger’s disease berupa
corkscrewshaped collaterals, yang dikenal dengan tanda Martorell, mengindikasikan adanya
perubahan kompensasi pada vasa vasorum akibat lesi segmental atau karena adanya oklusi
pada ekstremitas bagian distal. 3

Namun, tanda Martorell ini bukan merupakan patognomonik Buerger’s disease,


karena gambaran ini juga terlihat pada lupus eritromatus, skleroderma, sindrom CREST, atau
penyakit oklusif pembuluh darah kecil lainnya, atau pada pasien dengan ingesti kokain,
amfetamin atau kanabis. Biopsi vaskular sering digunakan untuk pasien-pasien yang
atipikal, seperti pasien lanjut usia, atau pasien yang terkena penyakit ini pada arteri besar.3

Pemeriksaan histopatologi secara umum ditemukan adanya trombus dan infiltrat


leukosit polimorfonuklear dan terdapat juga sel raksasa multinuklear pada arteri dan vena
yang terkait. Gambaran histopatologi fase akut termasuk oklusif trombus inflamatori dengan
sedikit inflamasi di dinding pembuluh darah. Terdapat juga leukosit polimorfonuklear,
mikroabses, dan dapat ditemukan juga sel raksasa multinuklear. Ketika Buerger’s disease
terjadi di lokasi pembuluh darah yang tidak umum, maka diagnosisnya dapat ditegakkan
jika terdapat gambaran fase akut ini. Lesi fase intermediate ditemukan gambaran progresif
dari trombus dalam pembuluh darah. 3
11

Gambaran Corkscrew pada Buerger’s disease7

2.2.5 Diagnosa banding


Diagnosa banding dari Tromboangitis Obliterans adalah5
 Aterosklerosis
 Emboli
 Penyakit autoimun scleroderma atau sindrom CREST (Calcinosis, fenomena
Reynaud’s, dismotilitas esophagus, sklerodaktil dan telengiektasis)
 Rheumatoid arthritis

2.2.6 Terapi

Tatalaksana awal yang paling penting harus dilakukan pasien dengan Buerger’s
disease adalah menghentikan konsumsi rokok. Penggantian rokok dengan chewing tobacco
tidak menurunkan resiko TAO dan nicotine-patches juga menyebabkan TAO tetap aktif.
Penghentian konsumsi rokok bertujuan untuk mencegah progesi penyakit dan mencegah
amputasi. Terapi lain dilakukan pada pasien Buerger’s disease ini dapat berupa terapi suportif.
Terapi suportif perlu dilakukan untuk menjaga aliran darah tetap maksimal pada
ekstremitas yang terkena. Mencegah cedera pada kaki dan infeksi sekunder adalah hal-hal
yang dapat dilakukan dalam terapi suportif. Selain itu, mencegah vasokonstriksi karena
suhu dingin atau obat-obatan juga harus dilakukan.9
12

Terapi medikamentosa yang digunakan untuk Buerger’s disease dibagi dalam beberapa
kategori sesuai mekanisme obatnya yaitu, vasodilator, inhibitor platelet, antikoagulan,
antiinflamasi, dan analog prostasiklin. Vasodilator seperti calcium canal blocker efektif
dalam mengurangi sindrom Raynaud. Prostaglandin E1 adalah vasodilator yang efektif pada
pasien Buerger’s disease. Ticlopidine, salah satu agregasi platelet inhibitor spesifik,
menunjukkan efek yang menguntungkan untuk meredakan nyeri dan menyembuhkan ulkus
pada Buerger’s disease.9

Penggunaan antiinflamasi steroid belum menunjukkan adanya efek yang berarti.


Postasiklin (PGI2) atau analognya, seperti iloprost, beraprost, postinil sodium, juga digunakan
untuk Buerger’s disease. Penggunaan iloprost, analog prostasiklin, menunjukkan efek yg
lebih baik dari pada aspirin terhadap meredakan nyeri pada saat istirahat dan menurunkan
risiko amputasi. Selain itu, suatu RCT yang membandingkan intravena iloprost dengan
lumbar simpatektomi menunjukkan penggunaan iloprost dapat menyebabkan penurunan
terjadinya ulkus.9

