Anda di halaman 1dari 13

Bidang Aplikasi Shotcrete Shotcrete terutama digunakan dalam proyek konstruksi bawah tanah sebagai

perkuatan struktural awal ataupun permanen untuk bangunan struktur seperti jalan bawah tanah, terowongan
kereta api, pembangkit listrik tenaga air (PLTA), , tambang bawah tanah, kereta bawah tanah, dll tempat
penyimpananNamun shotcrete juga dapat digunakan untuk stabilisasi lereng mencegah supaya tidak longsor ,
kolam renang, saluran air, perbaikan beton, inner lining arsitektur dan struktur. Kira-kira 90% dari shotcrete
akan diterapkan ke dalam proyek-proyek konstruksi bawah tanah. Total volume shotcrete yang diaplikasikankan
di seluruh dunia adalah lebih dari 12 juta meter kubik per tahun. Definisi Shotcrete Menurut American Concrete
Institute (ACI), shotcrete dapat didefinisikan sebagai mortar atau beton yang diberikan tekanan dengan
kecepatan tinggi . Komponennya campurannya terdiri atas semen, pasir, agregat, air, dan tambahan admixtures.
Perbedaan shotcrete dengan beton normal dapat dilihat dari 3 hal : 1.ukuran agregat maksimum yang digunakan.
2.Prosesnya 3.Campuran dari shotcrete bisa kering atau basah. Mengenai terminologi kita dapat menjelaskan
Gunite sebagai mortar yang disemprotkan sementara Shotcrete sebagai beton yang disemprotkan.Gunite adalah
campuran antara semen dengan partikel/aggregat ukuran diameter yang dibatasi sampai 8mm.Sedangkan untuk
Shotcrete penggunaan maksimum diameter aggregat adalah 16 mm. Namun, dalam 10 tahun terakhir ada
kecenderungan untuk membatasi maksimal ukuran agregat sampai 10 mm. Ada 2 cara proses shotcrete : 1.
Proses kering 2. Proses basah Invested $100 in Cryptocurrencies in 2017...You would now have $524,215:
https://goo.gl/efW8Ef

Invested $100 in Cryptocurrencies in 2017...You would now have $524,215: https://goo.gl/efW8Ef

1.
1. Shotcrete adalah suatu proses dimana beton diproyeksikan atau disemprotkan di bawah
tekanan dengan menggunakan suatu alat bantu atau alat semprot ke suatu permukaan
untuk membentuk bentuk structural seperti dinding, lantai dan atap. Permukaan kayu dapat
disemprot berupa kayu, baja, polystyrene, atau permukaan lain dimana beton dapat diproyekdikan
pada permukaannya. Metoda shotcrete pertama kali diciptakan oleh seorang yang berkebangsaan
Amerika Serikat yang bernama Carl Ethan Akeley pada tahun 1907. Sistem penyemprotan
shotcrete ada 2 yaitu wet mix dan dry mix. Pada awalnya alat shotcrete adalah sistem dry mix,
seiring dengan perkembangannya muncul sistem wet mix. Timbulnya sistem ini karena merupakan
jawaban dari persoalan debu. Perbedaan antara sistem wet mix dan dry mix terletak pada input
mortar, dimana pada dry mix air dicampur pada ujung nozzle sedangkan wet mix pencampuran air
dilakukan sebelum dimasukkan ke dalam alat penyemprot.

Dewasa ini shotcrete telah digunakan secara luas, baik dry mix maupun wet mix, bahkan menjadi
pilihan tunggal bagi konstruksi-konstruksi tertentu seperti terowongan, dinding penahan tanah.
Metoda shotcrete mempunyai prospek yang baik mengingat banyaknya proyek konstruksi yang
akan dibangun dengan mengingat kondisi topografi Indonesia yang bergunung-gunung.
Untuk itulah kami ingin memaparkan studi mengenai shotcrete. Untuk mencapai tujuan, kami akan
menguraikan metoda pelaksanaan shotcrete, meliputi semua aspek yaitu spesifikasi bahan, alat,
tenaga kerja dan persyaratan teknis.

2. Fungsi

keuntungan dari shotcrete yaitu memiliki kekuatan dan daya tahan yang besar, permeability-nya
rendah, ikatannya sempurna dan dapat diaplikasikan pada bentuk apapun. keuntungan – keuntungan
ini membuat shotcrete banyak digunakan sebagai material struktural.

2. METODE KERJA

Pada pelaksanaan pekerjaan shotcrete diperlukan beberapa tahapan dan persiapan yang terdiri dari :

 PERALATAN

Peralatan kerja yang diperlukan antara lain :


o Mesin shotcrete, yang pada pelaksanaan ini dipakai mesin shotcrete Turbosol spraying machine
type TSB 215.

Gambar 1. Mesin Shotcrete Turbosol TSB 215

 Kompressor dengan working pressure 7 bar dan kapasitas minimum 250 cfm.
 Sumber Listrik PLN atau generator +/- 10 kVa 3 x 380 V/50 Hz.
 Pompa Air dengan working pressure 2 – 5 bar dan kapasitas 501/menit.

 MATERIAL

Pekerjaan shotcrete yang diaplikasikan untuk perbaikan struktur diperlukan mutu bahan yang konsisten
dan baik pencampurannya. Untuk itu biasanya menggunakan ready-pack Shotpach 20 S ex BASF atau site
mix

Adapun bahan dasar shotcrete site mix terdiri dari :

o Portland cement
o Pasir 0 – 5 mm yang bersih dan kering.
o Air
o Bahan admixture (ex-BASF) untuk memperoleh mutu beton yang diinginkan.

Pada keadaan tertentu bilamana diminta kesempurnaan kelekatan beton lama dengan beton baru,
biasanya diperlukan bonding agent.

 BIDANG KERJA
o Tebing batu dengan kondisi existing dan material batu dinding yang bervariasai dengan
kemiringan tebing 60o – 80o
o Penambahan pembesian dengan menggunakan wiremesh bilamana diperlukan khususnya pada
daerah yang dinding tebingnya bukan batu atau batu lunak atau tanah.
 PELAKSANAAN

1. Setelah semua persiapan sudah selesai dicek keamanan nya maka beton.mortar bisa diorder di
batching plant.
2. setelah beton tiba ditempat pengecoran, mortar dimasukan lagi kedalam mesin shotcrete.
3. Menembakkan mortar pada bidang yang akan dicor dengan tekanan compressor.
 PERAWAT

Perawatan hasil pekerjaan shotcrete sama halnya seperti perawatan beton pada pengecoran biasanya
dengan cara disiram atau menyemprotkan compound pada beton.

1. PIPING INSTRUMENTATION DIAGRAM

2. BATASAN
1. Batasan Operasi

 Pekerjaan Shotcrete dilakukan pada slop protection yang rawan longsor. sudut lebih dari 60o
 Pengecoran perhari membutuhkan mortar sebanyak 20 m3
 Menggunakan system wet mix, adalah campuran basah sehingga mutu beton yang ditembakkan lebih
seragam.

1. Wewenang

 Subkontraktor

Subkontraktor bertanggung jawab penuh dalam melaksanakan pekerjaan Shotcrete dan mensupplay
mortar.

 Kontraktor
Sebagai perantara antara owner dan subkontraktor. Memastikan pekerjaan itu telah diinspeksi
keamanan bekerja oleh HSE dari Kontraktor.

 Owner

Berhak mengetahui segala aktifitas pekerjaan.

1. TROUBLE SHOTING

Pekerjaan slope protection di PLTU teluk sirih 2 x 112 MW menggunakan shotcrete dikarenakan pada
bukit merah terdapat batu- batuan yang sudut kemiringannya sekitar 60o yang kemungkinan akan terjadi
longsor jika tidak dilakukan pekerjaan shotcrete.
Apakah pekerjaan shotcrete di bukit merah perlu dilakukan?, banyak

Shotcrete
Pengenalan shotcrete atau beton kecipratan

Shotcrete atau gunite telah invented oleh Bapak Carl Ethan Akeley (1864-1926) pada 1910. Untuk sebuah taman
wisata, Arsitek Amerika ini telah diamanatkan dalam mewujudkan reproduksi yang nyata dari dinosaur.
Mengingat ukuran struktur, ia mempunyai ide untuk mengembangkan "semen gun" mesin memungkinkan
penyemprotan dari cementitious mortir. Shotcrete telah dibuat!

Simbolis mungkin kebetulan, tapi tahun yang sama, Bapak Kaspar Winkler didirikan sika. Sejak saat itu sangat
sika telah memberikan kontribusi kepada pembangunan shotcrete teknologi. Shotcrete oleh teknologi, berarti kita
yang berkesinambungan dari kimia tambahan dan admixtures untuk shotcrete dan juga pengembangan
penyemprotan peralatan.

Bidang shotcrete aplikasi

Shotcrete terutama digunakan dalam proyek konstruksi bawah tanah sebagai awal atau permanen dukungan
struktural. Oleh konstruksi bawah tanah, kami berarti pembangunan struktur seperti jalan-terowongan kereta api,
hydropower pabrik, tambang, parkir, kereta bawah tanah, metro, dll tempat penyimpanan
Namun shotcrete adalah juga sebagai alat untuk mewujudkan ekonomi stabilisasi kerja (lereng), kolam renang,
waterways, perbaikan beton, inner lining arsitektur dan struktur. Kira-kira 90% dari shotcrete akan diterapkan ke
dalam proyek-proyek konstruksi bawah tanah. Total volume shotcrete tahunan diterapkan di seluruh dunia adalah
lebih dari 12 juta meter kubik

Apakah shotcrete?

As per the American Concrete Institute (ACI), shotcrete dapat didefinisikan sebagai mortir atau beton,
pneumatically diproyeksikan pada kecepatan tinggi melalui tekanan tahan menyampaikan sebuah baris ke
permukaan, di mana pada dampak yang kompak.

Semen, pasir, agregat, air, dan tambahan admixtures komponen yang masuk dalam produksi dari shotcrete
campuran.

Dibandingkan dengan beton normal, terutama shotcrete berbeda dari tiga poin:

 Yang maksimal ukuran agregat yang digunakan.

 Jalan ke tempat itu.

 Campuran dari shotcrete bisa kering atau basah.


Mengenai terminologi kita dapat menjelaskan Gunite sebagai kecipratan mortir sementara Shotcrete sebagai
kecipratan beton.
Oleh gunite kami adalah cementitious campuran partikel ukuran yang dibatasi sampai 8 mm.
Shotcrete kita untuk mempertimbangkan penggunaan aggregates dari mana ukuran maksimal adalah 16 mm.
Namun, dalam 10 tahun terakhir ada kecenderungan untuk membatasi maksimal ukuran agregat sampai 12 mm.

Shotcrete pembangunan dapat diringkas dari mulai saat ini sebagai berikut:
Kering proses -> proses kering dengan bedak penderas -> dengan proses basah Alkali cair penderas -> dengan
proses basah Alkali penderas gratis

Maksud pengujian kekuatan beton adlah untuk menentukan terpenuhinya spesifikasi kekuatan dan mengukur
variabilitas beton. Beton adalah suatu massa yang keras terdiri dan bahan-bahan yang heterogen.Variabilitas
karakteristik dan setiap bahan penyusun dalam beton dapat menyebabkan variasi kekuatan dalam beton. Variasi
kekuatan ini dapat juga disebabkan oleh pelaksanaan dalam penentuan proporsi campuran, pelaksanaan
pencampuran, pengangkutan, penuanangan dan pemeliharaan beton, selain Variasi kekuatan dapat juga
sisebabkan oleh fabrikasi, pengujian, dan perlakuan pada benda-benda uji. Variasi dalam kekuatan beton dapat
diterima, namun, beton yang berkualitas cukup dapat dihasilkan jika dilakukan kontrol yang baik, hasil uji
diinterprestasikan dengan akurat dan mempertimbangkan batasan-batasan yang ada.Kontrol yang baik dapat
dicapai dengan menggunakan bahan-bahan yang memenuhi syarat,penakaran dan pencampuran bahan yang
benar, sesuai dengan kualitas yang diinginkan, serta pelaksanaan yang baik dalam pengangkutan, penuangan,
perawatan dan pengujian.
2. Semen atau beton
Keuntungan penyangga semen atau beton :
- Mempunyai kuat tekan yang tinggi
- Tahan terhadap pengaruh cuaca
- Bahan-bahan mudah didapat

Kerugian penyangga semen atau beton :


- Mempunyai kuat tarik rendah
- Dapat hancur tiba-tiba, tanpa ada tanda
- Hancuran beton tidak dapat digunakan lagi

3. Penyangga beton (concrete)


Campuran antara semen, pasir dan air yang kadang-kadang ditambah CaCl2 (calcium clorida) yang berfungsi
mempercepat waktu pengerasan (curing time)

Beton tambak (shotcrete) ada dua tipe dasar yaitu:


1. Shotcrete campuran kering, dimana campuran semennya kering dan air ditambahkan pada saat penyemprotan
(di nozzle)

2. Shotcrete campuran basah, pada dasarnya memiliki komponen yang sama pada campuran kering,
tetapi airnya sudah dicampurkan kedalam "Mixer"
- Shotcrete Campuran kering, akselerator dapat ditambahkan pada saat pencampuran.
- Shotcrete Campuran basah, akselerator harus ditambahkan pada saat penyemprotan (nozzle)

Penyanggaan diperlukan apabila berdasarkan perhitungan massa batuan tidak mampu menyangga dirinya
sendiri agar lubang bukaan tidak runtuh.
Adapun macam penyanggaan secara umum ada dua macam yaitu;
1. Natural Support ( penyanggaan alamiah)
Adalah penyanggaan yang dibuat dari batuan atau badan bijih itu sendiri dan dibentuk menjadi semacam pilar
yang disebut ore / rock pillar. Biasanya dipilih dari batuan atau bijih dengan kadar rendah.
Berdasarkan bentuk dan posisinya, pillar dapat dibagi menjadi:

a. random pillar, yaitu pillar yang bentuk dan letak satu sama lainnya tak beraturan.
b. regular pillar, yaitu pillar yang bentuk dan leatak satu sama lain saling teratur.
c. barrier pillar, yaitu pillar besar yang bentuknya tidak teratur melintang dan pada jalan masuk utama.
2. Artifiacial Support
Adalah penyanggaan batuan dimana material yang digunakan dapat berupa kayu, semen, atau beton, logam baja,
dan material pengisi.
"sistem penyanggaan pada tambang bawah tanah secara garis besar dibagi menjadi yaitu Penyangga *ktif dan Penyangga
pasif. Penyanggaa k t i f yaitu penyangga yang bersifat memperkuat batuan secara
l a n g s u n g sedangkan Penyangga pasif adalah penyangga yang dipasang pada bagian yangmerupakan
massa batuan itu sendiri sehingga membuat massa batuan tersebutdapat menahan dirinya sendiri.

"saat ini penyangga beton sangat banyak digunakan pada tambang bawah tanah. "hotcrete ( beton
tembak ) merupakan contoh penyangga batuan primer ( primary ground supporting ) y a n g dominan
digunakan pada tambang bawah tanah. "hotcrete merupakan penyangga pasif,
I. LATAR BELAKANG

PT Arutmin Indonesia sebagai perusahaan tambang skala besar dengan produktifitas sebesar 15,7 jt ton pada
tahun 2007 dan pelabuhan batubara skala internasional memiliki 4 lokasi tambang dan 1 pelabuhan utama
(NPLCT ). Semua lokasi penambangan PT Arutmin Indonesia terletak di provinsi Kalimantan Selatan, mulai
dari Asam-asam sampai ke Senakin.

Gambar 1. Lokasi PT Arutmin Indonesia

PT Arutmin Indonesia memiliki visi jangka panjang dalam upaya konservasi cadangan dengan telah memulai
mengkaji potensi tambang bawah permukaan mulai tahun 1993. Proyek Tambang Bawah Permukaan Percobaan
sejak tahun 2002 merupakan program perusahaan untuk mempelajari kelayakan teknis sebagai upaya di dalam
memaksimalkan cadangan di daerah tambang terbuka yang berpotensi untuk dilakukan penambangan dengan
sistem tambang bawah permukaan.

Gambar 2. Layout Portal


Pada akhir tahun 2007 proyek percobaan ini telah selesai dan berdasarkan pengalaman yang diperoleh, saat ini
sedang disusun studi kelayakan tambang bawah permukaan di Senakin untuk menjadi tambang bawah
permukaan yang layak secara teknis dan ekonomis.

Gambar 3. Kondisi Terowongan


Tambang bawah permukaan percobaan di Sajuna menggunakan sistem penyanggaan dengan menggunakan baut
batuan atau baut kabel berkuat tarik besar sebagai penyangga primer. Penyangga sekunder berupa penambahan
baut batuan dan atau Hiten , penyangga kayu dan penyangga besi baja akan dipasang sesuai dengan kondisi
terowongan. Berawal dari adanya kecelakaan runtuhan atap pada tahun 2005, manajemen tambang bawah tanah
permukaan Sajuna telah melakukan koreksi dan perbaikan menyeluruh terhadap sistem penyanggaan dan
pemantauannya.

Investigasi keruntuhan atap telah mengungkap faktor-faktor penyebab kegagalan penyanggaan atap sebagai
berikut:
1. Lebihnya beban mudstone antara lapisan batubara SL1 dan SM2 .
2. Adanya pengaruh tingginya tekanan air di lapisan batubara SM2.
3. Pengaruh sifat kelemahan strukturalnya sendiri.
4. Pengurangan ketebalan lapisan atap batubara menjadi 0,3m mengurangi retakan lapisan atap dan elastisitas
penopang untuk menahan beban.
5. Keefektifan roof bolt berkurang karena sebagian roof bolt dijangkarkan pada mudstone.
6. Lebar terowongan yang diluar dari standar yang ditentukan

Sebagai hasil dari investigasi tersebut diusulkan beberapa rekomendasi yaitu:


