Anda di halaman 1dari 18

CASE BASED DISCUSSION

HERPES ZOSTER THORACOLUMBALIS SINISTRA


Diajukan untuk memenuhi sebagian tugas kepaniteraan klinik dan melengkapi
salah satu syarat menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin RS Islam Jemursari Surabaya

Oleh :
Nuris Umi Rizqi, S.Ked

Pembimbing :
dr. Winawati Eka Putri, Sp.KK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA
SURABAYA
2018

1
BAB I
PENDAHULUAN

Infeksi virus varicella-zoster yang menyebabkan varisela atau cacar air


dapat menyerang hampir setiap individu di seluruh dunia. Setelah sembuh dari
varisela, virus menetap laten pada ganglia radiks dorsalis yang dapat mengalami
reaktivasi menjadi herpes zoster, atau yang lebih dikenal dengan nama shingles .1
Herpes zoster merupakan penyakit kulit yang bercirikan timbulnya erupsi vesikular
berkelompok dengan dasar eritematosa disertai nyeri radikular unilateral yang
umumnya terbatas di satu dermatom.2

Penyakit herpes zoster terjadi sepanjang tahun tanpa mengenal musim.


Insidensnya 2-3 kasus per 1000 orang/tahun. Insiden dan keparahan penyakitnya
meningkat dengan bertambahnya usia. Lebih dari setengah jumlah keseluruhan
kasus dilaporkan terjadi pada usia lebih dari 60 tahun dan komplikasinya terjadi
hamper 50% di usia tua. Walaupun herpes zoster merupakan penyakit yang sering
dijumpai pada orang dewasa, namun herpes zoster juga dapat terjadi pada bayi baru
lahir apabila ibunya menderita herpes zoster saat masa kehamilan.Risiko penyakit
meningkat dengan adanya keganasan keganasan, atau dengan transplatasi sumsum
tulang/ginjal atau infeksi HIV. Tidak terdapat predileksi gender.2

Tujuan utama terapi pada pasien herpes zoster adalah untuk membatasi
berkembangnya penyakit, durasi dan peningkatan rasa sakit dan lesi di dermatom
primer, mencegah penyakit di tempat lain, dan mencegah neuralgia post herpetic
(NPH). .Faktor risiko utama dari NPH pada infeksi herpes zoster adalah usia dan
kondisi immunocompromised. Risiko NPH diketahui meningkat seiring dengan
peningkatan usia, dimana risiko meningkat pada usia >50 tahun. Pasien herpes
zoster yang berusia 60-65 tahun berisiko terkena NPH sebesar 20%, dan pada usia
di atas 80 tahun risiko meningkat lebih dari 34%.6

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Herpes Zoster atau Shingles adalah penyakit neurokutan dengan
manifestasi erupsi vesikular berkelompok dengan dasar eritematosa disertai
nyeri radikular unilateral yang umumnya terbatas di satu dermatom. Herpes
Zoster merupakan manifestasi reaktivasi infeksi laten endogen virus
varisela zoster di dalam neuron ganglion sensoris radiks dorsalis, ganglion
saraf kranialis atau ganglion saraf autonomik yang menyebar ke jaringan
saraf dan kulit dengan segmen yang sama.2
B. EPIDEMIOLOGI
Herpes zoster terjadi sporadis sepanjang tahun tanpa mengenal
musim. Insidensnya 2-3 kasus per-1000 orang/ tahun. Insiden dan
keparahan penyakitnya meningkat dengan bertambahnya usia. Lebih dari
setengah jumlah keseluruhan kasus dilaporkan terjadi pada usia lebih dari
60 tahun dan komplikasi terjadi hampir 50% di usia tua. Jarang dijumpai
pada usia dini (anak dan dewasa muda), bila terjadi kemungkinan
dihubungkan dengan varisela maternal saat kehamilan. Risiko penyakit
meningkat dengan adanya keganasan, transplantasi sumsum tulang atau
HIV. Tidak terdapat predileksi gender. Penyakit ini bersifat menular namun
daya tularnya kecil bila dibandingkan dengan varisela.2
C. ETIOLOGI
Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi dari virus varicela zoster.2
D. PATOGENESIS
Herpes zoster timbul akibat reaktivasi dari virus varicela zoster yang
laten sehingga imunitas terhadap varicella zoster virus berperan dalam
patogenesis herpes zoster terutama imunitas selulernya. Mengikuti infeksi
primer virus varicela zoster, partikel virus dapat tetap tinggal di ganglion
sensoris saraf spinalis, kranialis atau otonom selama tahunan. Pada saat
respon imunitas seluler dan titer antibodi spesifik terhadap virus varisela
zoster menurun (misal karena umur atau penyakit imunosupresif) sampai

