APRIL 2017
Disusun Oleh :
Pembimbing :
1
Bab I
Pendahuluan
Cedera pada mata dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu open globe
injury (cedera bola mata terbuka) dan closed globe injury (cedera bola mata tertutup). Open
globe injury adalah cedera mata, di mana luka menyebabkan diskontinuitas seluruh ketebalan
dinding bola mata ( termasuk di dalamnya trauma penentrans, trauma perforasi, ruptur bola
mata, dan benda asing intra okuler). sedangkan closed globe injury adalah cedera pada bola
mata di mana luka belum mengenai seluruh ketebalan dinding bola mata. Termasuk di dalam
definisi closed globe injury ini adalah kontusio dan laserasi bola mata. Kontusio biasanya
disebabkan oleh trauma benda tumpul, sedangkan laserasi biasanya disebabkan oleh trauma
benda tajam(1)
Pada kelompok usia anak-anak angka kejadian trauma pada mata mencapai 8-14% dan
biasanya terjadi karena kasus kecelakaan dan mengenai salah satu mata saja. Sebaliknya, pada
orang dewasa sering terjadi akibat kelalaian atau kesengajaan dengan maksud mencelakai
seseorang. Pria lebih sering mengalami dibandingkan dengan wanita, kira-kira 4:1 dan paling
sering pada kelompok usia dewasa muda. Mekanisme terjadinya trauma termasuk tingkatan
trauma tembus pada mata, klinis perdarahan yang berat pada vitreous dan keberadaan benda
asing intraokular menentukan bagaimana nantinya daya visual akhir setelah terjadinya trauma
tembus pada mata. (1)
Untuk mendiagnosis pasien yang mengalami trauma tajam dapat dilakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis yang dapat dilakukan yaitu
bagaimana terjadinya trauma, obyek yang menyebabkan trauma, bahan pembutan obyek,
panjang obyek kecepatan objek, dan apakah pasien menggunakan alat pelindung diri.
pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan funduskopi, dan
pemeriksaan radiologis berupa rontgen, ct-scan dan USG. (1)
2
Bab II
Laporan Kasus
Nama : Ny. AT
Usia : 45 tahun
Agama : Katolik
Pendidikan terakhir : S1
Pekerjaan : PNS
2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada hari minggu tanggal 21 oktober 2018 di ruangan Instalasi Gawat
Darurat prof. Dr. Wz. Yohanes Kupang pukul 14.30 wita
Mata Kanan Tertusuk paku sejak kamis 18 oktober 2018. Pasien mengeluhkan mata
kanannya tertusuk paku saat hendak membuat kandang babi. Menurut pasien saat memukul
paku dengan palu, paku tersebut bengkok dan kemudian melenting kearah mata kanan pasien,
tanpa sempat ditutup. Saat itu pasien langsung merasa pandangan matanya kabur, dan
3
merasakan ada cairan yang keluar. Menurut keluarganya, cairan tersebut adalah darah. Saat itu
juga pasien langsung dibawa ke rumah sakit Lewoleba. Di rumah sakit tersebut luka pasien
dibersihkan, kemudian pasien mendapat suntikan anti tetanus dan antibiotik lalu dirujuk ke
RSUD Profesor W. Z. Yohanes Kupang. Pasien tiba di rumah sakit pada hari minggu, 21
oktober 2018 pukul 06.45 didampingi perawat. Saat diperiksa pasien mengeluhkan pandangan
matanya kabur dan merasa ada sesuatu yang menghalangi pandangan mata kanannya. Pasien
juga mengeluhkan mata kanannya terasa sedikit nyeri, hilang timbul, pasien meras mata
kanannya sangat silau saat melihat cahaya, airmata di mata kanan pasien keluar terus menerus,
Sakit kepala (-), mual muntah(-), riwayat Hipertensi (-), Diabetes (-). BAB dan BAK dalam
batas normal.
Tidak ada
Tidak ada.
Riwayar pengobatan :
Pasien mendapatkan suntikan anti tetanus, Asam tranexamat injeksi 3x500mg, ceftriaxon
injeksi 2x 1 gr, ketorolac injeksi 3x 30gr
Tanda vital :
4
Status antropometri
TB : 150 cm
BB aktual: 55 kg
IMT : 24,4 kg/m2
Status gizi: Overweight
Kepala : Bentuk normal, rambut tidak mudah rontok, warna hitam
Kulit : Sianosis (-), ikterik (-), scar (-), lembab, turgor kulit baik.