1. Desain penyanggaan atap harus meliputi pembatasan dan pengurangan tekanan air terhadap beban mudstone.
2. Sistem penyanggaan harus dirumuskan berdasarkan kondisi terowongan dan perubahannya.
3. Menambah ketinggian jalan utama agar dapat menjangkarkan baut ke lapisan batubara SM2 akan menambah
stabilitas atap.
4. Pengurangan jumlah baut kabel dapat dilakukan pada persimpangan dengan sistem penyangga utama yang
lebih efektif.
5. Setidaknya 0,4m atap batubara diperlukan untuk memberikan confinement pada stone interburden.
6. Modul mesh sebaiknya digunakan untuk memberikan confinement dan mencegah ketidakteraturan atap
batubara dimana struktur tersebut dipasang.
7. TARP sistem penyanggaan dan AMZ untuk menambah pengenalan dan kontrol bahaya yang perlu
dikembangkan dan dilaksanakan di Rencana Manajemen Strata Satui.
8. Training resmi bagi pekerja dilaksanakan pada sistem ini (TARP) termasuk penilaian berkala.

II. TARP
TARP merupakan suatu prosedur yang mengatur aturan, tanggung jawab dan tindakan yang harus dilakukan
oleh setiap karyawan tambang bawah tanah percobaan Satui. Prosedur ini sangat diperlukan untuk menjamin
terpeliharanya kestabilan atap dan terowongan di tambang bawah permukaan secara berkesinambungan.
TARP disusun berdasarkan pengalaman di lapangan dan perhitungan keteknikan yang harus memenuhi
beberapa parameter seperti di bawah ini:
1. Menjelaskan parameter-parameter kondisi dilapangan untuk dirumuskan dalam beberapa kategori
terowongan.
2. Sistem penyanggaan diterapkan sesuai kondisi terowongan dan perubahan kondisinya
3. Pola dan desain penyanggaan harus dapat mencakup beberapa kondisi terowongan semaksimal mungkin
4. Setiap personel terkait harus mengerti dan dapat melaksanakan tanggung jawabnya seperti yang diatur dalam
TARP
5. Deteksi dini dan reaksi seketika harus dapat terlaksana
6. Sistem monitoring dan evaluasi hasil monitoring dapat segera disimpulkan dan di terapkan dilapangan
7. Evaluasi terhadap TARP yang sudah ada harus berlangsung secara berkelanjutan sesuai pengalaman terhadap
kondisi-kondisi baru dan kelemahan-kelemahan yang terjadi pada sistem
Dalam penyusunannya prosedur tanggap darurat (TARP) ini perlu melibatkan karyawan operasional, insinyur
geo-teknik, insinyur tambang, ahli geo-teknik dan lain-lain. Faktor-faktor aktual yang ada sebelum prosedur ini
di buat harus dipertimbangkan dan menjadi bahan masukan yang berharga dalam penyusunan TARP seperti data
tell tale, data extensometer, lebar terowongan, data pull out test, dan lain-lain. Dengan demikian, maka prosedur
yang disusun nantinya harus mudah dimengerti oleh karyawan yang terlibat langsung dalam kegiatan
penerowongan sehingga pemasangan sistem penyanggaan dapat dilakukan dengan tepat dan efektif.
Insinyur tambang dan atau geo-teknik perlu memastikan bahwa sistem penyanggaan yang telah dipasang sudah
sesuai dengan kriteria dan aturan yang ada. Prosedur tanggap darurat ini juga bersifat dinamis, yang artinya
bahwa segala bentuk pengaruh dan faktor kestabilan terowongan yang baru ditemukan, harus dapat dimasukan
ke dalam TARP.
TARP yang telah disusun dan disahkan harus segera disosialisasikan kepada karyawan yang terlibat langsung
dalam proses penerowongan dan perawatan terowongan. Pengujian secara berkesinambungan terhadap
pengetahuan para karyawan tersebut perlu dilakukan untuk menjamin telah dipahaminya aturan tersebut. TARP
akan lebih baik ditempatkan pada tempat-tempat tertentu di terowongan dan dibagikan ke karyawan yang
terlibat langsung untuk mempermudah dan menjamin penerapannya dengan benar. Inspeksi rutin perlu
dilakukan untuk memastikan TARP telah diterapkan dengan benar dilapangan dan disusun laporan kondisi
terowongan sesuai TARP.

Gambar 4. Diagram Alur Sistem Penyanggaan

III. PARAMETER DAN KATEGORI TEROWONGAN


Hasil dari perumusan TARP yang dilakukan oleh tim perumus yang terdiri dari bagian keteknikan, karyawan
operasional dan konsultan mendefinisikan beberapa parameter untuk melakukan pengkategorian jenis
terowongan.
Parameter-parameter tersebut diantaranya adalah :
1. Pengamatan secara visual dilapangan terhadap beberapa kriteria seperti kondisi water seepage, ketebalan dan
bentuk perlapisan batuan, serta kekerasan batuan atap.
2. Lebar atap terowongan
3. Jarak dari centre line persimpangan ke sudut belokan
4. Hasil monitoring berupa tell tale dan extensometer
5. Hasil pengujian kuat tarik baut batuan ( pull out test)
Berdasarkan parameter diatas, kondisi terowongan di kategorikan menjadi beberapa jenis yaitu:
1. Kondisi Hijau, merupakan kondisi paling baik dari terowongan
2. Kondisi Orange, kondisi terowongan yang kurang baik
3. Kondisi Merah, kondisi terowongan yang buruk
4. Kondisi Khusus, kondisi yang abnormal.
Parameter dan kategori jenis terowongan dapat dilihat pada lampiran 2.

IV. JENIS-JENIS PENYANGGA YANG DIGUNAKAN


Tambang bawah permukaan di Sajuna menggunakan sistem penyanggaan dengan menggunakan baut batuan
atau baut kabel berkuat tarik besar sebagai penyangga primer. Prinsip penyanggaan setelah diterapkannya TARP
di tambang adalah mendapatkan efek penggantungan dari baut batuan ataupun baut kabel yang dijangkarkan
pada lapisan yang kompak (lapisan batubara SM2) minimal 45 cm untuk baut batuan dengan panjang 2,7m.
Semakin jauh jarak SM2 dari atap terowongan, semakin panjang penjangkaran yang harus dilakukan di SM2
sesuai dengan beban immediate roof yang akan bertambah. Dengan kefleksibelan panjang dan kelenturannya,
baut kabel akan digunakan sebagai penyangga primer apabila baut batuan yang ada tidak dapat menjangkau
lapisan SM2. Baut batuan yang kaku tidak dapat dipasang apabila panjangya melebihi ketinggian terowongan.
Penyangga sekunder berupa penambahan baut batuan dan atau baut kabel berkuat tarik besar, penyangga kayu
dan penyangga besi baja akan dipasang sesuai dengan kondisi terowongan. Dibawah ini
adalah spesifikasi dari jenis penyangga yang digunakan di tambang bawah tanah Satui.

1. Baut Batuan Type Ulir dengan Pengikat Resin


Baut Batuan Type Ulir (Thread Bar) dapat digunakan sebagai penyangga primer ataupun sekunder. Baut ini juga
dapat dipasang di atap ataupun di dinding. Sistem pengikatan baut adalah dengan menggunakan resin. Resin
yang berbentuk kapsul akan dipasang pada setiap baut yang dipasang.
Ada beberapa jenis resin yang digunakan disesuaikan dengan kondisi air pada lubang bornya. Resin-resin
tersebut dibedakan dengan warna untuk membedakan tipe resinnya baik itu tipe paling cepat kering, cepat
kering, sedang, lambat,sangat lembat.Untuk kondisi yang basah Untuk memperoleh efek penggantungan yang
optimal, maka panjang baut bervariasi sesuai ketebalan atap agar baut dapat dijangkarkan dengan
pembungkusan resin minimal 45 cm di lapisan batubara SM2. Umumnya digunakan baut dengan panjang 2,4
dan 2,7m. Baut kabel berkuat tarik tinggi dipasang sebagai penyangga primer apabila lapisan batubara SM2
jaraknya lebih dari 2,1 m dari atap terowongan. Pada situasi ini baut batuan dengan panjang 2,1 m akan
dipasang sebagai penyangga sementara sebelum baut kabel tersebut dipasang.
Berikut adalah spesifikasi dari baut batuan yang digunakan.
Tabel 1. Spesifikasi Baut Batuan
Standar Kekuatan Baut Minimum Typical
Yeild Strength 375MPa 140kN 400MPa 150kN
Ultimate Tensile Strength 570MPa 210kN 680MPa 250kN
Calculated Shear Strength 140kN 170kN
Standar Elongation 17% 22%
Uniform Elongation 10%
2. Baut Kabel Berkuat Tarik Besar (Hiten Cable Bolt)
Baut kabel berkuat tarik besar dipasang sebagai penyangga primer apabila lapisan batubara SM2 jaraknya lebih
dari 2,1 m dari atap terowongan. Pada situasi ini baut batuan dengan panjang 2,1 m akan dipasang sebagai
penyangga sementara sebelum baut kabel tersebut dipasang. Dengan sifat kelenturan dan keflesibelannya dalam
panjang yang digunakan, baut kabel ini dapat dipasang untuk menjangkau lapisan SM2 tanpa harus
mempertinggi dimensi terowongan. Baut kabel ini terdiri dari 21 buah wire strand dengan diameter 12mm untuk
masing-masing wire.
Dibawah ini adalah spesifikasi baut kabel yang digunakan di tambang bawah tanah percobaan satui yang
panjangnya disesuaikan dengan kondisi perlapisan.
Tabel 2. Spesifikasi Hiten Cable Bolt
Standar Kekuatan Baut Minimum Typical
Yeild Strength 480kN 500kN
Ultimate Tensile Strength 590kN 610kN
Uniform Elongation 3-4%
Mass Per Metre 2.87kg
Cable (Strand) Diameter 23.5mm

3. Wire Mesh dan Double W Strap


Untuk meningkatkan kekompakan di daerah sekitar atap dan mencegah terjatuhnya bongkahan batuan
berukuran kecil, maka akan di pasang mesh pada atap dan dinding. Double W Strap merupakan plat besi tipis
dan panjang yang digunakan agar baut batuan atau baut kabel dapat dipasang pada satu garis. Plat ini juga dapat
meningkatkan kekompakan batuan di daerah atap.
4. Penyangga Kayu
Penyangga kayu Kelas I dan II akan dipasang dalam bentuk single prop sampai ke penyangga cribbing pada
lokasi-lokasi yang diperlukan. Sehubungan dengan keterbatasan persediaanya, maka penyangga kayu digunakan
sebagai penyangga sekunder di daerah-daerah tertentu yang jarang di lalui peralatan.
5. Penyangga Baja
Pada tempat-tempat yang memiliki kestablian atapnya cukup rendah dan sulit untuk di atasi dengan baut batuan
ataupun baut kabel, akan dipasang penyangga baja. Penyangga baja akan dipasang juga pada kondisi khusus
dimana ditemui patahan dengan throw yang lebih dari 1 meter.
V. DESAIN SISTEM PENYANGGAAN UTAMA
Rencana manajemen strata dan TARP juga diperlukan termasuk pengawasan secara menyeluruh dan sistem
assesment bahaya. Berikut ini adalah kalkulasi desain untuk sistem suspensi:
Berat strata yang akan ditahan per roof bolt:
WB = B.hlr.DR.25
nB
= 5,5 x 2.0 x 1,0 x 25 = 55kN
5
WB = berat immediate roof
B = lebar jalan
DR = Jarak antar baris baut batuan
Hlr = ketebalan lempengan atap
nB = jumlah roof bolt
Fmax = Kekuatan utama roof bolt

Faktor Keamanan Roof Bolt = Fmax = 250 = 4,5


Wb 55
Kekuatan Penjangkaran pada Lapisan batubara SM2

SB = Kekuatan pull out


Panjangnya penjangkaran
Dari pull out test yang dilakukan pada lapisan batubara SM2, kekuatan kuat tarik (pull out) rata 10,6 ton atau
104 kN dengan rata-rata panjang pengkapsulan 347,5mm.

SB = 104 kN = 0.3kN/mm
347,5mm

Jika ada baut yang dijangkarkan 0,45m ke lapisan batubara SM2 maka kekuatan penjangkaran adalah :
FA = LA x SB = 450 x 0,3 = 135 kN
Faktor keamanan dibandingkan dengan daya selip jangkar

FOSA = FA = 135 =2,45


WB 55

Pola penyanggaan harus sesuai dengan kategori terowongan sebagaimana halnya di atur dalam TARP. Salah
satu contoh pola penyanggaan pada terowongan jalan yang diatur dalam TARP dapat dilihat pada lampiran 1.

IV. PERANGKAT MONITORING KESTABILAN ATAP


1. Tell Tale
Tell tale merupakan alat bantu untuk mengetahui penurunan lapisan atap secara manual. Alat ini mengandalkan
pembacaan secara visual dengan ketelitian sebesar 1mm. Jenis tell tale yang digunakan di Satui adalah model
Rock IT yang memiliki 4 jangkar. Keempat jangkar dipasang pada masing-masing lapisan di atap terowongan
untuk mengetahui lapisan mana yang mengalami penurunan/ deformasi. Dengan mengetahui letak lapisan yang
mengalami penurunan maka pemasangan penyangga sekunder baik berupa hiten, baut atau bahkan steel set akan
disesuaikan sebagaimana diatur dalam TARP
2. Extensometer
Prinsip dasar extensometer sama dengan tell tale. Alat ini biasanya memiliki 20 buah jangkar untuk lubang
sedalam 8 sampai 10m sehingga lokasi penurunan dapat lebih pasti. Pada jangkarnya terdapat magnet yang
berfungsi agar posisi jangkar tersebut dapat terbaca oleh read out. Tingkat ketelitian alat ini adalah 1/1000mm
3. Daya ikat baut dan pengkapsulan
Daya ikat rata-rata baut batuan untuk batubara dan mudstone telah ditentukan dengan melakukan uji penarikan
anchor pada mudstone dan lapisan batubara SM2. Ringkasan dari hasil seperti ditunjukkan pada gambar 1
mengindikasikan besarnya variasi daya ikat antara batubara dan mudstone dan lubang yang basah dan kering
dengan mudstone interburden di dekat daerah runtuhan telah mengurangi kapabilitas daya ikat.
Kekuatan pull out pada lapisan batubara adalah 178% lebih tinggi, yaitu 3,1 ton/100mm atau 3 kN/mm.
Beberapa pull test tidak berhasil, daya ikat rata-rata akan lebih tinggi dari 3 kN/mm. Untuk menghancurkan rock
bolt berkekuatan 25 ton yang dijangkarkan pada batubara 700-800mm pengkapsulan mungkin diperlukan.
Gambar 5. Bond Strength Rata-Rata Pada Beberapa Lapisan
Dengan perbaikan sistem penyangaan ini, terdapat perubahan yang significant dari hasil pull out test. Perbedaan
hasil pengujian tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3. Perbedaan Hasil Uji Pull Out Test Sebelum dan Setelah Perbaikan Sistem Penyanggaan

V. LAPORAN ZONA PENAMBANGAN AKTIF (AMZ)


Sebagaimana hal nya TARP, Laporan Zona Penambangan Aktif (AMZ) perlu diterapkan untuk menjamin
TARP telah dilaksanakan dengan benar oleh setiap gilir kerja. AMZ ini merupakan suatu format pelaporan yang
mengakomodir semua ketidak selarasan dan ke abnormalan kondisi terowongan untuk dilaporkan dan di
informasikan kepada gilir berikutnya. Selain itu, pelaporan ini mencakup pelaporan hasil pemantauan
monitoring atap dan informasi lain yang sangat penting dan menunjang keselamatan karyawan dalam bekerja.

VI. SOSIALISASI DAN MONITORING PENERAPAN TARP


Beberapa kegiatan rutin dilakukan oleh bagian engineering untuk memastikan bahwa TARP sudah dimengerti
dan dapat dilaksanakan dengan baik khususnya oleh miner yang bekerja di face. Kegiatan-kegiatan tersebut
diantaranya:
1. Mensosialisasikan dengan menjelaskan secara terperinci isi dari TARP termasuk pelatihan menyimpulkan
kategori atap di lapangan dan pengujian terhadap karyawan.
2. Mensosialisasikan ulang setiap beberapa selang waktu.
3. Menempelkan dokumen TARP pada tempat-tempat penting di terowongan.
4. Melakukan evaluasi hasil monitoring penerapan TARP (pull out test, tell tale, extensometer dan pemantuan
langsung dilapangan) setiap minggu dan mensosialisasikannya kepada karyawan secara langsung dalam suatu
pertemuan.
5. Menjelaskan prediksi kategori atap yang akan dihadapi dalam satu minggu ke depan dengan menggunakan
Hazard Map.
6. Selain prediksi kategori atap, hazard map juga menjelaskan kondisi kategori terowongan paling akhir.
7. Mengakomodir usulan-usulan dan mengkajinya kembali untuk perbaikan TARP yang sudah ada.

VII. KESIMPULAN
Dalam upaya menjaga kestabilan atap (strata control) adalah sangat penting dokumen sejenis TARP harus
dibuat dan diterapkan sesuai kondisi geologi dan struktur di masing-masing lokasi tambang bawah permukaan.
Sarana-sarana penunjang untuk penerapan TARP agar tersedia dengan baik. Evaluasi terhadap TARP yang
sudah ada harus berlangsung secara berkelanjutan sesuai pengalaman terhadap kondisi-kondisi baru dan
kelemahan-kelemahan yang terjadi pada sistem

DAFTAR PUSTAKA
1. ITB & Tekmira. Resistivity Measurement for Dewatering Project PT Arutmin, February 2006.
2. ITB & Tekmira 2006. Analisis Kestabilan Alternatif Dimensi Terowongan, Proyek Tambang Bawah Tanah
Satui, PT Arutmin Indonesia, 2006
3. McCowan, Brian. The McCowan Consulting Report, Satui Underground Mine, Roof Fall Investigation and
Roof Reinforcement Review – Report No. MC06012, Australia, 2006
4. PT Arutmin Indonesia. Trigger Action Response Plan Revision, PT Arutmin Satui Underground Mine, 2007

Anda mungkin juga menyukai