3
tidak lagi efektif mencegah infeksi virus, maka partikel virus varisela zoster
yang laten itu mengalami reaktivasi dan menimbulkan ruam kulit yang
terlokalisata dalam satu dermatom. Faktor lain seperti radiasi, trauma fisis,
obat-obatan tertentu, infeksi lain atau stress dapat dianggap sebagai
pencetus walaupun belum pasti.2

Gambar 1. Perjalanan penyakit herpes zoster yang berawal dari varicela lalu virus laten
dan menjadi reaktivasi sebagai herpes zoster

E. MANIFESTASI KLINIS
Herpes Zoster dapat dimulai dengan timbulnya gejala prodromal
berupa sensasi abnormal atau nyeri otot lokal, nyeri tulang, pegal, parestesia
sepanjang dermatom, gatal, rasa terbakar dari ringan sampai berat. Nyeri
dapat menyerupai sakit gigi, pleuritis, infark jantung, nyeri duodenum,
kolesistisis, kolik ginjal atau empedu. Dapat juga dijumpai gejala konstitusi
misalnya nyeri kepala, malaise dan demam. Gejala prodromal dapat
berlangsung beberapa hari (1-10 hari, rata-rata 2 hari).2
Setelah awitan gejala prodromal, timbul erupsi kulit yang biasanya
gatal atau nyeri terlokalisata (terbatas di suatu dermatom) berupa makula
kemerahan. Kemudian berkembang menjadi papul, vesikel jernih
berkelompok selama 3-5 hari. Selanjutnya isi vesikel menjadi keruh dan
akhirnya pecah menjadi krusta (berlangsung selama 7-10 hari). Erupsi kulit
mengalami involusi setelah 2-4 minggu. Sebagian besar kasus herpes zoster,
erupsi kulitnya menyembuh secara spontan tanpa gejala sisa.2

4
Pada penderita immunokompromais, herpes zoster sering rekuren,
cenderung kronik persisten, lesi kulitnya terjadi lebih berat hingga
menimbulkan bula hemoragik, nekrotik dan sangat nyeri, tersebar
diseminata dan dapat disertai dengan keterlibatan organ dalam. Proses
penyembuhan juga berlangsung lama.2
Dikenal beberapa varian klinis herpes zoster, yaitu :
 Zoster Sine Herpete : bila terjadi nyeri segmental yang tidak diikuti
dengan erupsi kulit2
 Herpes Zoster Abortif : bila erupsi kulit hanya berupa eritema dengan
atau tanpa vesikel yang langsung mengalami resolusi sehingga
perjalanan penyakitnya berlangsung singkat2
 Herpes Zoster Aberans : erupsi kulitnya melewati garis tengah2
 Sindrom Ramsay Hunt : Bila menyerang nervus fasialis dan nervus
auditorius, yaitu muncul erupsi kulit di liang telinga luar atau membran
timpani, paresis fasialis, gangguan lakrimasi, gangguan pengecap 2/3
bagian depan lidah, tinitus dan vertigo2
 Herpes Zoster Oftalmikus : bila menyerang cabang pertama nervus
trigeminus. Bila mengenai anak cabang nasosiliaris dapat muncul
vesikel pada puncak hidung yang disebut sebagai hutchinson sign
menandakan kemungkinan besar terdapat kelainan mata2

