Anda di halaman 1dari 6

Reinier S. D. Sitanala, Kajian Filosofis Terhadap Hukum ………………….

58
Jurnal Sasi Vol. 17 No. 4 Bulan Oktober – Desember 2011

KAJIAN FILOSOFIS TERHADAP HUKUM SEBAGAI INSTITUSI BUDAYA DAlAM


MASYARAKAT INDONESIA YANG SEDANG BERKEMBANG

Oleh: Reinier.S.D. Sitanala

Abstrac

If us have started to touch the culture problem punish, hence we have entered other;
dissimilar area, that is connect the law with the factors having the character of the non
technical. Even that way, that the factor exactly represent the resource which is the necessary
for movement punish the. resource And strength like that lay in ethical attitude of pertinent
nation, that law culture can sustain or pursue" law enforcement".

Is for that suggested that by a nations which its law life is infancy, require to take the stages;
steps, sometimes by way of overtaking and revolutionary, namely by performing a " law
reform", sometimes rather moderating, in meaning happened by a kind of compromise, even
legitimation to existing law culture.

Kata Kunci; Budaya hukum dan sikap etis.

A. LATAR BELAKANG. membuntuk suatu pola. Dengan


terbentuknya pola-pola dalam kehidupan
Sifat kodrati manusia antara lain masyarakat yang beragam, akhirnya pola
adalah hidup berkelompok dalam satu yang ada dibingkai dengan norma-norma
kesatuan yang disebut masyarakat. Dalam soail antara lain oleh hukum.
sejarah peradaban manusia, tidak pernah Bila hukum sebagai salah satu jenis
manusia itu hidup sendiri-sendiri. Dengan norma sosial telah berhasil membingkai
hakekat hidup seperti ini, maka manusia pola-pola yang sudah terbentuk ke dalam ke
sebagai mahkluk sosial dalam kelompoknya hidupan kelompok, maka hukum tersebut
akan selalu bekerja sama dengan warga lain, akhirnya akan digunakan sebagai acuan
baik dalam hal memenuhi kebutuhan bertingkah laku bagi para warga. Pada tahap
kesehariannya, maupun aspek-aspek lainnya selanjutnya hukum itu malah berfungsi
seperti dalam hal untuk memperoleh selaku sarana kontrol bagi masyarakat itu
keturunan. Oleh karena jenis kebutuhan sendiri, sehingga manakalah ada perbuatan
tersebut beraneka ragam, maka hubungan yang tidak sesuai dengan aturan hukm yang
antara warga-warga masyarakat tersebut telah tersedia, penguasa akan memberikan
juga beragam. Dengan demikian maka akubat hukum yang akan ditegakkan dengan
inetraksi antar anggota kelompok tersebut daya paksa secara sah.
berfungsi antar lain untuk mempermudah Bila dikaji lebih cermat, banyak
kebutuhan yang berpijak pada landasan perilaku sosial yang intinya didominasi oleh
saling menguntungkan. nilai-nilai yang terkandung dalam esensi
Tiap individu berhubungan dengan hukum oleh sebab itu tingkat kegiatan para
pihak lain berharap kerjasama yang dibina warga dalam kehidupan sosialnya tidak lain
itu di samping saling menguntungkan juga merupakan pengejewantahan daripada
dapat kokoh berlanjut. Didorong dan norma hukum. Tanpa mengabaikan arti
disadari kemauan seperti itu, dalam taraf penting norma sosial lainnya, tidak dapat
lanjut hubungan-hubungan yang dibantah bahwa hukum sebagai perangkat
berulangkali dibina akhirnya berhasil memiliki kedudukan sentral, dalam
Reinier S. D. Sitanala, Kajian Filosofis Terhadap Hukum …………………. 59
Jurnal Sasi Vol. 17 No. 4 Bulan Oktober – Desember 2011

