Anda di halaman 1dari 26

TUGAS PENDAHULUAN

“SEDIAAN STERIL”

1. Pengetian Steril, Sterilisasi dan Tehnik Asepstis

1) Definisi Steril ( 4 pustaka )

a. Menurut Ansel Hal. 339

Steril adalah bebas dari pencemaran mikroorganisme

b. Menurut RPS 18th hal 1470

Steril adalah tidak adanya mikroorganisme yang aktif.

c. Menurut Sterile Dosage Form hal 37

Steril adalah suatu kondisi absolute dan harus tidak pernah digunakan atau

dianggap secara relatif sebagai sebagai bahan atau hampir steril.

d. Menurut RPS 20th hal 753

Steril adalah suatu keadaan dimana tidak terdapat lagi mikroorganisme.

2) Definisi Sterilisasi

a. Menurut RPS 18th hal 1470

Sterilisasi adalah karakteristik yang disyaratkan untuk sediaan farmasetik

bebas dari mikroorganisme hidup karena metode, wadah atau rute

pemakaian.

b. Menurut Sterile Dosage Form hal 15

Sterilisasi adalah karakteristik yang disyaratkan untuk sediaan-sediaan

farmasetik karena metode wadah atau rute pemakaian.

c. Menurut Pharmaceutical Dosage Form by. Aulton Hal. 473

Sterilisasi sebagai ketidakhadiran dari semua bentuk organisme.


3) Definisi Aseptis

a. Menurut Michael. J. Pelezar Hal : 967

Aseptik adalah suatu kondisi tidak adanya mikroorganisme yang

berbahaya.

b. Menurut Ilmu Bahan Makanan Modifield Atmosphere Storage (Dinas

Kesehatan)

Aseptis berarti tidak adanya patogen pada suatu daerah tertentu. Tehnik

aspetik adalah suatu usaha mempertahankan objek agar bebas dari

mikroorganisme.

c. Menurut Lachman, 2008 Hal : 1254

Tehnik Aseptik menunjukan proses atau konsisi terkendali dimana tingkat

kontaminasi mikroba dikurangi sampai suatu tingkat tertentu, dimana

mikroorganisme dapat ditiadakan pada suatu produk.

d. Menurut RPS, Hal 1477

Tehnik Aseptis adalah tehnik yang sering digunakan dalam pembuatan

resep yang tidak tahan proses sterilisasi namun semua komposisinya brupa

bahan steril.

2. Jenis – jenis sterilisasi

Menurut Drs. Stevanus Lukas, M.Kes, Apt dalam Formulasi Steril

1) Sterilisasi uap (Autoklaf) dilakukan pada saat memaparkan uap jenuh pada

tekanan tertentu salam waktu dan suhu tertentu pada suatu objek sehingga

terjadi pelepasan energi yang akan mengakibatkan pembunuhan

mikroorganisme secara ireversible dengan denaturasi atau koagulasi protein

sel, suhu dari autoklaf yaitu 121o C selama 15 menit.

Aplikasi dalam sterilisasi Autoklaf :


a. Sediaan injeksi dan suspensi : 121o C, 15 menit

b. Baju operasi : 134o C, 3 menit

c. Plastik dan karet : disterilkan terpisah dari kontainer

Faktor – faktor yang mempengaruhi sterilisasi uap :

a. Waktu

b. Suhu

c. Kelembaban

2) Sterilisasi panas kering (oven), biasa digunakan untuk alat – alat atau bahan

dengan uap yang tidak berpenetrasi secara mudah atau untuk peralatan yng

terbuat dari kaca. Pada sterilisasi panas kering, pembnuhan

mikroorganismeterjadi melalui mekanisme oksidasi sampai terjadi koagulasi

protein sel. Sterilisasi panas kering biasa ditetapkan pada temperatur

minimum 160o C dengan waktu 1 (satu) jam untuk alat logam dan alat gelas.

Aplikasi dalam sterilisasi oven

a. Sterilisasi alat – alat gelas dan alat – alat bedah

b. Senyawa/ bahan meliputi minyak lemak, gliserin, petrolatum, minyak

mineral, parafin dan berbagai serbuk yang stabil dalam pemanasan

seperti ZnO.

3) Sterilisasi gas atau etilen oksidasi, merupakan pilihan lain yang digunakan

untuk sterilisasi alat yang sensitif terhadap panas. Etilen oksidasi merupakan

senyawa organik kelompok epoksida dari golongan eter. Etilen oksida berada

dalam fase gas pada suhu diatas 10,75% dalam tekanan 1 atm. Umumnya,

sterilisasi dalam gas etilen oksidamemerlukan 4 – 16 jam

Aplikasi sterilisai gas atau etilen oksida


Sediaan enzim tertentu yang tidak tahan panas, antibiotik tertentu, obat – obat

lain, serta alat kedokteran tidak tahan panas seperti alat – alat endoskopi yang

terbuat dari kaca atau kateter.

