Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keselamatan pasien adalah bebas dari cideran fisik dan psikologis yang
menjamin keselamatan pasien, melalui penetapan system operasional,
meminilisasi terjadinya kesalahan, mengurangi rasa tidak aman pasien dalam
sistem perawatan kesehatan dan meningkatkan pelayanan yang optimal
(canadian nursing association, 2004).
International council nurse (2002) mengatakan bahwa keselamtan pasien
merupakan hal mendasar dalam mutu pelayanan keperawatan. Peningkatan
keselamatan pasien meliputi tindakan nyata dalam rekrukmen, pelatihan dan
retensi tenaga profesional, pengembangan kinerja, menejemen resiko dan
lingkungan yang aman, pengendalian infeksi, penggunaan obat-obatan yang
aman, peralatan dan lingkungan perawatan yang aman serta akumulasi
pengetahuan ilmiah yang terintegrasi serta berfokus pada kesekamatan pasien
yang disertai dengan dukungan infrastruktur terhadap pengembangan yang
ada.
Menurut international of medicine keselamatan pasien yang di definisikan
sebagai freedom from accidential injury di sebabkan karena eror yang
meliputi kegagalan suatu perencanaan atau memakai rencana yang salah
dalam mencapai tujuan. Penulis berpendapat keselamatan pasien merupakan
suatu sistem yang aman yang di lakukan oleh setiap tenaga kesehatan yang di
mulai dari asessment, identifikasi sampai dengan analisis kejadian yang
bertujuan untuk menngkatkan mutu pelayanan kesehatan.
Tujuan keselamatan pasien di rumah sakit menurut meliputi terciptanya
budaya keselamatan pasien di rumah sakit, meningkatnya akuntalitas rumah
sakit terhadap pasien dan masyarakat, menurunnya kejadian tidak di harapkan
(KTD) di rumah sakit, dan terlaksananya program-program pencengahan
sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapakan.
Menurut institusi of medicine (IOM) (2008) tujuan keselamatan pasien ini
diantaranya pasien aman (terhindar dari cedera), pelayanan menjadi lebih
efektif dengan adanya bukti yang kuat terhadap terapi yang perlu atau tidak
perlu diberikan ke pasien, berfokus pada nilai dan kebutuhan pasien,
pengurangan waktu tunggu pasien dalam menerima pelayanan dan efisien
dalam penggunaan sumber-sumber yang ada. Penulis berpendapat tujuan
keselamatan pasien antara lain terciptanya budaya keselamatan pasien,
menurunnya kejadian yang tidak aman bagi pasien (menurunnya KTD, KNC,
kejadian sentinel).

1
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa itu Definisi Hazard ?
2) Apa Bahaya Psikososial ?
3) Apa Kategori Hazard Psikososial ?
4) Apa Pengenalan Potensi Bahaya di Tempat Kerja ?
5) Apa Potensi Bahaya Psikososial ?
6) Bagaimana Upaya Mencegah Bahaya Psikososial ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Makalah ini dibuat agar mahasiswa mengerti dan memahami tentang
Upaya Mencegah Hazard Psikososial.
1.3.2 Tujuan Khusus
Agar mahasiswa mampu memahami dan mengerti tentang :
1) Definisi Hazard
2) Bahaya Psikososial
3) Kategori Hazard Psikososial
4) Pengenalan Potensi Hahaya di Tempat Kerja
5) Potensi Bahaya Psikososial
6) Upaya Mencegah Bahaya Psikososial

1.4 Manfaat Penulisan


Membuat kita mengetahui dan menambah wawasan baru dalam
mengetahui Definsisi Hazard, Bahaya Psikososial, Kategori Hazard
Psikososial, Pengenalan potensi bahaya di tempat kerja, dan Potensi bahaya
Psiko-sosial Sehingga, mahasiswa mampu memahami dan membuat resume
setelah proses pembelajaran kelengkapan materi dan mahasiswa mampu
memahami dan membuat resume setelah ketepatan jawaban dalam resume.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Hazard


Suardi R. (2005) menyatakan bahwa hazards adalah sesuatu yang
berpotensi menjadi penyebab kerusakan. Ini dapat mencakup substansi,
proses kerja, dan atau aspek lainnya dari lingkungan kerja.
Menurut A.M. Sugeng Budiono, dalam artikelnya “hazards” yang sering
disebut potensi bahaya merupakan sumber resiko yang potensial
mengakibatkan kerugian baik material, lingkungan maupun manusia.
Safety Engineer Career Engineer Career Workshop (2003)
mendefinisikan Hazard sebagai kondisi fisik yang berpotensi menyebabkan
kerugian / kecelakaan bagi manusia atau lingkungan. Ketika hazard timbul,
maka peluang terjadinya efek-efek yang buruk tersebut akan muncul.

