Anda di halaman 1dari 9

PENDAHULUAN

Pendidikan di Indonesia kini memasuki era reformasi dengan pembaharuan radikal, yang

diangkat Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 serta Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003

tentang Sistim Pendidikan Nasional, yakni pendelegasian otoritas pendidikan pada daerah dan

memdorong otonomisasi di tingkat sekolah, serta pelibatan masyarakat dalam pengembangan

program-program kurikuler serta pengembangan sekolah lainnya. Kewenangan pemerintah kini

adalah fasilitatif terhadap berbagai usulan pengembangan yang digagas sekolah. Paradigma baru

pengelolaan sekolah ini diharapkan dapat menjadi solusi awal dalam mengatasi rendahnya

kualitas proses dan hasil pendidikan di Indonesia yang berakibat pada rendahnya rata-rata

kualitas sumber daya manusia Indonesia dalam konteks persaingan regional dan global.

Akan tetapi perubahan paradigma ini secara praktis perlu waktu, khususnya dalam konteks

restrukturisasi sistim yang mengatur batas-batas tugas dan kewenangan antar instansi pengelolah

pendidikan, kemudian adaptasi sistim baru tersebut dalam praktik pengelolaan sekolah secara

operasional, dan terakhir perubahan kultur yang sudah bertahun-tahun masyarakat kita terbiasa

dan bahkan menikmati pola kekuasaan birokrasi, dan kini kekuasaan tersebut dibagi-bagi

(sharing of power) antara daerah dan sekolah yang bermitra dengan masyarakat, baik sebagai

client maupun user. Kepala sekolah tidak semata bertanya pada kepala dinas di tingkat daerah,

tetapi juga bertanya kepada komite sekolah, membahas program dengan mereka, dan

mempertanggungjawabkan berbagai pelaksanaan programnya pada stakeholder tersebut.

Paradigma baru manajemen pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas secara efektif

dan efisien, perlu didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam hal ini,

pengembangan SDM merupakan proses peningkatan kemampuan manusia agar mampu


melalukan pilihan-pilihan. Rumusan tersebut menunjukkan bahwa pengembangan SDM tidak

hanya sekedar meningkatkan kemampuan, tetapi juga menyangkut pemamfaatan kemampuan

tersebut.

Paradigma pendidikan yang memberikan kewenangan luas kepada sekolah dalam

mengembangkan berbagai potensinya memerlukan peningkatan kemampuan kepala sekolah

dalam berbagai aspek manajerialnya, agar dapat mencapai tujuan sesuai dengan visi dan misi

yang diembang sekolahnya. Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan misalnya, kepala sekolah

dituntut untuk memiliki kemampuan melakukan pengelolaan keuangan dengan sebaikbaiknya di

sekolah. Kemampuan ini diperlukan karena kalau dulu kepala sekolah diberi bantuan oleh

pemerintah dalam bentuk sarana dan prasarana pendidikan yang sering kurang bermamfaat bagi

sekolah, maka dalam konteks otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan, bantuan langsung

diberikan dalam bentuk uang, mau diapakan uang tersebut tergantung sepenuhnya kepada kepala

sekolah; yang penting dia dapat mempertanggungjawabkannya secara propesional.

Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperang dalam

meningkatkan kualitas pendidikan. Seperti diungkapkan Supardi (1998:346) bahwa “Erat

hubungannya antara mutu kepala sekolah dengan berbagai aspek kehidupan sekolah seperti

disiplin sekolah, iklim budaya sekolah, dan menurunnya perilaku nakal peserta didik”. Dalam

pada itu, kepala sekolah bertanggung jawab atas manajemen pendidikan secara mikro, yang

secara langsung berkaitan dengan proses pembelajaran di sekolah. Sebagaimana dikemukakan

dalam pasal 12 ayat 1 PP 28 tahun 1990 bahwa : “Kepala Sekolah bertanggung jawab atas

penyelenggaraan kegiatan pendidikan, sdministrasi sekolah, pembinaan tenaga pendidikan

lainnya, dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana.


Apa yang diungkapkan diatas menjadi lebih penting sejalan dengan semakin kompleksnya

tuntutan tugas kepala sekolah, yang menghendaki dukungan kinerja yang semakin efektif dan

efisien. Disamping itu, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya yang

diterapkan dalam pendidikan di sekolah juga bergerak maju semakin pesat, sehingga menuntut

penguasaan secara professional. Menyadari hal tersebut, setiap kepala sekolah dihadapkan pada

tantangan untuk melaksanakan pengembangan pendidikan secara terarah, berencana, dan

berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dalam kerangka inilah dirasakan

perlunya peningkatan manajemen kepala sekolah secara professional untuk mensukseskan

program-program pemerintah yang sedang digulirkan, yakni otonomi daerah, desentralisasi

pendidikan, manajemen berbasis sekolah, kurikulum berbasis kompetensi, broad basic education,

life skill, kontekstual learning, dan Undang-Undang Sisdiknas; yang kesemuanya itu menuntut

peran aktif dan kinerja professional kepala sekolah.