kehidupan masyarakat. Mengingat hukum hukum, merupakan bagian dari apa yang
sebagai salah satu norma sosial, dan disebut Disiplin Hukum (legal theory).
bertugas membingkai pola-pola yang jumlah Budaya hukum beserta sejarah
dan ragamnya banyak sekali, maka akhirnya hukum, sangat sara kaitannya dengan
hukum itu sendiri juga memasuki aspek- hukum, karena hukum dapat tidak lain dari
aspek kehidupan sosial yang beraneka konkretisasi sistem nilai-nilai yang ada di
ragam pula. Dalam wujutnya dijumpai ada dalam masyarakat dapat akan sering dengan
hukum perkawinan, hukum waris, hukum budayanya. Masalah kedudukan budaya
pajak, hukum perjanjian, hukum ekonomi, hukum terhadap pembangunan Indonesia
hukum dagang dan sebagainya. Dengan menjadi sangat urgen, mengingat dewasa
demikian dapat dipahami kalau hukum yang ini, kita berada dalam zaman tukar menukar
ada dan berlaku dalam suatu kehidupan antar budaya, baik lokal maupun universal,
kelompok akan dipengaruhi oleh banyak zaman pinjam-meminjam, institusi hukum
aspek sehingga tidaklah benar kalau hukum dan kitab undang-undang atau zaman
itu dikatakan murni dan steril dari tempatnya penyebarluasan undang-undang secara
ia hidup. Hukum tak mungkin mampu besar-besaran.
mencukupi dirinya sendiri tanpa Dalam wujud abstrak dari suatu
memperoleh masukan dari aspek-aspek budaya hukum, kedudukannya terhadap
sosial lainnya. Hukum sebagai norma sosial, pergaulan masyarakat dan pembengunan
dalam perkembangannyapun tidak semata- lebih konsisten, seperti juga kedudukan
mata ditentukan oleh hukum itu sendiri, bahasa, tetapi dalam wujud yang konkrit,
tetapi lebih banyak bergantung pada keduduknnya semakinresponsif dan tidak
masyarakat di mana hukum itu berada. stabil, namun selalu merupakan faktor yang
Dapatlah dikatakan posisi hukum harus diperhitungkan. Dalam keadaan yang
dalam kehidupan sosial memang akan demikian, budaya hukum dapat menopang
banyak dipengaruhi oleh bidang-bidang lain atau menghambat “law enforscement”.
baik itu alur politik, nilai-nilai falsafi, raut Untuk negara-negara yang kehidupan
budaya, tingkat ekonomi, maupun kemajuan hukumnya belum dewasa (seperti Indonesia)
teknologi yang ada dalam masyarakat. Oleh perlu diambil langkah-langkah, terkandung
karena itu kalangan hukum harusnya cepat dengan jalan pintas dan revolusioner, yakni
tanggap terhadap perubahan-perubahan dengan mengadakan “law reform”,
sosial yang selalu terjadi disekitarnya. terkadang agak moderat, dalam arti tejadi
Hanya dengan sikap seperti ini, hukum semacam kompromi, bahkan legitimasi
sebagai suatu perangkat akan tetap handal terhadap budaya hukum yang ada.
dalam melayani kebutuhan masyarakat, Tolak tarik dan ketidak pastian yang
kalau tidak ingin tertinggal dalam lajunya demikian sangat sering terjadi, bahkan juga
perkembanga masyarakat. Orang hukum di negara-negara maju, seperti juga
dituntut pula untuk mengetahui dan ketidakpuasan sejauh mana peran serta yang
memahami aspek-aspek sejarah, politik, ada dimainkan oleh hukum sebagai sarana
ekonomi, budaya dan lainnya, agar tidak pembangunan masyarakat (a tool of social
canggung dalam menjalankan profesinya. engineering) dapat benar-benar menjadi suat
Dalam uraian ini penulis akan realita. Dibutuhkan penelitian-penelitian
menyoroti lebih dalam tentang nilai-nilai hukum yang lebih baik, bahkan barangkali
serta aspek-aspe budaya dalam hukum serta dengan metode-metode baru untuk
konteks pembangunan hukum nasional. menjawab dan memecahkan persoalan
Budaya hukum, yang merupalan objek tersebut.
telaah ilmu antropologi hukum, bersama- Berdasarkan uraian diatas, maka
sama dengan sosiologi hukum, sejarah permasalahan yang dapat dikemukakan
hukum, psikologi hukum dan perbandingan adalah:
Reinier S. D. Sitanala, Kajian Filosofis Terhadap Hukum …………………. 60
Jurnal Sasi Vol. 17 No. 4 Bulan Oktober – Desember 2011