Mata :
OD OS
Pergerakan
Bola Mata
pandang
5
konjungtiva Bleeding (+), Konjungtiva Bleeding (-), edema (-)
edema (-)
Mulut : Bibir lembab, sianosis (-), pucat (-),mukosa mulut tampak lembab, lidah
bersih
Pulmo : Simetris saat statis dan dinamis, penggunaan otot bantu nafas ( -), vesikuler
+/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Ekstremitas
Superior Inferior
6
Akral Hangat Hangat
Pergerakan
Bola Mata
pandang
7
Follow Up 24 Oktober 2018 Pasca Operasi
OD OS
Pergerakan
Bola Mata
Kesegala arah Kesegalah Arah
pandang
8
Iradier Iris Radier
OD OS
Pergerakan
Bola Mata
pandang
9
Edema (-), hiperemis (-), Palpebra Edema (-), hiperemis (-),
spasme (-) spasme (-)
1.5 PENATALAKSANAAN
Operasi Jahit Laserasi sklera dan iridektomi (repair iris), dengan GA
Cefotaxim 2x1
Floxasin Obat Tetes Mata 6x1
Asam Mefenamat 3x 500 mg
1.6 PROGNOSIS
1. Vitam : Dubia ad bonam
2. Fungsionan : dubia ad Malam
3. Sanationam : dubia ad bonam
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Trauma tembus adalah trauma yang mengakibatkan adanya "pintu masuk" terjadinya
luka (injury with an entance wound) yang menembus ke intraokular. Mekanisme terjadinya
trauma tembus pada mata ini adalah trauma terbuka (open globe)(2,3)
Trauma tembus menyebabkan gangguan pada lapisan mata terluar tanpa menganggu
kontinuitas anatomi keseluruhan mata, tidak sampai terjadi prolapsus dari isi bola mata. Namun
demikian trauma ini menjadi hal yang sangat serius dan mengancam fungsi penglihatan yang
memakan waktu serta biaya yang mahal dan prognosis kebanyakan kasus adalah buruk(4,5)
Trauma tembus pada mata merupakan laserasi dengan luka yang tunggal dengan
ketebalan penuh disebabkan objek yang tajam tanpa adanya jaringan yang keluar (exit wound)
sedangkan perforasi akibat trauma terdapat laserasi akibat trauma yang mengakibatkan
keluamya jaringan disebabkan oleh benda yang sama.(6)
Trauma tembus maupun perforasi penting untuk dibedakan. Apabila yang terjadi adalah
trauma tembus (penetrasi), objek menembus masuk struktur tertentu di dalam mata, namun
apabila yang terjadi adalah perforasi, luka akan berjalan melewati struktur tersebut. Sebagai
contoh, suatu objek yang berhasil melewati kornea dan tersangkut di segmen anterior
melubangi (terjadi perforasi) kornea tetapi menembus mata. Perforasi menyebabkan gangguan
anatomi yang komplit dari sklera maupun kornea, dan bisa saja berhubungan dengan prolapsus
struktur internal.(4,7)
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian trauma tembus berkisar 3.1 dari 100.000orang.70-80 % terjadi pada
kaum pria, kecuali pada lansia dan bayi.Bisa dikatakan perbandingannya 3:1 antara pria dengan
wanita, ini dikarenakan laki-laki lebih sering berhadapan dengan aktivitas beresiko terhadap
paparan trauma okular.Kecenderungan pada anak-anak terutama yang tumbuh dalam keluarga
miskin atau pendidikan rendah atau pengawasan yang buruk lebih sering terpapar dengan
trauma. Dari penelitian yang dilakukan oleh oleh Daza A.B Larque,dkk pada 92 pasien rawatan
11
open globe trauma (trauma terbuka) di Hospital de Poniente sebanyak 72% trauma intraokular
ini disebabkan oleh trauma tembus.(8,9,10)
2.3 Etiologi
Trauma tembus pada mata merupakan salah satu ancaman bagi penglihatan dan dapat
terjadi pada siapa saja dan dimana saja. Hal-hal yang berkaitan dengan kejadian trauma ini
antara lain,
pekerja industri terbanyak pada industri logam
olahraga seperti bola kaki, bola basket, baseball, yang biasanya sering dialami anak-
anak dan dewasa muda. Pada orang yang bepergian dibawah pengaruh alkohol bisa saja
terjadi trauma secara tidak sadar mengakibatkan kecelakaan
kelalaian yang mengakibatkan cedera akibat benda tajam seperti pisau, pecahan kaca,
paku
bencana perang
2.4 Patofisiologi
Perlukaan pada mata akibat benda tajam, atau bisa juga karena peluru berkecepatan
tinggi atau potongan logam. Beratnya trauma bergantung pada ukuran objek, kecepatan
menembus dan kandungan yang terdapat didalamnya. Benda yang tajam seperti pisau akan
mengakibatkan laserasi sempurna pada mata(1).
