Anda di halaman 1dari 9

GAMBARAN KECEMASAN PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kesehatan jiwa merupakan kondisi jiwa seseorang yang terus tumbuh berkembang

dan mempertahankan keselarasan, dalam pengendalian diri serta terbebas dari stess yang

serius (Rosdahl, Textbook of Basic Nursing, 1999:58 ) (Buku ajaran keperawatan H. Iyus

& Titin Sutini). Indikator sehat jiwa menurut Stuart & Laraina adalah meliputi sikap yang

positif terhadap diri sendiri, tumbuh, berkembang, memiliki aktualisasi diri, keutuhan,

kebebasan diri, memiliki presepi sesuai kenyataan dan kecakapan dalam beradaptasi

dengan lingkungan. Sedangkan menurut UU Kesehatan No.3 Tahun 1996 Kesehatan jiwa

merupakan kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional

secara optimal dari seseorang dan perkembangan ini berjalan selaras dengan orang lain.

Menurut WHO (2009), Prevalensi masalah kesehatan jiwa di Indonesia mencapai

13% dari penyakit secara keseluruhan dan kemuungkinan akan berkembang menjadi 25%

di tahun 2030, gangguan jiwa juga berhubungan dengan bunuh diri, lebih dari setiap

tahunnyaakibat gangguan jiwa. Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007 bahwa

prevalensi gangguan jiwa berat sebesar 4.6 permil, artinya ada empat sampai lima

penduduk dari 1000 penduduk Indonesia menderita gangguan jiwa berat.

Proses perkembangan manusia dimulai dari masa bayi, anak-anak, dewasa, dan

pada akahirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang

secara umum terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap

perkembangan kronologis tertentu. Lansia merupakan suatu proses alami, semua orang
akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang

terakhir. Dimana seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial scara bertahap

(Lilik Ma’rifatul azizah, 2011). Seseorang disebut lansia apabila usianya 65 tahun ke atas.

Terdapat batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur orang yang masuk dalam

kategori lansia, diantaranya adalah 60 tahun (UU No. 13 Tahun 1998) dan 60-74 tahun

(WHO).

Lansia dianggap sebagai warga yang tidak produktif dan hidupnya perlu ditopang

oleh generasi yang lebih muda. Secara kesehatan, diketahui semakin bertambah usia maka

lansia lebih rentan terhadap berbagai keluhan fisik, baik karena faktor alamiah seperti

penurunan daya tahan fisik maupun karena penyakit (Infodatin, 2014, p.3)

Perubahan sistem kardiovaskular pada lansia meliputi massa jantung bertambah,

ventrikel kiri mengalami hipertrofi, dan kemampuan perenggangan jantung berkurang

karena perubahan pada jaringan ikat. Konsumsi oksigen pada tingkat maksimal berkurang

sehingga kapasitas paru menurun. Latihan berguna untuk meningkatkan VO2 maksimum,

mengurangi tekanan darah, dan berat badan.

Keluhan kesehatan lansia yang paling tinggi adalah keluhan yang merupakan

golongan penyakit tidak menular, kronik dan degeneratif. Berdasarkan Riskesdas (2013)

dalam Infodatin (2014, p.5) terdapat 10 penyakit yang paling sering dialami oleh lansia

yang berusia 65 – 74 tahun yaitu Hipertensi (57,6%), Artritis (51,9%), Stroke (46,1%),

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) (8,6%), Diabetes Mellitus (DM) (4,8%), kanker

(3,9%), penyakit jantung koroner (3,6%), batu ginjal (1,2%), gagal jantung (0,9%) dan

gagal ginjal (0,5%).


Hipertensi merupakan manifestasi gangguan keseimbangan hemodinamik sisitem

kardiovaskular, yang mana patofisiologinyaadalah multi faktor, sehingga tidak bisa

diterangkan hanya dengan satu mekanisme tunggal. Menurut Kaplan 2010 hipertensi

banyak menyangkut faktor genetik, lingkungan, dan pusat-pusat regulasi hemodinamik.

Atau lebih sederhananya hipertensi adalah interaksi cardiac output (CO) dan total

peripheral resistence (TPR).

Hipertensi seringkali disebut sebagai pembunuh gelap (silent killer), karena

termasuk penyakit yang mematikan, tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu

sebagai peringatan bagi korbannya. Kalaupun muncul, gejala tersebut seringkali dianggap

gangguan biasa, sehingga korbannya terlambat menyadari akan datangnya penyakit

(Sustrani, 2006). Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius, karena

jika tidak terkendali akan berkembang dan menimbulkan komplikasi yang berbahaya.