4) Sterilisasi radiasi

a. Ultraviolet, merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang

gelombang 100 – 400 nm dengan efek optimal pada 254 nm. Digunakan

untuk sterilisasi ruangan pada penggunaan aseptik.

b. Ion, sinar langsung menghantam pusat kehidupan mikroba (kromosom)

atau secara tidak langsung dengan sinar terlebih dahulu dalam bentuk

molekul air dan mengubahnya menjadi bentuk radikalnya yang

menyebabkan terjadinya reaksi sekunder pada bagian molekul DNA

mikroba.

c. Gamma, digunakan untuk mensterikan alat kedokteran serta alat yang

terbuat dari logam, karet serta bahan sintetis seperti polietilen dengan

aktivitas sebesar 50 – 500 kilocurie serta memiliki daya tembus yang

sangat tinggi.

5) Sterilisasi plasma, sterilisasi ini berlangsung selama 15 menit pada 400 watt.

Aktivitas mematikan mikroorganisme hidrogen piroksida belum diketahui

secara pasti, namun pada proses pembentukan plasma membentuk zat – zat

reaktif seperti radikal bebas radiasi UV.

6) Sterilisasi filtrasi,menyaring mikroba melalui prinsip :

a. Filtrasi ayakan, didasarkan dengan perbedaan ukurannya dengan pori.

Ukuran porinya seragam sebesar 0,2 sebesar 0,22 nm dengan ketebalan

80 – 159 nm.
b. Filtrasi adsorbsi. Filter ini dapat membebaskan pirogen – pirogen dan

virus.

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV

1) Sterilisasi Uap

Proses sterilisasi termal yang menggunakan uap jenuh dibawah tekanan

selama 15 menit pada suhu 1 Proses sterilisasi termal yang menggunakan uap

jenuh dibawah tekanan selama 15 menit pada suhu 121o. Kecuali dinyatakan

lain berlangsung disuatu bejana yang disebut autoklaf dan mungkin proses

strilisasi banyak dilakukan.

2) Sterilisasi panas kering

Sterilisasi cara ini menggunakan suatu siklus oven modern yang dilengkapi

udara yang dipanaskan dan disaring. Rentang suhu khas yang dapat diterima

di dalam bejana sterilisasi kosong adalah lebih kurang 15o, jika alat sterilisasi

beroperasi pada suh tidak kurang dari 2pada suh tidak kurang dari 250o.

3) Sterilisasi gas

Bahan aktif yang digunakan adalah gas etilen oksida ini adalah yang sangat

mudah terbakar, bersifat mutagenik, kemungkinan meninggalkan residu

toksik didalam bahan yang disterilkan terutama mengandung ion klorida.

Pemilihan untuk menggunakan sterilisasi gas ini sebagai alternative dari

sterilisasi termal.

4) Sterilisasi dengan radiasi ion

Ada dua jenis radiasi ion yang digunakan yaitu disintegrasi radioaktif dan

radioisotop (radiasi gamma) dan radiasi berkas elektron.


5) Sterilisasi dengan penyaringan

Sterilisasi larutan yang labil terhadap panas sering dilakukan dengan

penyaringan menggunakan bahan yang dapat menahan mikroba, sehingga

mikroba yang dikandung dapat dipisahkan secara fisik.

6) Sterilisasi dengan aseptik

Proses ini mencegah masuknya mikroba hidup ke dalam komponen steril atau

komponen yang melewati proses antara yang mengakibatkan produk

setengah jadi atau produk ruahan atau komponen bebas mikroba hidup.

Jenis – jenis sterilisasi

Menurut Scoville’S. Hal 404

1) Sterilisasi fisik

a. Pemanasan kering meliputi

1. Udara Panas Oven, bahan yang karakteristik fisiknya tidak dapat

disterilkan dengan uap destilasi dalam udara panas. Contohnya

parafin, ZnO dan lain – lain serta paling efektif untuk alat –

alat dan alat – alat bedah, suhu yang digunakan 160o C selama 1

– 2 jam.

2. Penangas minyak dan lainnya, bahan kimia yang stabil paling

ampul bersegel dan dapat disterilisasi dengan mencelupkan

dalam penagas yang berisi minyak mineral pada suhu 162oC.