Gambar 2. Dermatom pada tubuh manusia. A. Tampak ventral B. Tampak dorsal4

5
Gambar 3. Dermatom pada area kepala4

A B

C D

Gambar 4. A. Lesi pada herpes zoster, ditandai dengan vesikel yang bergerombol di
atas dasar eritem, B. Herpes zoster cervicalis (C2-C5) C. Herpes Zoster Thorakalis
area dada D. Herpes Zoster torakalis area punggung

6
A B

Gambar 5. A. Herpes Zoster Oftalmika B. Hipopigmented atrophic scar pada pasien yang 14
tahun lalu menderita herpes zoster oftalmika

A B
Gambar 6. A. Herpes Zoster pada HIV, B. Infeksi virus varicela zoster pada pasien
imunokompromais
F. DIAGNOSIS
Diagnosis penyakit herpes dilihat dari gambaran klinis karena memiliki
karakteristik tersendiri. Untuk kasus-kasus yang tidak jelas, deteksi antigen
atau nucleic acid varicella zoster virus, isolasi virus dari sediaan hapus lesi
atau pemeriksaan antibodi IgM spesifik diperlukan. Pemeriksaan dengan
teknik PCR merupakan tes diagnostik yang paling sensitif dan spesifik
karena dapat mendeteksi DNA virus varisela zoster dari cairan vesikel.2
Pemeriksaan kultur virus mempunyai sensitivitas yang rendah
karena virus herpes labil. Pemeriksaan direct immunofluorecent antigen-
staining lebih cepat serta mempunyai sensitivitas yang lebih tinggi

7
dibanding kultur dan dipakai sebagai tes diagnostika alternatif bila
pemeriksaan PCR tidak tersedia.2
Pemeriksaa histopatologi yaitu dengan membuat sediaan basah
menggunakan KOH 20% dapat digunakan untuk mendiagnosis herpes
zoster namun hasilnya tidak akurat. Hasil yang didapatkan yaitu adanya
multinucleated giant cells dan sel epitel yang mengandung badan inklusi
asidofilik. Ketidak akuratan disini dikarenakan hasil yang didapatkan mirip
dengan yang didapatkan pada lesi vesikobulosa yang lain.4

Gambar 7. A. Vesikel intraepidermal dengan akantolisis, degenerasi retikuler, dermis


menunjukan edem dan vaskulitis, B. Multinucleated giant cells
G. DIAGNOSIS BANDING
Herpes zoster awal dapat didiagnosis banding dengan dermatitis
venenata atau dermatitis kontak. Herpes zoster yang timbul di daerah
genitalia mirip dengan herpes simpleks, sedangkan herpes zoster diseminata
dapat mirip dengan varicela.2
H. KOMPLIKASI
Pada sejumlah kecil pasien dapat terjadi komplikasi berupa kelainan
mata apabila virus ini menyerang mata, lalu dapat terjadi infeksi sekunder
dan neuropati motorik. Kadang-kadang dapat terjadi meningitis, ensefalitis
atau mielitis. Komplikasi yang sering terjadi adalah neuralgia pasca herpes
(NPH), yaitu nyeri yang masih menetap di area yang terkena walaupun
kelainan sudah mencapai resolusi.2

8
I. HUBUNGAN HERPES ZOSTER DENGAN KONDISI TERTENTU

Diabetes melitus merupakan suatu penyakit metabolik akibat


tingginya kadar gula dalam darah. Durasi dan tidak terkontrolnya gula
menyebabkan imunitas selular seseorang terganggu. Penelitian yang
dilakukan oleh Heymann menunjukan hasil yang signifikan bahwa orang
dengan DM berhubungan dengan tingkat reaktivasi varisela zoster
(OR=1,53; 95%, CI:1,44 - 1,62). Hal ini diduga akibat terjadinya stress
neuronal pada penderita DM sehingga terjadi diabetic microvasculer
network dan menyebabkan reaktivasi virus varisela zoster.7
Stres diduga dapat menyebabkan timbulnya herpes zoster. Menurut
penelitian dari Schmader, et al menyatakan signifikansi hubungan antara
stress terhadap munculnya herpes zoster terutama 2 bulan sebelum pajanan.
Pada penelitian dari Lassserre juga menyebutkan bahwa kejadian negatif
sebelum timbulnya herpes zoster berhubungan dengan reaktivasi dari virus
varisela zoster (OR: 3,40; 95%, CI:1,67-6,93).5
Faktor lain yang mempengaruhi munculnya herpes zoster adalah
usia, status nutrisi dan mood disorder. Semakin tua maka tingkat terjadinya
stress akan semakin tinggi dan menyebabkan reaktivasi dari virus varisela
zoster. Selain itu imunitas seluler terhadap varisela zoster juga berkurang.
Penelitian dari Chen, et al mengatakan bahwa seseorang yang mengalami
defisiensi mikronutrient akan mempengaruhi sistem imun dan
mempengaruhi reaktivasi virus tersebut.6 Mood disorder terutama adalah
depresi mayor menyebabkan proses inflamasi yang menurunkan sistem
imun innate dan menyebabkan reaktivasi virus varisela zoster.7

J. PENATALAKSANAAN
Prinsip dasar pengobatan herpes zoster adalah menghilangkan nyeri
secepat mungkin dengan cara membatasi replikasi virus, sehingga
mengurangi kerusakan saraf lebih lanjut. Obat yang digunakan ada yang
topikal atau oral.2

9
Sistemik
1. Antivirus terbukti menurunkan durasi lesi herpes zoster dan
derajat keparahan nyeri herpes zoster akut. Efektivitasnya dalam
mencegah NPH masih kontroversial. Obat yang digunakan
adalah asiklovir 5x800 mg, valasiklovir 3x1000 mg, famsiklovir
3x500 mg yang diberikan selama 7 hari sebisa mungkin
diberikan sebelum awitan 72 jam.2 Pada pasien yang resisten
terhadap asiklovir maka dapat diberikan foscarnet IV
40mg/kgBB tiap 8 jam. Untuk pasien yang immunokompramais
dapat diberikan asiklovir 10mg/kgBB IV tiap 8 jam diberikan
selama 7-10 hari.4
2. kortikosteroid hanya memberikan sedikit manfaat dalam
memperbaiki nyeri dan tidak bermanfaat untuk mencegah NPH,
walaupun memberikan perbaikan kualitas hidup.2
3. Analgetik. Pasien dengan nyeri akut ringan menunjukan respon
yang baik dengan pemberian OAINS (asetosal, piroksikam,
ibuprofen, diklofenak) atau analgetik non opioid (paracetamol,
tramadol, asam mefenamat). Kadang-kadang dibutuhkan opioid
(kodein, morfin, oksikodon) untuk pasien dengan nyeri kronik
yang hebat.2

Topikal
1. Kompres terbuka dengan solusio Burowi dan solusio calamin
dapat digunakan pada lesi akut untuk mengurangi nyeri dan
pruritus. Kompres dengan solusio burowi dilakukan 4-6x/hari
selama 30-60 menit. Kompres dingin atau cold pack juga sering
digunakan.2
2. OAINS tipikal seperti bubuk aspirin dalam kloroform atau etil
eter, krim indometasin dan diklofenak banyak diapakai.
Penelitian dari Balakhrishnan S dkk. (2001) melaporkan bahwa
asam asetil salisilat topikal dalam pelembab lebih efektif
dibandingkan aspirin oral dalam memperbaiki nyeri akut.2

10
3. Pemberian anestetik lokal pada berbagai lokasi sepanjang jaras
saraf yang terlibat dalam herpes zoster telah banyak dilakukan
untuk menghilangkan nyeri. Pendekatan seperti infiltrasi lokal
subkutan, blok saraf perifer, ruang paravertebral atau epidural
dan blok simpatis untuk nyeri yang berkepanjangan sering
digunakan.2
Pada pasien yang mengalami post herpetic neuralgia dapat diberikan
obat berupa gabapentin, pregabalin atau tricyclic antidepressant. Obat-obat
ini dapat mengurangi prevalensi NPH.2,4 Pencegahan herpes zoster dapat
diberikan vaksinasi dengan live attenuated varicela dan dapat mengurangi
insidensi zoster sebanyak 51%.4

11
BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Amina
Umur : 62 tahun
Alamat : - surabaya
Agama : Islam
No. RM : 244853
Tanggal Pemeriksaan : 24 september 2018

B. ANAMNESIS
Autoanamnesa penderita di Poli Kulit RSI Jemursari tanggal 24 September
2018
Keluhan Utama
Keluhan Subyektif : Nyeri
Keluhan Obyektif : Muncul melenting - melenting
Riwayat Penyakit Sekarang
 Onset : sejak 6 hari sebelum masuk poli
 Lokasi : perut bawah bagian kiri dan punggung bawah bagian kiri
 Kronologi : Keluhan muncul secara tiba-tiba, awalnya hanya
muncul sedikit melenting - melenting lalu semakin hari bertambah
banyak dan beberapa bergabung menjadi benjolan berisi air yang
besar
 Kualitas : melenting – melenting berwarna kemerahan sedikit
kecoklatan seperti bergerombol, nyeri seperti ditusuk-tusuk dan
panas terkadang gatal
 Kuantitas : melenting – melenting semakin bertambah banyak, nyeri
terus menerus namun, tidak sampai mengganggu aktivitas
 Faktor Memperberat : tidak ada
 Faktor Memperingan : Bila diberi salep
 Keluhan Lain : gatal dan panas pada area melenting - melenting

12
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat keluhan serupa disangkal
 Riwayat asma (+)
 Riwayat hipertensi (-)
 Riwayat diabetes melitus (-)
 Riwayat pemfigus vulgaris (-)
 Riwayat varicella (pasien lupa)

Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat keluhan serupa disangkal
Riwayat Kebiasaan
 Kebiasaan menggaruk disangkal ;
 Kebiasaan merokok (-) ;
 Kebiasaan minum alkohol disangkal.

Riwayat Alergi Obat/ Makanan


 Alergi Obat disangkal ;
 Alergi makanan disangkal ;
 Alergi debu dan lainnya disangkal.

Riwayat Sosial Ekonomi


 Pasien ibu rumah tangga
 Berobat menggunakan biaya BPJS

C. PEMERIKSAAN FISIK

Status Present
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Komposmentis
Tekanan darah : dbn
Nadi : dbn
Suhu : dbn
RR : dbm

13
Status Generalis
Kepala : dbn
Mata : Injeksi konjungtiva (-), Edem periorbital (-), anemis (-),
ikterik (-)
Telinga : dbn
Hidung : sekret (-), tidak ada deviasi septum
Leher : dbn
Thorax : dbn
Abdomen : (dijelaskan pada status dermatologi)
Punggung : (dijelaskan pada status dermatologi)
Ekstremitas : dbn
Status Dermatologi
Lokasi I : regio abdomen et lumbalis sinistra
Efloresensi : Bula / beberapa vesikel yang berkonfluens dan vesikel
multiple berkelompok hiperpigmentasi dengan dasar
eritematosa di sepanjang dermatom thoracal 12 sampai
lumbal 1, unilateral

