Abstrak
Pergeseran episentrum kekuasaan pasca reformasi tahun 1998 dari sentralistik ke desentralisasi memberi harapan baru
kepada setiap daerah untuk membangun daerah dengan segala potensi yang dimiliki. Desentralisasi memberi legitimasi
kepada setiap daerah untuk memproduksi atau menghasilkan berbagai kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan
daerah, termasuk di bidang pariwisata. Sebagai subordinat dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pemerintah
Daerah Kabupaten Manggarai Barat juga memiliki legitimasi yang sama untuk membuat berbagai kebijakan termasuk di
bidang pariwisata. Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat telah menetapkan pariwisata sebagai leading sector
pembangunan dan membuat Kebijakan Pariwisata Berbasis Kearifan Lokal untuk mendukung pengembangan
pariwisata. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi untuk menggambarkan, menganalisis dan menginterpretasikan sisi-sisi implementasi seperti Partisipasi,
Jejaring, Struktur Keorganisasian, aktor, finansial, fasilitas, kondisi sosial, budaya, ekonomi dan politik serta kepentingan
stakeholder. Teori yang digunakan untuk melakukan kajian ini adalah teori implementasi kebijakan Edward III.
Berdasarkan teori ini, kesuksesan implementasi Kebijakan ditentukan oleh empat faktor, yaitu komunikasi, sumber
daya, disposisi dan struktur birokrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan sumber daya pendukung
implementasi belum dialokasikan dengan jelas, komunikasi dan koordinasi belum berjalan optimal, kondisi eksternal
(sosial, ekonomi, dan politik) menghambat implementasi kebijakan Pariwisata Berbasis Kearifan Lokal di Kabupaten
Manggarai Barat secara efektif dan optimal. Implikasinya adalah aktivitas pariwisata berbasis kearifan lokal belum
berkontribusi secara optimal bagi pemerintah, swasta dan masyarakat dari sisi ekonomi.
Kata Kunci: Kebijakan Publik, Implementasi Kebijakan Publik, Pariwisata, Kearifan Lokal
Abstract
The Shift epicenter of power after the 1998 reform from centralized to decentralized gives new hope to each region to
develop the area with all its potential. Decentralization gives legitimation to each region for product or make various
policy matching with requirement of each area, including in tourism sector. West Manggarai Regency has tourism as
leading sector in development. For supporting tourism as sector leading for development, West Manggarai Regency has
made Policy of Tourism Based on Local Wisdom. This research is done by using qualitative research method with
phenomenological approach to describe, to analyze and to interpret the sides of implementation, like participation,
network, organizational structure, actor, financial, facility, condition of social, cultural, politics and economics and
stakeholder’s interest also. The theory is used to conduct this study is the theory of policy implementation of Edward III.
According to this theory, the successfull of policy implementation is determined by four factors are communication,
resource, bureaucracy structure and disposition. Result of research shows that the availability of the supporting
resources have not been allocated clearly, the coordination and communication is not run optimally, the external
condition (social, economic, politic) are often the bottleneck to realization Tourism policy Implementation Based on Local
Wisdom at West Manggarai Regency effectively and optimally. As a result, the activity of tourism based on local
wisdom doesn’t give significant benefit for government, private sector and civil society of economic, social, political and
cultural side.
Keywords: Public Policy, Implementation of Public Policy, Tourism, Local Wisdom.
1
PENDAHULUAN mengategorikan dampak pariwisata di bidang
Pariwisata sudah diakui sebagai industri ekonomi, antara lain adalah dampak terhadap
terbesar abad ini, dilihat dari berbagai indikator, devisa, pendapatan masyarakat, kesempatan
seperti sumbangan terhadap pendapatan dunia kerja, harga, distribusi manfaat, kepemilikan dan
dan penyerapan tenaga kerja. Cohen [17] kontrol; pembangunan dan pendapatan
pemerintah. Bahkan pada beberapa daerah
1 pariwisata mampu mendongkrak daerah tersebut
Corresponding Address:
Maksimilianus Maris Jupir
dari keterbelakangan menjadi sumber
Email : jupiracik@yahoo.co.id pendapatan utama seperti yang terjadi di Bali.