3. Pemijaran lansung, digunakan untuk mensterilkan spatula logam,

batang gelas, filter logam bekerfield dan filter bakteri lainnya.

b. Panas lembab, meliputi :

1. Uap bertekanan, metode ini digunakan untuk sterilisasi larutan

yang ditujukkan untuk infeksi pada tubuh, pembawa sediaan


mata dan bahan gelas, dilakukan pada suhu 1, pembawa sediaan

mata dan bahan gelas, dilakukan pada suhu 120o C

2. Uap panas pada suhu 100o C digunakan dalam bentuk uap

mengalir atau air mendidh

3. Pemanasan dengan bakterisida, menggunakan uap panas dengan

suhu 100oC dengan adanya bakterida sangat meningkatkan

efektifitas metode ini. Larutan yang ditumbuhkan bakterisida ini

dipanaskan dalam wadah bersegel pada suhu 100oC selama 20 C

selama 20 menit dalam pasteriusasi uap atau penagas air,

bakterida yang digunakan termksud 0,5%, fenol 0,5%,

klorbutanol 0,2%, kresol 0,02%

4. Air mendidih, bahan – bahan seperti jarum spoit, penutup karet,

dan alat bedah diletakkan dalam air mendidih selama 20 menit

setelah itu dipindahkan ke air fenol 5%, 1-2 % Na-carbonat arau

2-3 % larutan kresol

c. Cara bukan panas ( Lachman. Hal 628)

1. Sinar ultraviolet, digunakan untuk mengurangi kontaminasi di

udara dan pemusnahan selama proses dilingkungan, aksi letal

ketika sinar UV melewati bahan energi bebas ke elektron orbital

dalam atom – atom dan mengubah ke area kreatifannya.

2. Sterilisasi secara kimia, sterilisasi gas adalah dengan cara

menghilangkan mikroorganisme dengan menggunakan gas atau

uap. Sterilisasi ini digunakan untuk mensterilisasikan obat serbuk

seperti penicilin, benang, plastik dan tube.


2) Menurut Scovilles’s Hal 404

Sterilisasi secara mekanik, sterilisasi daya filter bakteri digunakan untuk

larutan farmasetik atau bahan biologi yang dipengaruhi oleh pemanasan.

Metode ini menggunakan tehnik aseptis.

Jenis – jenis sterilisasi

Menurut Dasar –Dasar Mikobiologi Farmasi. Hal 190

1) Perlakuan fisik, untuk membunuh mikroorganisme atau jasad renik

dapat digunakan beberapa perlkuan fisik, misalnya dengan

pemanasan basah, kering, radiasi dan lain- lain

2) Pemanasan basah, untuk membunuh mikroorganisme

3) Pemanasan kering, digunakan untuk sterilisasi alat – alat gelas

dilakukan pada suhu 160oC – 180oC selama 1,5 – 2 jam

4) Radiasi (radiasi UV)

5) Sterilisasi secara kimia, sterlisasi gas untuk membunuh

mikroorganisme

6) Sterilisasi secara mekanik mengguanakan penyaring dengan pori –

pori 0,45 nm

7) Filter seitz, dibuat dari bahan abses yang dijepit pada dasar wadah

besi

8) Filter swinning, mempunyai alat khusus yang terdiri dari lapisan

abses bersama dengan screen dan pencuci.

9) Filter fritted – glass. Disusun dari dasar serbuk, tombol bulat dari

gelas digabung bersama dengan penggunaan panas untuk

menentukan sebelumnya ukuran dalam bentuk disk


10) Filter berkefeld dan mendler. Tes bentuk tube filter pembanding ini

yang dihubungkan dengan dasar logam dan saluran luar tube adalah

sama dengan keduanya.

3. Jenis – jenis sarana penunjang dalam formulasi sediaan steril di industri

farmasi

1) Sistem pengolaha air (water system)

Sistem pengolahan air (SPA) adalah suatu sistem untuk memperoleh air

denga kualitas yang dibutuhkah oleh suatu jenis obat dan memenuhi

persyaratan monografi farmakope. Air memegang peran penting dan kritis

dalam industri farmasi karena merupakan bahan awal untuk memastikan

produksi obat yang bermutu dan aman bagi para pengguna.

Persyaratan mutu APF hendaklah ditetapkan berdasarkan karakteristik

produk, proses produksi dan cara pemberian obat. Mutu APF adalah spesifik

untuk setiap bentuk sediaan obat dengan mempertimbangkan biaya dan dan

keterbatasan lain. Industri farmasi dapat membuat dan mendistribusikan

beberapa atau mungkin hanya satu jenis mutu air, misalnya air murni.

Pda tahap perencanaan SPA, hendaklah dilakukan kajian yang mendalam

dengan mempertimbangkan kualita air baku dimana lokasi industri farmasi

berada atau sumber air pasokan, misalnya air sumur dalam, air yang

diperoleh dari PAM. Beberapa parameter antara lain tingkat kesadaran, kadar

silikat, zat yang larut dan tidak larut.