2.2 Bahaya Psikososial


Banyak peneliti yang mengobservasi bahwa kondisi kerja tidak hanya
menimbulkan penyakit akibat kerja tetapi juga memegang peranan penting
dalam hal kesehatan pekerja. Aspek psikologi dari pekerjaan telah menjadi
subjek penelitian sejak 1950 (Jonhson, 1996; sauter at al., 1998).
Awalnya psikologi hanya ditujukan pada hambatan pekerja untuk
beradaptasi terhadap aturan kerja daripada terhadap potensi bahaya dari
karakteristik lingkungan kerja yang mungkin dirasakan pekerja (Gardell,
1982). Tetapi dengan penelitian tentang lingkungan kerja psikososial dan
psikologi kerja pada tahun 1960 (Johnson & Hall, 1996) fokus pembahasan
telah beralih dari perspektif individu ke arah pengaruh dari aspek lingkungan
kerja terhadap kesehatan.
Bahaya psikososial kerja dapat didefinisikan sebagai aspek-aspek dari
desain kerja, organisasi kerja dan manajemen kerja, serta segala aspek yang
berhubungan dengan lingkungan sosial kerja yang berpotensi dapat
menyebabkan gangguan pada psikologi dan fisik-fisiologi pekerja (Cox &
Griffiths, 2002) dalam Research on Work-Related Stress 2002.
Bahaya psikososial dapat disimpulkan menjadi beberapa aspek
berdasarkan kategori karakteristik kerja, organisasi dan lingkungan kerja
dimana dapat menyebabkan bahaya (hazardous). Hal ini menunjukkan bahwa
karakteristik kerja dapat digunakan untuk menggambarkan bahaya kaitannya
dengan hubungan kerja (context to work) atau isi dari pekerjaan (content of
work). Kondisi yang tak pasti dari aspek kerja ini dapat menimbulkan stress
dan berbahaya bagi kesehatan.

3
Banyak dari berbagai kejadian penyakit berhubungan dengan psikologi
kesehatan dan berisiko terkena penyakit jantung.
Bila seseorang sedang mempunyai masalah dalam keluarganya, kemudian
ketika dia sedang bekerja, dia selalu memikirkan masalah tersebut dan tidak
fokus, sehingga ada kemungkinan dia akan mendapatkan kecelakaan atau
kejadian yang tidak diinginkan.
Bahaya Psiko-sosial, yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan
oleh kondisi aspek-aspek psikologis ketenagakerjaan yang kurang baik atau
kurang mendapatkan perhatian seperti :
1. Penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan bakat, minat,
kepribadian, motivasi, temperamen atau pendidikannya. Sistem seleksi
dan klasifikasi tenaga kerja yang tidak sesuai.
2. Kurangnya keterampilan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya
sebagai akibat kurangnya latihan kerja yang diperoleh.
3. Hubungan antara individu yang tidak harmoni dan tidak serasi dalam
organisasi kerja.
4. Pentingnya mempelajari Bahaya Psychosocial dan Stress Kerja adalah
agar produktivitas kerja dapat tetap terjaga.

Potensi bahaya psikososial di tempat kerja antara lain sebagai berikut:


Jenis Contoh
Kurangnya variasi atau pendeknya siklus kerja, kerja yang
dibagi dalam bagian-bagian kecil atau kurang bermakna,
kemampuan pekerja lebih tinggi dibandingkan tugas yang
diberikan kepadanya, ketidakpastian status pekerjaan,
pekerjaan yang secara rutin harus berinteraksi dengan berbagai
Job content karakter manusia.
Beban kerja berlebih atau kurang, kecepatan mesin (mechine
Beban kerja dan kecepatan pacing), terus-menerus berhadapan dengan tenggat waktu yang
kerja singkat (continually subject to deadlines).
Kerja gilir, kerja malam , jadwal kerja yang tidak fleksibel,
jam kerja yang tidak pasti, jam kerja panjang, unsociable
Jadwal kerja hours.
Pertisipasi rendah dalam pengambilan keputusan, tidak ada
Kontrol pengendalian terhadap beban kerja dan kecepatan kerja, dll.
Ketersediaan peralatan yang tidak memadai, peralatan yang
kurang cocok, atau pemeliharaan peralatan yang tidak
memadai, keadaan lingkungan kerja yang penuh sesak,
Lingkungan dan peralatan pencahayaan yang buruk, bising berlebihan.