Kepala sekolah harus memiliki visi dan misi, serta strategi manajemen pendidikan secara

utuh dan berorientasi kepada mutu. Strategi ini dikenal dengan Manajemen Mutu Terpadu

(MMT), yang telah lebih popular dalam dunia bisnis dan industri dengan istilah Total Quality

Management (TQM).Strategi ini merupakan usaha sistematis dan terkoordinasi untuk secara

terus menerus memperbaiki kualitas layanan, sehingga fokusnya diarahkan kepelanggang dalam

hal ini peserta didik, orang tua peserta didik, pemakai lulusan, guru, karyawan, pemerintah dan

masyarakat.

Saat ini pemerintah daerah kota Semarang melalui dinas pendidikan kota Semarang sedang

melaksanakan seleksi peserta pelatihan calon kepala sekolah, adalah langkah yang tepat untuk

mencari calon-calon kepala sekolah masa depan yang memiliki kompetensi yang memadai untuk

memimpin sekolah didalam suasana manajemen berbasis sekolah yang lebih rumit dibandingkan
era sebelumnya. Oleh karena itu sangat penting untuk mendeteksi kompetensi/kemampuan dasar

setiap kepala sekolah. Maka dari itu kami menawarkan visi dan misi serta rencana strategis

sebagai berikut.
VISI DAN MISI

A. VISI :
MENUJU SEKOLAH BERMUTU BERLANDASKAN IMAN DAN TAQWA

B. MISI :
1. Melaksanakan pembelajaran secara efektif dan efisien dalam era Kurikulum 2013
2. Memberdayakan guru dan tenaga kependidikan lainnya, sehingga menjadi
guru/pegawai professional dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
3. Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianut dan juga budaya
bangsa sehingga menjadi sumber kearifan dalam bertindak.
4. Menyediakan dan memamfaatkan sarana dan prasarana secara maksimal
5. Melaksanakan pelatihan-pelatihan sehingga dapat melahirkan SDM berbakat, kreatif
serta inovatif.
6. Mendorong dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memfasilitasi terjadinya
kerja sama dan komunikasi dengan stakeholder pendidikan.
7. Menumbuhkan sikap demokratis serta menjiwai era otonomisasi bagi segenap
komunitas sekolah

C. RENCANA STRATEGIS
1. Melaksanakan pembelajaran secara efektif dan efisien dalam era Kurikulum
2013
Pelaksanaan pembelajaran secara efektif dan efisien dalam era Kurikulum 2013
maka akan ditekankan hal-hal sebagai berikut :
a. Pembelajaran harus lebih menekankan pada praktek, baik dilaboratorium
maupun dimasyarakat dan dunia kerja (dunia usaha). Dalam hal ini setiap guru
harus mampu memilih serta menggunakan strategi dan metode pembelajaran
yang memungkinkan peserta didik mempraktekkan apa-apa yang dipelajarinya.
b. Pembelajaran harus dapat menjalin hubungan sekolah dengan masyarakat;
dalam hal ini setiap guru harus mampu dan jeli melihat berbagai potensi
masyarakat yang bisa didayagunakan sebagai sumber belajar, dan menjadi
penghubung antara sekolah dan lingkungannya.
c. Perlu dikembangkan iklim pembelajaran yang demokratis, dan terbuka, melalui
pembelajaran terpadu.
d. Pembelajaran perlu lebih ditekankan pada masalah-masalah aktual yang secara
langsung berkaitan dengan kehidupan nyata yang ada dimasyarakat.

2. Memberdayakan guru dan tenaga kependidikan lainnya, sehingga menjadi


guru/pegawai professional dalam melaksanakan tugas-tugasnya
Memberdayakan guru dan tenaga kependidikan lainnya dilakukan strategi antara
lain:
a. Pengakuan terhadap potensi seorang guru atau pegawai untuk diaktualisasikan
melalui pembinaan dan penyediaan iklim yang kondusif, serta melakukan
pekerjaan secara kreatif.
b. Berani mengambil resiko besar dengan menyediakan iklim organisasi kepada
guru/pegawai dalam pelaksanaan PBM dengan penuh kreatif.
c. Para guru harus diberi peluang untuk memperbaiki pembelajaran murid dengan
cara memberdayakannya dengan otonomi, pengembangan kemampuan, serta
meningkatkan penghargaan terhadap prestasi guru.
3. Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianut dan juga
budaya bangsa sehingga menjadi sumber kearifan dalam bertindak
Memperingati hari-hari besar keagamaandan pembiasaan-pembiasaan keagamaan
serta meningkatkan kemampuan baca tulis Al Qur’an terhadap guru, pegawai dan
siswa serta shalat berjamaah di Sekolah
4. Menyediakan dan memamfaatkan sarana dan prasarana secara maksimal
Penyediaan sarana dan prasarana berdasarkan kebutuhan yang telah disesuaikan yang
merupakan hasil masukan dari para guru, pegawai dan komite sekolah. Seperti
pengadaan buku pelajaran yang sesuai kurikulum yang berlaku, serta pengadaan
sarana dan prasarana lain yang tepat tampa adanya kepentingan lain.
5. Melaksanakan pelatihan-pelatihan sehingga dapat melahirkan SDM berbakat,
kreatif serta inovatif.
Mengusahakan pelatihan-pelatihan seperti pelatihan kesenian, olah raga, komputer,
pramuka, UKS, bagi siswa dan para Pembina serta mengadakan pelatihan PBM dan
penulisan karya ilmiah bagi guru.
6. Mendorong dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memfasilitasi
terjadinya kerja sama dan komunikasi dengan stakeholder pendidikan
Untuk menggalang partisipasi orang tua dan masyarakat agar terjadi keharmonisan
maka diprogramkan beberapa hal
a. Melibatkan orang tua secara proporsional, dan profesional dalam
mengembangkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program sekolah.
b . Menjalin komunikasi secara intensif seperti orientasi terhadap sekolah,
mengadakan rapat secara rutin, memberitakan perkembangan sekolah secara
periodik mengadakan kunjungan rumah serta pembagian tugas dan tanggung
jawab antara sekolah dan orang tua
7. Menumbuhkan sikap demokratis serta menjiwai era otonomisasi bagi segenap
komunitas sekolah
Menanamkan pemahaman otonomi sekolah dan iklim demokratis terhadap guru,
pegawai, dan orang tua siswa agar mereka terlepas dari belenggu pemikiran-
pemikiran yang sifatnya status Quo.

