Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN STROKE HEMORAGIK

DI RUANG ICCU RSUD Dr. SOEHADI PRIJONOGORO SRAGEN

A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Definisi stroke menurut WHO Task Force in Stroke and other
Cerebrovascular Disease (1989) adalah suatu gangguan disfungsi
neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah, dan
terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya
secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala-gejala dan tanda-tanda
yang sesuai dengan daerah fokal otak yang terganggu (WHO, 1989).
Menurut Batticaca (2008; 56), Stroke adalah suatu keadaan yang
timbul karena terjadi gangguan perdarahan di otak yang menyebabkan
terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang
menderita kelumpuhan atau kematian. Stroke secara umum merupakan
defisit neurologis yang mempunyai serangan mendadak dan
berlangsung 24 jam sebagai akibat dari terganggunya pembuluh darah
otak (Hudak dan Gallo, 1997) .
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh karena
pecahnya pembuluh darah pada otak. Stroke hemoragik terjadi bila
pembuluh darah di dalam otak pecah. Otak sangat sensitif terhadap
perdarahan dan kerusakan dapat terjadi dengan sangat cepat.
Pendarahan di dalam otak dapat mengganggu jaringan otak, sehinga
menyebabkan pembengkakan, mengumpul menjadi sebuah massa yang
disebut hematoma. Pendarahan juga meningkatkan tekanan pada otak
dan menekan tulang tengkorak.

2. Etiologi
Banyak faktor yang bisa mempengaruhi kejadian stroke,
diantaranya usia, jenis kelamin, ketururnan, ras, hipertensi,
hiperkolesterolemia, diabetes melitus, merokok, aterosklerosis, penyakit
jantung, obesitas, konsumsi alkohol, stres, kondisi sosial ekonomi yang
mendukung, diet yang tidak baik. Hipertensi merupakan faktor risiko
utama terjadinya stroke.
Sering disebut sebagai the silent killer karena hipertensi
meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak 6 kali. Dikatakan
hipertensi bila tekanan darah lebih besar dari 140/90 mmHg. Semakin
tinggi tekanan darah pasien kemungkinan stroke akan semakin besar,
karena terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga
memudahkan terjadinya penyumbatan bahkan pecahnya pembuluh
darah di otak. Kejadian hipertensi bisa merusak dinding pembuluh
darah yang bisa dengan mudah akan menyebabkan penyumbatan
bahkan pecahnya pembuluh darah di otak (Junaidi, 2011).
Mereka pula yang secara genetik mengalami aneurisme beresiko
tinggi terkena serangan stroke hemoragik jika dibarengi dengan
hipertensi yang di deritanya. Selain itu trauma fisik yang terjadi dikepala
atau leher serta tumor dikepala juga dapat mendorong perdarahan pada
otak.

3. Patofisiologi
Stroke hemoragik terjadi akibat pembuluh darah yang menuju
ke otak mengalami kebocoran (perdarahan). Kebocoran tersebut diawali
karena adanya tekanan yang tiba-tiba meningkat ke otak sehingga
pembuluh darah yang tersumbat tersebut tidak dapat lagi menahan
tekanan, akhirnya pecah dan menyebabkan perdarahan. Perdarahan
pada umumnya terjadi pada batang otak (brain stem), selaput otak
(korteks) dan sereblum.
Kebocoran tersebut menyebabkan darah tidak dapet mencapai
sasarannya, yaitu sel otak yang membutuhkan suplai darah. Jika suplai
darah terhenti dapat dipastikan suplai oksigen dan nutrisi yang
diperlukan otak akan terhenti pula dan akhirnya sel otak mengalami
kematian.
Ada sejumlah faktor yang memicu terjadinya stroke hemorogik.
Salah satu penyebabnya adalah penyumbatan pada dinding pembuluh
darah yang rapuh (aneurisme) – mudah menggelembung, dan gampang
pecah terutama kelompok berusia lanjut. Kondisi pembuluh yang lemah
tidak kuasa menahan tekanan, akibatnya darah darah yang mengalir
didalamnya tersembur keluar.
Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke.
Sering disebut sebagai the silent killer karena hipertensi meningkatkan
risiko terjadinya stroke sebanyak 6 kali. Dikatakan hipertensi bila
tekanan darah lebih besar dari 140/90 mmHg. Semakin tinggi tekanan
darah pasien kemungkinan stroke akan semakin besar, karena terjadinya
kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga memudahkan
terjadinya penyumbatan bahkan pecahnya pembuluh darah di otak. Jika
serangan stroke terjadi berkali-kali, maka kemungkinan untuk sembuh
dan bertahan hidup akan semakin kecil. Dengan mengetahui pengaruh
hipertensi terhadap kejadian stroke iskemik dan stroke hemoragik,
maka diharapkan dapat mencegah terjadinya stroke iskemik maupun
stroke hemoragik dan stroke ulangan Semakin tinggi tekanan darah
pasien makan semakin tinggi pula risiko untuk mengalami stroke.
Kejadian hipertensi bisa merusak dinding pembuluh darah yang bisa
dengan mudah akan menyebabkan penyumbatan bahkan pecahnya
pembuluh darah di otak (Junaidi, 2011).