4
Budaya dan fungsi Komunikasi yang buruk, kurangnya dukungan untuk
organisasi pemecahan masalah dan pengembangan diri.
Isolasi sosial atau fisik, hubungan yang buruk dengan atasan,
Hubungan antar pribadi di konflik antarpribadi, kurangnya dukungan social, bullying,
tempat kerja pelecehan
Ketidakjelasan peran (role ambiguity), konflik peran (role
conflict), dan adanya tanggung jawab terhadap orang-orang
Peran dalam organisasi (responsibility for people)
Karir yang tidak jelas dan mandek, kurang promosi atau
promosi berlebihan, bayaran yang buruk, ketidakamanan
Pengembangan karir pekerjaan (job insecurity).

2.3 Kategori Hazard Psikososial


Bahaya Psychosocial adalah suatu bahaya non fisik yang timbul karena
adanya interaksi dari aspek-aspek job description, disain kerja dan organisasi
serta managemen di tempat kerja serta konteks lingkungan sosial yang
berpotensi menimbulkan ganggua fisik, sosial dan psikologi.
Pentingnya mempelajari Bahaya Psychosocial dan Stress Kerja adalah
agar produktivitas kerja dapat tetap terjaga. Hal ini dapat ditinjau dari dua
faktor yaitu:
1. Dari Aspek Kesehatan adalah untuk mencegah terjadinya gangguan
kesehatan yang timbul karena faktor-faktor yang ada di tempat kerja.
2. Dari Aspek Keselamatan adalah untuk mencegah terjadinya kecelakaan
karena orang yang terkena stress memiliki risiko yang lebih besar untuk
terjadinya kecelakaan.
Dengan mempelajari Bahaya Psychosocial dan Stress kerja, kita bisa
mengetahui dampak apa saja yang ditimbulkannya, seperti timbulnya masalah
sosial dan kejiwaan, performa yang rendah dalam bekerja, dan derajat
kesehatan atau fisiknya tidak optimal untuk bekerja, angka absensi yang
tinggi dan hal lain yang tentu dapat merugikan perusahaan. Dengan begitu
kita bisa melakukan pencegahan agar dampak tersebut tidak terjadi sehingga
kerugian dan akibat yang tidak diinginkan dapat diminimalisasi atau bahkan
dihilangkan. Sehingga dapat tercipta lingkungan kerja yang sehat, aman,
nyaman, dan kondusif bagi para pekerjanya.
Bahaya psikososial, misalnya yang berkaitan aspek sosial psikologis
maupun organisasi pada pekerjaan dan lingkungan kerja yang dapat memberi
dampak pada aspek fisik dan mental pekrja. Seperti misalnya pola kerja yang
tak beraturan, waktu kerja yang diluar waktu normal, beban kerja yang
melebihi kapasitas mental, tugas yang tidak berfariasi, suasana lingkungan
kerja yang terpisah atau terlalu ramai dan sebagainya.

5
Secara lebih rinci faktor yang berkaitan dengan aspek sosial psikologis
tampak pada tabel berikut:

Kondisi yang menggambarkan bahaya


Kategori
Context to work
Fungsi dan budaya organisasi Komunikasi yang buruk, rendahnya dukungan untuk
pemecahan masalah dan pengembangan pribadi,
kurangnya pemahaman terhadap tujuan organisasi
Peran dalam organisasi Ambiguitas dan konflik peran, tanggung jawab
terhadap orang lain
Pengembangan karir Ketidakpastian dan stagnasi karir, underpromotion atau
overpromotion, insentif yang buruk, rendahnya nilai
sosial terhadap pekerjaan
Latitude keputusan / Partisipasi yang rendah pada pembuatan keputusan,
pengendalian kurangnya pengendalian terhadap pekerjaan
(pengendalian, khususnya pada bentuk partisipasi,
termasuk juga konteks dan wider organizational issue)
Hubungan interpersonal pada Isolasi sosial atau fisik, buruknya hubungan dengan
pekerjaan atasan, konflik interpersonal, kurangnya dukungan
sosial
Home-work interface Konflik demand of work and home, dukungan rendah
dari rumah, masalah dualisme karir
Lingkungan kerja dan Masalah yang berkaitan dengan reliabilitas,
perlengkapan kerja ketersediaan, kesesuaian, serta pemeliharaan atau
perbaikan terhadap peralatan dan fasilitas
Desain tugas Kurangnya keragaman dari siklus singkat kerja
,fragmented atau meaningless work, underuse of skills,
tingginya ketidakpastian
Beban kerja/workpace Beban kerja lebih atau kurang, kurangnya pengendalian
terhadap over pacing, tingginya tingkat tekanan waktu
Jadwal kerja Waktu gilir kerja, jadwal pekerjaan yang tidak
fleksibel, waktu kerja yang tidak dapat diprediksi,
waktu yang panjang atau unsocial

