PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bila diresepkan oleh dokter, fentanil sering diberikan melalui suntikan, patch
transdermal, atau pelega tenggorokan. Bagaimanapun, analog fentanil dan fentanil yang
terkait dengan overdosis baru-baru ini diproduksi di laboratorium klandestin. Fentanil non-
farmasi ini dijual dalam bentuk bedak, berduri pada kertas blotter, dicampur dengan atau
diganti untuk heroin, atau sebagai tablet yang meniru opioid lain yang kurang poten.
Seseorang dapat menelan, mendengus, atau menyuntikkan fentanil, atau mereka dapat
menaruh kertas pecahannya di mulut mereka sehingga fentanyl diserap melalui selaput lendir.
Seperti heroin, morfin, dan obat opioid lainnya, fentanil bekerja dengan mengikat
reseptor opioid tubuh, yang ditemukan di daerah otak yang mengendalikan rasa sakit dan
emosi. Ketika obat opioid berikatan dengan reseptor ini, mereka dapat menaikkan kadar
dopamin di area penghargaan otak (brain’s reward areas), menghasilkan keadaan euforia dan
relaksasi. Efek Fentanyl menyerupai heroin dan mencakup euforia, kantuk, mual,
kebingungan, konstipasi, sedasi, toleransi, kecanduan, depresi pernapasan, ketidaksadaran,
koma, dan kematian.
2.4 Farmakodinamik
Fentanil adalah analgesik narkotik yang poten, bisa digunakan sebagai tambahan
untuk general anastesi maupun sebagai awalan anastetik. Fentanil menyediakan stabilitas
jantung dan stress yang berhubungan dengan hormonal, yang berubah pada dosis tinggi.
Fentanil memberikn efek khas opioid dengan agonismenya pada reseptor opioid. Potensinya
yang kuat daripada morfin disebabkan karena kelarutannya yang tinggi pada lemak sehingga
lebih mudah masuk ke sistem saraf pusat. Fentanyl mengikat reseptor protein G yang mana
akan menginhibisi neurotransmiter nyeri dengan mengurangi level Ca2+ di intraseluler.
Efek analgesia Fentanil serupa dengan efek analgesik Morfin. Efek analgesik Fentanil
mulai timbul 15 menit setelah pemberian per oral dan mencapai puncak dalam 2 jam. Efek
analgesik timbul lebih cepat setelah pemberian subkutan atau intramuskulus yaitu dalam 10
menit, mencapai puncak dalam waktu 1 jam dan masa kerjanya 3-5 jam. Efektivitas Fentanil
75-100 µg parenteral kurang lebih sama dengan Morfin 10 mg. Karena bioavaibilitas oral 40-
60% maka efektifitas sebagai analgesik bila diberikan peroral setengahnya dari bila diberikan
parenteral. Sedasi, euphoria dan eksitasi pada dosis ekuianalgesik, sedasi yang terlihat sama
dengan sedasi pada Morfin. Pemberian Fentanil kepada pasien yang menderita nyeri atau
cemas, akan menimbulkan euphoria. Berbeda dengan Morfin, dosis toksik Fentanil kadang-
kadang menimbulkan perangsangan SSP misalnya tremor, kedutan otot, dan konvulsi.
1. Saluran Napas
Fentanil dalam dosis ekuianalgesik menimbulkan depresi napas sama kuat dengan
Morfin dan mencapai puncaknya dalam 1 jam setelah suntikan IM. Kedua obat ini
menurunkan kepekaan pusat nafas terhadap CO2 dan mempengaruhi pusat napas yang
mengatur irama napas dalam pons. Berbeda dengan Morfin, Fentanil terutama
menurunkan tidal volume, sehingga efek depresi nafas oleh Fentanil tidak disadari.
Depresi napas oleh Fentanil dapat dilawan oleh nalokson dan antagonis opioid lain.
Fentanil dapat menghilangkan bronkhospasme oleh histamin dan metakolin, namun
pemberian dosis terapi Fentanil tidak banyak mempengaruhi otot bronchus normal.
Dalam dosis besar justru dapat menimbulkan bronkokonstriksi.
2. Sistem Kardiovaskular
Pemberian dosis terapi Fentanil pada pasien yang berbaring tidak mempengaruhi
kardiovaskular, tidak menghambat kontraksi miokard dan tidak mengubah gambaran
EKG. Penderita berobat jalan mungkin menderita sinkop disertai penurunan tekanan
darah, tetapi gejala ini cepat hilang jika penderita berbaring. Sinkop timbul pada
penyuntikan cepat Fentanil IV karena terjadi vasodilatasi perifer dan penglepasan
histamine. Seperti morfin, fentanil dapat menaikkan kadar CO2 darah akibat depresi
napas; kadar CO2 yang tinggi ini menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak sehingga
timbul kenaikan tekanan cairan serebrospinal.