Address : Fakultas Ilmu Administrasi Publik, Baiquini dkk [2] mengatakan bahwa “pariwisata
Universitas Brawijaya Malang, Jl. Veteran, Malang berperan signifikan dan telah mampu menjadi
text anda image data. It involves preparing the b. Perekaman suara dan gambar (mbata,
data for analysis, conducting different analysis, sanda, danding, dan korong)
moving deeper and deeper into understanding c. Dokumentasi musik
the data (some qualitative researcher like to d. Pagelaran budaya
think of this as peeling back the layers of a e. Seminar tentang kebudayaan
nonion), representatif the data, and making an f. Pelatihan musik dan tari tradisional
interpretation of the larger meaning of the g. Revitalisasi lembaga-lembaga adat
data” [3]. h. Pembentukan dewan kesenian daerah
dan Pelestarian produk-produk
HASIL DAN PEMBAHASAN kebudayaan.
Implementasi Kebijakan Pariwisata Berbasis b. Partisipasi Dalam Pelestarian Nilai Kearifan
Kearifan Lokal di Kabupaten Manggarai Barat Lokal
ditilik dari beberapa segi, yaitu partisipasi Darmawan (2010: 157) mengatakan
masyarakat (Pengembang, Pelestarian dan bahwa tokoh masyarakat, paling tidak dapat
Pelaksanaan) Kearifan Lokal, Struktur menjalankan fungsi pemeliharaan budaya,
Kelembagaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata fungsi integrasi, dan fungsi pencapaian tujuan.
Kabupaten Manggarai Barat, Pengalokasian Kamus Bahasa Indonesia (Pusat Bahasa
Sumber daya (aktor, finansial, organisasi, fasilitas), Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 1536)
komunikasi dan koordinasi; kondisi sosial, mendefinisikan tokoh sebagai “orang yang
ekonomi dan politik, serta kepentingan dari terkemuka dan kenamaan di bidang politik,
stakeholder. kebudayaan atau pemegang peran utama”.
1) Partisipasi Masyarakat Jadi, tokoh masyarakat dapat pula diartikan
Partisipasi masyarakat Kabupaten Manggarai sebagai individu yang terkemuka di bidang
Barat di dalam aktivitas pariwisata dapat ditilik politik dan budaya yang ada di tengah
dari tiga segi, yakni pengembangan, pelestarian, masyarakat. Bersandar pada pemahaman
dan pelaksanaan nilai-nilai kearifan lokal. tersebut, upaya pelestarian Kearifan Lokal
a. Partisipasi Dalam Pengembangan Kearifan yang ada di Kabupaten Manggarai Barat
Lokal dilaksanakan oleh tokoh-tokoh masyarakat
Pengembangan Pariwisata Berbasis yang ada di sana. Ahmad (Darmawan, 2010:
Kearifan Lokal di Kabupaten Manggarai Barat 159) mengatakan wujud konkret dari peran
masih diwarnai oleh dominasi pemerintah yang dapat dimainkan oleh tokoh masyarakat
daerah semata. Bentuk partisipasi konsultatif, tersebut antara lain adalah menginventarisasi
pasif dan mengalir dari atas. Hal ini tercermin kembali nilai-nilai itu, memahami,
dari penyusunan Rancangan Induk mengajarkan dan mempraktekkannya dalam
Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) kehidupan. Sejalan dengan pemehaman
Tahun 2008 yang hanya melibatkan dua tersebut, upaya pelestarian Kearifan Lokal di
sektor, yakni pemerintah daerah yang diwakili Kabupaten Manggarai Barat dilakukan dari
oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dan generasi tua, terutama dari tokoh-tokoh adat,
Universitas Erlangga Surabaya. seperti Tu’a Golo, Tu’a Teno, dan Tu’a Pangga.
Hal lain yang menunjukkan kentalnya Upaya pelestarian Kearifan Lokal di Kabupaten
dominasi Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Barat juga bekerjasama dengan Dr.
Manggarai Barat dalam aktivitas pariwisata Jeanine Pfeiffer dalam Program Pelestarian
tercermin dari program-program yang Budaya dan Ekologi Tado, The Tado Cultural
dicanangkan. Program-program tersebut Ecology Convervation Program (TCECP) yang
antara lain adalah sebagai berikut: berupaya untuk mengembangkan desa wisata
a. Peningkatan kesadaran dan pemahaman di Tado. Inti program ini adalah menyadarkan
masyarakat terhadap keragaman budaya masyarakat Tado, bahwa mereka sendiri yang
b. Peningkatan apresiasi terhadap nilai-nilai bertanggung jawab sepenuhnya untuk
kebudayaan. pelestarian dan pemulihan tradisi budaya dan
Untuk mencapai sasaran tersebut, ekologi yang mendasari keunikan mereka
Kabupaten Manggarai Barat melalui Dinas sebagai manusia.
