Trauma Tratitis
Trauma Tratitis
- Linear or hairline : retak pada kranial yang berbentuk garis halus tanpa
depresi, distorsi dan splintering.
Terdapat jenis fraktur berdasarkan lokasi anatomis yaitu terjadinya retak atau
kelainan pada bagian kranium. Fraktur basis kranii retak pada basis kranium. Hal ini
memerlukan gaya yang lebih kuat dari fraktur linear pada kranium. Insidensi kasus ini
sangat sedikit dan hanya pada 4% pasien yang mengalami trauma kepala berat.
Terdapat tanda-tanda yang menunjukkan fraktur basis kranii yaitu rhinorrhea (cairan
serobrospinal keluar dari rongga hidung) dan gejala raccoon’s eye (penumpukan darah
pada orbital mata). Tulang pada foramen magnum bisa retak sehingga menyebabkan
kerusakan saraf dan pembuluh darah. Fraktur basis kranii bisa terjadi pada fossa
anterior, media dan posterior. Fraktur maxsilofasial adalah retak atau kelainan pada
tulang maxilofasial yang merupakan tulang yang kedua terbesar setelah tulang
mandibula. Fraktur pada bagian ini boleh menyebabkan kelainan pada sinus maxilari.
D. Abrasi
Luka abrasi yaitu luka yang tidak begitu dalam, hanya superfisial. Luka ini
bisa mengenai sebagian atau seluruh kulit. Luka ini tidak sampai pada jaringan
subkutis tetapi akan terasa sangat nyeri karena banyak ujung-ujung saraf yang rusak.
E. Avulsi
Luka avulsi yaitu apabila kulit dan jaringan bawah kulit terkelupas,tetapi
sebagian masih berhubungan dengan tulang kranial. Dengan kata lain intak kulit pada
kranial terlepas setelah kecederaan.
5. Perdarahan Intrakranial
*Perdarahan Epidural
Perdarahan epidural adalah antara tulang kranial dan dura mater. Gejala
perdarahan epidural yang klasik atau temporal berupa kesadaran yang semakin
menurun, disertai oleh anisokoria pada mata ke sisi dan mungkin terjadi
hemiparese kontralateral.
Perdarahan epidural di daerah frontal dan parietal atas tidak memberikan
gejala khas selain penurunan kesadaran (biasanya somnolen) yang membaik
setelah beberapa hari.
*Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan antara dura mater dan araknoid, yang
biasanya meliputi perdarahan vena. Terbagi atas 3 bagian iaitu:
a) Perdarahan subdural akut
Perdarahan subdural akut sering dihubungkan dengan cedera otak besar dan
cedera batang otak.
b) Perdarahan subdural subakut
Gejala mungkin tidak terjadi dalam beberapa minggu atau beberapa bulan.
Pada proses yang lama akan terjadi penurunan reaksi pupil dan motorik.
*Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan antara rongga otak dan lapisan
otak yaitu yang dikenal sebagai ruang subaraknoid.
*Perdarahan Intraventrikular
Perdarahan intraventrikular merupakan penumpukan darah pada ventrikel
otak. Perdarahan intraventrikular selalu timbul apabila terjadi perdarahan
intraserebral.
*Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral merupakan penumpukan darah pada jaringan otak. Di
mana terjadi penumpukan darah pada sebelah otak yang sejajar dengan hentaman, ini
dikenali sebagai counter coup phenomenon)
.
6. Trauma Murni
Trauma Murni adalah apabila korban didiagnosa dengan satu kecederaan pada
salah satu regio atau bagian anatomis yang mayor
7. Trauma Multipel
Trauma multipel atau politrauma adalah apabila terdapat 2 atau lebih
kecederaan secara fisikal pada regio atau organ tertentu, dimana salah satunya bisa
menyebabkan kematian dan memberi impak pada fisikal, kognitif, psikologik atau
kelainan psikososial dan disabilitas fungsional. Trauma kepala paling banyak dicatat
pada pasien politrauma dengan kombinasi dari kondisi yang cacat seperti amputasi,
kelainan pendengaran dan penglihatan, post-traumatic stress syndrome dan kondisi
kelainan jiwa yang lain (Veterans Health Administration Transmittal Sheet).
f. Letargik.
*Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala berat;
a. Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan di otak
menurun atau meningkat.
Menurut perintah 6
Dapat melokalisir nyeri 5
Menghindari nyeri 4
Fleksi (dekortikasi) 3
Ekstensi (decerebrasi) 2
Berdasarkan Skala Koma Glasgow, berat ringan trauma kapitis dibagi atas;
1. Trauma kapitis Ringan, Skor Skala Koma Glasgow 14 – 15
- Pemeriksaan Neurologis
A. Cairan Intravena
Cairan intra vena diberikan secukupnya untuk resusitasi penderita agar tetap
normovolemik
Perlu diperhatikan untuk tidak memberikan cairan berlebih
Penggunaan cairan yang mengandung glucosa dapat menyebabkan
hyperglikemia yang berakibat buruk pada otak yangn cedera
Cairan yang dianjurkan untuk resusitasi adalah NaCl o,9 % atau RL
Kadar Natrium harus dipertahankan dalam batas normal, keadaan
hyponatremia menimbulkan odema otak dan harus dicegah dan diobati secara
agresig
B. Hiperventilasi
Tindakan hyperventilasi harus dilakukan secara hati-hati, HV dapat
menurunkan PCo2 sehingga menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah
otak
HV yang lama dan cepat menyebabkan iskemia otak karena perfusi otak
menurun
PCO2 < 25 mmHg , HV harus dicegah
Pertahankan level PC02 pada 25 – 30 mmHg bila TIK tinggi.
C. Manitol
Dosis 1 gram/kg BB bolus IV
Indikasi penderita koma yang semula reaksi cahaya pupilnya normal,
kemudian terjadi dilatasi pupil dengan atau tanpa hemiparesis
Dosis tinggi tidak boleh diberikan pada penderita hypotensi karena akan
memperberat hypovolemia
D. Furosemid
Diberikan bersamaan dengan manitol untuk menurunkan TIK dan akan
meningkatkan diuresis
Dosis 0,3 – 0,5 mg/kg BB IV
E. Steroid
Steroid tidak bermanfaat
Pada pasien cedera kepala tidak dianjurkan
F. Barbiturat
Bermanfaat untuk menurunkan TIK
Tidak boleh diberikan bila terdapat hypotensi dan fase akut resusitasi,
karena barbiturat dapat menurunkan tekanan darah
G. Anticonvulsan
Penggunaan anticonvulsan profilaksisi tidak bermanfaat untuk mencegaah
terjadinya epilepsi pasca trauma
Phenobarbital & Phenytoin sering dipakai dalam fase akut hingga minggu
ke I
Obat lain diazepam dan lorazepam
PENATALAKSANAAN PEMBEDAHAN
11. PROGNOSIS
Penderita lansia mempunyai kemungkinan lebih rendah untuk pemuluhan dari
cedera kepala Penderita anak-anak memiliki daya pemulihan yang baik.