1. Bagaimanakah hukum dapat menjalankan antara manusia, hukum dan masyarakat, dan
fungsinya sebagai institusi budaya seterusnya.
sehingga kita dapat mendudukan budaya Persepsi orang tentang hukum
hukum dalam pembangunan hukum dan sebagai suatu lembaga pengatur dan
masyarakat Indonesia; pengendali masyarakat yang otonom,
2. Bagaimanakah eksistensi hukum di sebagaimana diuraikan di atas, menjadi
Indonesia dengan masyarakatnya yang semakin menonjol pada abad ini, tetapi tidak
sedang berubah, sehubungan dengan pada masa-masa yang lain. Pada masa
terjadinya benturan nilai-nilai budaya lampau sejarah manusia, hukum masih
modern dengan nilai-nilai budaya merupakan bagian yang sama sekali tak
tradisional, serta korelasi antara hukum terpisahkan dari kehidupan sosial dan
dan sikap etis dalam konteks budayanya. Tidak atau belum terdapat
pembangunan hukum dapat tercapai. diferensiasi yang tajam antara hukum
dengan yang lain-lain dalam masyarakat.
Pada saat itulah kita memperoleh gambaran
yang sangat jelas mengenai hukum sebagai
suatu institusi budaya.
B. PEMBAHASAN Fungsi dan legitimasi hukum tidak
pernah dilihat dan dipersoalkan terlepas
a. Hukum Sebagai Institusi Budaya. daripada sosial budayanya. Hukum tidak
menjadi sah karena dia adalah hukum,
Pembicaraan mengenai hukum tidak melainkan karena ia menjalankan fungsi-
pernah bias dilepaskan dari konteksnya yang fungsi tertentu dalam konteks budaya.
lebih luas dan meliputi berbagai lingkup Sebagai konsekuensi dari itu semua, untuk
kehidupan, seperti budaya dan sosial. menjadi sah hukum harus selalu bias
Hukum suatu bangsa senantiasa tercangkul membuktikan, bahwa ia menjalankan tugas-
ke dalam papan sosial, budaya, politik dan tugas budaya
ekonomi sendiri. Hanya untuk keperluan Tetapi, perkembangan peradaban
akademis saja pada suatu ketika kita manusia ternyata telah mencabik-cabik itu
mengisolasikan sistim hukum untuk semua atas nama kemajuan dan modernisasi.
dipelajari, khususnya dalam hubungan Terjadinya diferensiasi dalam masyarakat
dengan penerapannya dalam masyarakat. menyebabkan hukum bergerak menjadi satu
Pada saat itu kita mengandaikan hukum institusi yang makin otonom. Berkembang
sebagai suatu lembaga otonom yang mampu kebutuhan untuk memiliki suatu media
untuk mengatur masyarakat. pengaturan masyarakat yang lebih mandiri
Dalam suasana yang relative normal, dan canggih, sehingga hukumpun makin
maka pengisolasian hukum dari konteksnya berkembang sebaga suatu teknologi sosial.
yang lebih luas hampir tidak dirasakan Otonomi yang dinikmati oleh hukum itu
kekurangannya. Berbeda halnya apabila memberinya kekuasaan untuk men jadi
hukum itu harus bekerja ditengah-tengah pengatur masyarakat menurut apa yang
suatu masyarakat yang sedang berubah dipikirkannya baik. Perkembangan demikian
dengan kuat seperti Indonesia. Dalam itu memang bias dimengerti, sebab,
keadaan yang demikian itu sangat dirasakan bagaiman hukum bias mengatur dengan baik
kebutuhan untuk mengkaji dan memahami kalau ia tidak mempunyai otonomi.
hukum secara lebih luas dan mendalam. Seiring dengan kemapaman dalam
Bentuk [engkajian yang demikian itu peranannya sebagai suatu teknologi sosial
membawa kita pada pertanyaan-pertanyaan maka, iapun mengembangkan teknik-teknik
yang tidak praktis lagi, bagaimana hubungan yang semakin jauh dalam mengatur
masyarakat, seperti tercermin dalam “law as
Reinier S. D. Sitanala, Kajian Filosofis Terhadap Hukum …………………. 61
Jurnal Sasi Vol. 17 No. 4 Bulan Oktober – Desember 2011