Air Pasokan Pengolahan Awal Pengolahan Akhir
Penghilanagan Ion Primer Resverse Osmosis
Penghilangan Ion Sekunder Continous
Electrodeion,
Reverse Osmosis,
Penukaran Ion
Polishing Mixed Bed Penukar Ion,
Ultrafiltrasi, Mikrofiltrasi
Pengolahan Akhir Air Untuk Injeksi Destilasi

(Penyimpanan Air dan Distribusi (Air Murni/Air Untuk Injeksi)


Penukaran Ion Lampu UV
(Konsep Dasar dan Proses Desain SPA)

Air untuk injeksi digunakan untuk pembilasan akhir setelah pencucian

peralatan dan komponen yang kontak langsung dengan produk injeksi dan

juga untuk pembilasan akhir pada proses pencucian yang tidak dilanjutkan

dengan proses depirogenesis secara termal dan kimiawi.

Pada sistem sanitasi dan pengendalian bioburden, air unjuk injeksi

hendaklaj dilengkapi dengan fitur untuk pengendalian poliferasi mikroba

selama penggunaan normal menggunakan air panas pada suhu > 80oC selama

waktu tertentu (tergantung pada hasil validasi) atau sanitasi sistem setelah

dilakuan perawatan atau modifikasi oleh bagian tehnik.

( BPOM, 2013 “Sarana Penunjang Sediaan Steril” )

2) Sistem tata udara (HVAC system)

Sistem tata udara adalah sistem yang mengkondisikan lingkungan

melalui pengendalian suhu, kelembaban nisbi, arah pergerakan udara dan

mutu udara, termasuk pengendalian partikel dan pembiayaan kontaminan

yang ada di udara.


a. Parameter tata udara

1. Suhu

2. Kelembaban

3. Partikel udara

4. Perbedaan tekanan antar ruang dan pola aliran

5. Volume air udara dan pertukaran udara dan

6. Sistem filtrasi udara

b. Partikel udara

Partikel udara hendaknya dikendalikan pada fasilitas yang diklarifikasi

yakni kelas A, B, C, D dan E. Gudang penyimpanan, tempat pemberian

label/ pengemasan skunder umumnya tidak mempunyai kriteria khusus

untuk partikel udara, kecuali bahwa filter udara dipasang untuk

mengurangi jumlah partikel ke bawah tingkat lingkungan.

Persyaratan partikel variabel untuk kelas E ditentukan oleh masing –

masing industri berdasarkan analisis resiko.

c. Pertukaran udara

Bagi kelas D pergantian udara minimal 20 kali/ jam.

Lajupergantian udara minimal bagi area kelas E adalah 5 – 20 kali/ jam.

Untuk kelas ruang B, C dan kelas A pertukaran udara yang signifikan

lebih tinggi.

d. Sistem tata udara

Filtrasi udara adalah cara utama untuk mengurangi tingkat pencemaran

dalam suatu aliran udara. Udara bersih memberikan beberapa

keuntungan, termaksud mempertahankan kebersihan ruangan,

meminimalisasi penumpukan debu dan roda kipas yang dapat


meyebabkan ketidakseimbangandan mempertahankan pertukaran panas

pada koil pemanasan dan pendinginan.

e. Saluran udara

Merupakan jaringan saluran udara yang terdistribusi diseluruh bangunan,

dihubungkan kesuatu kipas atau unit penanganna udara ke

masukkan,kembalian, penyedot udara ke atau dari zona atau ruang –

ruang di dalam banguanan.

f. Pemantuann sistem tata udara

Dilakukan dengan memantau parameterkritis sistem tata udara. Parameter

kritis sistem tata udara sangat tergantung dari produk yang yang diproses

di dalam ruang – ruang terkait antara lain :

1. Produk nonsteril atau steril dengancara sterilisasi akhir atau sterilisasi

dengan cara yang aseptis.

2. Proses dalam sistem terbuka atau sistem tertutup

3. Produk/ bahan sensitif terhadap suhu

4. Produk/ bahan sensitif terhadap kelembaban dan

5. Produk sensitif terhadap kontaminasi mikroba

g. Pemantauan perykaran udara (Air Change)

Volume aliran udara diukur dari setiap terminal filter atau pasokan

difuser menggunakan mikroanemometer elektronik yang dilengkapi

tudung penampung aliran udara sedemikian rupa untuk cukup

menampung semua udara yang dihasilkan dari setipa satu sumber.

Untuk tujuan perhitungan perhitungan kelas udara kelas C, D dan E

sebaiknya dilakukan dengan mengukur volume udara yag dikeluarkan

melalui saluran udara keluar/ kembali. Karena volume tersebut yang


dipertukarkan. Sedangkan untuk ruang kelas B pengukuran volume udara

keluar akan sulit dilakukan. Volume udara total digunakan untuk

menentukan pertukaran udara (volume udara ruangan per jam) dari ruang

bersih.

Pertukaran udara
Pertukaran udara =
Volume ruangan

3) Sistem udara bertekanan (compressed air)

a. Persyaratan kualitas, spesifikasi kualitas udara ditentukan oleh 3

komponen yang demi kepraktisan dikenal sebagai PWO. P (particle) , W

(water moisture content) dan o (oil )/ oil vapor.

Tabel persyaratan lingkungan pembuatan obat steril menurut proses

pembuatannya.

Ukuran partikel Non operasional operasional

Jumlah maksimum partikel/ m2 yang diperbolehkan

≥ 0,5 nm ≥ 5 nm ≥ 0,5 nm ≥ 5 nm

kelas

A 3. 520 20 3.520 20

B 3.520 29 352.000 2.900

C 352.000 2.900 3.520.000 29.000

D Tidak Tidak
3.520.000 29.000
ditetapkan ditetapkan
Dimana untuk kelas A/ Bklasifikasi partikel udara adalah 14644 kelas 5

non operasional. Kelas C adalah kelas ISO kelas 7, kelas D adalah kelas

ISO kelas 8 non operasional.

b. Pengujian udara bertekanan, metode pengujian yang penting yaitu :

1. Kelembaban (moisture content)

2. Kandungan hidrokarbon/ oil dan

3. Kandungan parikel dan mikroba (viabel)

(BPOM, 2013 “Sarana Penunjang Sediaan Steril” )

4. Cara Perhitungan Kapasitas Dapar

Menurut buku Ansel's Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Delivery System

Tenth Edition, hal 138 :

pH, dapar, dan kapasitas dapar sangat penting dalam menghitung formulasi

produk obat. Dimana dapat menentukan kelarutan, aktivasi, penyerapan dan stabilitas.

Dapar biasanya digunakan dalam perhitungan sediaan cair, dimana dapat

mempertahankan pH pada sediaan. Dapar yang terdiri dari asam lemah dan basa

konjugat. Pembuatan dapar dapat dilakukan dengan :

1) Campurkan asam lemah dan basa konjugat atau basa lemah dan asam konjugat.

2) Campurkan sebuh asam lemah dengan basa kuat dan basa konjugat atau sebuah

basa lemah dan asam kuat dari asam konjugat. Digunakan perhitungan

Henderson-Hasselbalch :
𝐵𝑎𝑠𝑎
pH = pKa + Log ( 𝐴𝑠𝑎𝑚 )

Contoh Soal :
1) Berapakah perbandingan molar (garam/asam) yang diperlukan untuk membuat

dapar asetat dengan pH 5? nyatakan juga hasilnya dalam Mol%

Penyelesaian :
𝐵𝑎𝑠𝑎
5,0 = 4,76 + Log ( )
𝐴𝑠𝑎𝑚

𝐵𝑎𝑠𝑎
Log ( 𝐴𝑠𝑎𝑚 ) = 5,0 - 4,76

= 0,24

( Basa) garam/asam = antilog 0,24

= 1,74

Jadi, perbandingan mol garam dan asamnya adalah 1,74/1. Mol persen adalah fraksi

mol x 100. Fraksi mol garam dalam campuran garam asam tersebut adalah 1,74

(1+1,74) = 0,635 dan Mol persennya adalah 63,5%.

Kemampuan sebuah dapar untuk melawan perubahan pH pada penambahan asam atau

basa adalah kapasitas dapar, dan dirumuskan :


𝛥𝐵
B= 𝛥𝑝𝐻

Dimana :

ΔB adalah konsentrasi molar dari penambahan asam atau basa.

ΔpH adalah perubahan pH karena penambahan dari asam atau basa.

ΔpH dapat ditentukan secara eksperimental atau dihitung dengan menggunakan

persamaan Henderson - Hasselbalch.

5. Cara penentuan/ penyesuaian tonisitas

a. Metode kelas 1

Menurut alfred martin, 1983 hal. 487, metode kelas 1 merupakan metode

dimanadengan penambahan natrium klorida atau zat lain tercapai titik beku larutan
sebesar -0,52 & larutan obat menjadi isotonis dengan cairan tubuh. Metodwe kelas

1 terdiri dari:

1) Metode krioskopik

Penurunan titik beku sejumlah larutan obat yang ditentukan berdasarkan

hasil eksperimen atau perhitungan teoritis dapat dilihat pada table ikhtisar nilai -

nilai isotonis. Untuk larutan obat yang penurunan titik bekunya tidak dapat

ditentukan secara eksperimen dapat ditentukan dengan menggunakan perhitungan

teoritis bila diketahui berat molekul obat tersebut & Liso tipe ionnya.

Contoh soal:

Berapa banyak natrium klorida yang diperlukan agar 150 mL larutan HCl 1%

isotonis dengan serum darah?

Jawab

Dik ∆Tf apomorfin HCl 1% = 0,08

∆Tf NaCl 1% = 0,58

Penyelesaian :

Agar diperoleh larutan yang isotonis, sejumlah NaCl yang ditambahkan untuk

menurunkan titik beku sebesar 0,52-0,08 = 0,440dengan menggunakan metode

perbandingan diperoleh :

1% 0,58
: =
𝑋 0,44
0,58 x = 0.44

x=0,44/0,58 = 0.76%

Jadi, NaCl 0,76% & menurunkan titik beku sebesar 0,440& membuat larutan

tersebut isotonis. Pembuatan larutan dilakukan dengan melarutkan 1 gram

apomorfin HCl & 0,76 gram NaCl dengan air secukupnya hingga volume 100

mL.
2) Metode ekuivalen natrium klorida

Menurut Alfred martin, 1983 hal. 488

Rumus penentuan tonisitas metode ekuivalen natrium klorida adalah:

L.Iso
E= 17. BM

Ket:

E : Jumlah NaCl yang mempunyai tekanan osmosa yang sama dengan 1 gram zat

berkhasiat.

Contoh soal:

Hitunglah ekuivalen NaCl & KCl diketahui L.Iso KCl=3.4, BM KCl=74.55

Jawab:

diketahui L. Iso KCl =3,4

BM KCl =74,55

Penyelesaian

L.Iso
E= 17. BM

3.4
E= 17.74.55

E = 0.78 gram

Jadi, 1 gram KCl memberikan nilai osmotic yang sama dengan 0.78 gram NaCl.

b. Metode Kelas 2

1) Metode white Vincent ( Smith, Blain dan Templer, 2016)

Perhitungan tonisitas ini melibatkan penambahan air dalam larutan obat agar

diperoleh larutan isotonis & kemudian dilakukan penambahan larutan

pengencer isotonis sampai volume yang dikehendaki. Digunakan rumus :

V = W x E x III,I

Ket:

V = volume yang harusdigunakanuntukmelarutkanzatsupayaisotonis


W = Beratzatdalamgaram

E = EkuivalenNaCldari 1 bahanobat

111,1=Volume dari 1 gram NaCl yang isotonis

Contoh soal

Akan dibuat larutan kokain HCl 1% sebanyak 30 mL yang isotonis dengan

cairan tubuh. Berapa pelarut yang ditambahkan jika diketahui E kokain HCl

0,16.

Jawab:

1. 0.3 gram x 0.16 = 0,048 gram (kesetaraan dengan NaCl)

2. Untuk isotonis diperlukan 0.9 gram/100 mL, jadi untuk 0,048 diperlukan

volume sebanyak
100
0.048x = 5.3 mL
0.9

3. Volume yang akan dibuat 30 mL, sehingga volume pelarut isotonis

(NaCl) yang ditambahkan adalah 30-5,3 = 14,7 mL

2) Metode Sprowls (A. Martin, 1983 hal 495) Merupakan pengembangan metode

white-vincent.

V = 10 x E x 111,1 digunakan untuk menyusun table nilai V bila digabungkan

dengan besar obat W sprows memakai berat obat sebesar 0,3 gram jumlah

yang biasa digunakan untuk satu ounce cairan larutan 1% volume V larutan

isotonis yang dibuat dengan mencampurkan 0,3 gram obat - obat dengan

secukupnya. Biasa digunakan untuk obat mata & berbagai larutan parenteral.

c. Rumus Catelyn

Metode ini didasarkan atas nilai NaCl 0.9% adalah isotonis dengan darah & air

mata
10
% .k.M′
V
g/100 mL = F- M.k′

keterangan:

F = factor isotonic

%w/v = presentase bahan aktif dalam larutan

K = faktor disosiasi zat aktif

M’ = berat molekul substansi yang ditambahkan

K’ = factor disosiasi substansi yang ditambahkan

M = BM zat aktif

d. Cara PTB (penurunan titik beku) Menurut buku Formulasi Sediaan Steril

Suatu larutan dinyatakan isotonis dengan serum atau cairan mata jika membeku

pada suhu -250 C. Untuk memperoleh larutan iosotonis, dapat ditambahkan NaCl

atau zat lain yang cocok yang dapat dihitung dengan rumus berikut:

0.52−b1C
B=
b2

Keterangan :

B = bobot zat tambahan (NaCl) dalam satuan gram untuk setiap 100

mL larutan

0.52 = bobot titik beku cairan tubuh (-0.520C)

b1 = PTB zat berkhasiat

C = konsentrasi dalam satuan % b/v zat khasiat

b2 = PTB zat tambahan NaCl

Tiga jenis keadaan tekanan osmosis larutan obat :

1. Keadaan isotonis apabila nilai B = 0, b, c = 0,52

2. Keadaan hipotonis apabila nilai B positif, b, c, < 0,52


3. Keadaan hipertonis apabila nilai B negative, b, c, > 0,52

e. Rumus Farmakope Belanda

Larutan NaCl 0,9% b/v sudah ditetapkan isotonis dengan cairan tubuh. Tekanan

larutan osmosis sebanding dengan jumlah bagian-bagian dalam larutan. Dalam

larutan encer, dapat dikatakan bahwa garam-garam terdisosiasi sempurna. Faktor

isotonisnya:

(Fa/Ma) x a

Keterangan:

Fa adalah factor disosiasi zat-zat yang mendekati keadaan sebenarnya, yaitu:

- Untuk zat-zat yang tidak terdisosiasi, seperti Fa = 1

- Untuk asam-asam lemah dan basa-basa lemah Fa = 1.5

- Untuk asam-asam kuat dan basa-basa kuat, Fa= 1,8

Ma : bobot molekul zat

A,b, c adalah kadar zat dalam larutan gram/liter.