14
15
D. RESUME

Nama : Ny. A
Umur : 62 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Keluhan Subyektf : Nyeri
Keluhan Obyektif : Melenting - melenting
Telah dilaporkan kasus Herpes Zoster Thoracolumbalis pada Ny. A
dengan usia 62 tahun yang datang ke poliklinik kulit RSI Jemursari Surabaya
dengan keluhan utama nyeri dan muncul melenting - melenting. Diagnosis
Herpes Zoster Thoracolumbalis sinistra ditegakkan berdasarkan anamnesa
dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis didapatkan pasien mengeluh muncul
melenting - melenting pada perut dan pinggang bagian kiri atas sejak 6 hari
SMRS. Melenting-melenting disertai dengan rasa nyeri, gatal dan panas. Dari
status dermatologi didapatkan vesikel multipel sepanjang dermatom thoracal
(pada punggung kiri atas dan lengan kiri atas) hiperpigmentasi dengan dasar
eritematosa, unilateral dan beberapa vesikel konfluens.

E. DIAGNOSIS BANDING
a. Herpes Zoster Thoracolumbalis sinistra
b. Dermatitis Kontak
c. Herpes Simpleks
d. Varisella
e. Impetigo Bulosa

F. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tzank Test, hasil yang diharapkan : didapatkan sel akantolisis dan
multinucleated giant cell

G. DIAGNOSIS KERJA
Herpes Zoster Thoracolumbalis sinistra

16
H. TATALAKSANA
 Tablet Valasiklovir tab 3 x 1000 mg / hari, selama 7 hari
 Krim Mupirocin 2 kali perhari dioles pada plenting-plenting yang sudah
pecah
 Kompres lesi dengan NaCl 0,9%
 Tablet Pregabalin 2 x 75 mg / hari, selama 7 hari
 Tablet Parasetamol tab 3x500 mg bila demam atau nyeri

I. PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
Ad Sanam : ad bonam

II. EDUKASI
Aspek klinis
 Kontrol kembali 5-7 hari setelah terapi diberikan
 Meminum obat oral secara teratur dan menggunakan obat topikal
sesuai dengan aturan pakai
 Tidak menggaruk pada lesi untuk mencegah infeksi sekunder
 Menjaga pola makan dan istirahat yang cukup
 Mencegah terjadinya stress

Aspek Islami

 Sabar, ikhlas dan tawakal serta selalu ikhtiar dalam menghadapi


penyakit yang diderita kepada Allah SWT
 Memohon kesembuhan

َ ‫ي اِالَّ ا َ ْنتَ ِشفَا ًء الَ يُغَاد ُِر‬


‫سقَ ًما‬ َ ِ‫شافِى الَ شَاف‬ ِ ‫ِب ْالبَأ ْ ِس اِ ْش‬
َّ ‫ف ا َ ْنتَ ال‬ ِ َّ‫اَللَّ ُه َّم َربَّ الن‬
َ ‫اس ُمذْه‬

“Ya Allah, Tuhan semua manusia, yang menghilangkan sakit.


Sembuhkanlah, dan Engkau Maha Pemberi kesembuhan. Tiada yang dapat
menyembuhkan selain Engkau, (yaitu) dengan kesembuhan yang tidak
menyisakan rasa sakit lagi”.

17
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Christo PJ, Hobelmann G, Maine DN. 2007. Post-herpetic neuralgia in


older
adults. Drugs Aging Journal;24(1):1-19
2. Menaldi, S. L., dkk. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia:Jakarta
3. Wolf, Klauss. 2017. Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology.
8th edition. McGraw-Hill.
4. Johnson RW. 2010. The impact of herpes zoster and post-herpetic
neuralgia on
quality of life. BioMed Central Medicine Journal;8:37-42
5. Lasserre A, Blaizeau F, Gorwood P, et al. Herpes zoster: family history and
psychological stress-casecontrol study. J Clin Virol. 2012;55:153–157
6. Chen JY, Chang CY, Lin YS, Hu ML. Nutritional factors in herpes zoster,
postherpetic neuralgia, and zoster vaccination. Popul Health Manag.
2012;15:391–397.
7. Irwin MR, Levin MJ, Carrillo C, et al. Major depressive disorder and
immunity to varicella-zoster virus in the elderly. Brain Behav Immun.
2011;25:759–766

18

Anda mungkin juga menyukai