Luka bisa saja hanya terkena pada kornea dan tidak sampai menembus segmen anterior
yang mungkin kecil kemungkinan hilang penglihatan namun dalam proses penyembuhannya
akan meninggalkan bekas (skar).(1)
Trauma tembus pada salah satu mata (unilateral) dapat menyebabkan reaksi inflamasi
simpatis pada mata yang tidak terkena trauma kapanpun mulai 2 minggu sampai hitungan tahun
dimana terjadi penyakit autoimun saat pigmen uveal dikeluarkan dan masuk aliran darah
12
menyebabkan produksi antibodi dan akibatnya terjadi uveitis di kedua mata baik yang terpapar
trauma maupun yang tidak. Faktor resiko akan terminimalisasi apabila jaringan mata yang
terpapar trauma ini dibuang dalam waktu 2 minggu jika tidak ada lagi bukti untuk
menyelamatkan fiingsi penglihatannya dan jika pada mata yang terpapar trauma ini tetap
berlangsung proses inflamasi.(2)
o corneal laceration with iris incarseration, laserasi kornea lebih lanjut dengan
bagian anterior mengalami pendangkalan dengan tertahannya iris maupun
prolapsus iris
o corneal laceration with lens involvement, laserasi yang besar pada kornea
disertai prolapsus iris sering melibatkan lensa. Trauma minimal karena
tembakan atau tusukan juga dapat menyebabkan kerusakan pada lensa.
Kerasakan tersebut dapat melibatkan kapsul anterior, korteks, kapsul posterior
dan zonula. Dapat menyebabkan katarak traumatik bergantung sejauh mana
akibat dari trauma yang ditimbulkan
o corneal laceration with vitreous involvement, laserasi yang sudah melibatkan
lensa sering diikuti dengan terganggunya bagian vitreous
13
o corneoscleral laceration with tissue loss
b. Efek kontusio
Kebanyakan kasus trauma tembus pada mata berhubungan dengan efek kontusio,
bervariasi mulai dari abrasi kornea yang sederhana sampai rupturnya bola mata.Pada beberapa
kasus, perubahan bisa saja lamban atau malah progresif. Untuk itu pasien harus tetap dalam
pengawasan untuk beberapa bulan. (3)
c. Infeksi
Ada tiga mekanisme terjadinya infeksi:
- Infeksi primer; terjadi bersamaan dengan trauma
- Infeksi yang terjadi lambat; timbul akibat konsolidasi skar yang buruk khususnya
apabila ada fistula(3)
Infeksi menjadi tantangan besar dalam manajemen trauma tembus oleh karena bisa
e. Sympathetic Ophtalmitis
Hal ini jarang terjadi, sifatnya bilateral, merupakan suatu granuloma dari panuveitis
yang terjadi setelah pembedahan atau trauma pada uvea salah satu nata.Onset klinis didahului
oleh inflamasi ringan oleh mata yang tidak ada trauma dan perburukan inflamasi pada mata
yang terkena trauma(3).
Gejala seperti nyeri, fotofobia, lakrimasi dan penglihatan kabur.Pencegahannya yaitu
dengan melakukan enukleasi pada mata yang terpapar trauma dalam 2 minggu setelah onset
14
trauma. Ini dikerjakan pada mata yang sudah terpapar trauma sangat berat dan tidak ada lagi
potensi untuk mengembalikan penglihatannya. (3)
2.6. Diagnosis
Untuk mendiagnosis suatu trauma tembus pada mata dapat dilakukan tahapan sebagai berikut,
dimulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Selain itu dapat
dilakukan penghitungan skor okular trauma untuk memperkirakan kondisi setelah pasien
dioperasi. (7)
2.6.1. Anamnesis
Diagnosis dari trauma mungkin dapat terlihat nyata secara klinis dari pemeriksaan fisik
mata yang biasa dilakukan, akan tetapi tetap diperlukan anamnesis untuk mencari tahu riwayat
berhubungan dengan kejadian trauma tersebut untuk mengetahui predisposisi bagaimana
terjadinya penetrasi pada mata. Hal yang dapat ditanyakan seperti objek yang menembus mata,
tajam dan panjangnya materi obyek tersebut, apakah menembus mata dengan berkecepatan
tinggi, apakah obyek tersebut merupakan benda tajam, dan apakah digunakan proteksi pada
mata. (7)
Selain melakukan pemeriksaan tersebut, perlu juga untuk melakukan tes konfrontasi
lapangan pandang untuk mengetahu tingkat kerusakan retina dan saraf optik. Pada fase akut,
pemeriksaan warna jarang digunakann untuk menentukan tingkat kerusakan nervus(7) .
15
Tes fungsi pandangan dapat dilakukan. Pemeriksaan pupil harus didahului dengan
inspeksi bentuk dan lokasi pupil, pupil yang asimetris dapat menandakan prolaps iris dan open
globe injury. Diameter pupil harus diperiksa. Dilatasi pupil dapat disebabkan oleh trauma iris.
Bentuk pupil yang anisokhor dapat disebabkan oleh kerusakan serabut simpatik ( menyebabkan
miosis).(11)
16
2.7 Penatalaksanaan
Pada fase akut setelah cedera, walaupun pemeriksaan penunjang dilakukan, akan sulit
untuk menentukan apakah terjadi ruptur sklera tau tidak. Dalam kasus seperti ini, pasien harus
dibawa ke ruangan operasi untuk dievaluasi apakah skleranya masih utuh. Anestesi topikal
biasanya tepat digunakan untuk membuka konjungtiva, dan membersihkan gumpalan darah(11).
Pada fase subakut, beberapa hari setelah trauma, harus diperiksa kembali tingkat
kerusakan dan keparahan kondisi intraokular. Pemeriksaan vitrektomi dapat dilakukan untuk
menilai keadaan retina dan diskus optikus(11).
B. Pembedahan
Mata dapat bertahan dari terjadinya kerusakan internal yang berat bahkan dengan luka
yang nampaknya kecil. Pada kasus laserasi korneaskleral dengan prolapsus uvea biasanya
membutuhkan pembedahan.Tujuan utamanya adalah untuk mengembalikan keutuhan dari bola
mata. Tujuan sekunder untuk memenuhi perbaikan primer yaitu mengembalikan penglihatan
melalui perbaikan kerusakan internal dan eksternal mata. (12)
Apabila prognosis penglihatan mata yang terpajan trauma sangat tidak ada harapan dan
pasien beresiko untuk terjadi simpatetik oftalmia, tindakan enukleasi dapat dipertimbangkan.