Akibatnya bisa fatal karena sering timbul komplikasi, misalnya stroke (perdarahan otak),

penyakit jantung koroner, dan gagal ginjal (Gunawan, 2001).

Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia, disusul roko dan

dislipidemia. Hipertensi pada lanjut usia sebagian besar merupakan hipertensi sistolik

terisolasi (HST), meningkatnya tekanan sistolik menyebabkan besarnya kemungkinan

timbulnya kejadian stroke dan infark myocard bahkan walaupun tekanan diastoliknya

dalam batas normal (isolated systolic hypertension). Isolated systolic hypertension adalah

bentuk hipertensi yang paling sering terjadi pada lansia. Pada suatu penelitian, hipertensi

menempati 87% kasus pada orang yang berumur 50 sampai 59 tahun. Adanya hipertensi,

baik HST maupun kombinasi sistolik dan diastolik merupakan faktor risiko morbiditas

dan mortalitas untuk orang lanjut usia. Hipertensi masih merupakan faktor risiko utama
untuk stroke, gagal jantung penyakit koroner, dimana peranannya diperkirakan lebih besar

dibandingkan pada orang yang lebih muda (Kuswardhani, 2007) Kondisi yang berkaitan

dengan usia ini adalah produk samping dari keausan arteriosklerosis dari arteri-arteri

utama, terutama aorta, dan akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya

arteri-arteri ini dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian

diri. Dinding, yang kini tidak elastis, tidak dapat lagi mengubah darah yang keluar dari

jantung menjadi aliran yang lancar. Hasilnya adalah gelombang denyut yang tidak terputus

dengan puncak yang tinggi (sistolik) dan lembah yang dalam (diastolik) (Wolff ,2008).

Hipertensi masih menjadi masalah kesehatan pada kelompok lansia. Sebagai hasil

pembangunan yang pesat dewasa ini dapat meningkatkan umur harapan hidup, sehingga

jumlah lansia bertambah tiap tahunnya, peningkatan usia tersebut sering diikiuti dengan

meningkatnya penyakit degeneratif dan masalah kesehatan lain pada kelompok ini.

Hipertensi sebagai salah satu penyakit degeneratif yang sering dijumpai pada kelompok

lansia (Abdullah.2005).

Data WHO tahun 2000 menunjukkan, di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau

26,4% penghuni bumi mengidap hipertensi dengan perbandingan 26,6% pria dan 26,1%

wanita. Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972

juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639 sisanya berada di negara

sedang berkembang, temasuk Indonesia (Andra,2007). Umur Harapan Hidup (UHH,

proporsi penduduk Indonesia umur 55 tahun ke atas pada tahun 1980 sebesar 7,7% dari

seluruh populasi, pada tahun 2000 meningkat menjadi 9,37% dan diperkirakan tahun 2010

proporsi tersebut akan meningkat menjadi 12%, serta UHH meningkat menjadi 65-70

tahun. Dalam hal ini secara demografi struktur umur penduduk Indonesia bergerak ke arah
struktur penduduk yang semakin menua (ageing population). Peningkatan UHH akan

menambah jumlah lanjut usia (lansia) yang akan berdampak pada pergeseran pola penyakit

di masyarakat dari penyakit infeksi ke penyakit degenerasi.

Dampak dari berbagai penyakit tersebut akan mempengaruhi kehidupan lansia

yang umumnya dapat menyebabkan penurunan kesejahteraan dan mengancam

kemandirian lansia (Potter & Perry, 2010 dalam Zulfitri, 2015, p.55).

Permasalahan psikologis yang sering dialami oleh lansia meliputi kecemasan,

ketakutan, mudah tersinggung, rasa kesepian, hilangnya percaya diri, bermimpi masa lalu

dan egois (BKKBN, 2012, p.9).

Kecemasan merupakan suatu perasaan yang sifatnya umum, dimana seorang yang

mengalami cemas, merasa ketakutan atau kehilangan kepercayaan diri dan merasa lemah

sehingga tidak mampu untuk bersikap dan bertindak secara rasional (Wiramihardja, 2007).

Tingkat kecemasan mempunyai karakteristik atau manifestasi yang berbeda satu sama lain,

manifestasi yang terjadi tergantung pada kematangan pribadi, pemahaman dalam

menghadapi ketegangan, harga diri dan mekanisme yang digunakannya (Asmadi, 2008).