4. Manifestasi Klinis
Serangan stroke jenis apa pun akan menimbulkan defisit neurologis
yang bersifat akut (De Freitas et al., 2009). Tanda dan Gejala :
a. Hemidefisit motorik.
b. Hemidefisit sensori.
c. Penurunan kesadaran.
d. Kelumpuhan nervus fasialis (VII) dan hipoglosus (XII) yang
bersifat sentral,
e. Gangguan fungsi luhur seperti kesulitan ber- bahasa (afasia)
dan gangguan fungsi intelektual (demensia).
f. Buta separuh lapangan pandang (hemianopsia.
g. Defisit batang otak.

5. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Batticaca (2008; 60), Pemeriksaan penunjang


diagnostik yang dapat dilakukan adalah :
a. Laboratorium : darah rutin, gula darah, urine rutin, cairan
serebrospinal, analisa gas darah, biokimia darah, elektolit.
b. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya
perdarahan dan juga untuk memperlihatkan adanya edema,
hematoma, iskemia, dan adanya infark.
c. Ultrasonografi Doppler : mengidentifikasi penyakit arteriovena
( masalah sistem arteri karotis ) .
d. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke
secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
e. MRI ( magnetic resonance imaging ) : menunjukan daerah
yang mengalami infark, hemoragik ).
f. EEG ( elektroensefalogram ) : memperlihatkan daerah lesi
yang spesifik.
g. Sinar-X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar
lempeng pineal daerah yang berlawanan dari masa yang
meluas; klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosit
serebral ; klasifikasi parsial dinding aneurisma pada
perdarahan subarachnoid.
6. Penatalaksanaan
a. Umum
- Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume
hematoma >30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan
hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung memburuk.
- Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah
premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg,
diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume
hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah
harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian
dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit)
maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam;
kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.
- Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi
kepala dinaikkan 300, posisi kepala dan dada di satu bidang,
pemberian manitol dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).
- Penatalaksanaan umum, tukak lambung diatasi dengan antagonis
H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa proton; komplikasi
saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan
antibiotik spektrum luas.
b. Khusus
- Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator.
- Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan
yaitu pada pasien yang kondisinya kian memburuk dengan
perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut
akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-
shunting, dan perdarahan lobar >60 mL dengan tanda
peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi.
- Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis
Kalsium (nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi,
ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah
aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous
malformation, AVM).

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Fokus pengkajian
a. Identitas
1) Pasien : nama, umur, alamat, agama, pendidikan, pekerjaan,
tanggal masuk, no. Registrasi, diagnosa masuk.
2) Penanggung jawab : nama, umur, alamat, agama, pendidikan,
pekerjaan, dan hubungan dengan pasien.
b. Pengkajian primer
1) Airway
Kaji :
a) Bersihan jalan nafas
b) Ada/tidaknya alat bantu pernafasan
c) Distres pernafasan
d) Tanda-tanda perdarahan dijalan nafas, muntahan, edema
laring.
2) Breathing
Kaji :
a) Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
b) Suara nafas melalui hidung dan mulut
c) Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
3) Circulation
Kaji :
a) Denyut nadi karotis
b) Tekanan darah
c) Warna dan kelembapan kulit
d) Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
4) Disability
Kaji :
a) Tingkat kesadaran
b) Gerakan ekstermitas
c) GCS
d) Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya
5) Eksposure
Kaji tanda-tanda trauma yang ada
c. Pengkajian pola fungsional menurut virginia handerson
1) Kebutuhan bernafas dengan normal
2) Kebutuhan nutrisi adekuat
3) Kebutuhan eliminasi
4) Kebutuhan keseimbangan dan gerak
5) Kebutuhan istirahat dan tidur
6) Kebutuhan mempertahankan temperatur tubuh
7) Kebutuhan personal hiegene
8) Kebutuhan berkomunikasi
9) Kebutuhan spiritual
10) Kebutuhan berpakaian dan memilih pakaian
11) Kebutuhan rasa aman dan nyaman
12) Kebutuhan bekerja
13) Kebutuhan rekreasi
14) Kebutuhan belajar
d. Pemeriksaan fisik pada klien
e. Data penunjang.

Anda mungkin juga menyukai