Enukleasi primer seharusnya dikerjakan pada trauma yang benar-benar menghancurkan
jaringan mata sehingga untuk mengembalikan anatominya menjadi sangat tidak mungkin. (12)
Pada beberapa kasus, penundaan enukleasi dalam beberapa hari memberi keuntungan
lebih daripada enukleasi primer. Penundaan ini (yang tidak boleh lebih dari 12-14 hari karena
bisa mencetuskan simpatetik oftalmia) diikuti dengan evaluasi fungsi penglihatan postoperatif,
konsultasi vitreoretina atau bedah plastik oftahnia dan stabilisasi kondisi umum pasien. Lebih
17
penting lagi, penundaan enukleasi mengikuti perbaikan yang gagal dan hilangnya persepsi
terhadap cahaya memberikan pasien waktu untuk mengetahui kehilangan ini dan pertimbangan
untuk melakukan enukleasi dalam keadaan non-emergensi. (12)
Tindakan anastesi umum hampir selalu perlu untuk perbaikan dari trauma terbuka
karena injeksi anestesi lokal di retrobulbar maupun peribulbar meningkatkan tekanan orbita,
yang bisa mengakibatkan eksaserbasi atau ekstrusi dari isi intraokular. Setelah pembedahan
selesai, injeksi anestesi periokular dapat digunakan untuk kontrol nyeri paska operasi. (12)
Vitrektomi merupakan tindakan terapi yang efektif, tetapi masih diperdebatkan kapan
sebaiknya tindakan ini dilakukan.Vitrektomi dini dengan antibiotik intravitreal diindikasikan
pada endoftalmitis. Pada kasus-kasus non-infeksi, penundaan pembedahan selama 10-14 hari
dapat menurunkan resiko perdarahan intraoperasi dan memungkinkan terjadinya perlepasan
vitreous posterior sehingga teknik bedah menjadi lebih mudah. (13)
Enukleasi maupun eviserasi primer dipertimbangkan hanya bila bola mata mengalami
kerusakan total. Mata sebelahnya rentan terhadap oftalmia simpatika bila terjadi trauma tembus
mata, terutama bila ada kerusakan di jaringan uvea walaupun hal ini sangat jarang terjadi. (13)
2.8 Komplikasi
Studi kohort yang dilakukan oleh Christopher A. Girkin, dkk dari 3.627 pasien yang
mengalami trauma tembus mata selama periode tahun 1988 sampai Januari 2003 di Amerika
Serikat, didapatkan 97 orang mengalami glaukoma sekunder post-traumatik, secara akumulasi
angka kejadiannya 2.67% selama follow-up 6 bulan pada masing-masing subjek. Peningkatan
usia berhubungan dengan perkembangan glaukoma pada pasien post trauma tembus ini. Selain
itu akuisi visual awal yang kurang dari 20/200 secara signifikan berhubungan dengan
terjadinya glaukoma paska trauma ini, demikian juga pada pasien yang mempunyai kelainan
pada matanya sebelum terpajan trauma. Kerusakan iris atau lensa, perdarahan vitreous dan
inflamasi, merupakan faktor resiko terbesar untuk berkembangnya glaukoma paska trauma
ini.(1)
2.9 Prognosis
Trauma tembus pada mata merupakan trauma yang serius dan mengancam penglihatan,
prognosisnya seringkali sangat buruk. Ada beberapa faktor prediktor berkaitan dengan
prognosis yang buruk misalnya akuisi visual yang menurun bahkan hilang penglihatan, seperti
defek pupil aferen, laserasi di kelopak, kerusakan lensa, perdarahan vitreous dan adanya benda
asing intraokular.(1)
18
BAB IV
PEMBAHASAN
19
Trauma tembus adalah trauma yang mengakibatkan adanya "pintu masuk" terjadinya
luka (injury with an entance wound) yang menembus ke intraokular. Mekanisme terjadinya
trauma tembus pada mata ini adalah trauma terbuka (open globe)(2,3)
Gejala umum yang timbul akibat trauma terbuka adalah berupa nyeri dan penurunan
tajam penglihatan. Selain itu dapat juga muncul gejala berupa efek mekanik langsung, efek
kontusio, infeksi, Iridocyclitis post trauma, Sympathetic Ophtalmitis dan Benda asing
intraokular yang tertahan(3)
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien tanda
dan gejala yang dialami pasien mengarah pada Open globe injury. Diagnosa ini dipilih karena
pada anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan matanya tertusuk paku sejak 3 hari lalu, yang
disertai keluarnya darah dari mata kanannya. Paien juga mengeluhkan kehilangan pengihatan
mata kanan, dan mata kanan berair. Diagnosis open globe injuri juga didukung dengan hasil
pemeriksaan berupa adanya gambaran perdarahan subkonjungtiva, dan laserasi diarah jam 2-
4. Pemeriksaan lainnya juga dilakukan yaitu pemeriksaan visus dimana ditemukan penurunan
tajam penglihatan yaitu pada mata kiri pasien didapatkan visus 1/300 yang artinya pasien hanya
mampu melihat lambaian tangan(8).