Kebudayaan dan Pariwisata melakukan c. Partisipasi Dalam Pelaksanaan Nilai-nilai
beragama kegiatan sebagai berikut: Kearifan Lokal
a. Pentas rutin dan parodi kebudayaan Selain itu, secara natural sebagaimana
yang diwariskan secara turun-temurun, tokoh-
tokoh adat seperti Tu’a Golo, Tu’a Teno, dan menggunakan media elektronik. Nugroho (2011:
Tu’a Pangga juga ikut terlibat dalam 128-129) mengatakan bahwa:
pelaksanaan nilai-nilai Kearifan Lokal yang ada
“Media promosi wisata telah berkembang
di Kabupaten Manggarai Barat. Keterlibatan
dalam ragam dan kualitas yang relatif tinggi.
tokoh-tokoh adat tersebut sebagai pelaksaan
Media cetak dan offline maupun online setiap
nilai-nilai kearifan lokal karena merekalah yang
saat membatu menemukan tujuan atau
memegang peranan penting di dalam upacara-
produk wisata yang diinginkan. Bagi
upacara ataupun ritual adat, seperti Caci
pengunjung yang telah datangk mereka dapat
ataupun Penti. Tokoh-tokoh adat tersebut
menjadi media promosi yang efektif untuk
tersebar merata di seluruh wilayah
menyampaikan kepada keluarga, teman dan
administratif Kabupaten Manggarai Barat.
kolega” [12].
2) Jejaring Yang Mempromosikan Pariwisata
Dalam kaitannya dengan itu, upaya promosi
Kearifan Lokal
pariwisata berbasis kearifan lokal di Kabupaten
Pengembangan Pariwisata Berbasis Kearifan
Manggarai Barat sudah dilakukan lewat media
Lokal di Kabupaten Manggarai Barat tentu saja
elektronik seperti itu. Misalnya seperti yang
membutuhkan penataan yang baik dan dukungan
termuat di dalam website
finansial yang mumpuni. Penataan yang baik
www.floreskomodo.com.
dilakukan melalui upaya-upaya promosi yang
Selain pihak pemerintah, usaha
intensif yang dilakukan dengan berbagai jaringan
mempromosikan pariwisata di Kabupaten
baik individu maupun dengan kelompok tertentu.
Manggarai Barat dilakukan dengan bekerjasama
Secara institusional, program untuk
dengan pihak PT. Sidomuncul. Aksi nyata dari
mempromosikan kearifan lokal tetap menjadi
kerjasama tersebut dalam mempromosikan
domain pemerintah melalui Dinas Kebudayaan
pariwisata di Kabupaten Manggarai Barat tersebut
dan Pariwisata Kabupaten Manggarai Barat.
adalah dengan membuat iklan Kuku Bima Energi
Program yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan
dengan berlatar belakangkan air terjun Cunca
dan Pariwisata dalam meningkatkan promosi
Wulang, Pulau Komodo, Pantai Merah,
Pariwisata Berbasis Kearifan Lokal di Kabupaten
Takamakasa, spider rice/area persawahan
Manggarai Barat adalah sebagai berikut:
berbentuk jaring laba-laba dengan menelan biaya
a. Pagelaran Seni dan Budaya Flores-
sebesar Rp. 12 Miliar.
Lembata
Berangkat dari kondisi tersebut, dapat ditarik
b. Pembinaan dan pengiriman duta
suatu kesimpulan bahwa kegiatan-kegiatan dalam
kebudayaan tingkat nasional
rangka meningkatkan promosi Kearifan Lokal di
c. Pengiriman seniman untuk mengikuti
Kabupaten Manggarai Barat sebagai aset
diklat penataan tari/ koreografi tingkat
potensial pariwisata tidak dilakukan secara rutin
propinsi.
dan berkelanjutan. Sehingga dampak yang
Akan tetapi, kegiatan yang dicanangkan oleh
ditimbulkan dari keberadaan dari pariwisata
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten
berbasis kearifan lokal tersebut belum signifikan
Manggarai Barat sebagian besar hanya berada di
bagi pemerintah, swasta dan masyarakat sebagai
atas blue-print semata. Aktivitas nyata dari
penerima manfaat dari aktivitas tersebut. Peran
kegiatan tersebut tidak berjalan optimal.
promosi dalam memperkenalkan kekayaan
Selain itu, strategi promosi Kearifan Lokal
potensi yang ada di daerah sangat penting untuk
sebagai salah satu aset potensial bagi
menarik minat wisata untuk berkunjung.
pengembangan pariwisata di Kabupaten
Widiatedja (2011: 101) mengatakan bahwa
Manggarai Barat masih dilakukan secara simultan
“keberadaan aspek promosi memegang peran
dengan upaya-upaya promosi yang berkaitan
vital dalam proses pencitraan dan pemasaran
dengan Komodo. Hal itu tercermin dari slogan
suatu produk. Sehebat, seandal, dan seindah
pariwisata di Kabupaten Manggarai Barat
apapun kualitas suatu produk akan menjadi tidak
“Komodo and So Much More”. Slogan ini
berarti apabila tidak didukung oleh upaya promosi
dimaksudkan untuk memperkenalkan Komodo
yang kreatif dan inovatif” [27]. Lemahnya upaya
dan Biota bawah laut di dalam TN Komodo
promosi Pariwisata Berbasis Kearifan Lokal di
sebagai pusat wisata sedangkan obyek wisata
Kabupaten Manggarai Barat disebabkan karena
alam dan budaya di Kabupaten Manggarai Barat
orientasi pengembangan pariwisata yang ada
menjadi wisata pendukung.
sampai dengan saat ini tercurah bagi pada
Upaya promosi Kearifan Lokal di Kabupaten
pengelolaan TNK (Taman Nasional Komodo) dan
Manggarai Barat juga dilakukan dengan
Batu Cermin. Sedangkan objek dan daya tarik keterampilan tertentu untuk dapat menjalankan
pariwisata yang lain diterlantarkan dan menjadi tugas yang dibebankan kepadannya.
penempel dari kedua objek dan daya tarik Model implementasi kebijakan pariwisata
tersebut. yang diterapkan di kabupaten Manggarai Barat
3) Struktur Kelembagaan Dinas Kebudayaan dan menggunakan pendekatan top-down. Penggunaan
Pariwisata Kabupaten Manggarai Barat model implementasi ini didasari oleh situasi riil
Urusan kepariwisataan di Kabupaten yang ada di lapangan yang menunjukkan bahwa
Manggarai Barat diserahkan kepada pemerintah hampir semua kebijakan di ranah publik
semata dengan porsi kewenangan yang berlipat didominasi oleh pihak pemerintah semata.
ganda. Berkaca pada realitas yang demikian, Sedangkan keterlibatan aktor di luar pemerintah,
sehingga yang menjadi implementator/agensi terlebih masyarakat masih bersifat pasif. Secara
pelaksana utama dalam Implementasikan jelas, menurut asas legalitas bupati Kabupaten
Kebijakan Pariwisata Berbasis Kearifan Lokal di Manggarai Barat merupakan aktor utama. Namun
Kabupaten Manggarai Barat adalah Dinas mengingat peran dan tugas yang sangat luas dari
Kebudayaan dan Pariwisata setempat. Sebagai seorang bupati, maka ia mendelegasikan peran
agen pelaksana utama, Dinas Kebudayaan dan tersebut kepada pihak lain dalam hal ini adalah
Pariwisata Kabupaten Manggarai Barat dituntut Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar)
adanya pembagian tugas dan fungsi yang jelas setempat. Sebagai motor penggerak utama dalam
dari masing-masing unit organisasi demi tercapai mengimplementasikan kebijakan pariwisata
tujuan kebijakan tersebut. Berkaitan dengan itu, berbasis kearifan lokal, Dinas Kebudayaan dan
penataan struktur birokrasi Pemerintah Pariwisata Kabupaten Manggarai Barat bukan
Kabupaten Manggarai Barat mengacu pada tanpa persoalan. Implementasi Kebijakan
peraturan pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2003 Pariwisata Berbasis Kearifan Lokal di Kabupaten
Tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah Manggarai Barat masih ditemui kendala yang bisa
yang ditetapkan tanggal 17 Februari 2003. Dalam menghambat tercapainya tujuan dari kebijakan
peraturan pemerintah tersebut dijelaskan bahwa pariwisata berbasis kearifan lokal. Salah satu
urusan kepariwisataan sepenuhnya diberikan kendala yang mencolok adalah belum optimalnya
kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata peran aktor yang telah mendapat kewenangan
setempat. Secara historis, Dinas Kebudayaan dan dalam mengatur sektor pariwisata. Hal ini dipicu
Pariwisata Kabupaten Manggarai Barat terbentuk oleh kekurangan sumber daya secara kualitatif
berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 03 dan kuantitatif sehingga menghambat
Tahun 2006. Berdasarkan Peraturan Daerah operasionalisasi kebijakan.
tersebut, fungsi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata b. Finansial
adalah membantu Bupati dalam urusan “Funds still may be required to Guarantee
kebudayaan dan pariwisata. enforcment of the new policy” [5].
4) Pengalokasian Sumber Daya Merujuk pada pendapat Gerston di atas,
a. Aktor implementasi bukanlah pekerjaan mudah.
Sebuah kebijakan akan bermanfaat apabila Kesukaran tersebut bisa berupa terbatasnya
itu telah diimplementasikan dan keberhasilan persediaan dana yang dibutuhkan dalam
suatu implementasi kebijakan sangat ditentukan melaksanakan program yang telah ditetapkan.
yang terlibat. Idealnya aktor implementasi Pendanaan merupakan suatu unsur kunci agar
kebijakan itu mencakup tiga aktor utama, yakni suatu keputusan kebijakan dapat berjalan. Wahab
pemerintah (state), swasta (private) dan (2012) mengatakan “dalam program-program
masyarakat sipil (civil society). Kesemua aktor regulatif, dana diperlukan untuk menggaji atau
tersebut berafiliasi pada upaya memajukan dan menyewa tenaga personalia, dan untuk
menyukseskan kebijakan. Untuk mengoptimalkan memungkinkan dilakukan analisis teknis yang
implementasi kebijakan yang menggunakan diperlukan untuk membuat peraturan-peraturan,
pendekatan top-down, maka ketersedian sumber mengadministrasikan program perizinan, dan
daya implementasi harus mumpuni. Menurut memonitor pelaksanaannya”.
Webber (Kumorotomo, 2009: 77) mengatakan Pendanaan juga merupakan salah satu faktor
bahwa supaya seseorang dapat bekerja secara kunci keberhasilan Implementasi Kebijakan
efisien, ia harus memiliki keahlian-keahlian Pariwisata Berbasis Kearifan Lokal di Kabupaten
tertentu dan menerapkan secara aktif dan Manggarai Barat. Undang-Undang Pariwisata
rasional. Setiap anggota harus ahli dalam bidang Nomor 10 Tahun 2009 Pasal 57 berbunyi bahwa
“pendanaan pariwisata menjadi tanggunjawab
b. Adanya pembagian tugas di setiap unit dengan mengatakan bahwa “salah satu faktor penyebab
tingkat spesialisasi tertentu. orang tidak melaksanakan kebijakan karena
c. Urusan Pariwisata Berbasis Kearifan Lokal di kebijakan tersebut bertentangan dengan sistem
Kabupaten Manggarai Barat tidak semata nilai masyarakat” [6].
didominasi oleh Dinas Kebudayaan dan Implementasi Kebijakan Pariwisata Berbasis
Pariwisata, tetapi juga berkaitan dengan Kearifan Lokal di Kabupaten Manggarai Barat juga
instansi-instansi lain seperti Dinas Pekerjaan ditentukan bagaimana penerimaan masyarakat
Umum, Dinas Perindustrian maupun Dinas yang ditunjukkan dengan suatu sikap responsif
Perhubungan. terhadap kebijakan tersebut. Kondisi lingkungan
Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya sosial Kabupaten Manggarai Barat masih diwarnai
ketidakserasian, tumpang tindih ataupun konflik dengan kentalnya budaya feodalistik yang
antara unit ataupun antara instansi yang satu membungkus sirkulasi kehidupan masyarakat.
dengan yang lain, maka diperlukan suatu bentuk Imbasnya adalah hampir semua kebijakan di
komunikasi demi keterpaduan kerja tim guna ranah publik didominasi oleh pihak pemerintah
menyelaraskan setiap aktivitas dari unit-unit semata, termasuk kebijakan di bidang pariwisata.
organisasi ke arah pencapaian tujuan kebijakan Masyarakat Kabupaten Manggarai Barat
yang ada. Komunikasi dan koordinasi di Dinas mengamini urusan kepariwisataan masuk dalam
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Manggarai domain atau otoritas pemerintah daerah belaka.
Barat diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Kalaupun ada partisipasi dari masyarakat lokal, itu
Nomor 8 Tahun 2003 Tentang Organisasi hanya menyentuh sisi luar saja. Porsi terbesar
Perangkat Daerah (OPD). Berdasarkan PP masih tetap digenggam oleh pihak pemerintah.
tersebut, dalam rangka membangun komunikasi Partisipasi masyarakat Manggarai Barat dalam
dan koordinasi lintas sektoral didelegasikan aktivitas pariwisata berbasis kearifan lokal masih
kepada Seksi Kerjasama dan Hubungan Antar rendah. Hal ini disebabkan karena tingkat
Lembaga. Selama ini, kerjasama lintas sektoral di pemahaman masyarakat tentang pariwisata yang
Kabupaten Manggarai Barat tidak semulus yang masih sangat terbatas. Hal ini dilatarbelakangi
berada di atas kertas. Hal ini disebabkan karena oleh tingkat pendidikan masyarakat Kabupaten
ego sektoral yang masih sangat kental. Manggarai Barat yang rendah dan juga mayoritas
Selain kerjasama dengan lintas sektoral masyarakat Kabupaten Manggarai Barat yang
dalam instansi pemerintah yang ada, di dalam berkutat pada di bidang pertanian. Sehingga pada
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) kerjasama saat Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat
dengan aktor atau institusi non-negara juga memproklamirkan pariwisata sebagai sektor
dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. utama dalam mengatrol pembangunan,
Misalnya Jalinan kerjasama dengan HPI masyarakat terkesan pasif bahkan apatis.
(Himpunan Pramuwisata Indonesia), ASITA b. Kondisi Ekonomi
(Association of Indonesia Tours and Travel Faktor ekonomi juga turut menentukan
Agencies), dan PHRI (Perhimpunan Hotel dan berjalan optimal atau tidak sebuah implementasi
Restoran Indonesia). Akan tetapi, konkret dari kebijakan publik. Kondisi ekonomi di suatu
kerjasama dengan berbagai lembaga tersebut wilayah yang menjadi tempat dilaksanakan
tidak pernah dijabarkan dengan jelas sampai kebijakan bisa mendukung ataupun menghambat
dengan hari ini. implementasi kebijakan publik. Aktivitas
6) Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Politik pariwisata apapun modelnya tentu saja menyetuh
a. Kondisi Sosial kehidupan masyarakat baik langsung atau tidak.
Lingkungan sosial turut mempengaruhi suatu Hal serupa juga terjadi pada saat
kebijakan implementatif atau tidak. Kondisi sosial mengimplementasikan Kebijakan Pariwisata
yang dimaksudkan di sini berkaitan dengan Berbasis Kearifan Lokal di Kabupaten Manggarai
penerimaan masyarakat terhadap suatu kebijakan Barat. Salah satu faktor kunci bagi efektif tidaknya
atau program yang ditetapkan. Daya dukung Implementasi Kebijakan Pariwisata Berbasis
masyarakat terhadap berbagai kebijakan atau Kearifan Lokal di Kabupaten Manggarai Barat
program ditunjukkan oleh sikap responsif ditentukan oleh keberadaan faktor ekonomi di
terhadap berbagai kebijakan yang ada. Sikap lingkungan dimana kebijakan tersebut dijalankan.
responsif positif yang dilakukan masyarakat dalam Masyarakat kabupaten Manggarai Barat pada
menjalankan kebijakan ditentukan oleh apakah umumnya bermata pencarian sebagai petani,
kebijakan tersebut sesuai dengan kepentingan walaupun dari titik potensi yang dimiliki, semua
masyarakat atau tidak. Islamy (2007: 110)
wilayah yang ada di Kabupaten Manggarai Barat demi tercapainya tujuan. Sebagaimana dalam
bisa dijadikan sebagai daerah pariwisata. studi administrasi publik, pendekatan yang paling
c. Kondisi Politik awal dan banyak berpengaruh terhadap
Implementasi bersifat interaktif dari proses administrasi publik adalah pendekatan hukum
kegiatan yang mendahuluinya. Pada hakikatnya (legalistic approach) dari suatu proses
implementasi kebijakan tidak hanya sekadar administrasi publik. Pendekatan ini mendasarkan
proses administratif yang menerjemahkan suatu diri pada asumsi bahwa pendekatan legal adalah
kebijakan ke dalam tindakan rutin administratif. kewenangan yang efektif [10]. Isu sentral dari
Namun sekaligus sebagai proses politik yang pendekatan ini berkaitan dengan bagaimana
melibatkan aneka konflik kepentingan. Dengan menilai legitimasi dari suatu tindakan yang
demikian, kualitas kebijakan tidak bisa dipandang dilakukan oleh setiap lembaga atau pejabat
semata-mata ditentukan oleh kinerja birokrasi, administrasi publik. Sebab pada dasarnya bahwa
tetapi juga dipengaruhi oleh dimensi politik yang setiap keputusan kebijakan harus memiliki payung
melingkupinya. hukum yang sah, dalam arti bahwa kebijakan
Dalam kaitannya dengan hal itu, situasi tersebut dibuat oleh pejabat publik yang
politik yang berkembang di Kabupaten Manggarai berwewenang, serta melalui prosedur yang sah
Barat tidak kondusif dalam mendukung efektivitas telah tersedia. Keputusan kebijakan yang sah
Implementasi Kebijakan Pariwisata Berbasis dapat mengikat para pegawai negeri (birokrat)
Kearifan Lokal. Kondisi politik di Kabupaten untuk bertindak atau mengarahkan pilihan
Manggarai Barat tidak kondusif ditandai dengan tindakan seperti yang telah diprogramkan. Wahab
turbulensi politik di Kabupaten Manggarai Barat (2012: 25) mendefenisikan keputusan kebijakan
yang bermula pada saat Pemilihan Umum Kepala sebagai “keputusan yang dibuat oleh pejabat
Daerah (Pemilukada) pada tahun 2010 silam. Hasil pemerintahan untuk memberi keabsahan
pemilukada sebagaimana yang ditetapkan oleh (legitimasi), kewenangan atau memberikan
KPUD Kabupaten Manggarai Barat menetapkan arahan terhadap pelaksanaan kebijakan publik”.
bahwa pasangan Gusti Dulla dan Maximus Gasa
sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten KESIMPULAN
Manggarai Barat periode 2011-2015. Akan tetapi Berdasarkan hasil kajian yang sudah
keputusan KPUD Kabupaten Manggarai Barat dipaparkan, maka terdapat beberapa kesimpulan
tersebut ditolak oleh tiga pasangan calon yang dapat ditarik, yakni:
sekaligus, yakni (a) pasangan calon Fidelis Pranda a. Implementasi Kebijakan Pariwisata di
dan Pata Vinsensius, (b) Ardis Yosef dan Kabupaten Manggarai Barat lebih cenderung
Bernandus Barat Daya, dan (c) Antony Bagul menggunakan pendekatan top-down.
Dagur dan Abdul Asis. Ketiga pasangan calon yang Akibatnya ruang partisipasi bagi masyarakat
menolak tersebut melakukan banding ke sangat terbatas.
Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2010. b. Jejaring dalam mempromosikan Pariwisata
Akan tetap keputusan MK membatalkan semua Berbasis Kearifan Lokal di Kabupaten
esepsi yang disampaikan oleh pemohon tersebut Manggarai Barat sangat terbatas.
(Risalah Keputusan MK Nomor 38/PHPU.D- c. Kinerja implementator/agensi kebijakan belum
VIII/2010). optimal.
Persoalan mulai muncul ketika ada sebagian d. Terbatasnya kuantitas dan kualitas sumber
pihak terutama dari baris pendukung pasangan daya manusia yang tersedia.
yang kalah yang berada di struktur birokrasi e. Ego sektoral yang masih sangat kuat, sehingga
Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat masih koordinasi dan komunikasi tidak berjalan
tetap menilai legitimasi yang digenggam Gusti efektif.
Dulla dan Maximus Gasa inkonstitusional. f. Lingkungan Sosial, Ekonomi, dan Politik yang
Konsekuensinya adalah semua kebijakan di masa membungkus sirkulasi kehidupan masyarakat
jabatan bupati dan wakil bupati di atas tidak di Kabupaten Manggarai Barat cenderung
legitimate (sah berdasarkan undang-undang), menghalangi terjadinya Implementasi
dengan demikian tidak patut untuk dijalankan. Kebijakan efektif.
