TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Definisi
Kata sirosis berasal dari kata kirrhos yang merupakan bahasa Yunani, yang
berarti oranye atau kuning kecoklatan, dan osis, berarti kondisi. Istilah sirosis
diperkenalkan pertama kali oleh Laennec pada tahun 1826.20,21 Definisi sirosis
berdasarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah suatu proses difus yang
ditandai dengan fibrosis dan perubahan arsitektur hati normal menjadi struktur nodul
Sirosis hati adalah penyakit hati yang menahun yang difus yang ditandai
dengan adanya pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi
arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak
teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut.23 Banyak bentuk
kerusakan hati yang ditandai fibrosis. Batasan fibrosis sendiri adalah penumpukan
hati. Respon fibrosis terhadap kerusakan hati bersifat reversibel. Namun pada sebagian
Penyakit hati menahun dan sirosis dapat menimbulkan sekitar 35.000 kematian
per tahun di Amerika Serikat. Sirosis merupakan penyebab kematian utama yang
kesembilan di AS, dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh kematian di AS.
Banyak pasien yang meninggal pada dekade keempat atau kelima kehidupan mereka
akibat penyakit ini.20,21 Setiap tahun, 2000 kematian tambahan dikaitkan dengan
kegagalan hati fulminan (KHF). KHF disebabkan hepatitis virus (misalnya, hepatitis A
yellow death cap mushroom), hepatitis autoimun, penyakit Wilson, atau berbagai
etiologi lainnya. Penyebab kriptogenik bertanggung jawab atas sepertiga dari kasus
fulminan. Pasien dengan sindrom KHF memiliki tingkat kematian 50-80% kecuali
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), pada tahun 2000 sekitar 170 juta
umat manusia menderita sirosis hepatis. Angka ini meliputi sekitar 3% dari seluruh
populasi manusia di dunia dan setiap tahunnya kejadian baru sirosis hepatis bertambah
3 - 4 juta orang.22 Angka prevalensi penyakit sirosis hepatis di Indonesia, secara pasti
belum diketahui, namun dari beberapa laporan rumah sakit umum pemerintah di
Indonesia berdasar diagnosis klinis saja didapati prevalensi sirosis hati yang dirawat di
bangsal penyakit dalam umumnya berkisar antara 3,6 – 8,4% di Jawa dan Sumatera,
sedangkan di Sulawesi dan Kalimantan di bawah 1%. Secara keseluruhan rata – rata
prevalensi sirosis adalah 3,5% seluruh pasien yang dirawat di bangsal penyakit dalam,
atau rata – rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat. Kasus ini lebih
banyak ditemukan pada kaum laki-laki dibandingkan kaum wanita dengan
perbandingan 2,1 : 1 dan usia rata – rata 44 tahun (rentang usia 13 – 88 tahun) dengan
bahkan muncul di masa kecil (misalnya air minum dari pipa tembaga). Sirosis
merupakan penyakit yang diperoleh atau berbasis genetika. Penentuan etiologi pada
tindakan diagnosis dini harus selalu menjadi prioritas, karena dapat membantu
histologi, dan epidemiologi penyebab sirosis sebagian besar dapat ditentukan. Pada
masa lalu penyakit hati alkohol merupakan penyebab sirosis yang paling menonjol di
Amerika Serikat. Akhir – akhir ini hepatitis C mulai meningkat jumlahnya sebagai
penyebab utama hepatitis kronik maupun sirosis secara nasional. Di Indonesia, banyak
lebih menonjol dibanding penyakit hati alkoholik.25 Banyak kasus sirosis kriptogenik
liver disease) NAFLD. Bila kasus – kasus sirosis kriptogenik diteliti, ternyata banyak
pasien menunjukkan satu atau lebih faktor resiko klasik NAFLD seperti : obesitas,
penderita, sementara fibrosis hatinya justru berkembang dengan progresif. Ini yang
dalam hepatosit mengalami komplikasi berupa peradangan atau inflamasi hati dan
sirosis. NAFLD dan NASH telah diperkirakan akan menjadi salah satu masalah
hati alkoholik (21%), hepatitis C plus penyakit hati alkoholik (15%), kriptogenik
(18%), hepatitis B yang bersamaan hepatitis D (15%), dan penyebab lain (5%).21,27
Penyebab lain penyakit hati menahun dan sirosis : hepatitis autoimun, sirosis bilier
penyakit glycogen storage type IV, hepatitis imbas obat (contoh : metotreksat, α-
produksi matriks ekstraseluler dan proses degradasinya. Sel – sel stelata yang berada
ekstraseluler. Beberapa faktor dapat dilepas atau diproduksi oleh sel – sel hepatosit,
sel – sel Kupfer, dan endotel sinusoid pada saat terjadi kerusakan hati. Sebagai contoh
: peningkatan kadar TGF β-1 dijumpai pada pasien dengan hepatitis C kronik dan
sirosis. TGF β-1 selanjutnya akan merangsang sel – sel stelata yang aktif untuk
memproduksi kolagen tipe I.20,21 Peningkatan deposisi kolagen dalam ruang Disse (
ruang antara hepatosit dan sinusoid) dan pengurangan ukuran fenestra endotel akan
menimbulkan kapilarisasi sinusoid. Sel – sel stelata yang aktif juga mempunyai sifat
konstriksi. Kapilarisasi dan konstriksi sinusoid oleh sel – sel stelata dapat memicu
Toxins
Alcohol History, AST/ALT ratio, liver biopsy
Cholestasis
Primary biliary cirrhosis AMA, IgM, liver biopsy
Secondary biliary cirrhosis MRCP, ERCP, liver biopsy
Primary sclerosing cholangitis MRCP, ERCP, liver biopsy
AutoImmune
Autoimmune hepatitis ANA, IgG level smooth muscle antibodies,
liver-kidney microsomal antibodies, liver biopsy
Vascular
Cardiac cirrhosis Echocardiogram, liver biopsy
Budd-chiari syndrome CT, USG, MRI/MRA
Sinusoidal obstruction History of offending drug use, liver biopsy
syndrome
Metabolic
Hemochromatosis Iron studies, HFE gene mutation, liver biopsy
Wilson disease Serum and urinary copper, ceruloplasmin, slit
lamp eye examination, liver biopsy
Alpha-1 antitrypsin Alpha-1 antitrypsin level, protease inhibitor
deficiency type, liver biopsy
NASH Liver biopsi
Cryptogenic Exclude NASH, drugs
Keluhan subjektif dari pasien sirosis bersifat non karakteristik dan ambigu.
oleh gangguan irama melatonin), keluhan gangguan saluran cerna (50-60%), dan
Beberapa keluhan dan gejala yang sering timbul pada sirosis antara lain adalah:
kulit berwarna kuning, rasa mudah lelah, nafsu makan menurun, gatal, mual,
penurunan berat badan, nyeri perut dan mudah berdarah (akibat penurunan produksi
jarang terjadi, umumnya terdapat pada tahap lanjut dari sirosis. Gejala dari neuropati
perifer juga terjadi. Kadang terjadi meteorismus dan pada beberapa kasus timbul
hiperdinamik juga dapat terjadi. Spider naevi menunjukkan gangguan yang signifikan
pada sirkulasi sistemik dan pulmoner. Murmur dapat terdengar pada area umbilical
Pasien sirosis juga dapat mengalami keluhan dan gejala akibat komplikasi dari
sirosis hati tersebut. Pada beberapa pasien, komplikasi ini dapat menjadi gejala
pertama yang membawa pasien pergi ke dokter. Pasien sirosis dapat tetap dalam
ikterus, perdarahan varises, asites, atau ensefalopati. Ikterus terjadi karena kegagalan
fungsi hati, dan pengobatan terhadap komplikasi ini biasanya mengecewakan, kecuali
menjadi empat stadium klinis berdasarkan ada tidaknya varises, asites dan perdarahan
varises : stadium 1 (tidak ada varises, tidak ada asites), stadium 2 (ada varises tanpa
asites), stadium 3 (asites dengan atau tanpa varises), dan stadium 4 (perdarahan
dengan atau tanpa asites). Stadium 1 dan 2 dimasukkan dalam kelompok sirosis
2.1.5. Diagnosis
Satu-satunya tes diagnosis sirosis hati yang paling akurat adalah biopsi hati.
Namun biopsi hati dapat menimbulkan komplikasi serius meskipun sangat jarang.
sirosis serta ada tidaknya komplikasi. Pemeriksaan lain juga dapat dibuat untuk
antibody) yang juga dapat ditemukan pada darah pasien hepatitis autoimun atau sirosis
Skor
1 2 3
Parameter
Asites tidak ada ringan sedang/berat
Ensefalopati tidak ada ringan/sedang sedang/berat
Bilirubin (mg/dl) < 2,0 2-3 > 3,0
Albumin (mg/L) > 3,5 2,8-3,5 < 2,8
Waktu Prothrombin 1-3 4-6 > 6,0
2.2.1. Definisi
Penderita sirosis hati yang memiliki varises esofagus yang besar akibat
kolateral portosistemik yang terbentuk setelah adanya dilatasi saluran pembuluh darah
vena mulai dari distal esofagus akibat hipertensi portal. Varises esofagus sering terjadi
2.2.2. Patofisiologi
vaskular intrahepatik dan kemudian diperberat oleh perubahan pada sirkulasi sistemik
dan splanik yang meningkatkan aliran portal. Peningkatan resistensi vaskular
intrahepatik tidak hanya disebabkan oleh faktor mekanikal (seperti : jaringan fibrosis
dan nodul - nodul regeneratif yang mendistorsi arsitektur pembuluh darah hepar),
tetapi juga oleh komponen dinamis reversibel yang dimediasi oleh peningkatan tonus
vaskular disebabkan oleh kontraksi aktif miofibrolast di sekitar sinusoid hepatik dan
dalam septa fibrous. Komponen dinamik ini (menyumbang sekitar 30% pada
stelata memiliki sifat kontraktil yang dapat dimodulasi oleh substansi vasoaktif antara
lain NO dan endothelin yang dapat meningkatkan resitensi intrahepatik dan aliran
Hepatic Venous Pressure) atau pengukuran tekanan sinusoid hepar dan dikurangi
dengan FHVP (Free Hepatic Venous Pressure) / tekanan bebas vena hepatika atau
tekanan vena cava inferior intraabdominal sehingga akan didapat HVPG (Hepatic
Venous Pressure Gradient). Nilai normal HVPG adalah 3 – 5 mmHg.13 Nilai HVPG ≥
10 mmHg sudah menggambarkan hipertensi portal yang signifikan secara klinis dan≥
12 mmHg untuk terjadinya perdarahan varises akut, dan perubahan nilai HVPG yang
sangat berguna untuk monitor respon terhadap terapi farmakologi dan progresi
penyakit hati. Pada pasien sirosis didapati peningkatan resistensi intrahepatik dan
peningkatan aliran darah splanchnik. Faktor awal yang berperan yaitu peningkatan
2.2.3. Epidemiologi
langsung dari hipertensi portal. Pasien dengan sirosis dan varises gastroeseofageal
memiliki nilai HVPG setidaknya 10–12 mmHg. Varises gastroesofageal tampak pada
sekitar 50% pasien sirosis.13 Pada saat sirosis pertama kali didiagnosis, varises tampak
pada 30–40% pasien stadium kompensata dan pada 60% pasien stadium
Setelah terbentuknya varises, ukuran varises akan bertambah dari kecil sampai
besar sebelum akhirnya ruptur dan berdarah. Progresi dari varises ukuran kecil hingga
menjadi besar masih kontroversial, namun menunjukkan angka laju progresi varises
yang berkisar antara 5–30% per tahun.44,45,46,47 Perdarahan varises pertama memiliki
angka insidensi sekitar 4% per tahun, dan resiko ini meningkat menjadi 15% per tahun
pada pasien dengan varises ukuran medium sampai besar. Insidensi perdarahan ulang
Pada pasien sirosis yang belum mengalami varises berarti tekanan portalnya
belum cukup tinggi untuk menyebabkan varises. Seiring bertambahnya tekanan portal,
pasien akan memiliki progresi mengalami varises yang kecil. Bertambahnya waktu
dan sejalan dengan peningkatan sirkulasi hiperdinamik, aliran darah yang melalui
maksimal pada dinding varises.10 Diameter pembuluh darah merupakan salah satu
penentu tekanan variseal. Pada tekanan yang sama, pembuluh darah dengan diameter
besar akan ruptur sedangkan pembuluh darah dengan diameter kecil tidak akan ruptur.
Selain diameter pembuluh darah, salah satu penentu tekanan pada dinding varises
adalah tekanan di dalam varix yang berkaitan langsung dengan HVPG. Oleh karena
itu, penurunan HVPG seharusnya memicu penurunan tekanan pada dinding varises
sehingga mengurangi resiko ruptur. Perdarahan varises tidak akan terjadi ketika
HVPG diturunkan menjadi < 12 mmHg, dan resiko perdarahan ulang juga menurun
secara signifikan dengan penurunan HVPG lebih dari 20% nilai awal.13 Faktor lain
yang juga sangat konsisten dengan progresi varises adalah klasifikasi keparahan
penyakit hati berdasarkan skor Child – Pugh, dan tampilan red wale marks
2.2.5. Diagnosis
dalam mendiagnosis varises.13 Konsensus saat ini menyatakan bahwa setiap pasien
sirosis seharusnya menjalani skrining varises dengan endoskopi pada saat diagnosis.
Tujuan dari skrining varises esofagus adalah untuk mendeteksi pasien yang
tahun kemudian setelah endoskopi pertama pada pasien tanpa varises. Berdasarkan
angka laju progresi besar varises yang berkisar 10 – 15 % per tahun, endoskopi
sebaiknya diulang setiap 2 tahun pada pasien dengan varises yang kecil. Pada pasien
dengan sirosis yang dekompensata atau tampak red wale marks pada endoskopi,
Telah lama diketahui bahwa gambaran varises secara endoskopi sangat krusial
untuk memprediksi pasien mana yang memiliki resiko tinggi untuk perdarahan varises
dan juga yang mana akan memiliki keuntungan dari terapi. Oleh sebab itu dibutuhkan
sistem yang divalidasi untuk klasifikasi gambaran varises esofagus secara endoskopi.
Pada tahun 1981, Beppu dkk. telah mengklasifikasikan varises esofagus berdasarkan
Pada tahun 2004 Japanese Research Society for Portal Hypertension juga
telah merancang sistem klasifikasi yang baru untuk menggambarkan varises esofagus,
sistem ini menggambarkan varises berdasarkan ukuran, bentuk, dan warna.50
Tabel 2.6 Sistem Klasifikasi Varises Esofagus (Japanese Research Society for
Portal Hypertension)50
Dengan menggunakan endoskopi didapatkan gambaran varises esofagus
periodik dan berkala sangatlah mahal dan tidak semua pusat pemberi pelayanan
fibrosis hati yang merupakan faktor kontribusi penting terhadap peningkatan resistensi
hepatik, marker serum non–invasive dari fibrosis hati telah diuji sebagai prediktor
varises esofagus pada pasien sirosis dengan hasil yang menjanjikan. Beberapa tes yang
sebelumnya divalidasi sebagai prediktor fibrosis hati seperti : Lok Score, APRI, Fib –
4, dan Forns index, juga dapat digunakan untuk memprediksi adanya varises
esofagus.18,51
dalam memprediksi adanya varises esofagus pada penderita sirosis hati yang telah
terbaik dalam memprediksi adanya varises esofagus dan varises esofagus berukuran
besar. Lok score dengan nilai cut-off >0.62 dan >0.796 memiliki sensitivitas (76.16%
dan 76.92%) dalam memprediksi adanya varises esofagus dan varises esofagus yang
Indeks FibroQ dikemukakan pertama sekali di tahun 2009 pada penderita hepatitis
kronis. Menurut penelitinya, untuk nilai lebih besar dari 1,6 dapat memprediksi
adanya fibrosis hati yang signifikan (significant fibrosis/Skor Metavir >2/F2,F3 dan
F4). Sementara untuk nilai lebih kecil dari 0,6 dapat menyingkirkan adanya fibrosis
hati yang signifikan. Indeks ini juga dapat memprediksi adanya sirosis hati dengan
nilai > 2,6 dengan sensitivitas mencapai 100% dan spesifisitas 64,9%. Indeks FibroQ
juga telah diteliti dan dibandingkan dengan beberapa marker serum non-invasive
dalam memprediksi adanya fibrosis hati pada penderita hepatitis C, dimana didapatkan
memprediksi adanya fibrosis hati yang signifikan maupun fibrosis hati yang luas
(extensive fibrosis/skor Metavir >3/F3 dan F4) dibandingkan FIB-4, AAR, API dan
Lok score dengan nilai cut-off >1,6 untuk fibrosis hati yang signifikan (sensitivitas
77,6%, spesifisitas 65,9%, AUC:0,789 ) dan nilai cut-off >2,6 untuk fibrosis hati yang
luas (AUC:0,728).19,52
Tabel 2.9 Kemampuan Marker-marker Fibrosis Non-invasive dalam
Memprediksi Fibrosis yang Signifikan (F2,F3,F4) dan Fibrosis
Hati Luas (F3,F4) 52