Bab V
Kesimpulan
20
Trauma tembus adalah trauma yang mengakibatkan adanya "pintu masuk" terjadinya
luka (injury with an entance wound) yang menembus ke intraokular.Trauma tembus
menyebabkan gangguan pada lapisan mata terluar tanpa menganggu kontinuitas
anatomi keseluruhan mata, tidak sampai terjadi prolapsus dari isi bola mata.
Tahapan untuk menegakkan diagnosis trauma tembus diawali dengan anamnesis
dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.Riwayat
berhubungan dengan kejadian trauma tersebut untuk mengetahui predisposisi
bagaimana terjadinya penetrasi pada mata, sifat objek, kecepatan objek, ada atau
tidaknya pelindung mata saat trauma terjadi.Evaluasi awal yang dapat dilakukan seperti
pemeriksaan pemeriksaan visus, lapangan pandang konfrontasional, pemeriksaan pupil,
dan funduskopi. Tanda-tanda penetrasi yang dapat dilihat misalnya prolapsus uvea,
distorsi pupil, katarak, dan perdarahan vitreous.Pemeriksaan penunjang misalnya
dengan CT scan, USG.
Setelah diagnosis dini ditegakkan, dilakukan pencegahan komplikasi seperti pemberian
pelindung mata, antibiotik, antiinflamasi dan juga vaksin tetanus.Setelah itu pasien
dirujuk ke dokter spesialis mata untuk penanganan dan pemeriksaan lanjutan.Tindakan
pembedahan segera atau ditunda bergantung kepada derajat trauma dan pertimbangan
lainnya.Prognosis kebanyakan kasus buruk antara lain menurun bahkan hilangnya
fungsi penglihatan, komplikasiseperti prolapsus iris, katarak paska trauma,
endophtalmitis, perdarahan vitreous, retinal detachment, dan glaukoma.
DAFTARPUSTAKA
21
1. Havens Shane, Kosoko-Lasaki Omofolasade, Palmer Millicent. 2009.
Penetrating Eye Injury: A Case Study. American Journal of Clinical Medicine
Winter 2009
2. Kuhn Ferenc, Morris Robert.,et al. Terminology of Mechanical Injuries: The
Birmingham Eye Trauma Terminology (BETT). In: Kurun Ferenc. Ocular
Traumatology. Birmingham:Springe;4,8-9,347-348
3. Prakash Amit. 2010. Penetrating Ocular Trauma Study. Department of
Ophtalmology J.J.M Medical College Davangere.
4. Mattera Connie J. Ocular Trauma, page 13.
5. Briffa Benedict Vella Agius Maria. 2010. Penetrating Eye Injuries at The
Workplace: Case Report and Discussion 2010
6. Sukati VN. 2012. Ocular injuries-a review. The South African Optometrist
2012
7. American Academy of Ophtalmology. 2012. Clinical Aspects of Toxic and
Traumatic Injuries of The Anterior Segment. In: American Academy of
Ophtalmology. External Disease and Cornea, 373-376
8. Daza Ana Beleen Larque, Calvo Jesus Paralta, Andrade Jesus Lopez. 2010.
Epidemiology of Open Globe Trauma in The Southeast of Spain. Eur J
Opthamol 2010
9. Potockova A, Strmen ?.,et al. 2010. Clinical Study: Mechanical Injuries of The
Eye. Bratisl Lek Listy 2010
10. Hung Kuo Hsuan, Yang Chang Sue.,et al. 2011. Management of Double-
Penetrating Ocular Injury with Retained Intraorbital Metallic Foreign Body.
Journal of The Chinese Medical Association 2011
11. Kuhn F. Ocular traumatology. Ocular Traumatology. 2008.
12. American Academy of Ophtalmology. 2012. Clinical Aspects of Toxic and
Traumatic Injuries of The Anterior Segment. In: American Academy of
Ophtalmology. External Disease and Cornea, 373-376
13. Riordan- Eva Paul, Whitcher John P. 2010. Vaughan & Asbury: Oftalmologi
Umum edisi ke-17. Jakarta: EGC, 375-376
22