Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Struktur Opioid (BEN)

2.2 Mekanisme Opioid (BEN)

2.3 Dekripsi Fentanyl (BEN NAD)

Fentanyl atau nama kimiawinya N-Phenyl-N-(1-2-phenylethyl-4-piperidyl)


propanamide adalah analgesik opioid sintetis yang kuat yang serupa dengan morfin namun 50
sampai 100 kali lebih kuat. Ini adalah obat resep jadwal II, dan biasanya digunakan untuk
mengobati pasien dengan rasa sakit yang parah atau untuk mengatasi rasa sakit setelah
operasi. Hal ini juga kadang-kadang digunakan untuk mengobati pasien dengan nyeri kronis
yang secara fisik toleran terhadap opioid lainnya. Dalam bentuk resepnya, fentanil dikenal
dengan nama-nama seperti Actiq®, Duragesic®, dan Sublimaze®. Nama keluarga untuk
fentanil atau heroin bercampur fentanyl termasuk Apache, China Girl, China White, Dance
Fever, Friend, Goodfella, Jackpot, Pembunuhan 8, TNT, dan Tango dan Cash.

Bila diresepkan oleh dokter, fentanil sering diberikan melalui suntikan, patch
transdermal, atau pelega tenggorokan. Bagaimanapun, analog fentanil dan fentanil yang
terkait dengan overdosis baru-baru ini diproduksi di laboratorium klandestin. Fentanil non-
farmasi ini dijual dalam bentuk bedak, berduri pada kertas blotter, dicampur dengan atau
diganti untuk heroin, atau sebagai tablet yang meniru opioid lain yang kurang poten.
Seseorang dapat menelan, mendengus, atau menyuntikkan fentanil, atau mereka dapat
menaruh kertas pecahannya di mulut mereka sehingga fentanyl diserap melalui selaput lendir.

Seperti heroin, morfin, dan obat opioid lainnya, fentanil bekerja dengan mengikat
reseptor opioid tubuh, yang ditemukan di daerah otak yang mengendalikan rasa sakit dan
emosi. Ketika obat opioid berikatan dengan reseptor ini, mereka dapat menaikkan kadar
dopamin di area penghargaan otak (brain’s reward areas), menghasilkan keadaan euforia dan
relaksasi. Efek Fentanyl menyerupai heroin dan mencakup euforia, kantuk, mual,
kebingungan, konstipasi, sedasi, toleransi, kecanduan, depresi pernapasan, ketidaksadaran,
koma, dan kematian.
2.4 Farmakodinamik

Fentanil adalah analgesik narkotik yang poten, bisa digunakan sebagai tambahan
untuk general anastesi maupun sebagai awalan anastetik. Fentanil menyediakan stabilitas
jantung dan stress yang berhubungan dengan hormonal, yang berubah pada dosis tinggi.
Fentanil memberikn efek khas opioid dengan agonismenya pada reseptor opioid. Potensinya
yang kuat daripada morfin disebabkan karena kelarutannya yang tinggi pada lemak sehingga
lebih mudah masuk ke sistem saraf pusat. Fentanyl mengikat reseptor protein G yang mana
akan menginhibisi neurotransmiter nyeri dengan mengurangi level Ca2+ di intraseluler.

Efek analgesia Fentanil serupa dengan efek analgesik Morfin. Efek analgesik Fentanil
mulai timbul 15 menit setelah pemberian per oral dan mencapai puncak dalam 2 jam. Efek
analgesik timbul lebih cepat setelah pemberian subkutan atau intramuskulus yaitu dalam 10
menit, mencapai puncak dalam waktu 1 jam dan masa kerjanya 3-5 jam. Efektivitas Fentanil
75-100 µg parenteral kurang lebih sama dengan Morfin 10 mg. Karena bioavaibilitas oral 40-
60% maka efektifitas sebagai analgesik bila diberikan peroral setengahnya dari bila diberikan
parenteral. Sedasi, euphoria dan eksitasi pada dosis ekuianalgesik, sedasi yang terlihat sama
dengan sedasi pada Morfin. Pemberian Fentanil kepada pasien yang menderita nyeri atau
cemas, akan menimbulkan euphoria. Berbeda dengan Morfin, dosis toksik Fentanil kadang-
kadang menimbulkan perangsangan SSP misalnya tremor, kedutan otot, dan konvulsi.

1. Saluran Napas

Fentanil dalam dosis ekuianalgesik menimbulkan depresi napas sama kuat dengan
Morfin dan mencapai puncaknya dalam 1 jam setelah suntikan IM. Kedua obat ini
menurunkan kepekaan pusat nafas terhadap CO2 dan mempengaruhi pusat napas yang
mengatur irama napas dalam pons. Berbeda dengan Morfin, Fentanil terutama
menurunkan tidal volume, sehingga efek depresi nafas oleh Fentanil tidak disadari.
Depresi napas oleh Fentanil dapat dilawan oleh nalokson dan antagonis opioid lain.
Fentanil dapat menghilangkan bronkhospasme oleh histamin dan metakolin, namun
pemberian dosis terapi Fentanil tidak banyak mempengaruhi otot bronchus normal.
Dalam dosis besar justru dapat menimbulkan bronkokonstriksi.

2. Sistem Kardiovaskular
Pemberian dosis terapi Fentanil pada pasien yang berbaring tidak mempengaruhi
kardiovaskular, tidak menghambat kontraksi miokard dan tidak mengubah gambaran
EKG. Penderita berobat jalan mungkin menderita sinkop disertai penurunan tekanan
darah, tetapi gejala ini cepat hilang jika penderita berbaring. Sinkop timbul pada
penyuntikan cepat Fentanil IV karena terjadi vasodilatasi perifer dan penglepasan
histamine. Seperti morfin, fentanil dapat menaikkan kadar CO2 darah akibat depresi
napas; kadar CO2 yang tinggi ini menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak sehingga
timbul kenaikan tekanan cairan serebrospinal.

3. Efek Spasmogenik Saluran Cerna

Fentanil terhadap lambung dan usus kecil lebih lemah daripada morfin. Kontraksi
propulsif dan non-propulsif saluran cerna berkurang, tetapi dapat timbul spasme
secara tiba-tiba serta peninggian tonus usus. Seperti morfin, kodein dan metadon,
Fentanil lebih aman daripada morfin, tetapi lebih kuat daripada kodein dalam
menimbulkan spasme saluran empedu. Fentanil tidak menimbulkan konstipasi sekuat
morfin, sehingga fentanil tidak berguna untuk pengobatan simtomatik diare.

4. Ureter

Setelah pemberian fentanil dosis terapi, peristaltik ureter berkurang. Hal ini
disebabkan berkurangnya produksi urine akibat dilepaskannya ADH dan
berkurangnya laju filtrasi glomerulus.

5. Uterus

Fentanil sedikit sekali merangsang uterus dewasa yang tidak hamil. Aktivitas uterus
hamil tua tidak banyak dipengaruhi oleh fentanil, dan pada uterus yang hiperaktif
akibat oksitosin, fentanil meningkatkan tonus, menambah frekuensi dan intensitas
kontraksi uterus. Jika fentanil diberikan sebelum pemberian oksitoksin, obat ini tidak
mengantagonis efek oksotosin. Dosis terapi fentanil yang diberikan sewaktu partus
tidak memperlambat kelangsungan partus dan tidak mengubah kontraksi uterus.
Fentanil tidak mengganggu kontraksi atau involusi uterus pasca persalinan dan tidak
menambah frekuensi perdarahan pasca persalinan.

6. Efek Neural Lainnya


Pemberian fentanil secara sistemik menimbulkan anestesi kornea, dengan akibatnya
menghilangnya reflek kornea. Berbeda dengan morfin, fentanil tidak mempengaruhi
diameter pupil dan refleks pupil. Seperti morfin dan metadon, fentanil meningkatkan
kepekaan alat keseimbangan yang merupakan dasar timbulnya mual, muntah dan
pusing pada mereka yang berobat jalan. Seperti morfin dan metadon, fentanil tidak
berefek antikonvulsi. Fentanil menyebabkan penglepasan ADH.

2.5 Farmakokinetik

Sebagai dosis tunggal, fentanil memiliki onset kerja yang cepat dan durasi yang lebih
singkat dibanding morfin. Disamping itu juga terdapat jeda waktu tersendiri antara
konsentrasi puncak fentanil plasma, dan konsentrasi puncak dari melambatnya EEG. Jeda
waktu ini memberi efek waktu Equilibration antara darah dan otak selama 6,4 menit.
Semakin tinggi potensi dan onset yang lebih cepat mengakibatkan solubilitas lipid meningkat
lebih baik daripada morfin, yang memudahkan perjalanan obat menuju sawar darah otak.
Dikarenakan durasi dan kerja dosis tunggal fentanil yang cepat, mengakibatkan distribusi ke
jaringan yang tidak aktif menjadi lebih cepat pula, seperti jaringan lemak dan otot skelet, dan
ini menjadi dasar penurunan konsentrasi obat dalam plasma. Paru-paru memiliki tempat
penyimpanan tidak aktif yang cukup besar, dengan estimasi 75% dari dosis awal fentanil
yang di uptake disini. Fungsi non respiratori dari paru ini yang membatasi jumlah obat yang
masuk ke sirkulasi sistemik dan memegang peranan utama dari penentuan farmakokinetik
dari fentanil. Bila dosis berulang IV berulang atau melalui infus yang terus menerus dari
fentanil dilakukan, saturasi yang progesif dari jaringan yang tidak aktif ini terjadi. Sebagai
akibatnya konsentrasi dari fentanil plasma tidak menurun secara cepat, sehingga durasi dari
analgesia seperti depresi dari vantilasi memanjang

Reseptor opioid juga ditemukan di daerah otak yang mengontrol laju pernapasan.
Opioid dosis tinggi, terutama opioid yang poten kuat seperti fentanil, dapat menyebabkan
pernafasan berhenti sepenuhnya, yang dapat menyebabkan kematian. Potensi fentanil yang
tinggi sangat meningkatkan risiko overdosis, terutama jika orang yang menggunakan obat
tidak sadar bahwa bubuk atau pil mengandung fentanil. Fentanyl yang dijual di jalanan dapat
dicampur dengan heroin atau kokain, yang secara nyata memperkuat potensi dan potensi
bahayanya.
2.6 Penggunaan dan Dosis Obat

Diberikan untuk analgesik nakotik, sebagai tambahan pada general atau regional
anestesi, atau untuk pemberian dengan neuroleptik (droperidol) sebagai premedikasi, untuk
induksi, sebagai tambahan pemeliharaan general anestesi maupun regional anestesi.
Digunakan secara luas, contohnya dosis injeksi 1-2 mg/kg IV memberikan analgesia.
Fentanyl 2-20 mg/kg IV, biasanya digunakan untuk tambahan pada inhalasi anastetik untuk
membantu menurunkan respon sirkulasi, digunakan dengan laryngoskopi untuk intubasi
trakea , atau stimulasi operasi yang tiba-tiba.

Waktu pemberian fentanil injeksi IV untuk menghambat atau menatalaksana beberapa


respon operasi harus dipertimbangkan waktu equilibrationnya. Injeksi opioid seperti fentanil
sebelum stimulasi operasi yang menyakitkan, mungkin dapat mengurangi dari jumlah opioid
yang dibutuhkan untuk periode postoperasi untuk menyediakan analgesia. Dosis besar dari
fentanil sebagai awalan dari anestesi mempunyai kelebihan menstabilkan hemodinamik
dengan cara:

a. Efek depresi myocard yang rendah


b. menghilangkan atau tidak mencetuskan pelepasan histamine
c. mensupressi stress pada respon operasi

Kekurangannya pula adalah:

a. gagal mencegah respon nervus simpatik pada stimulasi operasi yang menyakitkan,
terutama pada pasien dengan fungsi ventrikel kiri yang baik
b. kemungkinan pasien sadar
c. depresi venilasi pada pos-operasi

Fentanil juga dapat digunakan sebagai preparat transmucosal dengan alat


(Lozengemounted on handle), yang didesain memberikan 5-20 mg/kg fentanil, tujuannya
adalah untuk menurunkan anxietas perioperatif dan memfasilitasi induksi anestesi terutama
pada anak. Pada anak 2-8 tahun rencana preoperatif dari oral transmucosal fentanil 15-
20mg/kg, 45menit sebelum induksi anestesi, secara jelas memberikan sedasi dan
memfasilitasi induksi anestesi inhalasi. Teteapi juga memberikan efek seperti mengalami
penurunan frekuensi nafas dan oksigenasi arterial dan meningkatkan kejadian mual dan
muntah masa post-operatif. Efek terapi post-operatif pada operasi ortopedi, 1 mg oral
transmukosal sama dengan 5 mg IV morfin. Preparat fentanil transdermal memberikan 75-
100 mg/jam dengan hasil konsentrasi fentanil plasma puncak selama 18 jam yang cukup
stabil selama pemasangan patch. Dosis pemberian sebagai tambahan untuk general anestesi
adalah untuk dosis rendah, 2 mg/kg berguna untuk operasi minor, dosis sedang, 2- 20mg /kg
dimana operasi menjadi lebih rumit dan dosis besar dibutuhkan dosis tinggi, 20-50 mg/kg
dalam prosedur bedah mayor, dimana waktu tempuh lebih lama dan respon stress operasi
lebih tinggi, dosis 20-50 fentanyl dengan N20 telah menjadi pilihan. Bila dosis seperti ini
telah digunakan, observasi ventilasi pos-operatif seperti diperlukan dimana kemungkinan
depresi ventilasi pos-operatif memanjang.

Obat nalokson adalah antagonis reseptor opioid yang membalikkan overdosis opioid
dan mengembalikan respirasi normal. Overdosis fentanil harus segera diobati dengan
nalokson dan mungkin memerlukan dosis yang lebih tinggi untuk berhasil membalikkan
overdosis.

2.7 Efek Samping

2.8 Interaksi Obat

2.9 Intoksikasi

2.10 Pencegahan
BAB III
PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai