Bab 1 Revisi III
Bab 1 Revisi III
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
DM merupakan penyakit gangguan metabolik kronis yang ditandai dengan
adanya peningkatan glukosa darah atau hiperglikemia. Salah satu penyebab terjadinya
hiperglikemia adalah ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan insulin. Untuk
memfasilitasi glukosa dalam sel dibutuhkan insulin dari dalam tubuh digunakan
sebagai metabolisme dalam pertumbuhan sel. Berkurangnya atau tidak adanya insulin
menyebabkan glukosa di dalam darah bertambah yang kemudian menyebabkan
terjadinya gula darah meningkat. Sementara di dalam sel terjadi kekurangan glukosa
yang dibutuhkan dalam kelangsungan dan fungsi sel (Tarwoto dkk., 2012 dalam
Juniarti dkk., 2014).
Komplikasi pada penyakit DM dapat terjadi jika DM tidak ditangani. Salah satu
komplikasi yang sering terjadi adalah komplikasi kronik yang biasanya sulit ditangani.
Oleh sebab itu, biaya yang tinggi akan diperlukan untuk pengobatan. Seperti yang
disebabkan oleh makroangiopati yang berhubungan dengan aterosklerosis atau PJK
(penyakit jantung koroner). Untuk menghindari terjadinya komplikasi maka harus
dilakukan penatalaksanaan DM untuk menormalkan aktifitas insulin (Hoesada, 2013).
Menurut Dirjen P2PL Kemenkes RI Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp. P (K),
MARS, DTM&H, DTCE (2013) berbagai upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif telah dilakukan untuk mengendalikan masalah DM salah satunya adalah
monitoring dan deteksi dini faktor risiko DM di Posbindu. Namun sebagian besar
penderita DM tipe 2 masih bekerja yang menyebabkan waktu yang dimilikinya lebih
banyak terfokus untuk pekerjaan sehingga penatalaksanaan DM menjadi kurang
maksimal. Setelah di bentuknya program Keselamatan & Kesehatan Kerja (K3) oleh
pemerintah seharusnya seluruh pekerja dapat merasaka suasana bekerja yang aman
dan nyaman untuk mencapai tujuan produktivitas setinggi-tinginya dengan tetap
memperhatikan 3 komponen kerja berupa kapasitas tenaga kerja, beban kerja dan
lingkungan kerja (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2013; Purwanto, 2011,
Sakinah, dkk., 2012).
Beban kerja merupakan sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh suatu
unit organisasi atau pemegang jabatan pada suatu pekerjaannya dalam jangka waktu
tertentu (Menpan, 1977:46 dalam Artadi, 2015). Sedangkan menurut Pemendagri No.
12/2008 dalam Artadi, 2015, beban kerja adalah suatu besaran pekerjaan yang harus
dilaksanakan oleh organisasi atau unit jabatan yang merupakan hasil kali volume kerja
dan norma waktu.
Menurut Sakinah, dkk (2012) beban kerja pada tenaga kerja batu bata dikenali
yaitu dari sepuluh pekerja, enam orang memiliki beban kerja berat, tiga orang
memiliki beban kerja sangat berat dan satu orang memiliki beban kerja sedang. Waktu
kerja melebihi 8 jam perhari dan ada juga yang kurang. Waktu masuk kerja rata-rata
mulai pukul delapan pagi sampai dengan pukul empat sore atau enam sore, tergantung
pada pemilik industri batu bata tersebut. Sedangkan untuk waktu istirahat bervariasi
antara 30 menit sampai dengan satu setengah jam.
Menurut Fabyo Adi Kusno, dkk (2015) pekerjaan merupakan faktor penting dari
DM tipe 2, di karenakan para pensiunan dan responden yang tidak bekerja kebanyakan
tidak melakukan aktivitas fisik yang terlalu berat. Hal ini dapat menyebabkan
meningkatkan resiko penyakit kardiovaskuler dan kontrol glikemik yang buruk dan
dapat memicu terjadinya DM tipe.
Menurut Riza Triana, dkk (2016) menyatakan bahwa ada hubungan signifikan
antara beban kerja dengan penyakit DM. Orang dengan beban kerja berat memiliki
kecenderungan 1,39 kali untuk mengalami kejadian DM dibandingkan dengan orang
yang memiliki beban kerja ringan dan sedang.
Menurut ahli penyakit dalam Dr. dr. Roy Panusunan Sibarani Sp. PD-KEMD
mengatak bahwa lingkungan dan pekerjaan kini menjadi pendukung terjadinya DM
pada orang muda. Para pekerja kantoran yang jarang bergerak dan lebih banyak duduk
misalnya, memiliki resiko lebih tinggi mengidap DM dari pada yang bekerja di
lapangan (Liputan 6, 2017).
Menurut Ainni & Mutmainah (2017) ada hubungan signifikan antara kepatuhan
meminum obat terhadap pekerjan. Hasil penelitian ini sama dengan Adisa et al.
(2009), bahwa beban kerja dalam suatu pekerjaan mempunyai pengaruh signifikan
dengan nilai p=0,005 terhadap tingkat kepatuhan minum obat pada pasien DM tipe 2.
Hal ini dikarenakan dengan adanya jadwal kerja yang terlalu padat terutama pada
pasien yang bekerja, membuat pengambilan obat atau kontrol terapi pengobatan
terlupakan sehingga menyebabkan jadwal minum obat tidak sesuai dengan aturan
dokter.
B. Rumusan Masalah