D. PELUANG DAN TANTANGAN


1. Peluang
- Undang-undang Dasar 1945 hasil amandemen
- Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah dan Undang-
undang nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan
daerah yang direvisi menjadi undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang
otonomi daerah dan undang-undang nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan
keuangan antara pusat dan daerah
- Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional yang
intinya adalah otonomisasi dan demokratisasi.
- Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang dituangkan dalam GBHN
menyatakan bahwa manajemen berbasis sekolah merupakan salah satu upaya
pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan
ilmu dan teknologi.
- Manajemen Berbasis Sekolah menurut BPPN dan Bank Dunia adalah merupakan
bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi di bidang pendidikan, yang
ditandai oleh otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat dan dalam
kerangka pendidikan nasional. Bahkan Bank Dunia merekomendasikan perlunya
diberikan otonomi yang lebih besar kepada sekolah yang disertai manajemen
sekolah yang bertanggung jawab. Sehingga harus diikuti oleh pemilihan kepala
sekolah yang baik, yang memiliki keterampilan dan karakteristik yang diperlukan
untuk mengelolah sekolah yang bernuansa otonom.

2. Tantangan
- Belum maksimalnya kemampuan/usaha guru dalam melaksanakan tugasnya
sebagai guru profesional.
- Pemahaman guru dan pegawai terhadap otonomi sekolah yang belum maksimal
termasuk rendahnya kemampuan rancang bangun dalam administrasi dan proses
pembelajaran sehingga terkadang masih menunggu petunjuk dari atas.
- Masih rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan utamanya di
daerah pedesaan/daerah terpencil.
- Pemahaman dan kesadaran masyarakat atas hak, peranan dan kewajibannya yang
belum maksimal sehingga sekolah seakan-akan berjalan tampa kontrol dari
masyarakat sebagai user pendidikan.
- Masih adanya situasi/iklim yang kurang kondusif sehingga tidak berpihak
terhadap pelaksanaan otonomi sekolah.
PENUTUP

Berdasarkan dasar pemikiran yang melahirkan visi dan misi serta rencana strategis termasuk

prediksi mengenai peluang dan tantangan maka disimpulkan sebagai berikut :

1. Bahwa paradigma baru manajemen pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas

secara efektif dan efisien, perlu didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas.

Sehubungan dengan hal tersebut paradigma pendidikan yang memberikan kewenangan

luas kepada sekolah dalam mengembangkan berbagai potensinya memerlukan

peningkatan kemampuan kepala sekolah dalam berbagai aspek manajerialnya, agar

dapat mencapai tujuan sesuai visi dan misi yang diembang sekolahnya.

2. Bahwa untuk mencapai tujuan sekolah yang terdapat dalam visi dan misi perlu

mendapat dukungan positif dari berbagai elemen terkait dengan proses pendidikan.

Tampa dukungan yang benar maka sekolah tidak akan berkembang sesuai yang

diharapkan bahkan dapat menggagalkan program pemerintah seperti otonomi daerah,

desentralisasi pendidikan, manajemen berbasis sekolah, kurikulum berbasis

kompetensi, broad basic education, life skill, kontekstual learning, dan Undang-Undang

Sisdiknas; yang kesemuanya itu menuntut peran aktif dan kinerja profesional kepala

sekolah dan dukungan dari berbagai pihak.

3. Bahwa dalam menetapkan/memilih calon atau kepala sekolah hendaknya berdasarkan

kompetensi yang dimiliki dengan melihat indikator seperti prestasi yang telah diakui

oleh mulai dari komunitas sekolah, tingkat kabupaten, propinsi sampai ke tingkat

nasional, termasuk pengakuan atau rekomendasi dari masyarakat/orang tua siswa.

Anda mungkin juga menyukai