De Haro et al, menggunakan Bosentan, suatu endotelin-1 reseptor antagonis, untuk


pasien sclerosis dengan tujuan mencegah ullkus jari. Penggunaan bosentan menunjukkan
peningkatan klinis, angiografi dan fungsi endotel, namun masih membutuhkan studi lebih
luas. Selain itu, penggunaan treprostinil subkutan dapat secara klinis digunakan pada TAO
dengan iskemia ekstremitas jika terapi lain gagal. 9

Pemberian growth factor pada penyakit arteri perifer meningkatkan faktor angiogenic
pada ekstremitas yang iskemia. Saito et al, membuat impantasi bone marrow-mononuclear
cell pada 7 pasien dengan iskemia ekstremitas, yang menunjukkan pasien mengalami
peningkatan dalam gejala. Gabungan dari transplantasi bone marrow dan terapi oksigen
hiperbarik diduga aman dan efektif untuk angiogenesis terapetik. Heo et al, secara retrospektif
menganalisa data 58 ekstremitas dari 37 pasien dengan Buerger disease yang diterapi dengan
transplantasi bone marrow stem cell. Setelah 6 bulan, pasien merasakan peningkatan terutama
pada kategori Rutherford, skor nyeri dan indeks ABI. Sayangnya, studi tersebut masih terbatas
pada pasien yang sedikit, sehingga masih dibutuhkan penelitian yang lebih lanjut. Hal ini
tidak layak dicoba, kecuali pada area dengan kasus Buerger disease yang tinggi. 9

Terapi trombolitik intraarterial dengan streptokinase, yang berasal dari Streptococcus


C. hemolyticus dan berguna untuk pengobatan fase dini emboli paru akut dan infark miokard
13

akut, telah diuji pada beberapa pasien yang memiliki gangren atau lesi pregangren pada
kaki atau jari kaki, menunjukkan hasil yang baik dalam mencegah amputasi. 9

Terapi nonmedikamentosa dapat dilakukan dengan simpatektomi, stimulasi medula


spinalis, dan terapi gen faktor pertumbuhan vaskular endotel. Simpatektomi dapat
menurunkan spasme arteri pada Buerger’s disease. Simpatektomi menunjukkan adanya efek
meredakan nyeri dan membantu penyembuhan ulkus pada sebagian pasien dalam jangka
pendek, namun jangka panjangnya belum ditemukan efektivitasnya. 9

Stimulasi medula spinalis bertujuan untuk meredakan nyeri neurogenik. Stimulasi


pada nervus spinalis T10-L1 menyebabkan parestesia ekstremitas bawah dan mengurangi
nyeri karena iskemia. Penurunan tonus simpatis akan meningkatkan aliran darah nutrisi
pada daerah yang terkena. Pada pasien dengan Buerger’s disease, terjadi
peningkatan transcutaneous oxygen pressure tension (tcpO2) dalam 3 bulan dan tetap stabil
selama lebih dari 4 tahun, serta klaudikasio dan nyeri saat istirahat hampir menghilang
ketika diterapi dengan stimulasi medula spinalis diiringi dengan penurunan konsumsi
rokok (kurang dari 3 rokok per hari). Administrasi gen faktor pertumbuhan vaskular endotel
pada pasien dengan penyakit arteri perifer dapat meningkatkan konsentrasi faktor angiogenik
pada ekstremitas bawah yang iskemik, meningkatkan proliferasi sel endotel, dan
pembentukan pembuluh darah pada ekstremitas yang iskemik tersebut. 9

Tatalaksana lain yang dapat dilakukan pada pasien Buerger’s disease adalah amputasi.
Indikasi amputasi adalah terdapat gangren, infeksi sekunder basah, rasa nyeri yang hebat, dan
sepsis. Namun, amputasi dapat dipertimbangkan untuk dilakukan pada pasien setelah lebih
dahulu dilakukan simpatektomi. Hal ini dilakukan karena simpatektomi dapat meningkatkan
suplai aliran darah dan menurunkan level amputasi pada Buerger’s disease.10,11

2.2.7 Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi ialah ulkus dan gangren serta sepsis yang
menyebabkan diperlukannya tindakan operasi.12

2.2.8 Prognosis

Terapi awal pada Bueger’s disease sangatlah penting, karena penyakit ini dapat
menimbulkan masalah sosial yang akan menurunkan kualitas hidup pasiennya. Terapi awal
juga berguna untuk mencegah amputasi ekstremitas yang terkena. Risiko amputasi pada
14

tatalaksana Buerger’s disease jangka panjang adalah 25% per 5 tahun, 38% per 10 tahun, dan
46% per 20 tahun. Berdasarkan beberapa studi, insidensi amputasi mayor pada pasien di Asia
yang umumnya adalah perokok muda adalah 12-31%. Kekambuhan penyakit ini sering
terjadi seiring dengan pengkonsumsian rokok kembali dengan lebih dari 20% pasien di
Amerika utara memerlukan amputasi mayor.9

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Buerger’s disease atau tromboangiitis obliteran adalah penyakit oklusi pada
pembuluh darah berukuran kecil dan sedang dengan faktor risiko utama adalah merokok.
Diagnosis Buerger’s disease dapat ditegakkan dengan kriteria Shionoya dan didukung
dengan tanda dan gejala iskemia arterial pada organ terkait dan terdapat temuan
angiografik dan histopatologi pada organ terkait. Gejala Buerger’s disease adalah rasa
nyeri, klaudikasio pada kaki atau juga tangan saat beraktivitas dan istirahat, yang dapat
menyebar ke sentral tubuh, serta adanya ulkus kronis pada jari kaki dan tangan.
Pemberhentian konsumsi rokok pada paisen Buerger’s disease adalah hal pertama yang
harus dilakukan. Terapi suportif diperlukan untuk mempertahankan aliran darah tetap
maksimal dan mencegah infeksi sekunder bila telah terdapat ulkus para ekstremitas. Terapi
medikamentosa yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan obat golongan
vasodilator, inhibitor platelet, antikoagulan, antiinflamasi, analog prostasiklin dan
trombolitik.
3.2. Saran
Bagi penulis
15

Penulis diharapkan selalu menambah pengetahuannya tentang buerger disease.


Bagi akademisi
Dalam makalah ini hanya dibahas sebagian kecil dari penjelasan tentang penyakit
buerger disease, makalah ini bisa digunakan sebagai pelengkap dan penunjang untuk
referensi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Snell, Richard S. Anatomi Klinik ed. 6. EGC: Jakarta. 2006

2. Malecki R, Zdrojowy K, Adamiec R. Thromboangiitis obliterans in the 21st century-A


new face of disease. Atherosceloris. 2009.

3. Oktaria D & Samosir RK. Diagnosis dan Terapi pada Buerger’s disease. Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung. Vol. 6(2). 2017; hal 126

4. Salimi J, Tavakkoli H, Salimzadeh A, Ghadimi H, Habibi G, Masoumi AA. Clinical


characteristics of Buerger’s disease in Iran. J Coll Physicians Surg Pak.
2008;18(8):502-5

5. Vijayakumar A, Tiwari R., Prabhuswamy VK. Tromboangiits Obliterans (Buerger’s


Disease)-Current Practices. International Journal of Inflamation. Vol 2013. Doi :
10.1155/2013/156905

6. Nassiri, N. Tromboangiitis Obliterans (Buerger Disease). 2018. Medscape.


16

7. Klatt EC. Robbins and cotran altas of pathology. Edisi 3. Philadelphia: Elsevier
Saunders; 2015.

8. Lazarides MK, Georgiadis GS, Papas TT, Nikolopoulos ES. Diagnostic Criteria and
Treatment of Buerger’s Disease: A Review. Int J Low Extrem Wounds 2006;5(2):89-
95.

9. Rivera-Chavarria IJ. Brenes-Gutierrez JD. Tromboangiitis obliterans (Buerger


disease). Annals of Medicine and Surgery. Vol 7(79). 2016; hal :79

10. Niclauss L, Roumy A, Gersbach P. Spinal cord stimulation in thromboangiitis


obliterans and secondary raynaud's syndrome. Eur J Vasc Endovasc Surg. 2013; 36:9-
11.

11. Smeltzer SCO, Bare BG, Hinkle JL, Cheever KH, editor. Brunner & suddarth's
textbook of medical-surgical nursing. Volume 1. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins; 2010.

12. Nurmatin T. Penyakit Buerger. Fakultas Kedokteran Universitas Haluleo. Vol. 41 (10).
2014.

Anda mungkin juga menyukai