Bahaya psikososial ini secara langsung atau tidak akan berpengaruh


terhadap konflik fisik dan karyawan sehari-hari, jika seorang karyawan tidak
dapat mengatasi beban bahaya ini dengan baik maka karyawan tersebut akan
jatuh dalam kondisi bosan, jenuh, stress dan akan mengalami gangguan serta
keluhan penyakit serta menurunkan produktivitas kerja keryawan.

6
Gejala stress :
1. Kepuasan kerja rendah
2. Kinerja yang menurun
3. Semangat dan energi menjadi hilang
4. Komunikasi tidak lancar
5. Pengambilan keputusan jelek
6. Kreatifitas dan inovasi kurang
7. Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif
8. Pengelolaan stress dapat dilakukan melalui
9. pendekatan individu dan organisasi

Gangguan emosional yang timbul :


1. Cemas
2. Gelisah
3. Gangguan kepribadian
4. Penyimpangan seksual
5. Ketagihan alkohol dan psikotropika, Faktor risiko psikologis dalam
kecelakaan adalah potensi pikiran, perasaan, dan perilaku yang
mungkin terjadi sebagai akibat dari peristiwa stress.

2.4 Pengenalan Potensi Bahaya Di Tempat Kerja


Merupakan dasar untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tenaga kerja,
serta dapat dipergunakan untuk mengadakan upaya-upaya pengendalian
dalam rangka pencegahan penyakit akibat kerja yang mungkin terjadi. Secara
umum, potensi bahaya lingkungan kerja dapat berasal atau bersumber dari
berbagai faktor, antara lain :
1. Faktor Teknis
Yaitu potensi bahaya yang berasal atau terdapat pada peralatan kerja yang
digunakan atau dari pekerjaan itu sendiri.
2. Faktor Lingkungan
Yaitu potensi bahaya yang berasal dari atau berada di dalam lingkungan,
yang bisa bersumber dari proses produksi termasuk bahan baku, baik
produk antara maupun hasil akhir.
3. Faktor Manusia
Merupakan potensi bahaya yang cukup besar terutama apabila manusia
yang melakukan pekerjaan tersebut tidak berada dalam kondisi kesehatan
yang prima baik fisik maupun psikis.

7
2.5 Potensi Bahaya Psikososial
Potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek
psikologis ketenaga kerjaan yang kurang baik atau kurang mendapatkan
perhatian seperti: penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan bakat,
minat, kepribadian, motivasi, temperamen atau pendidikannya, sistem seleksi
dan klasifikasi tenaga kerja yang tidak sesuai, kurangnya keterampilan tenaga
kerja dalam melakukan pekerjaannya sebagai akibat kurangnya latihan kerja
yang diperoleh, serta hubungan antara individu yang tidak harmoni dan tidak
serasi dalam organisasi kerja. Kesemuanya tersebut akan menyebabkan
terjadinya stress akibat kerja.
Faktor psikososial utama yang berperan adalah stress, dimana stressor
kerja dapat berupa hubungan antar pekerja maupun beban kerja (secara
kuantitatif atau kualitatif).
Hasil studi di Jepang menunjukkan bahwa:
Kelelahan fisik akibat kerja sebesar 70-74% kelelahan mental akibat
kerja sebesar 73-75% (lebih tinggi) penderita jantung koroner memiliki
waktu kerja lebih dari 60 jam per minggu (tinggi).
Di Indonesia, stress akibat kerja juga dapat menimbulkan berbagai
gangguan kesehatan, seperti jantung koroner, gangguan mental emosional,
gangguan haid, gangguan tidur, abortus, dsb.
Seorang manusia pada hakikatnya akan selalu menerima rangsangan
(baik fisik, kimia, biologis, maupun psikis) dan menimbulkan reaksi atas
hal tersebut. Pengalaman ini akan direkam dalam memori, kemudian
nantinya akan menentukan reaksi seseorang dalam menghadapi masalah
serupa atau lainnya. Tentunya, pengalaman yang berbeda akan membuat
orang bereaksi secara berbeda pula. Bentuk reaksi ini dapat timbul dalam 2
pilihan: distress atau stress.

