Anda di halaman 1dari 13

MASYARAKAT ARAB SEBELUM ISLAM

Mata kuliah: Sejarah Peradaban Islam

Dosen Pengampu: Drs. H. Akhmad Zaeni, M.Ag

Disusun oleh:

Oleh:

1. Fina Niswati Izza (2022112028)

Kelas: PBA A

KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM PENDIIDKAN BAHASA ARAB
TAHUN 2015

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemahaman konteks masyarakat sebelum kedatangan Islam, memiliki peran


penting setidaknya sebagai wahana kita memahami bahwa hadirnya Islam memberikan
kontribusi signifikan dalam kehidupan. Meskipun dalam beberapa hal ajaran-ajaran
Islam memiliki kesinambungan dengan ajaran yang diturunkan kepada nabi
sebelumnya, namun bisa dipastikan bahwa ajaran Islam memiliki kontribusi yang
penting dalam membangun peradaban manusia. Pendeknya, diantara poin penting
mempelajari kondisi Arab pra Islam , kita memiliki wawasan yang luas sehingga
mampu mendeskripsikan secara mudah tatkala muncul pertanyaan apa bedanya yang
terjadi di Arab sebelum dan setelah kedatangan Islam.1

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi masyarakat Arab sebelum kedatangan Islam ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui bagaimana kondisi masyarakat Arab sebelum kedatangan Islam.

1
Muhammad In’am Esha, Percikan Filsafat Sejarah dan Peradaban Islam (Malang: UIN-
Maliki Press), hlm: 59

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Geografis Jazirah Arab

Jazirah Arab dengan luas satu juta mil persegi atau tepatnya 1.745.900 km
merupakan kediaman mayoritas bangsa Arab. Akan tetapi bangsa Arab juga mendiami
daerah-daerah sekitar jazirah. Tanah Arab dianamai Pulau Gundul karena tanah Arab
merupakan suatu tanah semenanjung yang kurang subur dan terdapat banyak gunung
batu. Ada beberapa sungai yang mendiami wadi dengan aliran yang tidak tetap dan
lembah-lembah berair di musim hujan.2

Jazirah secara etimologi berasal dari bahasa Arab yang berarti “kepulauan”,
Arab secara etimologi berasal dari kata arabia berarti “gurun pasir” atau “sahara”. Dari
segi geografis sebenarnya Arab bukanlah sebuah kepulauan sebab dari empat penjuru
perbatasannya masih ada satu yang tidak berbatasan dengan laut3. Di sebelah barat
berbatasan dengan dengan laut Merah dan gurun Sinai, sebelah timur berbatasan dengan
Teluk Arab (Persia), sebelah selatan dengan laut India, dan di sebelah utara dengan
gurun (padang pasir) Irak dan Syiria. Meskipun dikelilingi oleh air pada tiga sisi dan
dibatasi oleh padang pasir pada sisi ke empat, jazirah Arab termassuk salah satu daerah
yang paling kering dan panas di muka bumi.4 Jazirah Arab terletak di Sebelah Barat
daya Asia, terbagi atas dua bagian yaitu bagian tengah dan bagian tepi.

Bagian tengah Jazirah Arab yakni daerah pegunungan yang tandus , sehingga
penduduknya nomaden untuk mencari tanah yang subur. Bagian tengah ini didiami oleh
suku Badui dimana mereka senang hidup bebas dan tidak suka bercocok tanam.
Wilayah yang termasuk di dalamnya adalah Najed dan al-Ahqaf. Karena penduduknya
berpindah-pindah jadi mereka tidak tenang menciptakan kebudayaan dan peradabannya.

2
Khoiriyah, Reorientasi Sejarah Peradaban Islam: Dari Arab Sebelum Islam hingga Dinasti-
Dinasti Islam, (Yogyakarta: Teras, 2012),hlm: 6
3
Fatah Syukur NC, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2002), hlm:
13
4
Khoiriyah, op.cit., hlm: 5-6

3
Bagian tepi Jazirah Arab merupakan bagian yang subur karena cukupnya curah
hujan , dan penduduknya bukanlah pengembara. Wilayah ini adalah Yaman, Hijaz,
Oman , Hadramaut. Karena mereka menetap sehingga mereka berhasil membuat
berbagai bentuk kebudayaan , mendirikan kerajaan diantaranya kerajaan Saba’ yang
terkenal dengan Ratu Balqis, kerajaan Himyar Manadhirah, dan kerajaan Chassaniyah.5

B. Agama Bangsa Arab Pra Islam

Menurut Watt dalam bukunya Muhammad’s Mecca (1988), melalui kajiannya


terhadap al-Qur’an dikombinasikan dengan sumber arkeologis dan literal lain ada 4
sistem kepercayaan religius yang berkembang di Arab pra Islam, yaitu:

1. Fatalisme
Kepercayaan ini menganggap bahwa “waktu” merupakan manifestasi dari
Tuhan. Menurut mereka terdapat dua hal yang wujudnya ditakdirkan; pertama,
kematian (‘ajal) dan kedua, rezeki. Dua hal inilah yang keberadaanyya di luar
kontrol manusia. Sehingga muncul kepercayaan bahwasanya peristiwa-peristiwa
yang terjadi dalam hidup ini merupakan produk dan ditentukan oleh waktu.

2. Paganisme
Kepercayaan paganisme ini adalah realitas yang niscaya dalam masyarakat
Arab. menurut Watt, di Jazirah Arab terdapat sepuluh Tuhan yang disembah.
Tiga diantaranya diidentifikasi sebagai Tuhan feminim, yaitu al-Lat, al-Uzzah,
dan Manat. Mereka berada di tempat-tempat suci di sekitar Makkah, Thaif,
Nakhla dan Qudaid. Tujuh lainnya berkarakter Tuhan maskulin antara lainWadd
yang disembah oleh suku Kalb, Suwa’ disembah suku Yanbu, Yaghuts
disembah oleh suku Madhij, Yauq oleh suku Khiwan dan Nasr oleh suku di
Yaman dan Himyar.

3. Kepercayaan kepada Allah sebagai super Tuhan


Konsep Allah dalam masyarakat Arab pra Islam setidaknya mengandung
beberapa pengertian :
a. Sebagai Tuhan pencipta alam semesta
b. Sebagai pemberi hujan dan kehidupan yang ada di muka bumi
5
Fatah Syukur NC, op.cit., hlm: 13-14

4
c. Digunakan dalam sumpah yang sakral
d. Sebagai objek penyembahan dari apa yang dapat dikatakan sebagai
monotheisme sementara
e. Sebagai Tuhan Ka’bah
f. Sebagai Tuhan yang disembah melalui perantaraan dewa-dewa lain.
Menurut Watt, secara literal bentuk kepercayaan ini tampak seperti ide
ketuhanan yang bercorak monotheistik. Namun sesungguhnya dalam
konteks kehidupan masyarakat Arab pra Islam, bentuk keyakinan seperti
ini bukanlah bagian dari corak monotheistik. Hal ini tidak lain karena
disamping mempercayai akan Allah sebagai super Tuhan namun pada
saat yang bersamaan ia membuat sekutu kepadanya.

4. Monotheisme
Rippin menjelaskan dalam kaitanyya dengan monotheisme masyarakat Arab
pra Islam setidaknya terdapat tiga teori yang dimunculkan; pertama,
monotheisme sebagai akibat pengaruh dari agama Yahudi; kedua, monotheisme
merupakan sesuatu yang bersifat alamiah. Monotheisme merupakan merupakan
evolusi pemikiran secara umum dari masyarakat ; dan ketiga monotheisme
berkaitan dengan term “hanif” , agama yang dibawa oleh Nabi Ibrahim.6

C. Kesusasteraan Bangsa Arab

Bangsa arab adalah bangsa pecinta syair. Penyair-penyair mereka sangat


berpengaruh terhadap masyarakat. Rakyat bangsa tersebut punyai kebiasaan pergelaran
puisi yang diselenggarakan di pasar-pasar seperti Ukaz dan Zulmajz.

Kabilah-kabilah Arab meriwayatkan al-ayyam (hari-hari penting) yang terdiri


dari peperangan dan kemenangan, untuk tujuan membayangkan atau membanggakan
diri terhadap kabilah-kabilah lain, baik dalam bentuk syair maupun prosa yang diselang-
selingi syair. Syair itulah yang melestarikan perpindahan dan mendiseminasikan berita
itu.

Puisi Jahiliyah (pra Islam) tidak menggambarkan tentang konflik pribadi, tetapi
nyanyian kemenagan suku dan mengekspresikan etos keberanian , kemurahan hati,
6
Muhammad In’am Esha, op.cit.,hal: 64-68

5
kehormatan dan keunggulan keturunan. Bentuk tradisi Arab pra Islam yang
mengandung informasi sejarah lainnya adalah al-Ansab (jamak dari nasab: silsilah /
geneology). Pada masa itu pengetahuan tentang nasab merupakan satu cabang kajian
yang dianggap penting. Setiap kabilah hafal akan silsilahnya. Semua anggota keluarga
menghafalkannya agar tetap murni dan silsilah itu dibanggakan terhadap kabilah lain.7

Hanya saja pada waktu itu di negeri-negeri Arab pendidikan belum tersebar,
karena bangsa Arab dari sebelumnya tidak dikenal sebagai menara gading. Kita tidak
mempunyai data yang bisa menjadikan acuan bahwa negeri-negeri Arab terutama
Makkah saat itu sudah menaruh perhatian terhadap pendidikan dan pengajaran tentang
baca tulis bagi para puteranya. Pendidikan yang berlangsung pada saat itu hanya
berdasarkan hajat mereka. Anak-anak langsung diajari oleh orang tuanya.8

Adapun tentang pengetahuan masyarakat Arab yang bersifat murni yang lahir
karena dorongan lingkungan dan karakkter negeri Arab itu sendiri adalah seperti : Ilmu
Meteorologi, Ilmu arkeologi, Ilmu Nasab.9

D. Kondisi Kemasayarakatan di Jazirah Arab.

Yang dimaksud dengan kondisi kemasyarakatan disini adalah hubungan antara


seorang dengan isteri, anak, keponaknnya, dan hubungan antara satu kabilah dengan
kabilah lainnya.

Bagi orang –orang yang mengikuti syair-syair Arab zaman Jahiliyah, pasti dapat
mengambil kesimpulan bahwa pada masa itu kondisi kaum wanita Arab dapat
menikmati kebebasan yang sangat besar. Mereka biasa diajak bermusyawarah dalam
urusan-urusan penting dan diterima usulannya. Bahkan mereka juga bekerja sama
dengan kaum laki-laaki dalam banyak pekerjaan. Dari kehidupan rumah tangga,
kedudukan isteri sudah sangat maju dari yang terlintas dalam hayal kita. Hal ini seperti
terungkap dalam sikap bangga ketika mereka dinasabkan dengan ibu mereka sama
halnya bangga ketika dinasabkan kepada ayah mereka.

7
Ibid.,hlm: 20
8
Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah kebudayaan Islam, cetakan ke -9, (Jakarta: Kalam Mulia,
1979),hlm: 118
9
Ibid., hlm: 121

6
Masyarakat Arab adalah suatu masyarakat yang memilliki sistem yang bersifat
baku terhadap perkawinan. Mayoritas diantara mereka baru memperisteri seorang
wanita sesudah mendapat restu keluarga pihak isteri. Dalam sistem perkawinan mereka
mengenal sistem perceraian dan perceraian ini berada pada pihak suami. Selanjutnya
dalam pandangan masyarakat Arab dianggap baik, untuk menghindarkan fitnah dan
demi memelihara kehormatan, jika seorang anak perempuan sudah masanya memasuki
usia perkawinan atau janda muda namun tidak segera dinikahkan. Hal ini berpandangan
bahwa sebuah keluarga menjadi terhormat apabila memiliki banyak anak dan keturun.
Namun dikenal juga adanya syarat dari pihak isteri agar perceraian ditangannaya.
Diantara perilaku buruk masyarakat Arab Jahiliyah adalah menanam bayi perempuan
hidup-hidup (wa’dul banat) karena takut hinaan atau noda. Hanya saja tradisi ini tidak
memasyarakat di seluruh bangsa Arab. Motif lain dari penanaman bayi perempuan
hidup-hidup ini di sebahagian kalangan masyarakat kelas bawah adalah karena takut
jstuh miskin (fakir), terutama di lingkungan masyarakat bani Asad dan Tamin.

Perlakuan bangsa Arab terhadap anak laki-laki adalah penuh dengan kasih
sayang, kecuali di sebahagian keluarga miskin dan dhu’afa. Di kalangan ini karena
takut miskin anak laki-lakipun sampai hati dibunuhnya. Sedangkan saudara dan
keponakan, mereka akan selalu ditolong dan dibela , baik dalam posisi benar atau salah.
Sebab mereka berpandangan mereka akan ternoda apabila berpangku tangan dan tidak
mau membela dan menolong saudara atau keponakannya .

Bilamana puak suatu kabilah telah beranak pinak sedemikian banyak, maka anggota
puak kabilah itu bersaing untuk menduduki kursi kepemimpinan dan kehormatan
sekalipun masing-masing diantara mereka itu masih satu kabilah. Persaingan ini telah
menimbulkan permusuhan dan perseteruan hingga mneimbulkan pertumpahan darah.

Sebagai kesimpulan tentang kondisi kemasyarakatan di lingkungan Arab


Jahiliyah adalah: bahwa solidaritas antar sesama anggota satu kabilah sangat kuat ,
sedang perasaan tersebut dengan kabilah sama sekali tidak ada. Tenaga mereka telah
habis untuk selalu berperang , disebabkan dua hal memperebutkan sarana penghidupan
dan memperebutkan kehormatan dankrsi kepemimpinan. 10

10
Hasan Ibrahim,op.cit.,hlm: 114-117

7
E. Kehidupan Politik dan Sosial Jazirah Arab

Bila dilihat dari segi sosiologis dan antropologis bangsa Arab mempunyai
tingkat solidaritas dan budaya yang tinggi. Tingkat solidaritas bisa dilihat dari
kehidupan bangsa Arab di padang pasir yaitu kaum Badui. Mereka mempunyai perasaan
kesukuan yang sangat tinggi. Kabilah atau suku itulah yang mengikat warganya dengan
ikatan darah atau keturunan atau ikatan kesukuan. Kabilah itulah yang berkewajiban
melindungi warganya , dan melindungi orang yang menggabungkan diri atau meminta
perlindungan kepadanya.

Bangsa Arab mempunyai budaya yang tinggi itu bisa diketahui dari kerajaan-
kerajaan yang berdiri di Yaman. Dari bani Qathan ini telah berdiri kerajaan-kerajaan
yang berkuasa di daerah Yaman , diantaranya yang terpenting adalah kerajaan Ma’in,
Qutban, saba’ dan Himyar.11

Kehidupan sosial bangsa Arab dapat juga kita ketahui misalnya dengan adanya
syair-syair Arab. Ada dua cara dalam mempelajari syair arab di masa jahiliyah. Kedua
syair itu amat besar manfaatnya:

a. Mempelajari syair itu sebagai suatu kesenian, yang oleh bangsa arab itu
amat dihargai.
b. Mempelajari syair itu dengan maksud supaya kita dapat mengetahui adat
istiadat dan budi pekerti bangsa Arab.12

Masyarakat, baik nomadik maupun yang menetap, hidup dalam budaya


kesukuan Badui.13 Orang Badui merupakan bangsa yang liar, penuh dengan kebiasaan
hidup liar. Keliaran (kebuasan) telah menjadi watak dan sifat mereka. Dan mereka
menikmati hidup demikian sebab mereka bebas dari kekangan hukum dan tidak usah
patuh pada kepemimpinan. Watak alami demikian merupakan peniadaan dan
bertentangan dengan peradaban. Dibawah kepemimpinan orang Badui, para
pengikutnya seakan-akan hidup di dalam pemerintahan anarki, tanpa hukum. Masing-
masing orang badui berlomba menjadi pemimpin . Sedikit sekali diantara mereka yang

11
Fatikhah, Sejarah Peradaban Islam, (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2012), hlm: 22
12
Ibid.,hlm:24
13
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm: 11

8
mau menyerahkan kekuasaanyya kepada orang lain, meskipun itu ayahnya, saudaranya,
maupun anggota keluarganya yang paling tua. 14

Bangsa Arab tidak memiliki sistem pemerintahan seperti yang kita kenal dewasa
ini. Mereka tidak memiliki peradilan tempat memperoleh kepastian hukum tentang
suatu kasus atau tempat memvonis suatu tindakan pelanggaran. Dalam taataran
masyarakat jahili orang yang teraniaya secara langsung yang akan bangkit mengambil
tindakan pembalasan kepada yang telah berbuat aniaya kepadanya dan kabilahnya bila
tindakan aniaya itu dianggap sangat membahayakan . Barulah pihak teraniaya tidak
berhak menuntut balas apabila yang berbuat aniaya telah membayar ganti rugi dengan
materi sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak (diyat).15

Organisasi dan identitas sosial berakar pada keanggotaan dalam suatu rentang
komunitas yang luas. Kelompok beberapa keluarga membentuk kabilah (clan).
Beberapa kelompok kabilah membentuk suku (tribe) dan dipimpin oleh seorang syaikh.
Mereka sangat menekankan hubungan kesukuan, sehingga kesetiaan atau solidaritas
kelompok menjadi sumber kekuatan bagi suatu kabilah maupun suku. Mereka suka
berperang. Karena itu, peperangan antar suku sering sering sekali terjadi. Sikap ini
tampaknya telah menjadi tabi’at yang mendarah daging dalam diri orang Arab. Dalam
masyarakat yang suka berperang tersebut, nilai wanita menjadi sangat rendah. Situasi
seperti ini terus berlangsung sampai agama Islam lahir. Dunia Arab ketika itu
merupakan kancah peperangan terus menerus. Pada sisi yang lain, meskipun masyarakat
Badui mempunyai pemimpin, namun mereka hanya tunduk kepada syikh atau amir
(ketua kabilah ) itu dalam hal yang berkaitan dengan peperangan, pembagian harta
rampasan dan pertempuran tertentu. Di luar itu, syaikh atau amir tidak kuasa mengatur
anggota kabilahnya.16

Lebih jauh dari itu bahwa dalam masyarakat Arab jahili tidak ada sistem yang
mengatur pemindahan kekuasaan dan kepemimpinan. Yang ada hanya berdasarkan
tradisi, bahwa yang paling tua usianya, yang terkaya, yang paling banyak anggota
keluarganya, dan yang paling layak mendapat kehormatan dari kepribadiannya dalam
kabilah itulah yang terpilih. Orang-orang Arab yang merdeka saat berperang , mereka

14
Ibnu Khaldun, Muqoddimah Ibnu Khaldun, terjemahan Ahmadie Thoha. (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2000),hlm: 180-182
15
Hasan Ibrahim Hasan, op.cit.,hlm: 88-89
16
Badri Yatim, op.cit, hlm: 11

9
bersatu padu terpimpin dan berada di bawah komando seorang amir. Namun dalam
keadaan damai, keluargalah satu-satunya yang nampak tersusun dalam kehidupan
mereka.17

F. Keadaan Ekonomi

Kehidupan sosial ekonomi bangsa arab menjelang lahirnya islam, sangat


ditentukan oleh kondisi dan letak geografis wilayahnya. Bagi masyarakat Arab
pedalaman yang terkenal dengan sebutan ahlu Badui atau Badiah hidup berpindah-
pindah mencari tempat yang subur, mereka bertani dan beternak. Dalam mengolah
pertanian para pemilik ladang memkai tiga sistem yaitu pertama, sistem sewa dengan
emas atau logam mulia yang lain, gandum atau hasil pertanian yang lain sebagai alat
pembayarannya. Kedua, sistem bagi hasil. Ketiga, sistem pandega yaitu seluruh modal
datang dari pemilik, sementara pemupukkan dan perawatannya dikerjakan oleh
penggarap.

Sedang yang hidup diperkotaan atau yang disebut dengan ahlul hadloroh
mayoritas mereka berdagang. Status mereka sebagai pedagang terbentuk karena wilayah
yaman adalah wilayah transit untuk perdagangan yang menghubungkan satu negeri
dengan negeri yang lain.

Disisi lain, ada sebuah wilayah yang menjadi saingan yaman, yaitu kota
makkah. Makkah merupakan wilayah yang memiliki letak strategis dalam kegiatan
berdagang. walupun wilayahnya gersang dan tidak subur tapi ramai dikunjungi orang.
Hal ini karena di makkah terdapat bangunan yang memiliki nilai keramat bagi bangsa
arab yaitu ka’bah.

Para pedagang arab sejak 200 tahun menjelang datangnya islam, telah
melakukan transaksi dengan india, negeri pantai afrika, sejumlah negara teluk persia,
asia tengah dan sekitarnya. Komoditas ekspor Arab selatan dan yaman anatara lain
kemenyan, dupa, kayu gaharu, minyak wangi kulit bianatang, kismis, anggur dan lain
lain. Sedang barang yang di impor dari Afrika Timur antara lain kayu untuk bahan
bangunan, bulu-bulu unta, logam mulia serta badak. Sedang dari cina dan Asia selatan
yaitu gading, batu mulia,sutera, pakaian, pedang, rempah-rempah, dan dari negara-
negara teluk persia, mereka menginpor intan.
17
Hasan Ibrahim, op.cit.,hlm: 90

10
Perjalanan dagang mereka lakukan dalam dua musim yaitu musim panas(shaif)
ke negeri syam dan musim dingin (syita’) ke negeri yaman.18

Berdasarkan uraian diatas peradaban bangsa arab pra islam sudah sangat tinggi
tapi kenapa masih dinamakan jahiliyah?

Orang Arab menggunakan kata (‫ )اﻟﺠﺎھﻞ‬dan pecahan-pecahannya untuk dua


pengertian. Pertama (‫ )اﻟﺠﺎھﻞ‬lawan dari kata (‫( )اﻟﻌﻠﻢ‬mengetahui). Ini menyangkut
keadaan akal . Kedua lawan dari kata (‫( ) اﻟﺤﻠﻢ‬sopan santun). Yang ini menyangkut jiwa
dan perilaku. Tapi mereka belum pernah menggunakan kata (‫ )اﻟﺠﺎھﻠﯿﺔ‬dalam syair dalam
percakapan mereka. Kata ini baru dipergunakan pertama kali dalam Al-Qur’an untuk
menggambarkan keadaan orang Arab sebelum Islam. Lafadz (‫ )اﻟﺠﺎھﻠﯿﺔ‬yang sinonimnya
(‫( )ﻻ ﯾﻌﻠﻤﻮن‬tidak mengetahui) yang terdapat dalam al-Qur’an, artinya tidak lepas dari
dua pengertian, yaitu : tidak mengenal hakikat Tuhan atau tidak mengikuti apa yang
diturunkan Tuhan. 19

Dalam buku lain dijelaskan kata jahiliyah memiliki konotasi jahil (bodoh)
khususnya dalam hal moralitas, yaitu norma-norma pergaulan antar sesama, dimana
ketika itu antar kabilah saling bermusuhan untuk saling berebut hegemoni. Demikian
pula hak-hak asasi manusia khususnya perempuan, dan kaum lemah tidak pernah ada,
yang kuat memperdaya yang lemah, yang kaya memperdaya yang miskin dan
seterusnya. 20 Menyembah patung, menguburkan anak hidup-hidup, minum tuak, main
judi atau melakukan perampokan, semua itu hanyalah bentuk luarnya saja. Mungkin
saja bentuk luar ini berbeda menurut tempat dan waktu sebagaimana yang kita saksikan
dalam sejarah. Namun yang esensial tetaplah esensial, tidak berubah oleh kondisi
apapun. Dia tetap tidak mengenal hakikat Tuhan dan mengikuti selain yang diturunkan
Allah. 21

Sedangkan dalam hal kemajuan budaya kebendaan , sebenarnya masyarakat


Arab memiliki budaya yang cukup maju untuk ukuran zamannya. Dengan demikian,
jahiliyah khususnya diperuntukan dalam hal moralitas dan teologi. 22

18
Fatikhah, op.cit., hlm: .40-42
19
Muhammad Quthb, Perlukah Menulis Ulang Sejarah Islam? ( Jakarta: Gema Insani Press,
1995), hlm:53-57
20
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2010), hlm:47
21
Muhammad Quthb, op.cit., hlm: 57-58
22
Samsul Munir Amin, op.cit, hlm:47

11
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kondisi masyarakat Arab sebelum kedatangan Islam bisa dilihat dari beberapa
segi, diantaranya:

1. Dari segi geografis Jazirah Arab terletak di Sebelah Barat daya Asia, terbagi
atas dua bagian yaitu bagian tengah dan bagian tepi. Bagian tengah terdiri
dari pegunungan yang tandus sehingga masyarakatnya nomaden untuk
mencari tempat yang subur. Bagian tepi Jazirah Arab merupakan bagian
yang subur karena cukupnya curah hujan , dan penduduknya bukanlah
pengembara.
2. Dari segi agama yang dianut oleh bangsa Arab sebelum kedatangan Islam,
ada beberapa kepercayaan yang mereka anut yaitu: Fatalisme, Paganisme,
kepercayaan kepada Allah sebagai super Tuhan dan Monotheisme.
3. Dari segi kesusasteraan bangsa Arab sejak dulu telah dikenal sebagai bangsa
pecinta syair. Mereka menciptakan berbagai macam syair, puisi dan prosa.
4. Dari segi kemasyarakatan bangsa Arab memiliki bahwa solidaritas antar
sesama anggota satu kabilah sangat kuat , sedang perasaan tersebut dengan
kabilah sama sekali tidak ada.
5. Kehidupan politik dan sosial masyarakat Arab pra Islam, baik nomadik
maupun yang menetap, hidup dalam budaya kesukuan Badui. Dalam
menyelesaikan masalah mereka sering menggunakan cara peperangan.
Walaupun mereka mempunyai amir atau syaikh, mereka hanya tunduk pada
hal peperangan, pembagian harta rampasan dan pertempuran tertentu namun
tidak tunduk untuk masalah yang lainyya.
6. Kondisi perekonomian masyarakat Arab pra Islam ditinjau dari segi mata
pencaharian ada dua kategori. Untuk masyarakat pedalaman yang dikenal
dengan ahlu badui atau baidah mereka bekerja disektor pertanian dan
peternakan. Sedangakan masyarakat perkotaan mereka bekerja disektor
perdagangan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Samsul Munir. Sejarah Peradaban Islam. Cetakan ke-2. Jakarta: Sinar Grafika
Offset, 2010.

Esha, Muhammad In’am. Percikan Filsafat Sejarah dan Peradaban Islam . Malang:
UIN-Maliki Press.

Fatikhah. 2012. Sejarah Peradaban Islam. Pekalongan: STAIN Pekalongan Press.

Hasan, Ibrahim Hasan. 1979. Sejarah kebudayaan Islam, cetakan ke -9. Jakarta: Kalam
Mulia.

Khaldun ,Ibnu .2000. Muqoddimah Ibnu Khaldun. Diterjemahkan oleh Ahmadie Thoha.
Jakarta: Pustaka Firdaus.

Khoiriyah. 2012. Reorientasi Sejarah Peradaban Islam: Dari Arab Sebelum Islam
hingga Dinasti-Dinasti Islam. Yogyakarta: Teras.
NC, Fatah Syukur. 2002. Sejarah Peradaban Islam. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra.

Quthb, Muhammad. 1995. Perlukah Menulis Ulang Sejarah Islam? . Jakarta: Gema
Insani Press.
Yatim, Badri . 2014. Sejarah Peradaban Islam. Cetakan ke-25. Jakarta: Rajawali Pers.

13

Anda mungkin juga menyukai