Kecemasan dan ketakutan yang dialami oleh lansia disebabkan oleh perasaaan

cemas akan perubahan fisik dan fungsi anggota tubuh, cemas akan kekuatan sosial, cemas

akan tersingkir dari kehidupan sosial, takut penyakit, takut mati serta takut kekurangan

uang (BKKBN, 2012, p.9). Dampak kecemasan yang dialami oleh lansia meliputi

terjadinya penurunan aktivitas fisik dan status fungsional, persepsi diri tentang kesehatan

yang tidak baik, menurunnya kepuasan hidup (life satisfaction) dan kualitas hidup (quality

of life), meningkatnya kesepian (lonelinees) dan penggunaan pelayanan serta


menghabiskan biaya yang besar untuk pelayanan (Tampi & Tampi, 2014, p.2).

Berdasarkan hasil study pendahuluan yang dilaksanakan pada tanggal 23 November 2017

di dapat hasil observasi dan wawancara dengan 10 lansia 7 mengatakan merasa cemas

memiliki penyakit hipertensi sedangkan 3 lagi memiliki kecenderungan kecemasan yang

sedang dan ringan. Berdasarkan hasil wawancara tersebut maka peneliti ingin mengetahui

lebih lanjut tentang gambaran kecemasan pada pasien lansia di Puskesmas Gang Kelor.

B. Rumusan masalah

Pasien penderita hipertensi khususnya pada lansia lebih cenderung mengalami

tingkat kecemasan yang sangat tinggi, ini disebabkan karena penyakit ini memerukan

pengobatan yang relatif lama, juga terdapat komplikasi serta menjadi penyebab kematian

nomor satu di dunia. Masalah psikososial yang paling banyak terjadi pada lansia seperti

kesepian, perasaan sediah dan cemas. Kecemasan yang di alami penderita hipertensi pada

lansia mengakibatkan perasaan khawatir atau takut, mudah tersinggung, kecewa, gelisah,

perasaaan kehilangan, sulit tidur sepanjang malam, sering membayangkan hal-hal yang

menakutkan dan rasa panik pada hal yang ringan, konflik-konflik yang ditekan dan

berbagai masalah yang tidak terselesaikan akan menimbulkan ansietas (Maryam dkk 2008,

dalam Soemantri dkk 2012). Kecemasan merupakan perasaan takut yang tidak jelas dan

tidak didukung oleh situasi. Sedangkan gangguan kecemasan adalah sekelompok kondisi

yang memberi gambaran penting tentang kecemasan yang berlebihan disertai respon

perilaku, emosi dan fisiologis (Videbeck 2008).


C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran kecemasan pada lansia dengan hipertensi (berdasarkan usia,

jenis kelamin, dan status pendidikan) ?

2. Bagaimana gambaran kecemasan pada lansia dengan hipertensi berdasarkan lama

menderita penyakit hipertensi ?

3. Bagaimana gambaran kecemasan pada lansia dengan hipertensi berdasarkan riwayat

sebelumnya ?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mendapatkan gambaran tingkat kecemasan pada lansia dengan hipertensi di


Puskesmas Gang Kelor.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran kecemasan pada lansia dengan hipertensi (berdasarkan

usia, jenis kelamin, dan status pendidikan).

b. Mengetahui gambaran kecemasan pada lansia dengan hipertensi berdasarkan lama

menderita penyakit hipertensi.

c. Mengetahui gambaran kecemasan pada lansia dengan hipertensi berdasarkan

riwayat sebelumnya.

E. Manfaat penelitian

1. Pelayanann Keperawatan
Dari penelitian ini diharapkana di temukan gambran tentang kecemasan lansia

dengan hipertensi di Puskesmas Gang Kelor di Kota Bogor. Diharapkan hasil penelitian
ini akan berguna untuk memberika gambaran tentang masalah psikososial pada pasien

penderita hipertensi.

2. Pengembangan Ilmu Keperawatan

Menambah referensi penelitian untuk mahasiswa-mahasiswa lainnya dalam

bidang Ilmu Keperawatan dengan study kasus yang sama.

3. Pasien

Selain sebagai subjek penelitian, pasien juga akan mengetahui hasil bagaimana

kondisi psikologisnya dan mengetahui bagaimana rencana selanjutnya ketika pasien

mengalami gangguan psikologis.


BAB II

TINJAUAN PENELITIAN

Anda mungkin juga menyukai