Jadi, larutan isotonis yang dapat dihitung dari NaCl 0,9 % b/v tersebut adalah

= (F NaCl/M NaCl)x kadar NaCl (dalam satuan g/liter)

= (1.8/58.5)x 9 = 0.28 (berarti tiap larutan yang memiliki faktor isotonis 0,28 adalah

isotonis)

Dapat dirumuskan :

(Fa/Ma) x a + (Fb/Mb) x b + (Fc/Mc) x c ..dan seterusnya.

= 0.28
Untuk menghitung banyaknya zat penambah (h) dalam pembuatan larutan isotonis:

(Fa/Ma) x a + (Fb/Mb) x b …dst+ (Fh/Mh)x h = 0.28

(Fh/Mh)x h = 0.28 – {(Fa/Ma) x a }+ {(Fb/Mb) x b} …dst

h =(Fh/Mh)x { 0.28 – {(Fa/Ma) x a }+ {(Fb/Mb) x b} …dst

keterangan :

harga = (Mh/Fh) untuk NaCl = 32

Glukosa = 198

Etanol 96% b/v = 43

Na.Nitrit = 47

Gliserin = 81

f. Cara Grafik (FI Edisi I)

Untuk cara grafik ini, dalam Farmakope Indonesia Ed. I terdapat table yang

lansung dapat dibaca yang berisi jumlah penambahan NaCl atau kalium nitrat

dalam g/150 mL yang harus ditambahkan ke dalam larutan untuk mendapatkan

larutan yang isotonis dengan cairan tubuh atau jaringan tubuh.

1) Larutan hipotonis yang mengandung satu senyawa.

Konsentrasi dalam g/100mL senyawa yang disebutkan digambarkan pada

sumbu-x (bebas) & sumbu-y (koordinat) yang berasesuaian. Ini menyatakan

jumlah NaCl atau kalium nitrat dalam g/mL yang harus ditambahkan ke dalam

larutan untuk mendapatkan larutan yang isotonis dengan jaringan.


2) Larutan hipotonis yang mengandung lebih dari satu senyawa, jika larutan

mengandung sejumlah senyawa sedangkan banyaknya NaCl atau kalium nitrat

yang ditambahkan ke tiap senyawa itu dalam konsentrasi yang diminta dapat

dicari seperti no 1 untuk mendapatkan suatu larutan dari masing- masing

senyawa yang isotonis dengan jaringan jumlah NaCl untuk campuran R

senyawa itu (dalam g/100mL) dikurangi dengan (n-1) x 0,9 g/100 mL. Ini

menyatakan banyaknya NaCl yang dibutuhkan untuk membuat larutan

senyawa-senyawa itu isotonis dengan jaringan.

6. Pengertian Isotonis, Hipotonis, dan Hipertonis


1) Menurut Drs. H syamsuni, Apt dalambukufarmasetikaDasar&HitunganFarmasi.
Hal.132
a. Isotonisadalahsuatukeadaantonisitas (tekanan osmosis) larutanobat yang
samadengantonisitascairantubuhkita (misalnyadarahdan air mata)
b. Hipotonisberartitonisitaslarutanobatlebihkecildaripadacairantubuh
c. Hipertonisberartitonisitaslarutanobatlebihbesardaaripadacairantubuh

2) MenurutFornulasiSteril hal.50
a. Hipertonismerupakanturunantitikbekubesaryaitutekananosmosisnyalebihting
gidari serum darahsehinggamenyebabkan air
keluardariseldaraahmerahmelintas membrane semi permeable
b. Hipotonisturunnyatitikbekukecil, yaitutekananosmosisnyalebihrendahdari
serum darahsehinggamenyebabkan air akanmelintasi membrane darahmerah.

3) Menurutilmuresep 202-203
a. Hipertonisadalahtekanan osmosis larutanobatlebihbesardaripadatekanan
osmosis cairantubuh
b. Hipotonisadalahtekanan osmosis larutanobatlebihkecildaripadatekanan
osmosis cairantubuh
c. Isotonisadalahteganganobat yang sekat (menurutkamuslengkapkedokteran
Hal.263
4) MenurutScoville’s, Hal.152 & 154
a. Isotonisadalahlarutan yang mempunyaitekanan osmotic yang
samadengancairantubuh
b. Hipotonikmerupakan system dimanalarutandengankonsentrasirendah,
sedangkan
c. Hipertonikmerupakanlarutandengankonsentrasilebihtinggidantekanan
osmotic cairantubuh.