Fentanil terhadap lambung dan usus kecil lebih lemah daripada morfin. Kontraksi
propulsif dan non-propulsif saluran cerna berkurang, tetapi dapat timbul spasme
secara tiba-tiba serta peninggian tonus usus. Seperti morfin, kodein dan metadon,
Fentanil lebih aman daripada morfin, tetapi lebih kuat daripada kodein dalam
menimbulkan spasme saluran empedu. Fentanil tidak menimbulkan konstipasi sekuat
morfin, sehingga fentanil tidak berguna untuk pengobatan simtomatik diare.
4. Ureter
Setelah pemberian fentanil dosis terapi, peristaltik ureter berkurang. Hal ini
disebabkan berkurangnya produksi urine akibat dilepaskannya ADH dan
berkurangnya laju filtrasi glomerulus.
5. Uterus
Fentanil sedikit sekali merangsang uterus dewasa yang tidak hamil. Aktivitas uterus
hamil tua tidak banyak dipengaruhi oleh fentanil, dan pada uterus yang hiperaktif
akibat oksitosin, fentanil meningkatkan tonus, menambah frekuensi dan intensitas
kontraksi uterus. Jika fentanil diberikan sebelum pemberian oksitoksin, obat ini tidak
mengantagonis efek oksotosin. Dosis terapi fentanil yang diberikan sewaktu partus
tidak memperlambat kelangsungan partus dan tidak mengubah kontraksi uterus.
Fentanil tidak mengganggu kontraksi atau involusi uterus pasca persalinan dan tidak
menambah frekuensi perdarahan pasca persalinan.
2.5 Farmakokinetik
Sebagai dosis tunggal, fentanil memiliki onset kerja yang cepat dan durasi yang lebih
singkat dibanding morfin. Disamping itu juga terdapat jeda waktu tersendiri antara
konsentrasi puncak fentanil plasma, dan konsentrasi puncak dari melambatnya EEG. Jeda
waktu ini memberi efek waktu Equilibration antara darah dan otak selama 6,4 menit.
Semakin tinggi potensi dan onset yang lebih cepat mengakibatkan solubilitas lipid meningkat
lebih baik daripada morfin, yang memudahkan perjalanan obat menuju sawar darah otak.
Dikarenakan durasi dan kerja dosis tunggal fentanil yang cepat, mengakibatkan distribusi ke
jaringan yang tidak aktif menjadi lebih cepat pula, seperti jaringan lemak dan otot skelet, dan
ini menjadi dasar penurunan konsentrasi obat dalam plasma. Paru-paru memiliki tempat
penyimpanan tidak aktif yang cukup besar, dengan estimasi 75% dari dosis awal fentanil
yang di uptake disini. Fungsi non respiratori dari paru ini yang membatasi jumlah obat yang
masuk ke sirkulasi sistemik dan memegang peranan utama dari penentuan farmakokinetik
dari fentanil. Bila dosis berulang IV berulang atau melalui infus yang terus menerus dari
fentanil dilakukan, saturasi yang progesif dari jaringan yang tidak aktif ini terjadi. Sebagai
akibatnya konsentrasi dari fentanil plasma tidak menurun secara cepat, sehingga durasi dari
analgesia seperti depresi dari vantilasi memanjang
Reseptor opioid juga ditemukan di daerah otak yang mengontrol laju pernapasan.
Opioid dosis tinggi, terutama opioid yang poten kuat seperti fentanil, dapat menyebabkan
pernafasan berhenti sepenuhnya, yang dapat menyebabkan kematian. Potensi fentanil yang
tinggi sangat meningkatkan risiko overdosis, terutama jika orang yang menggunakan obat
tidak sadar bahwa bubuk atau pil mengandung fentanil. Fentanyl yang dijual di jalanan dapat
dicampur dengan heroin atau kokain, yang secara nyata memperkuat potensi dan potensi
bahayanya.
2.6 Penggunaan dan Dosis Obat
Diberikan untuk analgesik nakotik, sebagai tambahan pada general atau regional
anestesi, atau untuk pemberian dengan neuroleptik (droperidol) sebagai premedikasi, untuk
induksi, sebagai tambahan pemeliharaan general anestesi maupun regional anestesi.
Digunakan secara luas, contohnya dosis injeksi 1-2 mg/kg IV memberikan analgesia.
Fentanyl 2-20 mg/kg IV, biasanya digunakan untuk tambahan pada inhalasi anastetik untuk
membantu menurunkan respon sirkulasi, digunakan dengan laryngoskopi untuk intubasi
trakea , atau stimulasi operasi yang tiba-tiba.
a. gagal mencegah respon nervus simpatik pada stimulasi operasi yang menyakitkan,
terutama pada pasien dengan fungsi ventrikel kiri yang baik
b. kemungkinan pasien sadar
c. depresi venilasi pada pos-operasi
Obat nalokson adalah antagonis reseptor opioid yang membalikkan overdosis opioid
dan mengembalikan respirasi normal. Overdosis fentanil harus segera diobati dengan
nalokson dan mungkin memerlukan dosis yang lebih tinggi untuk berhasil membalikkan
overdosis.
2.9 Intoksikasi
2.10 Pencegahan
BAB III
PENUTUP