Stress merupakan suatu sindrom berupa respon non-spesifik dari


organisme terhadap rangsangan dari luar dirinya. Sementara itu, stress kerja
merupakan reaksi terhadap suatu stressor (pemicu/sumber stress) yang ada di
tempat kerja, umumnya merupakan hasil akumulasi. Yang dapat menjadi
sumber stress di pekerjaan antara lain:
1) Lama waktu bekerja (sekian tahun), posisi (jabatan), tugas, kewajiban,
tanggung jawab sebagai pengawas, dsb.
2) Faktor intrinsik dalam pekerjaan: kesesuaian lingkungan/orang dan
kepuasan kerja, peralatan, pelatihan, shift kerja, kerja overload atau
underload, bahaya fisik, harga diri terkait pekerjaan.
3) Peranan dalam organisasi: ambiguitas peran, konflik peran, tanggung
jawab orang-orang, batas-batas organisasional.

8
4) Perkembangan karir: dipromosikan/tidak, kurangnya keamanan kerja,
ambiguitas pekerjaan di masa yang akan datang, status congruency,
kepuasan terhadap bayaran.
5) Hubungan/dukungan sosial: dengan kolega, supervisor, bawahan
Struktur dan iklim organisasional: politik, konsultasi/komunikasi,
partisipasi dalam membuat keputusan, dsd.

2.6 Upaya Mencegah Hazard Psikososial


Upaya yang dilakukan untuk mencegah hazard psikososial :
1. Analisis Beban Kerja
 Definisi:
Analisa beban kerja adalah proses untuk menetapkan jumlah jam
kerja orang yang digunakan atau dibutuhkan untuk merampungkan
suatu pekerjaan dalam waktu tertentu, atau dengan kata lain analisis
beban kerja bertujuan untuk menentukan berapa jumlah personalia dan
berapa jumlah tanggung jawab atau beban kerja yang tepat
dilimpahkan kepada seorang petugas.
 Tujuan :
1) Analisis beban kerja bertujuan untuk menentukan berapa jumlah
pegawai yang dibutuhkan untuk merampungkan suatu pekerjaan
dan berapa jumlah tanggung jawab atau beban kerja yang dapat
dilimpahkan kepada seorang pegawai, atau dapat pula
dikemukakan bahwa analisis beban kerja adalah proses untuk
menetapkan jumlah jam kerja oran yang digunakan atau
dibutuhkan untuk merampungkan beban kerja dalam waktu
tertentu.
2) Membangun atau merumuskan sistem penilaian beban kerja dan
perencanaan kebutuhan pegawai pada masing-masing Unit kerja.
3) Melakukan penilaian beban kerja Unit Kerja berdasarkan beban
kerja jabatan/unit kerja dengan menggunakan variabel norma
waktu, volume kerja dan jam kerja efektif, dikaitkan dengan jumlah
pegawai/jabatan.
 Metode Analisis Beban Kerja:
Dalam rangka mendapatkan informasi yang diperlukan dalam
kegiatan ini dilakukan dengan 3 pendekatan yaitu :
1) Pendekatan Organisasi
Organisasi dipahami sebagai wadah dan sistem kerja sama dari
jabatan jabatan. Melalui pendekatan organisasi sebagai informasi,
akan diperoleh informasi tentang: nama jabatan, struktur
organisasi, tugas pokok, fungsi dan tanggung jawab, kondisi kerja,
tolok ukur tiap pekerjaan, proses pekerjaan, hubungan kerja, serta

9
persyaratan-persyaratan seperti: fisik, mental, pendidikan,
ketrampilan, kemampuan, dan pengalaman.
Berdasarkan pendekatan organisasi ini dapat dibuatkan
prosedur kerja dalam pelaksanaan kerja yang menggambarkan
kerja sama dan koordinasi yang baik. Kegiatan dan hubungan
antar unit organisasi perlu dibuatkan secara tertulis, sehingga
setiap pegawai tahu akan tugasnya bagaimana cara melakukannya
serta dengan siapa pegawai itu harus mengadakan hubungan kerja.
Selanjutnya tugas dan fungsi setiap satuan kerja dihitung beban
tugasnya. Hambatannya karena belum adanya ukuran beban tugas,
hal ini perlu kesepakatan tiap satuan kerja yang sejenis.
2) Pendekatan Analisis Jabatan
Jabatan yang dimaksud tidak terbatas pada jabatan structural
dan fungsional akan tetapi lebih diarahkan pada jabatan-jabatan
non struktural yang bersifat umum dan bersifat teknis (ingat
kriteria jabatan baik aspek material maupun formal). Melalui
pendekatan ini dapat diperoleh berbagai jenis informasi jabatan
yang meliputi identitas jabatan, hasil kerja, dan beban kerja serta
rincian tugas. Selanjutnya informasi hasil kerja danm rincian tugas
dimanfaatkan sebagai bahan pengkajian beban kerja. Beban kerja
organisasi sesuai prinsip organisasi akan terbagi habis pada sub
unit–sub unit dan sub unit terbagi habis dalam jabatan jabatan.
Melalui pendekatan analisis jabatan ini akan diperoleh suatu
landasan untuk penerimaan, penempatan dan penentuan jumlah
kualitas pegawai yang dibutuhkan dalam periode waktu tertentu
antara lain :
a) Sebagai landasan untuk melakukan mutasi;
b) Sebagai landasan untuk melakukan promosi;
c) Sebagai landasan untuk melaksanakan pendidikan dan
pelatihan (Diklat);
d) Sebagai landasan untuk melakukan kompensasi;
e) Sebagai landasan untuk melaksanakan syarat-syarat
lingkungan kerja;
f) Sebagai landasan untuk pemenuhan kebutuhan peralatan
atau prasarana dan sarana kerja;
3) Pendekatan Administratif
Melalui pendekatan ini akan diperoleh berbagai informasi yang
mencakup berbagai kebijakan dalam organisasi maupun yang erat
kaitannya dengan sistem administrasi kepegawaian.

10
 Teknik Penghitungan Beban Kerja :
Analisis beban kerja dilakukan dengan membandingkan
bobot/beban kerja dengan norma waktu dan volume kerja. Target
beban kerja ditentukan berdasarkan rencana kerja atau sasaran yang
harus dicapai oleh setiap jabatan, misalnya mingguan atau bulanan.
Volume kerja datanya terdapat pada setiap unit kerja, sedangkan
norma waktu hingga kini belum banyak diperoleh sehingga dapat
dijadikan suatu faktor tetap yang sangat menentukan dalam analisis
beban kerja.
Teknik perhitungan yang digunakan adalah teknik perhitungan
yang bersifat “praktis empiris”, yaitu perhitungan yang didasarkan
pada pengalaman-pengalaman basis pelaksanaan kerja masa lalu,
sesuai judgement disana-sini dalam pengukuran kerja dilakukan
berdasarkan sifat beban kerja pada masing-masing jabatan,
mencakup :
1) Pengukuran kerja untuk beban kerja abstrak
Untuk mengukur beban kerja abstrak diperlukan beberapa
informasi antara lain :
a) Rincian / uraian tugas jabatan.
b) Frekwensi setiap tugas dalam satuan tugas.
c) Jumlah waktu yang dibutuhkan setiap tugas.
d) Waktu Penyelesaian Tugas merupakan perkalian beban kerja
dengan norma waktu.
e) Waktu kerja efektif.
2) Pengukuran kerja untuk beban kerja Konkret
Untuk mengukur beban kerja konkret diperlukan beberapa
informasi antara lain :
a) Rincian / uraian tugas jabatan.
b) Satuan hasil kerja.
c) Jumlah waktu yang dibutuhkan setiap tugas.
d) Target waktu kerja dalam satuan waktu.
e) Volume kerja merupakan perkalian beban kerja dengan norma
waktu.
f) Waktu kerja efektif.
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara
Nomor 19 tahun 2011 tentang Pedoman Umum Penyusunan
Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil, ditetapkan jam kerja efektif terdiri
dari jumlah jam kerja formal dikurangi dengan waktu kerja yang
hilang karena tidak bekerja seperti melepas lelah, istirahat makan dan
sebagainya. Dalam menghitung jam kerja efektif digunakan ukuran
sebagai berikut :

11
a) Jam Kerja Efektif per hari = 1 hari x 5 jam = 300 menit
b) Jam Kerja Efektif per minggu = 5 hari x 5 jam = 25 jam = 1.500
menit
c) Jam Kerja Efektif per bulan = 20 hari x 5 jam = 100 jam =
6.000 menit
d) Jam Kerja Efektif per tahun = 240 hari x 5 jam = 1.200 jam =
72.000 menit
Volume kerja setiap unit kerja dapat diketahui berdasarkan
dokumentasi hasil kerja yang ada, sedangkan norma waktu perlu
ditetapkan dalam standar norma waktu baku, yang akan dijadikan
faktor tetap dalam setiap melakukan analisis beban kerja, dengan
asumsi-asumsi tidak terdapat perubahan yang menyebabkan norma
waktu tersebut berubah.
 Hal-hal yang harus diperhatikan :
Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam waktu kerja :
a. Lamanya seseorang dapat bekerja dengan baik,
b. Hubungan waktu kerja dengan istirahat
c. Waktu kerja sehari menurut periode yang meliputi pagi, siang dan
malam, Jam kerja tanpa istirahat untuk waktu kebutuhan Personal,
Fatique and Delay (PFD) adalah 15% dari waktu normal. Rata-
rata lama bekerja seseorang dalam sehari adalah 6-8 jam dan
selebihnya adalah istirahat atau pun dipergunakan untuk kehidupan
dalam keluarga dan masyarakat. Jadi dalam seminggu seseorang
dapat bekerja dengan baik selama 36-48 jam (Suyanto 2008).

2. Memberi Kesempatan Pengembangan Kerja


 Definisi:
Pengembangan karir perawat merupakan suatu perencanaan dan
penerapan rencana karir dapat digunakan untuk penempatan perawat
pada jenjang yang sesuai dengan keahliannya, serta menyediakan
kesempatan yang lebih baik sesuai dengan kemampuan dan potensi
perawat. Hal ini akan meningkatkan kualitas kerja perawat, ia akan
berusaha mengontrol karirnya dan memilih karir yang lebih baik
sehingga ia terus berprestasi dan memperoleh kepuasan kerja
(Marquis and Huston 2010).
 Tujuan:
a. Meningkatkan moral kerja dan mengurangi kebuntuan karir (dead e
nd job/career)
b. Menurunkan jumlah perawat yang keluar dari pekerjaannya (turn-
over )
c. Menata sistem promosi berdasarkan mobilitas karir berfungsi
dengan baik dan benar.

12
3. Penetuan/Penyesuaian Desain Kerja
 Definisi:
Herjanto menjelaskan bahwa desain pekerjaan adalah rincian tugas
dan cara pelaksanaan tugas atau kegiatan yang mencakup siapa yang
mengerjakan tugas, bagaimana tugas itu dilaksanakan, dimana tugas
dikerjakan dan hasil apa yang diharapkan (Herjanto 2001).
 Tujuan:
a. Mengatur penugasan kerja supaya dapat memenuhi kebutuhan di
rumah sakit.
b. Merangsang karyawan untuk bekerja secara produktif
c. Mengurangi timbulnya rasa bosan
d. Dapat meningkatkan kepuasan kerja
 Pedoman Dalam Desain Pekerjaan:
a. Identitas pekerjaan. Identitas pekerjaanm merupakan jabatan
pekerjaan yang berisi nama pekerjaan seperti penyelengara
operasional dan manajer pemasaran. Bila pekerjaan tidak
mempunyai identitas, karyawan tidak akan atau kurang
banggamdengan hasil-hasilnya. Ini berarti kontribusi mereka tidak
tampak (Hani 2000).
b. Hubungan tugas dan tanggung jawab, yakni perincian tugas dan
tanggung jawab secara nyata diuraikan secara terpisah agar jelas
diketahui. Rumusan hubungan hendaknya menunjukkan hubungan
antara pelaku organisasi.
c. Standar wewenang dan pekerjaan, yakni kewenangan dan standar
pekerjaan yang harus dicapai oleh setiap pejabat harus jelas.
Pekerjaan pekerjaan yang memberikan kepada para karyawan
wewenang untuk mengambil keputusan-keputusan, berarti
menambah tanggung jawab. Hini akan cendrung meningkatkan
perasaan dipercaya dan dihargai.
d. Syarat kerja harus diuraikan dengan jelas, seperti alat-alat, mesin,
dan bahan baku yang akan dipergunakan untuk melakukan
pekerjaan tersebut.
e. Ringkasan pekerjaan atau jabatan harus menguraikan bentuk umum
pekerjaan dan mencantumkan fungsi-fungsi dan aktifitas utamanya.
 Pertimbangan Dalam Menyusun Desain Kerja:
Para penyusun desain pekerjaan harus mempertimbangkan hal-hal
beriku (Herjanto2001).
a. Perluasan tugas (job enlargement) meliputi pemberian tugas yang
lebih besar secara horizontal, dimana pekerjaan tambahan itu
berada pada tingkat kecakapan dan tanggung jawab yang setara
dengan pekerjaan semula. Gibson (1983) mengatakan perluasan