Ketidakmauan sebagian birokrat yang ada di
tubuh pemerintahan Kabupaten Manggarai Barat DAFTAR PUSTAKA
terhadap setiap produk kebijakan yang dibuat [1] Abdul Wahab, Solichin. 2012. Analisis
oleh pimpinan daerah tentu saja menggangu Kebijakan Publik: Dari Formulasi Ke
jalannya implementasi kebijakan berjalan efektif Penyusunan Model-Model Implementasi
Kebijakan Publik”, Cetak Pertama. Bumi [19] Rencana Induk Pengembangan Pariwisata
Aksara. Jakarta Daerah Kabupaten Manggarai Barat tahun
[2] Baiquini, dkk. 2010. Pariwisata Berkelanjutan 2008.
dalam Pusaran Krisis Global. Edisi Pertama. [20] Risalah Sidang Pekara Nomor 38/PHPU.D-
Udayana Press. Bali. VIII/2010 Perihal Permohonan Perselisihan
[3] Creswell, John W. 2009. Research Design: Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan
Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Wakil Kepala Daerah Kabupaten Manggarai
Approaches. Third Edition Sage Publication. Barat.
USA. [21] Suharto, Edi. 2010. Kebijakan Sosial Sebagai
[4] Considine, Mark. 1994. Public Policy: A Critical Kebijakan Publik. Cetakan Ketiga. Alfabet.
Approach. First Published. University Of Bandung.
Melbourne. Australia. [22] Surat Pertanggunjawaban Pendapatan
[5] Gerston, Larry N. 1983. Making Public Policy: Fungsional Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
From Conflict to Resolution. First Edition. Scott, Tahun 2011.
Foresman and Company. USA. [23] Suwena, I Ketut dan Widyatmaja, I Gusti. 2010.
[6] Islamy, Irfan. 2007. Prinsip-prinsip Perumusan Pengetahuan Dasar Ilmu Pariwisata. Cetakan
Kebijakan Negara. Cetakan Keempat Belas. Pertama. Udayana Press. Bali.
Bumi Akasara. Jakarta. [24] Undang-undang Republik Indonesia Nomor 08
[7] Kumorotomo, Wahyudi. 2009. Etika Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten
Administrasi Negara. Rajawali Pers. Jakarta. Manggarai Barat Di Propinsi Nusa Tenggara
[8] Madani, Muhlis. 2011. Dimensi Interaksi Aktor Timur.
dalam Proses Perumusan Kebijakan Publik. [25] Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10
Edisi Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta. tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
[9] Madiun, I Nyoman. 2010. Nusa Dua: Model [26] Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25
Pengembangan Kawan Wisata Moderen. Tahun 2000 Tentang Program Pembangunan
Udayana Press. Nasional.
[10] Minarti, Lely Indah. 2007. Revolusi [27] Widiatedja, IGN Parekesit. 2011. Kebijakan
Administrasi Publik. Bayu Media. Malang. Liberalisasi Pariwisata: Konstruksi Konsep,
[11] Newman, W. Laurence. 2000. Social research Ragam Masalah dan Alternatif Solusi. Cetakan
methods: Qualitative and Quantitative Pertama. Udayana University Press. Bali.
Approaches. Allyn dan Bacon. USA. [28] Widodo, Joko. 2011. Analisis Kebijakan Publik:
[12] Nugroho, Iwan. 2011. Ekowisata dan Konsep dan Aplikasi Analisis Proses Kebijakan
Pembangunan Berkelanjutan. Cetak Publik. Edisi Pertama. Bayumedia. Malang
Pertama. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
[13] Nugroho, Riant. 2011. Public Policy:
Dinamika Kebijakan, Analisis Kebijakan,
Manajemen Kebijakan. Edisi Revisi Ketiga.
Media Komputindo. Jakarta.
[14] Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai
Barat Nomor 03 Tahun 2006 Tentang Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata.
[15] Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003
Tentang Pedoman Organisasi Perangkat
Daerah.
[16] Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003
Tentang Pedoman Organisasi Perangkat
Daerah.
[17] Pitana, I Gede dan Putu Gayatri. 2005.
Sosiologi Pariwisata: Kajian Sosiologis
Terhadap Struktur, Sistem dan Dampak-
dampak Pariwisata. Edisi Pertama. Andi.
Yogjakarta.
[18] Rencana Strategis Badan Pengembangan
Sumber Daya Kebudayaan dan Pariwisata
2011-2015.