a tool of social engineering” itu. Justru di seperti apabila kita menerimanya sebagai
sini mulai muncul keadaan yang menarik, suatu instrument budaya.
sebab sekalipun kita menggunakan metafora Kualitas apendidikan yang demikian
teknologi, tetapi yang diatur dan direkayasa itu hanya memberikan ketrampilan praktis
oleh hukum itu bukan objek tanpa nyawa saja, yaitu pendidikan untuk profesi.
atau barang, melainkan manusia. Memang Pendidikan hukum lalu menjadi medan
untuk keperluan teknik pengaturan, penguasaan badan hukum positif dan
hukumpun tidak jarang mengidentifikasi pengembangan ketrampilan untuk
manusia sebagai barang. menggunakan hukum itu sebagai
Semenjak hukum berkembang penyelesaian perkara.
menjadi teknologi yang demikian itu, maka Bagaimana kita mengeritiknya,
muncul berbagai persoalan yang bersifat pendidikan yang demikian itu tidaklah
khas. Kendati ia kini menggolongkan terlalu salah, oleh karena pendidikan dalam
dirinya sebagai suatu instrument teknis, masyarakat selalu dituntut mampu mengisi
karakteristiknya yang lama tetap melekat pasaran kerja yang dibutuhkan. Tetapi
padanya. Karakteristik tersebut tak dapat memenuhi persyaratan tersebut biasanya lalu
sepenuhnya ia tinggalkan dan selalu akan dikatakan bahwa pendidikan itu tidak
muncul dalam berbagai bentuk mempunyai relevansi atau lebih khusus
manifestasinya. Dengan perkembangan relevansi ekonominya. Secara populer
demikian itu dapat kirnya dikatakan, bahwa masyarakat konsumen mensyaratkan tenaga
hukum lalu tertarik ke dua arah yang yang harus siap pakai.
berbeda yakni : sebagai teknologi dan Dengan menyelenggarakan dan
sebagai institusi budaya, Keduanya mengarahkan pendidikan hukum
menunjukan ciri yang berbeda. sebagaimana digambarkan di atas, kita akan
Teknologi memiliki ciri esoterik dan kehilangan pemahaman dan penerimaan kita
prosedural yang kuat, sedangkan suatu terhadap hukum sebagai suatu institusi
institusi budaya ingin merangkum hukum itu budaya yang sebenarnya. Dalam
ke dalam suatu jaringan kemanusiaan yang kenyataannya pendidikan hukum yang
lebih utuh. Oleh karena itu bisa muncul hanya menghasilkan teknokrat saja telah
ungkapan yang sekalipun kedengaran aneh gagal menjalankan tugasnya dengan baik.
tetapi cukup tajam, yaitu tentang perlunya Pendidikan hukum seyokyanya merupakan
“MEMBUDAYAKAN HUKUM”. forum yang paling lengkap untuk
membicarakan maslah kemasyarakatan dan
kebudayaan. Untuk menyebut menyebut
b. Pendidikan Hukum. beberapa saja, di situ orang menggumuli
maslah etika, moral, filsafat, sejarah,
Kiranya pendidikan hokum bisa ekonomi, politik, sosiologi, antropologi,
ditunjuk sebagai salah satu sebab utama teknoli dan psikologi.
yang menjadikan hukum tidak lagi
terangkum ke dalam jaringan budaya
bangsa. Pendidikan hukum yang ada akan c. Hukum dan Sikap Etika.
semakin menjadikan hukum itu sebagai
suatu teknologi sosial, suatu instrument Hukum yang diandalkan sebagai
praktis dalam memngelola masyarakat. suatu teknologi masih berkembang menjadi
Dalam hubungan ini hukum biasanya hanya sesuatu yang esoterik. Orang perlu
memikirkan penyelesaian masalah secara mengalami sesuatu inisiasi untuk bisa masuk
praktis saja dan hamper tidak pernah kedalam dunia hukum, yaitu melalui proses
merenungkan kehadirannya dalam pendidikan untuk menguasai bahan dan
masyarakat secara lebih dalam dan luas, teknik hukum.
Reinier S. D. Sitanala, Kajian Filosofis Terhadap Hukum …………………. 62
Jurnal Sasi Vol. 17 No. 4 Bulan Oktober – Desember 2011

Dalam pada itu, sebagai teknologi yang bersangkutan akan memberikan


yang memiliki kaitan dengan aspek-aspek penghormatan yang tinggi kepada hukum.
kemanusiaan yang kuat, hukum tidak pernah Sebagaimana diuraikan di atas,
bisa dilepaskan dari perilaku manusia yang negara dan masyarakat kita sedang
mendukungnya, dari sikap dan penerimaan mengalami suatu tingkat keberantakan
mereka terhadap sistem hukum yang berlaku tertentu sebagai suatu tahap dalam proses
dan sebagainya. Hukum dan kultur hukum yang dilaluinya untuk menuju kepada
merupakan dua sisi yang berkaitan erat satu pembentukan Manusia Indonesia Baru.
sama lain. Kendati secara sosiologis kita bisa
Sebagai akibat dari dominasi barat mengatakan, bahwa keberantakan itu
atas tikmur, maka penetrasi model hukum merupakan biaya yang harus dikeluarkan,
barat ke dalam dunia timur pun tak dapat namun kehidupan etis bangsa kita
dihindari. Atau apabila kita ingin berbicara hendaknya tetap kita jaga dan pelihara.
dalam idiom sekarang, terjadi penggunaan Untuk menghadapi keadaan yang
model hukum negara maju oleh negara mendesak, kuncinya terletak pada
sedang berkembang. Berbicara mengenai pendidikan etika, tetapi pendidikan etika
pengoperan model hukum asing itu, secara benar. Penyuluhan hukum itu adalah
transformasi strukturalnya. sekunder. Pendidikan etika, sopan santun
Pengembangan kultur hukum yang yang menembus kedalam hati, itulah kundci
cocok untuk mendukung sistem hukum yang akan memecahkan secara tajam
modern adalah jauh lebih sulit dari pada kegaluan hukum dan sosial yang dihadapi
memberlakukan sistemnya. Apabila kita oleh bangsa dan negara kita. Sebaiknya kita
sudah mulai menyinggung masalah kultur mencari jalan bagaimana bisa hidup dengan
hukum, maka kita sudah memasuki suatu diikat oleh pertimbangan-pertimbangan etis
kawasan lain, yaitu menghubungkan hukum dan moral yang tinggi sebelum memasuki
dengan faktor-faktor yang bersifat non- kehidupan bermasyarakat yang didasarkan
teknis. Kendati demikian, faktor tersebut pada hukum.
justru merupakan sumberdaya yang penting
bagi menggerakan hukum. Sumber daya dan
kekuatan yang demikian itu terletak pada d. Indonesia, Masyarakat Dalam
sikap etis bangsa bersangkutan. Dengan Keadaan Berubah.
demikian etis ini diartikan sikap jiwa yang
mengandalkan perilaku orang bersangkutan Indonesia sekarang bisa disebut
berdasarkan patokan harga diri dan martabat sebagai suatu masyarakat yang sedang
kemanusiaannya. mengalami suatu tingkat keberantakan
Pengetahuan tentang hukum tidak tertentu dan dengan kehati-hatian kita
sama dengan penghormatan terhadap menyebutkan “tingkat keberantakan
hukum. Pengetahuan dan prakek hukum tertentu”, oleh karena ia tidak sama dengan
negara hanya merupakan satu aspek saja, suatu keberantakan sosial begitu saja.
sedang pola perilaku yang didukung oleh Berangkali keberantakan ini bisa dipertegas
pertimbangan etis adalah aspek yang lain sebagai “keberantakan yang diperlukan”,
lagi, kendati berkaitan erat dengan masalah yaitu sebagai bagian dari proses untuk
yang dijalankannya hukum oleh suatu menuju suatu masyarakat Indonesia Baru.
bangsa. Orang tidak memerlukan Dalam konteks seperti tersebut di
pengetahuan terperinci mengenai hukum atas, keberantakan tersebut diterima sebagai
untuk bisa menghormati hukum. Sebaliknya isyarat bahwa di negeri ini tata kehidupan
memiliki pengetahuan yang baik tentang lama sedang ditinggalkan untuk digantikan
hokum belum merupakan jaminan, bahwa dengan yang baru, dan jelas memakan
waktu, baik untuk pengadaan institusinya
Reinier S. D. Sitanala, Kajian Filosofis Terhadap Hukum …………………. 63
Jurnal Sasi Vol. 17 No. 4 Bulan Oktober – Desember 2011

maupun sosialisasi dan internalisasinya. namun peri kehidupan etis bangsa kita
Dalam keadaan demikian, sektor hukum hendaknya tetap kita jaga dan pelihara.
adalah yang paling terkena oleh hempasan Bahwa budaya hukum dapat
perubahan tersebut. Sekalipun, misalnya, ide menopang atau menghambat suatu “law
dasar dalam masyarakat untuk memaruhi inforcement”. Untuk itu disarankan agar
hukum adalh tetap, tetapi pelaksanaannya negara-negara yang kehidupan hukumnya
menjadi tidak mudah. belum dewasa, perlu mengambil langkah-
Apabila keberantakan sosial kita langkah, terkadang dengan jalan pintas dan
lihat sebagai momentum dalam perjalanan revolusioner, yakni dengan mengadakan
kehidupan kemasyarakatan menuju suatu “law reform”, terkadang agak moderat,
Manusia Indonesia Baru, maka tentunya dalam arti terjadi semacam kompromi,
perlu diusahakan agar keadaan sosial bahkan legitimasi terhadap budaya hukum
tersebut merupakan biaya yang harus kita yang ada. Karena peran dari para perancang
keluarkan untuk menuju kepada suatu pembangunan hukum untuk mengambil
kehidupan yang akan datang yang mapan, langkah-langkah yang pasti sangat
tertib dan teratur. diperlukan di Indonesia.
Munculnya suatu tatanan yang
mapan dalam masyarakat didahului oleh
keberantakan dalam susunan masyarakat
lama. Indonesia juga tidak sepi dari
persilangan penggunaan hukum negara, DAFTAR PUSTAKA
berupa hukum modern, dengan tata cara
penataan masyarakat yang aseli. Tidak Himawan, Charles., The Foreign Investment
banyak bedanya antara negeri kita dengan Process inIndonesia – Singapore,
kebanyakan negara di kawasan Asia dalam Gunung
ikhwal budaya hukum yang mereka Agung, Jakarta, 1980.
tunjukan. Di sini kita menyaksikan Lubis, Mochta., Manusia Indonesia (sebuah
persilangan antara tuntutan berperilaku dan Pertanggungjawaban, Yayasan
bersikap sesuai dengan tuntutan hukum Idayu,
dengan perilaku mereka yang berakar pada Jakarta, 1981.
budaya aseli. Apabila hukum modern Pirbacaraka, Purnadi, dan Ali, M Chidir.,
banyak ditarik dari budaya barat yang Disiplin Hukum, Alumni, Bandung,
bertumpuh pada kebebasan individu, yang 1981.
berorientasi kepada konflik dan Rahardjo, Satjipto., Ilmu Hukum, Alumni,
penyelesaiannya secara individual pula, Bandung, 1982.
maka kita lebih senang bicara mengenai -----------., Etika, Budaya dan Hukum, dalam
keselarasan, keserasian dan keseimbangan. Hukum dan
Pembangunan No. 6 Tahun Ke-XVI,
C. P E N U T U P Desember, 1996.
Soekanto, Soerjono., Mengenal Antropologi
Bahwa negara dan masyarakat kita Hukum,
sedang mengalami suatu tingkat Alumni, Bandung, 1982.
keberantakan tertentu sebagai suatu tahap -----------., Pengantar Sejarah Hukum,
dalam proses yang dilaluinya untuk menuju Alumni, Bandung, 1983.
kepada pembentukan Manusia Indonesia -----------., Masalah Kedudukan dan
Baru. Kendati seara sosiologis kita bisa Peranan Hukum Adat,
mengatakan, bahwa keberantakan itu Academika, Jakarta, 1979.
merupakan biaya yang harus dikeluarkan,

Anda mungkin juga menyukai