13
pekerjaan membuat karyawan mempunyai tanggung jawab
dan wewenangyang lebih besar.
b. Pengayaan tugas (job enrichmant ) mencakup penambahan tugas
dengan tanggung jawab yang lebih tinggi seperti perencanaan
dan pengendalian.
c. Perputaran tugas ( job rotation) yaitu melakukan penukaran tugas
antar pekerja secara periodik untuk menghindari seseorang bekerja
secara monoton mengerjakan tugas yang sama setiap hari.
Perputaran tugas ini memberikan kesempatan kepada pekerja untuk
memperbanyak pengalaman dan memungkinkan seorang pekerja
untuk menggantikan pekerja lain yang tidak masuk.
 Manfaat Desain Pekerjaan:
Desain pekerjaan memiliki tujuan agar :
a. Efisiensi operasional, produktifitas dan kualitas pelayanan menjadi
optimal.
b. Fleksibilitas dan kemampuan melaksanakan proses kerja secara
horizontal dan hirarki.
c. Minat, tantangan, dan prestasi menjadi optimal.
d. Tanggung jawab tim ditetapkan sedemikian rupa, sehingga bisa
meningkatkan kerjasama dan efektifitas tim.
e. Integrasi kebutuhan individu karyawan dengan kebutuhan
organisasi.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Keselamatan pasien adalah bebas dari cideran fisik dan psikologis yang
menjamin keselamatan pasien, melalui penetapan system operasional,
meminilisasi terjadinya kesalahan, mengurangi rasa tidak aman pasien dalam
sistem perawatan kesehatan dan meningkatkan pelayanan yang optimal
(canadian nursing association, 2004).
Suardi R. (2005) menyatakan bahwa hazards adalah sesuatu yang
berpotensi menjadi penyebab kerusakan. Ini dapat mencakup substansi,
proses kerja, dan atau aspek lainnya dari lingkungan kerja.
Bahaya psikososial kerja dapat didefinisikan sebagai aspek-aspek dari
desain kerja, organisasi kerja dan manajemen kerja, serta segala aspek yang
berhubungan dengan lingkungan sosial kerja yang berpotensi dapat
menyebabkan gangguan pada psikologi dan fisik-fisiologi pekerja ( Cox &
Griffiths, 2002 ) dalam Research on Work-Related Stress 2002.
Bahaya psikososial ini secara langsung atau tidak akan berpengaruh
terhadap konflik fisik dan karyawan sehari-hari, jika seorang karyawan tidak
dapat mengatasi beban bahaya ini dengan baik maka karyawan tersebut akan
jatuh dalam kondisi bosan, jenuh, stress dan akan mengalami gangguan serta
keluhan penyakit serta menurunkan produktivitas kerja karyawan.
Pengenalan potensi bahaya di tempat kerja merupakan dasar untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap tenaga kerja, serta dapat dipergunakan
untuk mengadakan upaya-upaya pengendalian dalam rangka pencegahan
penyakit akibat kerja yagmungkin terjadi.
Potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek
psikologis ketenaga kerjaan yang kurang baik atau kurang mendapatkan
perhatian seperti: penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan bakat,
minat, kepribadian, motivasi, temperamen atau pendidikannya, sistem seleksi
dan klasifikasi tenaga kerja yang tidak sesuai, kurangnya keterampilan tenaga
kerja dalam melakukan pekerjaannya sebagai akibat kurangnya latihan kerja
yang diperoleh, serta hubungan antara individu yang tidak harmoni dan tidak
serasi dalam organisasi kerja.

15
3.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di
atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang dapat di pertanggung
jawabkan.
Semoga makalah ini bermanfaat untuk semua kalangan terutama bagi kami
sendiri sebagai penulis dari makalah ini. Dan diharapkan dengan adanya
makalah ini rekan mahasiswa Perawat lebih memahami tentang Upaya
Mencegah Hazard Psikososial serta untuk lebih menambah wawasan
mahasiswa sehingga bermanfaat di masa yang akan datang.
Kecelakaan pada saat bekerja merupakan resiko yang merupakan bagian
dari pekerjaan, untuk perusahaan hendaknya mencegah dalam hal ini
melakukan perlindungan berupa kompensasi, baik langsung maupun tidak
langsung, yang harus diberikan oleh perusahaan kepada pekerja.

16

Anda mungkin juga menyukai