Anda di halaman 1dari 9

SATUAN ACARA PENYULUHAN

PENYAKIT AUTOIMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA


DI RUANG RAJAWALI 3A RSUP DR. KARIADI SEMARANG

DISUSUN OLEH :

MAYRA MARLYN (P1337420616031)

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG

2018
SATUAN ACARA PENYULUHAN

A. Topik : Penyakit Autoimmune Hemolytic Anemia


B. Tujuan
1. Tujuan Umum : Memberikan pendidikan tentang penyakit AIHA dan apa saja yang
perlu dilakukan pada pasien dengan AIHA.
2. Tujuan Khusus : Setelah diberikan penyuluhan klien maupun keluarga mampu
memahami tentang :
a. Pengertian AIHA
b. Tanda dan Gejala AIHA
c. Penatalaksanaan AIHA
d. Pemeriksaan yang dilakukan
C. Sasaran : Pasien dan keluarga pasien penderita AIHA
di Ruang Rajawali 3A RSUP Dr. Kariadi Semarang.
D. Metode Pembelajaran : 1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya jawab
E. Media Pembelajaran : a. Leaflet
b. Lembar Balik

F. Kegiatan Belajar Mengajar :

NO WAKTU KEGIATAN PENYULUH KEGIATAN PESERTA


1. 3 menit Pembukaan :
· Membuka kegiatan dengan mengucapkan
· Menjawab salam
salam.
· Memperkenalkan diri · Mendengarkan
· Menjelaskan tujuan dari penyuluhan · Memperhatikan
· Menyebutkan materi yang akan diberikan
· Memperhatikan
2. 7 menit Pelaksanaan :
· Menjelaskan tentang pengertian AIHA · Memperhatikan
· Menjelaskan tentang tanda dan gejala
· Memperhatikan
AIHA
· Menjelaskan tentang penatalaksanaan
· Memperhatikan
AIHA
· Menjelaskan tentang pemeriksaan apa
· Memperhatikan
saja yang perlu dilakukan
·
3. 3 menit Evaluasi :
· Menanyakan kepada peserta tentang
· Menjawab pertanyaan
materi yang telah diberikan, dan
reinforcement kepada ibu yang dapat
menjawab pertanyaan.
4. 2 menit Terminasi :
· Mengucapkan terimakasih atas peran
· Mendengarkan
serta peserta dansalam. · Menjawabsalam

G. Waktu Pelaksanaan : 1 x 15 menit


H. Materi :

A. Pengertian AIHA
Anemia hemolitik autoimun (AIHA) atau autoimmune hemolytic anemia ialah
suatu anemia hemolitik yang timbul karena terbentuknya aotuantibodi terhadap
eritrosit sendiri sehingga menimbulkan destruksi (hemolisis) eritrosit (Bakta, 2006).
Dan sebagian referensi ada yang menyebutkan anemia hemolitik autoimun ini
merupkan suatu kelainan dimana terdapat antibody terhadp sel -sel eritrosit sehingga
umur eritrosit memendek (Sudoyo.et all.,2006).
Hemolisis adalah kerusakan sel darah merah pada sirkulasi sebelum 120 hari (umur
eritrosit normal). Hemolisis mungkin asymptomatic, tapi bila ‘eritropoesis’ tidak
dapat mengimbangi kecepatan rusaknya sel darah merah dapat terjadi anemia.
(Gurpreet, 2004)

B. Tanda dan gejala AIHA


Kadang – kadang Hemolosis terjadi secara tiba- tiba dan berat, menyebabkan krisis
hemolotik, yang menyebakan krisis hemolitik yang di tandai dengan:
1) Demam
2) Mengigil
3) Nyeri punggung dan lambung
4) Perasaan melayang
5) Penurunan tekanan darah yang berarti
Berdasarkan Tipenya :
a. Anemia hemolitik aotuimun tipe hangat:
Biasanya gejala anemia ini terjadi perlahan-lahan, ikterik, demam, dan ada yang
disertai nyeri abdomen, limpa biasanya membesar, sehingga bagian perut atas
sebelah kiri bisa terasa nyeri atau tidak nyaman dan juga bisa dijumpai splenomegali
pada anemia hemolitik autoimun tipe hangat. Urin berwarna gelap karena terjadi
hemoglobinuri. Pada AHA paling tebanyak terjadi yakni idiopatik splenomegali
tarjadi pada50-60%, iketrik terjadi pada 40%, hepatomegali 30% pasien san
limfadenopati pada 25% pasien. Hanya 25% pasien tidak disertai pembesaran organ
dan limfonodi.
b. Anemia hemolitik aotoimun tipe dingin:
Pada tipe dingin ini sering terjadi aglutinasi pada suhu dingin.Hemolisis berjalan
kronik. Anemia ini biasanya ringan dengan Hb: 9-12 g/dl. Sering juga terjadi
akrosinosis dan splenomegali. Pada cuaca dingin akan menimbulkan meningkatnya
penghancuran sel darah merah, memperburuk nyeri sendi dan bisa menyebabkan
kelelahan dan sianosis (tampak kebiruan) pada tangan dan lengan.

Anemia Hemolitik dapat diklasifikasikan sebagai berikut


a. Anemia Hemolitik Autoimun Tipe Hangat
Sekitar 70% kasus AIHA memiliki tipe hangat, di mana autoantibodi bereaksi secara
optimal pada susu 300C. Kurang lebih 50% pasien AIHA tipe hangat disertai
penyakit lain.

b. Anemia Hemolitik Imun Tipe Dingin


Terjadinya hemolisis diperantai antibody dingin yaitu agkutinin dingin dan antibody
Donath-landstainer. Kelainana ini secara karekteristik memiliki agglutinin dingin
IgM monoklonal. Pada umumnya agglutinin tipe dingin ini terdapat pada titer yang
sangat rendah, dan titer ini akan meningkat pesat pada fase penyembuhan infeksi.
Aglutinin tipe dingin akan berikatan dengan sel darah merah dan terjadi lisis langsung
dan fagositosis.

c. Paroxysmal Cold Hemoglobinuri


Ini adalah bentuk anemia hemolitik yang jarang dijumpai, hemolisis terjadi secara
massif dan berulang setelah terpapar suhu dingin. Dahulu penyakit ini sering
ditemukan, karena berkaitan dengan penyakit sifilis. Pada kondisi ekstrim
autoantibody Donath-Landsteiner dan protein komplemen berikatan pada sel darah
merah. Pada saat suhu kembali 370C. terjadilah lisis karena propagasi pada protein-
protein komplemen yang lain.
C. Penatalaksanaan AIHA
a. Terapi transfusi
1) Hindari transfusi kecuali jika benar-benar diperlukan, tetapi mereka
mungkin penting bagi pasien dengan angina atau cardiopulmonary terancam status.
2) Administer dikemas sel darah merah perlahan-lahan untuk menghindari
stres jantung.
3) Iron overload dari transfusi berulang-ulang untuk anemia kronis (misalnya,
talasemia atau kelainan sel sabit) dapat diobati dengan terapi khelasi. Tinjauan
sistematis baru-baru ini dibandingkan besi lisan chelator deferasirox dengan lisan
dan chelator deferiprone parenteral tradisional agen, deferoxamine.
b. Menghentikan obat
1) Discontinue penisilin dan agen-agen lain yang dapat menyebabkan
hemolisis kekebalan tubuh dan obat oksidan seperti obat sulfa
2) Obat yang dapat menyebabkan hemolisis kekebalan adalah sebagai berikut
(lihat Referensi untuk daftar lebih lengkap) :
a) Penisilin
b) Sefalotin
c) Ampicillin
d) Methicillin
e) Kina
f) Quinidine
3) Kortikosteroid
Penderita dengan anemia hemolitik autoimun karena IgG mempunyai respon yang
baik terhadap pemberian steroid dengan dosis 2-10mg/kgBB/hari. Bila proses
hemolitik menurun dengan disertai peningkatan kadar Hb (monitor kadar Hb dan
retikulosit), maka dosis kortikosteroid diturunkan secara bertahap.
Pemberian kortikosteroid jangka panjang perlu mendapat pengawasan terhadap efek
samping, dengan monitor kadar elektrolit, peningkatan nafsu makan, kenaikan berat
badan, gangguan tumbuh kembang, serta risiko terhadap infeksi.
c. Splenektomi dapat menjadi pilihan pertama pengobatan dalam beberapa jenis anemia
hemolitik, seperti spherocytosis turun-temurun. Diimunisasi terhadap infeksi dengan
organisme dikemas, seperti Haemophilus influenzae dan Streptococcus pneumoniae,
sejauh sebelum prosedur mungkin.
1) Dalam kasus lain, seperti di AIHA, splenektomi dianjurkan bila langkah-
langkah lain telah gagal.
2) Splenektomi biasanya tidak dianjurkan dalam gangguan hemolitik seperti
anemia hemolitik agglutinin dingin.
3) Diimunisasi terhadap infeksi dengan organisme dikemas, seperti
Haemophilus influenzae dan Streptococcus pneumoniae, sejauh sebelum prosedur
mungkin.
d. Gammaglobulin intravena
Pemberian gammaglobulin intravena dengan dosis 2g/kgBB pada penderita
anemia hemolitik autoimun dapat diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid.
e. Plasmafaresis untuk pengobatan anemia hemolitik autoimun
yang disebabkan oleh IgG kurang efektif bila dibandingkan dengan hemolitik yang
disebabkan oleh IgM meskipun sifatnya hanya sementara
f. Penanganan gawat darurat:
Atasi syok, pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, perbaiki fungsi ginjal.
Jika terjadi penurunan hemoglobin berat perlu diberi diberi transfusi namun dengan
pengawasan ketat. Transfusi yang diberikan berupa washed red cell untuk
mengurangi beban antibodi. Selain itu juga diberi steroid parenteral dosis tinggi atau
hiperimun untuk menekan aktivitas makrofag.
g. Terapi suportif-simptomatik:
Bertujuan untuk menekan proses hemolisis terutama dilimfa dengan jalan
splenektomi (operasi pengangkatan limfa). Selain itu perlu juga diberi asam folat
0,15-0,3mg/hari untuk mencegah krisis megaloblastik.
h. Terapi kausal:
Mengobati penyebab dari hemolisis, namun biasanya penyakit ini idiopatik (tidak
diketahui penyebabnya) dan herediter (bawaan) sehingga sulit untuk ditangani. Pada
thalasemia, transplantasi sumsum tulang bisa dilakukan
D. Pemeriksaan
• Pemeriksaan penyaring : pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit dan
hapusan darah tepi. Dari sini dapat dipastikan adanya anemia serta jenis morfologi
anemia tersebut, yang sangat berguna untuk pengarahan diagnosis lebih lanjut.
• Pemeriksaan darah seri anemia : meliputi hitung leukosit, trombosit, hitung
retikulosit dan laju endap darah. Sekarang sudah banyak dipakai automatic
hematology analyzer yang dapat memberikan presisi hasil yang lebih baik.
• Pemeriksaan sumsum tulang : pemeriksaan ini dibutuhkan untuk diagnosis
definitive pada beberapa jenis anemia. Pemeriksaan sumsum tualng mutlak
diperlukan untuk diagnosis anemia aplastik, anemia megaloblastik, serta pada
kelainan hematologic yang dapat mensupresi system eritroid.
• Pemeriksaan khusus hanya dikerjakan atas indikasi khusus, misalnya pada anemia
defisiensi besi yang diperiksa seperti serum iron (SI), total iron binding capacity
(TIBC), saturasi transferin, protoporfirin eritrosit, feritin serum. Anemia
megaloblastik yang diperiksa seperti folat serum, vit B12 serum, tes supresi
deoksiuridin dann tes Schiling. Anemia hemolitik yang diperiksa seperti bilirubin
serum, tes Coomb, elektroforesis hemoglobin.
• Juga diperlukan pemeriksaan non-hematologik tertentu seperti permeriksaan faal
hati, faal ginjal atau faal tiroid. Karena kasus pasien lebih mengarah pada anemia
hemolitik autoimun maka pemeriksaan yang dapat meyakinkan ke arah tersebut
adalah tes Coomb (Direct antiglobulin test). Tes Coombs bertujuan untuk
mendeteksi adanya antibody tidak lengkap atau komplemen yang terdapat pada
permukaan sel darah merah. Bila sel yang telah diliputi zat anti tidak lengkap
(mengalami sensitisasi) ditambahkan serum Coombs (serum antiglobulin) maka
akan terjadi aglutinasi. Hasil tes Coombs direk positif dijumpai pada Hemolitik
Disease of the Newborn (HDN), anemia hemolitik autoimun, anemia hemolitik
imun karena obat dan reaksi hemolitik pada transfuse darah. Sedangkan uji
antiglobulin indirect digunakan sebagai bagian dari penapisan antibody rutin pada
serum resipien sebelum transfusi dan untuk mendeteksi antibody golongan darah
pada wanita hamil.E.
DAFTAR PUSTAKA

Handayani Wiwik dan Andi Sulistyo. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Hematologi. Jakarta : Salemba Medika

Mansjoer Arif, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Ed 3. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2001. p. 550-552

Moss PAH, Pettit JE, Hoffbrand AV. Kapita selekta hematologi. Edisi 4. Jakarta :EGC; 2005.h.51-63

Price, Sylvia. 2005. Patofisiologis : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC

Sudiono H, Iskandar I, Edward H, Halim SL, Santoso R. Penuntun patologi klinik hematologi. Jakarta :
Biro Publikasi FK UKRIDA; 2009

Sudoyo W. Aru, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Ed 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009. p.1152-1159, 1379-
1389.
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. EGC. Jakarta

Thomas J, Monaghan T. Buku saku oxford pemeriksaan fisik & keterampilan praktis. Jakarta: EGC; 2012

Anda mungkin juga menyukai