7. DefinisiNo.Batch&No.Registrasi

1) Menurut BPOM 2006 :


a. Batch atau Bets adalahsejumlahobat yang mempunyaisifatdanmutu yang
seragamyangihasilkandalamsatusikluspembuatanatassuatuperintahpembuatan
tertentu.
Nomor batch atau bets (lot) adalah penanda yang terdiri dari angka atau huruf
atau gabungan keduanya yang merupakantandapengenalsuatu bets, yang
memungkinkanpenelusurankembaliriwayatlengkappembuatan bets tersebut,
termasukseluruhtahapproduksi, pengawasandandistriusi.
b. Registrasi (izinedar) adalahdokumen legal yang diterbitkanolehBadan POM
yang menetapkan komposisi formulasi rinci dari suatu produk serta
spesifikasi farmakope atau spesifikasi lain yang diakui dan bahan – bahan
yang digunakan dalam produk akhir, termasuk rincian pengemasan dan
penandaan serta masa simpan dari produk tersebut .

2) MenurutPermenkes RI No. 922/MENKES/PER/X/


1995tentangpendaftaranobatjadiimpor.
a. NomorRegistrasiObat
Digit 1 : Nama Dagang (D) ; Nama Generik (G)
Digit 2 :
K :golonganobatkeras
T :golonganobatbebasterbatas
B :golonganobatbebas
N :golonganobatnarkotika
P :golonganobatpsikotropika
Digit 3 :
I :impor
L :obatjadiproduksiawal
X :obat jadi penggunaan khusus
E :obat jadi untuk ekspor
Digit 4-5 :
Membedakan periode pendaftaran jadi
Contoh, 72 :disetujuitahun 1972-1974

Digit 6-8 : menunjukkan nomor pabrik. Jumlah pabrik yang ada antara
100- 1000
Digit 9-11 : menunjukkan nomor urut obatjadi yang sudah disetujui oleh
masing- Masing pbarik
Digit 12-13 : menunjukkan kekuatan sediaan obat jadi misalnya,
12 : tablet hisap.
32 :salep
01 :kapsul
Digit 14 : menunjukkan kekuatan sediaan obat jadi
A :kekuatan obat yang pertama disetujui
B :kekuatan obat yang kedua disetujui
C :kekuatan obat yang ketiga disetujui
Digit 15 : Menujukkan kemasan yang berbeda untuk tiap nama kekuatan
dan bentuk sediaan obat jadi .
b. Nomor Batch
 Produk ruahan
Digit 1 : Untuk produk 1 Tahun1990 : 0 ; 1991 : 1
Digit 2,3 : Kode produk dari produk ruahan
01 :kloramphenicol salep mata
02 :sulfasetamid salepmata
Digit 4,6 : urutan produk (001,002,…dan kembali lagi 001)
2-6 digit untuk produk ruahan di depan digit 1 per tahun
pengemasan
A : 1990
B : 1991
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, HC,. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi ke 4. UI Press: Jakarta.

Aulton, M.E, dkk. 2013, Aulton's Pharmaceutics : The Design and Manufacture of

Medicine, Fourth Edition. Churchill Livingstone Elsevier.

BPOM. 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Depkes RI: Jakarta.

BPOM. 2013. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Depkes RI: Jakarta.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Depkes RI: Jakarta.

Gennaro, A.R.I. Remington's Pharmaceutical Science 18 th Edition International

Federation of Pharmaceutical. Manufacture Associations : Switzerland.

Howard. 2011. Ansel's Pharmaceutical Dosage Form and Drug Delivery System.

Ninth Edition. Lippicott Williams and Wilkins America.

Hoover. 2000. Remington's Pharmaceutical Science 20 th Edition International

Federation of Pharmaceutical Manufacture Associations. Marck

Publishing Company : Pennysluanta.

Irianto. 2006. Mikrobiologi. Yana Widya : Bandung.


Jenkins, dkk. Scoville's The art Compounding. Mc Graw Hill Brook Company

: London.

Lachman, dkk. 2008. Teori dan Praktik Farmasi Industri Edisi ke 3. UI Press :

Jakarta.

Lukas, stevanus. 2006. Formulasi Steril. Penerbit Andis : Yogyakarta.

Martin, alfred, dkk. 1990. Farmasi Fisik: Dasar-Dasar Farmasi Fisika dalam

Ilmu Farmasetika, diterjemahkan oleh yoshita Edisi III, Jilid 1. UI :

Jakarta.

Syamsuni, H.A. 2007. Ilmu Resep. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai