Anda di halaman 1dari 21

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kabupaten Barru terletak di Pantai Barat Sulawesi Selatan, berjarak sekitar 100 km arah utara
Kota Makassar. Secara geografis terletak pada koordinat 4°05'49" LS - 4°47'35"LS dan 119°35'00"BT -
119°49'16"BT. Di sebelah Utara Kabupaten Barru berbatasan Kota Parepare dan Kabupaten Sidrap,
sebelah Timur berbatasan Kabupaten Soppeng dan Kabupaten Bone, sebelah Selatan berbatasan
Kabupaten Pangkep dan sebelah Barat berbatasan Selat Makassar. Kabupaten Barru seluas 1.174,72
km2, terbagi dalam 7 kecamatan yaitu : Kecamatan Tanete Riaja seluas 174,29 km2, Kecamatan Tanete
Rilau seluas 79,17 km2, Kecamatan Barru seluas 199,32 km2, Kecamatan Soppeng Riaja seluas 78,90
km2, Kecamatan Mallusetasi seluas 216,58 km2,Kecamatan Pujananting seluas 314,26 km2, dan
Kecamatan Balusu seluas 112,20 km2. Selain daratan, terdapat juga wilayah laut teritorial seluas 4 mil
dari pantai sepanjang 78 km. Kabupaten Barru adalah salah satu Daerah potensial di bidang kelautan
dan perikanan.luas wilayah penangkapan ikan laut sekitar 56.160 Ha, tambak sekitar 2.570 Ha, pantai
1.400 Ha dan areal budidaya kolam/air tawar 39 Ha (Barrukab.Go.Id, 2013).
Dalam setiap pengoperasian suatu alat tangkap perlu dilakukan pengelolaan metode
pengoperasian dari alat tangkap. Pengaturan dilakukan mulai dari persiapan sebelum mengoperasikan
alat tangkap, proses pengoperasian alat tangkap, penanganan hasil tangkapan sampai pemasaran hasil
tangkapan. Manajemen Operasi Penangkapan Ikan adalah suatu proses pengelolaan, perencanaan
operasi penangkapan ikan untuk mencapai target tangkap dan penjualan dengan saling bekerja sama
untuk memaksimalkan semua potensi dalam perusahaan (Anonim, 2010).

B. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari dilakukannya parktik lapang operasi penangkapan ikan ini pada alat tangkap bagan
perahu yang beroperasi di lingkungan Matene adalahmengetahui manajemen dalam pengoperasian alat
tangkap bagan perahu.
Kegunaan dari praktik lapang ini adalah sebagai bahan referensi untuk pembelajaran dan
pegelolaan perikanan tagkap di masa yang akan datang.
II. METODE PRAKTIK

A. Waktu dan Tempat

Praktik lapang eksplorasi perikanan tangkap ini dilaksanakan pada tanggal 29 Oktober – 31
Oktober 2016 yang berlokasi di Lingkungan Mate’ne, Kelurahan Tanete, Kecamatan Tanete Rilau,
Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.
Gambar 1. Peta lokasi Praktik Lapang
B. Alat dan Bahan

1. Alat
Alat yang digunakan selama praktik lapang Operasi Penangkapan Ikan di Barru dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Jenis dan kegunaan alat praktik
Alat Kegunaan

Bagan Perahu Sebagai alat tangkap yang digunakan dalam praktik lapang

Alat Tulis Untuk mencatat semua data yang didapat dari hasil praktik lapang

Untuk mempermudah praktikan selama praktek dalam menulis


Papan Alas
data-data yang telah didapatkan.

Penggaris Untuk mengukur panjang tubuh ikan hasil tangkapan

Thermometer Untuk mengukur suhu perairan pada daerah penangkapan ikan

GPS (Global Position


Untuk melihat titik koordinat fishing base dan fishing ground
System)

Layangan Arus Untuk mengukur kecepatan arus pada daerah penangkapan ikan

untuk mendokumentasikan segala peralatan dan kegiatan yang


Kamera
dilakukan selama praktik lapang

Pelampung Pelampung digunakan sebagai alat keselamatan selama praktik.

2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktik lapang operasi penangkapan ini adalah kuisioner yang
merupakan pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan kepada nelayan bagan perahu.
C. Metode Pengambilan Data

Dalam praktik lapang operasi penangkapan ikan, praktikan melakukan pengambilan data dengan
beberapa metode sebagai berikut:
1. Observasi

Observasi melibatkan mahasiswa untuk ikut melaut bersama nelayan untuk menangkap ikan serta
melihat langsung proses penangkapan ikan dan mengetahui daerah penangkapan yang dioperasikan alat
tangkap bagan perahu. Ada beberapa data yang harus dikumpulkan yaitu:
a) Pengambilan titik kordinat fishing base dan fishing ground tiap hauling dengan menggunakan GPS
(global position system).
b) Pengukuran ikan hasil tangkapan dengan menggunakan penggaris.
c) Pengukuran suhu perairan pada daerah penangkapan dengan menggunakan thermometer setiap
hauling.
 Air laut yang akan diukur suhunya diambil menggunakan wadah timba/ember.
 Thermometer diaktifkan kemudian dicelupkan setengah ke dalam wadah yang berisi air laut.
 Tunggu beberapa menit sampai angka pada layar thermometer tidak mengalami perubahan, setelah
tetap angka pada thermometer itulah yang merupakan suhu permukaan laut.
d) Pengukuran kecepatan arus dengan menggunakan layangan arus setiap hauling. Cara pengukurannya
yaitu sebagai berikut:
 Layangan arus di turunkan dan memegang ujung tali,
 Setelah diturunkan, stopwatch dinyalakan, tunggu sampai tali terbentang sempurna,
 Setelah tali terbentang sempurna, stopwatch dimatikan,
 Hitung kecepatan arus dengan rumus : , (diketahui jarak/panjang tali 10 m).
e) Pengukuran salinitas dengan menggunakan salinometer.
 Air laut yang akan diukur salinitasnya diambil menggunakan wadah timba/ember.
 Salinometer diaktifkan kemudian dicelupkan setengah ke dalam wadah yang berisi air laut.
 Tunggu beberapa menit sampai angka pada layar salinometer tidak mengalami perubahan, setelah
tetap angka pada salinometer itulah yang merupakan suhu permukaan laut.
2. Wawancara

Wawancara bertujuan untuk melengkapi data yang dibutuhkan. Mahasiswa melakukan wawancara
langsung dengan beberapa nelayan mengenai proses penangkapan ikan dan daerah penangkapan
dengan menggunakan bagan perahu.
3. Studi Literatur

Studi literatur merupakan cara untuk membandingkan atau melengkapi segala kekurangan yang
ada pada kunjungan praktik lapangan dengan literatur yang digunakan, dalam hal ini literatur yang
berkaitan dengan daerah penangkapan ikan dengan menggunakan bagan perahu.
II. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Alat Tangkap

1. Kapal
Bagan merupakan salah satu jenis alat tangkap yang menggunakan cahaya sebagai alat bantu
penangkapannya. Berdasarkan cara pengoperasiannya bagan dapat dikelompokkan kedalam jaring
angkat. Sejalan dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi serta kemajuan yang telah dicapai
oleh masyarakat maka desain dan konstruksi bagan semakin berkembang. Komponen dan peralatan
bagan yang penting adalah perahu, jaring, rangka bagan, lampu dan generator sebagai pembangkit listrik
(Sudirman, 2003).
Bagan perahu mempunyai konstruksi yang dapat dipindah-pindah (dioperasikan pada berbagai
tempat) dengan ditarik menggunakan perahu. Bagan perahu dibuat dari rangkaian atau susunan
bambu berbentuk segi.Di atas bangunan bagan juga terdapat roller (sejenis pemutar) dari bambu yang
berfungsi untuk menarik jaring. Kapal yang digunakan memiliki dimensi L = 25 m, B= 24 m, D= 2 m.

Gambar 2. Bagan perahu di perairan Kabupaten Barru

Bagan perahu yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Barru adalah bagan perahu (mobile lift
net) nelayan di daerah tersebut biasa menyebutnya bagan pete-pete yang digerakkan dengan mesin
penggerak bernama mesin truk bertenaga 120 PK.
Kapal pada alat tangkap bagan perahu di Kecamatan Tanete Rilau memiliki ukuran panjang 24 m,
lebar 2,5 meter dan tinggi 1,5 m. Fungsi kapal itu sendiri pada alat tangkap bagan perahu sebagai alat
mobilisasi agar alat tangkap dapat berpindah pada wilayah perairan.
Berdasarkan hasil wawancara pemilik kapal, harga untuk pengadaan 1 unit kapal beserta rangka
bagan sebesar Rp 250.000.000,- dengan daya tahan pemakaian selama 15 tahun. Saat ini pemakain
kapal sudah mencapai 7 tahun. Perawatan kapal dilakukan dengan pengecatan kembali setiap satu
bulan

Gambar 3. Mesin roller pada bagan perahu

Gambar 4. Mesin penggerak pada bagan perahu


Gambar 5. Mesin lampu pada bagan perahu
Dari ketiga gambar diatas terdapat 3 mesin yang digunakan pada pengoperasian alat tangkap
tersebut, yakni mesin genset/ mesin lampu yang digunakan untuk menyalakan semua lampu yang ada di
bagan tersebut. Kemudian mesin penggerak digunakan untuk menggerakkan bagan perahu dari fishing
base menuju fishing ground begitupun sebaliknya. Sedangkan mesin roller digunakan untuk menaik
turunkan jaring yang ada pada bagan tersebut begitpun sebaliknya dan juga menaik turunkan jangkar
yang ada pada bagan tersebut, roller juga digunakan untuk menaikkan jaring pada setting dan
menurunkan jaring pada hauling.
2. Rangka

Pada dasarnya alat ini terdiri dari bambu, jaring yang berbentuk persegi empat yang diikatkan pada
bingkai yang terbuat dari bambu, pada ke-empat sisinya terdapat bambu-bambu yang melintang dan
menyilang dengan maksud untuk memperkuat berdirinya bagan, diatas bangunan bagan di bagian
tengah terdapat bangunan rumah yang berfungsi sebagai tempat istirahat, pelindung lampu dari hujan
dan tempat untuk melihat ikan dan berukuran 23m x 24 m,

Gambar 6. Rangka pada bagan perahu di Kabupaten


Barru

3. Jaring

Jaring yang digunakan adalah jaring yang disebut dengan waring dengan mata jaring 0.4 mm
dengan posisi terletak pada bagian bawah bangunan bagan yang diikatkan pada bingkai bambu yang
berbentuk segi empat dan memiliki dimensi L= 27m X B= 22 m.Bingkai bambu tersebut dihubungkan
dengan tali pada ke-4 sisinya yang berfungsi untuk menarik jaring. Pada ke-4 sisi jaring diberi pemberat
yang berfungsi untuk menenggelamkan jaring dan memberikan posisi jaring yang baik selama dalam air.
Ukuran jaring biasanya satu meter lebih kecil dari ukuran bangunan bagan (Subani dan Barus 1989).

Gambar 7. Jaring bagan perahu

B. Deskripsi Teknologi Alat Bantu Penangkapan

Berdasarkan pengamatan, alat bantu penangkapan ikan yang digunakan dalam operasi penangkapan
pada bagan perahu yaitu lampu,serok (scoope net), dan roller/pemutar. Lampu sebagai atraktor
berfungsi untuk mengumpulkan ikan pada catch able area. Gunarso (1985) mengatakan bahwa dengan
aktraktor cahaya, ikan diharapkan akan bergerak ke arah bagan dan kemudian berkumpul. Sumber
cahaya yang digunakan pada perikanan bagan biasanya cahaya lampu petromak. Ada juga bagan yang
menggunakan lampu listrik sebagai atraktor untuk mengumpulkan ikan. Penggunaan cahaya di bawah air
dapat menjadikan pemikatan ikan lebih efektif pada saat bulan terang dimana ikan umumnya menyebar.

a. Lampu

Gambar 8. Lampu pada bagan perahu

Lampu yang digunakan pada bagan perahu oleh nelayan perairan Kabupaten Barru yaitu lampu
petromak dengan daya yang berbeda-beda yaitu 50 watt, 300 watt, dan 500 watt. Jumlah lampu yang
digunakan pada bagan perahu di kapal 1 yakni sebanyak 36 buah, dengan 32 buah lampu berwarna
putih dan 4 buah lampu fokus. Daya tahan lampu yang digunakan yakni 3 tahun sedangkan harga
Rp.15.000/buah.

b.

Serok

Gambar 9.Serok bagan perahu

Serok berfungsi sebagai alat bantu penangkapan, nelayan bagan perahu tersebut juga
menggunakan serok sebagai alat bantu untuk mempermudah dan mempercepat dalam mengambil hasil
tangkapan yang berkumpul pada jaring ketika hauling.
c.

4
3
2
1
Roller

Gambar 10. Roller pada bagan perahu di Kabupaten Barru.

Roller sebagai alat bantu pada bagan perahu berfungsi untuk memudahkan pada saat
pengangkatan jaring. Saat jaring sudah mendekati permukaan, lalu pengangkatan jaring dipercepat agar
ikan yang sudah ada dalam bingkai jaring tidak meloloskan diri. Ini merupakan salah satu faktor
keberhasilan operasi penangkapan ikan dengan alat tangkap bagan perahu.Terapat 4 roller pada alat
tangkap bagan perahu yang memiliki fungsi yang berbeda-beda yakni, roller 1 merupakan roller utama
yang digunakan untuk menaikkan jaring pada saat hauling dan menurunkan jaring pada saat setting,
roller 2 membantu menaikkan dan menurunkan jaring, roller 3 digunakan untuk menaikkan dan
menurunkan jangkar, dan roller 4 digunakan untuk menaik turunkan pemberat.
C. Manajemen Operasi Penangkapan Ikan
Manajemen operasi penangkapan ikan merupakan suatu yang dibutuhkan untuk mengetahui
bagaimana manajement waktu yang digunakan suatu alat tangkap agar penangkapan ikan besifat efisien
dan efektif.

Tabel 2. Manajemen waktu operasi penangkapan ikan bagan perahu


Jadwal Kegiatan
Waktu yang
Jenis Uraian Tenaga Kerja
dibutuhkan
Aktivitas Kegiatan Mulai jam Selesai jam yang Terlibat
(Menit)
(WITA) (WITA)

Pengisian
1 bahan bakar 2 17.27 17.29 1
solar
Pengisian es
2 dan kebutuhan 2 17.27 17.29 3
ransum
Persiapan ke
3 26 17.00 17.26 1
FG
Persiapan
4 penyalaan 3 17.22 17.25 2
lampu FG 1
Persiapan
5 penyalaan 3 20.56 20.59 2
lampu FG 2
Persiapan ke
6 10 16.50 17.00 3
FB
Persiapan
konsumsi
7 47 18.11 18.58 3
untukmakan
malam
Persiapan ke
8 27 16.56 17.23 3
FG
Setting alat di
9 8 19.14 19.22 3
FG 1
Kegiatan
10 penangkapan 76 19.24 20.40 3
FG 1
Penanganan
11 ikan diatas 7 20.48 20.55 1
kapal FG 1
Persiapan FG
12 3 20.46 20.49 1
2
Setting alat di
13 3 20.50 20.53 3
FG 2
Kegiatan
14 penangkapan 45 20.42 21.27 3
FG 2
Penanganan
15 ikan diatas 2 20.45 20.47 1
kapal FG 2
Perjalanan
16 pulang (FB) 24 21.50 22.14 3

Istirahat dalam
17 15 19.20 19.35 3
perjalanan
Kapal
mendarat di
pangkalan,
18 40 19.35 20.15 3
menaikkan
ikan hasil
tangkapan

D. Hasil Tangkapan
Hasil tangkapan bagan pada umumnya adalah ikan pelagis kecil seperti tembang (Clupea sp), teri
(Stolephorus sp), japuh (Dussumieria sp), selar(Charanx sp), pepetek (Leiognathus sp), kerot-kerot
(Therapon sp), cumi-cumi (Loligo sp), sotong (Sepia sp), layur (Trichiurus sp) dan kembung (Rastrelliger
sp) (Subani, 1972).
Monintja DR dan S Martasuganda (1989) mengungkapkan bahwa hasiltangkapan bagan pada
umumnya adalah ikan teri (Stolephorus sp), tembang(Clupea sp), peperek (Leiognathus sp), kembung
(Rastrelliger sp), layur(Trichiurus sp), selar (Charanx sp), tenggiri (Scomberomorus sp), japuh
(Dussumieria sp), cumi-cumi (Loligo sp) dan sotong (Sepia sp).
Berikut ini grafik hasil tangkapan berdasarkan perunit kapal dan jenis ikan hasil tangkapan pada bagan
perahu.
Gambar 11. Hasil Tangkapan Bagan Perahu
Berdasarkan diagram di atas, dapat diketahui bahwa hasil tangkapan bagan perahu yang
beroperasi di Desa Matene Kelurahan Tanete, Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru yaitu pada
kapal 1 hasil tangkapan ikan tembang (Sardinella fimbriata) sebanyak 110 kg, ikan teri (Stolephorus
commersoni) sebanyak 110 kg dan ikan bete-bete (Leiognatus equluus) sebanyak 110 kg. Pada kapal
2 hasil tangkapan ikan tembang (Sardinella fimbriata) sebanyak 12 0kg, ikan teri (Stolephorus
commersoni) sebanyak 90 kg dan ikan bete-bete (Leiognatus equllus) sebanyak 80 kg. Pada kapal 3
hasil tangkapan ikan tembang (Sardinella fimbriata) sebanyak 100 kg, ikan teri (Stolephorus
commersoni) sebanyak 80 kg dan ikan bete-bete (Leiognatus equllus) sebanyak 80 kg. Pada kapal 4
hasil tangkapan ikan tembang (Sardinella fimbriata) sebanyak 245 kg, ikan teri (Stolephorus commersoni)
sebanyak 80 kg dan ikan bete-bete (Leiognatus equllus) sebanyak 182 kg. Pada kapal 5 hasil tangkapan
ikan tembang (Sardinella Fimbriata) sebanyak 110 kg, ikan teri (Stolephorus commersoni) sebanyak 110
kg dan ikan bete-bete (Leiognatus equllus) sebanyak 110 kg. Pada kapal 6 hasil tangkapan ikan tembang
(Sardinella fimbriata) sebanyak 95 kg, ikan teri (Stolephorus commersoni) sebanyak 55 kg dan ikan bete-
bete (Leiognatus equllus) sebanyak 120 kg. Pada kapal 7 hasil tangkapan ikan tembang (Sardinella
fimbriata) sebanyak 6 kg, ikan teri (Stolephorus commersoni) sebanyak 7 kg dan ikan bete-bete
(Leiognatus equllus) sebanyak 7 kg. Pada kapal 8 hasil tangkapan ikan tembang (Sardinella fimbriata)
sebanyak 306,7 kg, ikan teri (Stolephorus commersoni) sebanyak 306,7 kg dan ikan bete-bete
(Leiognatus equllus) sebanyak 306,7 kg. Pada kapal 10 hasil tangkapan ikan tembang (Sardinella
fimbriata) sebanyak 120 kg, ikan teri (Stolephorus commersoni) sebanyak 50 kg dan ikan bete-bete
(Leiognatus equllus) sebanyak 50 kg. Dari hasil total setiap kapal, hasil tangkapan terbanyak yaitu pada
kapal 8
yaitu dengan nilai hasil tangkapan 306,7 kg.

Gambar 12. Komposisi hasil tangkapan


Komposisi hasil tangkapan dominan pada bagan perahu di kapal satu yakni ikan teri (Stolephorus
commersoni) sebanyak 110 kg dengan persentase 34 % , ikan tembang (Sardinella fimbriata) sebanyak
110 kg dengan persentase 33% dan ikan bete-bete (Leiognatus equllus) sebanyak 110 kg dengan
persentase 33 %. Berdasarkan diagram lingkaran di atas telah di ketahui bahwa ikan yang tertangkap
pada kapal satu cenderung merata setiap kali hauling
Hasil tangkapan ikan pada bagan perahu di perairan Selat Makassar, Kecematan Tanete Rilau,
Kabupaten Barru adalah ikan tembang (Sardinella fimbriata), ikan teri (Stelophorus indicus ), dan ikan
bete-bete ( Leiognathus sp) :
Gambar 13. Ikan tembang (Sardinella fimbriata )

Gambar 14. Ikan bete-bete (Leiognathus sp)

Gambar 15. Ikan teri (Stolephorus indicus)

E. Sistem Kerja

No. Nama Tugas


1. Alamsyah Mengorganisasi smeua ABK yang ada di atas kapal

2. Rahmat, dicky Menaik dan menurunkan jangkar


3. Darmin, ricky, wira, fian Melakukan setting
4. Sapar, same, pandi, Melakukan proses hauling , dari pengangkatan jaring ke
wira,fian, atas kapal samapi penanganan ikan di atas kapal
darmin,ricky,rahmat,dicky

F. ASPEK- ASPEK PENGEMBANGAN

a. Aspek Biologi

Pengukuran parameter biologi pada laporan ini dilakukan terhadap sumberdaya ikan sebagai

salah satu sampel penelitian. Beberapa parameter biologi yang ada yakni komposisi jenis hasil

tangkapan, produksi hasil tagkapan, dan musim penangkapan.

Komposisi Jenis Hasil Tangkapan

Gambar 7. Komposisi hasil tangkapan

Komposisi hasil tangkapan dominan pada bagan perahu di kapal satu yakni ikan teri (Stolephorus

commersoni) sebanyak 110 kg dengan persentase 34 % , ikan tembang (Sardinella fimbriata) sebanyak

110 kg dengan persentase 33% dan ikan bete-bete (Leiognatus equllus) sebanyak 110 kg dengan

persentase 33 %. Berdasarkan diagram lingkaran di atas telah di ketahui bahwa ikan yang tertangkap

pada kapal satu cenderung merata setiap kali hauling


Hasil tangkapan ikan pada bagan perahu di perairan Selat Makassar, Kecematan Tanete Rilau,

Kabupaten Barru adalah ikan tembang (Sardinella fimbriata), ikan teri (Stelophorus sp ), dan ikan bete-

bete ( Leiognathus sp)

Musim penangkapan

Musim penangkapan ikan tersebut terbagi atas tiga yaitu musim puncak (Bulan Agustus -

September), musim sedang (Bulan Oktober - Desember), dan musim paceklik (Desember-Maret). Pada

musim puncak rata-rata produksi per trip yaitu 50 box dengan jenis ikan dominan yaitu ikan teri. Pada

musim sedang rata-rata produksi per tripnya yaitu 10 box, sedangkan pada musim paceklik rata-rata

produksi ikan teri per trip yaitu 1 ember dan bahkan nelayan biasanya tidak melaut. Ikan teri tersebut

dijual berdasarkan musim penangkapannya, apabila memasuki musim puncak penangkapan ikan teri 1

box dapat dijual dengan kisaran harga Rp. 300.000 /box, untuk musim sedang ikan teri dapat dijual

dengan harga Rp. 250.000/box, dan untuk musim paceklik ikan teri dapat dijual seharga Rp. 150.000/box

(jika ada).

b. Aspek Tekhnisi

Pengukuran parameter tekhnisi pada laporan ini dilakukan terhadap sumberdaya ikan sebagai

salah satu sampel penelitian. Beberapa parameter biologi yang ada yakni ukuran kapal, tenaga

penggerak, jumlah lampu, dan lain-lainnya.

. Kapal

Bagan merupakan salah satu jenis alat tangkap yang menggunakan cahaya sebagai alat bantu

penangkapannya. Berdasarkan cara pengoperasiannya bagan dapat dikelompokkan kedalam jaring

angkat. Sejalan dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi serta kemajuan yang telah dicapai

oleh masyarakat maka desain dan konstruksi bagan semakin berkembang. Komponen dan peralatan

bagan yang penting adalah perahu, jaring, rangka bagan, lampu dan generator sebagai pembangkit listrik

(Sudirman, 2003).

Bagan perahu mempunyai konstruksi yang dapat dipindah-pindah (dioperasikan pada berbagai tempat)

dengan ditarik menggunakan perahu. Bagan perahu dibuat dari rangkaian atau susunan
bambu berbentuk segi.Di atas bangunan bagan juga terdapat roller (sejenis pemutar) dari bambu yang

berfungsi untuk menarik jaring. Kapal yang digunakan memiliki dimensi L = 25 m, B= 24 m, D= 2 m.

Gambar 2. Bagan perahu di perairan Kabupaten Barru

Bagan perahu yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Barru adalah bagan perahu (mobile lift

net) nelayan di daerah tersebut biasa menyebutnya bagan pete-pete yang digerakkan dengan mesin

penggerak bernama mesin truk bertenaga 120 PK.

Kapal pada alat tangkap bagan perahu di Kecamatan Tanete Rilau memiliki ukuran panjang 24 m,

lebar 2,5 meter dan tinggi 1,5 m. Fungsi kapal itu sendiri pada alat tangkap bagan perahu sebagai alat

mobilisasi agar alat tangkap dapat berpindah pada wilayah perairan.

Berdasarkan hasil wawancara pemilik kapal, harga untuk pengadaan 1 unit kapal beserta rangka

bagan sebesar Rp 250.000.000,- dengan daya tahan pemakaian selama 15 tahun. Saat ini pemakain

kapal sudah mencapai 7 tahun. Perawatan kapal dilakukan dengan pengecatan kembali setiap satu

bulan

Gambar 3. Mesin roller pada bagan perahu

Gambar 4. Mesin penggerak pada bagan perahu

Gambar 5. Mesin lampu pada bagan perahu


Dari ketiga gambar diatas terdapat 3 mesin yang digunakan pada pengoperasian alat tangkap

tersebut, yakni mesin genset/ mesin lampu yang digunakan untuk menyalakan semua lampu yang ada di

bagan tersebut. Kemudian mesin penggerak digunakan untuk menggerakkan bagan perahu dari fishing

base menuju fishing ground begitupun sebaliknya. Sedangkan mesin roller digunakan untuk menaik

turunkan jaring yang ada pada bagan tersebut begitpun sebaliknya dan juga menaik turunkan jangkar

yang ada pada bagan tersebut, roller juga digunakan untuk menaikkan jaring pada setting dan

menurunkan jaring pada hauling

Lampu

Lampu yang digunakan pada bagan perahu oleh nelayan perairan Kabupaten Barru yaitu lampu

petromak dengan daya yang berbeda-beda yaitu 50 watt, 300 watt, dan 500 watt. Jumlah lampu yang
digunakan pada bagan perahu di kapal 1 yakni sebanyak 36 buah, dengan 32 buah lampu berwarna

putih dan 4 buah lampu fokus. Daya tahan lampu yang digunakan yakni 3 tahun sedangkan harga

Rp.15.000/buah.

C. Aspek Sosial

Ihsan (2000), menyatakan bahwa analisis aspek sosial perikanan tangkap meliputi penyerapan

tenaga kerja per unit penangkapan atau jumlah tenaga kerja per unit penangkapan, penerimaan per unit

penangkapan atau penerimaan nelayan yang diperoleh dari hasil per unit yaitu hasil bagi antara sistem

bagi hasil dengan jumlah nelayan personil penangkapan, dan kemungkinan kepemilikan unit tangkap

ikan untuk nelayan yang diperoleh dari penerimaan nelayan per tahun dibagi investasi dari setiap unit

penangkapan.

Monintja et al. (1986), mengemukakan bahwa aspek sosial yang penting diperhatikan dalam

pemilihan teknologi penangkapan ikan adalah penerimaan oleh nelayan (pengoperasian alat tangkap

tidak menimbulkan friksi atau keresahan nelayan yang telah ada), ketersedian tenaga kerja (pendidikan

dan pengalaman) serta memberikan pendapatan yang sesuai. Permasalahan utama usaha perikanan

adalah sifat common property sumberdaya ikan, sehingga upaya seorang nelayan menimbulkan suatu

biaya yang tidak diperhitungkan terhadap seluruh nelayan. Hal ini berpotensi menimbulkan friksi sosial

antara nelayan dalam pemilihan teknologi penangkapan ikan. Oleh karena itu evaluasi terhadap

perikanan tangkap yang akan dikembangkan hendaknya dapat diterima dengan baik oleh masyarakat

setempat. Tingkat partisipasi angkatan kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor demografi, sosial, dan

ekonomi. Faktor ini antara lain adalah umur, status perkawinan, tingkat pendidikan, daerah tempat tinggal

(desa/kota), dan jumlah pendapatan.

Batasan parameter sosial meliputi penyerapan tenaga kerja, latar belakang pendidikan,

penerimaan nelayan terhadap unit penangkapan bagan dan kelembagaan perikanan bagan.

1) Penyerapan tenaga kerja ƒ Jumlah nelayan yang bekerja dalam operasi penangkapan ikan

pada bagan yaitu berkisar antara 9-10 orang per kapal. ƒ Tenaga kerja yang diserap diluar dari operasi

penangkapan bagan misalnya kuli angkut, pengumpul ikan, pedagang dan lain-lain.

2) Latar belakang pendidikan ƒ Tingkat pendidikan nelayan secara formal maupun non formal

serta penyuluhan-penyuluhan dari dinas setempat.


3) Penerimaan nelayan lain terhadap bagan ƒ Terjadinya konflik atau tidak antar nelayan bagan

dengan alat tangkap lain.

4) Kelembagaan perikanan bagan Lembaga yang terkait dalam perikanan bagan yaitu

kelembagaan pemerintah, bank, koperasi dan kelompok nelayan.

Jika ditinjau dari aspek sosial dapat disimpulkan bahwa masyarakat Matene sangat berbaur antar

warga karena tidak pernah terjadi permusuhan khususnya pada kalangan nelayan itu sendiri sehingga

aspek sosial mereka terbilang baik.

Tingkat pendidikan nelayan bagan di Barru masih relatif rendah yaitu mayoritas SD dan SLTP

dan hanya sebagian tamat SLTA. Hal ini disebabkan karena nelayan berasal dari keluarga sederhana

bahkan ada dari keluarga yang tidak mampu. Sehingga nelayan tidak dapat bersekolah kejenjang yang

lebih tinggi. Rendahnya pendidikan yang dimiliki menggambarkan tingkat kemampuan dalam melakukan

penangkapan ikan juga relatif rendah. Pendidikan merupakan salah satu indikator untuk melihat mutu

sumberdaya nelayan. Secara teoritis, makin tinggi pendidikan formal seseorang, maka semakin mudah

untuk memahami informasi yang diterima dan semakin rasional pula ia dalam berfikir serta mempunyai

wawasan yang luas.

D. Aspek Ekonomi/ Finansial

Sedangkan pada aspek ekonomi dapat dijabarkan bahwa taraf perekonomian masyarakat

Matene masih dalam kategori standar karena hanya perpatokan pada hasil tangkapan, jika hasil

tangkapan yang didapatkan menurun maka kondisi perekonomian mereka juga ikut menurun karena

pemasukan berkurang. Jika ditinjau dari potensi perikanan tangkapnya yakni masih dapat dieksploitasi

dilihat dari jumlah hasil tangkapan pada saat praktik lapang kemarin, meskipun pada saat praktik musim

penangkapan yakni musim biasa tetapi jumlah hasil tangkapannya tergolong banyak.

Analisis Kelayakan Usaha

1. Biaya Investasi

Tabel 3. Biaya investasi nelayan bagan perahu di Kota Barru


Harga Umur Total Biaya
Jenis Perolehan Teknis Jumlah Investasi Penyusutan
Investasi (Rp) (th) (unit) (Rp) (Rp/th)
kapal 20.000.000 8 1 20.000.000 2.500.000
Mesin 20.000.000 20 1 20.000.000 1.000.000
Jaring 8.748.000 2 3 26.244.000 13.122.000
genset 15.000.000 20 3 45.000.000 2.250.000
Cool Box 50.000 1 10 500.000 500.000
Lampu 100.000 6 36 3.600.000 600.000
115.344.000 19.972.000

2. Biaya Operasional

Tabel 4. Biaya Operasional alat tangkap bagan perahu di Kota Barru


Harga Jumlah Harga harga harga
Jenis Variabel Beli (unit) beli/trip perolehan/bulan perolehan/tahun
Bensin 7.000 25 175.000 4.375.000 35.000.000
Solar 6.200 55 341.000 8.525.000 68.200.000
rokok 20.000 5 100.000 2.500.000 20.000.000
tenaga kerja 120.000 15 1.800.000 45.000.000 360.000.000
Es batu 2.000 120 240.000 6.000.000 48.000.000
Perbaikan Kapal 1.250.000 10.000.000
Perbaikan
Mesin 300.000 2.000.000
Perbaikan Jaring 187.500 1.500.000
Perbaikan
Genset 187.500 1.500.000
jumlah 68.325.000 546.200.000

3. Produksi Per Trip

Tabel 6. Produksi per trip alat tangkap bagan perahu di Kota Barru

Harga
per-trip Jual
(gabus) (Rp/unit penerimaan/trip Penerimaan/bulan Penerimaan/tahun
Teri 5 200.000 1.000.000 25.000.000 200.000.000
Peperek 10 350.000 3.500.000 87.500.000 700.000.000
Jumlah 4.500.000 112.500.000 900.000.000

Discount Factor : 5%

NET B/C, NVP DAN IRR PROYEK KECIL

Tabel 7. Analisis kelayakan usaha


Analisis Net Present Value (NPV):
Tahun Benefit Cost DF (i PV B PV C PV (B - C)
= 5%)
0 0 115.344.000 1 0 115.344.000 -115.344.000
1 900.000.000 546.200.000 0,952 857.142.857 520.190.476 336.952.381
2 945.000.000 546.200.000 0,907 857.142.857 495.419.501 361.723.356
3 992.250.000 546.200.000 0,864 857.142.857 471.828.096 385.314.761
4 1.041.862.500 546.200.000 0,823 857.142.857 449.360.092 407.782.765
5 1.093.955.625 546.200.000 0,784 857.142.857 427.961.992 429.180.865
NPV 1.805.610.128

Net B/C : 3.726.564.258


115.344.000

Net B/C : 32,30826275

Analisis IRR:
Tahun Benefit Cost net (b-c) DF (i' = 5 PV' (B-C) DF (i"= PV" (B-C)
%) 90 %)
0 0 115.344.000 -115.344.000 1 -115.344.000 1 -115.344.000
1 900.000.000 546.200.000 353.800.000 0,952 336.952.381 0,526 186.210.526
2 945.000.000 546.200.000 398.800.000 0,907 361.723.356 0,277 110.470.914
3 992.250.000 546.200.000 446.050.000 0,864 385.314.761 0,146 65.031.346
4 1.041.862.500 546.200.000 495.662.500 0,823 407.782.765 0,077 38.033.970
5 1.093.955.625 546.200.000 547.755.625 0,784 429.180.865 0,040 22.121.717
NPV' = 1.805.610.128 NPV" = 306.524.474

i' = 5
i" = 90
NPV' = 1.805.610.128
NPV" = 306.524.474
NPV'/(NPV'-NPV")= 1,204474
IRR = 107,38031
IRR (%)= 10.738,03
Jadi Dapat disimpulkan bahwa pada tingkat suku
bunga 90 % keuntungan = 0

1. Net Benefit/Cost Ratio


Pertumbuhan Analisis ini merupakan kelanjutan dari analisis NPV. Net Benefit Cost Ratio (Net

B/C Ratio) adalah perbandingan antara jumlah NPV positf dengan jumlah NPV negatif. Hal ini

menunjukkan bahwa besarnya benefit berapa kali besarnya biaya dan investasi untuk memperoleh suatu

manfaat.

Rumus analisis Net Benefit Cost Ratio adalah :

Net B/C Ratio =


Dimana:
NPV (+) = Total nilai PV of Net Benefit yang berjumlah positif
NPV (-) = Total nilai PV of Net Benefit yang berjumlah negatif
Dengan ketentuan
Net B/C > 1, maka usaha layak untuk di lanjutkan
Net B/C = 1, maka usaha impas
Net B/C < 1, maka usaha tidak layak untuk dikembangkan.
Net B/C ratio pada 1% = = 246,8

2. Net Present Value (NPV)

Nilai bersih sekarang atau net present value (NPV) dari suatu proyek merupakan nilai sekarang

(present value) dari selisih antara benefit (manfaat) dengan cost (biaya) pada discount rate atau discount

factor tertentu.

Salah satu kekuatan metode NPV sebagai sarana mengevaluasi kelayakan rencana investasi barang

modal adalah penggunaan nilai waktu uang untuk menghitung nilai senyatanya cash flow yang diperoleh

pada masa yang akan datang. Dengan demikian akan diperoleh benefitabilitas proyek yang lebih

mendekati kenyataan. Sedangkan kekuatan metode evaluasi proyek ini adalah digunakan suku bunga

kredit yang dipinjam investor untuk membiayai proyek.

Adapun rumus NPV adalah:


NPV = Σ (Bt – Ct) / DF
Keterangan:
Bt = Benefit (manfaat) pada tahun ke-t
Ct = Cost (biaya) pada tahun ke-t
DF = Discount Factor (suku bunga yang berlaku)
Dengan ketentuan:
Jika NPV > 0, maka proyek suatu usaha menguntungkan
Jika NPV = 0, maka proyek tidak untung dan tidak rugi
Jika NPV < 0, maka proyek suatu usaha merugikan
NPV pada 1% = Rp.20.705.982.600

Jadi hasil yang di peroleh berdasarkan perhitungan NPV (Net Present Value) adalah Rp

20.705.982.600. Berdasarkan hasil tersebut, maka usaha ini dapat dikatakan layak untuk dilakukan.

E. Pengembangan Alat Tangkap


Pengembangan alat tangkap ini untuk masa depan yang akan datang masih dapat

dikembangankan tetapi masyarakat di sana harus menyesuaikan dengan stok ikan yang ada sehinggah

keberlanjutan usaha perikanan tangkap dapat dikembangkan.

Menyesuaikan stok ikan yang ada dengan alat tangkap yang digunakan dapat juga dijadikan

dasar, tetapi sebaiknya masyarakat di sana harus selektif dalam memnggunakan alat tangkap yakni

jangan mennagkap ikan yang bellum matang gonad sehinggah nantinya terdapat regenerasi, karena

berdasarkan data DKP tingkat eksploitasi sumberdaya perikanan di kabupaten barru masih dalam under

eksploited.

III. KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktik lapang dapat disimpulkan bahwa operasi
penangkapan ikan dengan menggunakan bagan perahu yang berlokasi di perairan Kabupaten Barru
Kecamatan Tanete Rilau ini meliputi tahapan persiapan, proses penangkapan ikan, penanganan hasil
tangkapan, serta pemasaran hasil tangkapan.

Unit penangkapan bagan perahu terdiri atas komponen utama berupa kapal,rangka dan jaring,
dengan alat bantu roller, mesin, serok ,lampu danstyrofoam. Untuk sistem kerja teridiri atas beberapa
kegiatan terdiri dari beberapa kegiatan secara garis besar meliputi tahap perisiapan, setting ,hauling,
perapian jaring, penarikan jangkar dan perjalanan ke Fishing base. Pada tahap persiapan berlangsung
mulai pukul .....samapi... dan melibatkan semua ABK.setting hauling dan proses intinya.

B. Saran
Saran untuk praktik lapang selanjutnya sebaiknya pengambilan data di daerah lain agar dapat
dibandingkan manejemen operasi penangkapan ikan pada daerah lain.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012. http://barrukab.go.id/pemerintahan/dinas/dinas-kelautan-dan-perikanan/. Diakses pada tanggal 16


November 2016 pukul 20:00 WITA.
Anonim, 2015. http://barrukab.go.id/pemerintahan/kecamatan/kecamatan-tanete-rilau/. Diakses pada
tanggal 16 November 2016 pukul 20:15 WITA.

Monintja DR dan S. Martasuganda, 1989. Teknologi Penangkapan Ikan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Subani, W. 1970. Penangkapan Ikan dengan Bagan. Tanpa Lembaga. Jakarta.


Subani, W. 1972. Alat dan Cara Penangkapan Ikan di Indonesia. Lembaga Penelitian Perikanan Laut. Jakarta.
Jilid I.

Sudirman, et. al., 2003. Profil Pencahayaan dan Distribusi Ikan pada Areal Penangkapan Bagan Rambo di
Selat Makassar. Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin
Makassar.

Sudirman dan M.S. Baskoro,dkk (2006). “Hubunga Antara Keceraha Perairan Dan Kecepatan Arus
Dengan Hasil Tangkapan Dan Pengoperasian Bagan Rambo Di Selat Makassar.” Jurnal Ilmiah
Sorihi. 5(1), 1-18.

Anda mungkin juga menyukai