Oleh:
VENNA OKTAVIA ANGGRAINI, S.KH
170130100011048
Oleh:
Venna Oktavia Anggraini, S.KH
NIM. 170130100011048
Menyetujui,
Tim Penguji
Pembimbing Penguji 1
............................................ ............................................
NIP. ................................. NIP. .................................
Mengetahui,
Koordinator Rotasi Kesmavet Penguji 2
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. atas rahmat yang diberikan
sehingga Proposal kegiatan Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) Rotasi
Laboratorium Kesehatan masyarakat veteriner (Kesmavet) ini dapat terselesaikan.
Kegiatan PPDH ini dilaksanakan sebagai persyaratan untuk menjadi dokter hewan
di FKH UB. Kegiatan PPDH ini dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan
Masyarakat Veteriner (Kesmavet) Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Brawijaya”.
Dalam penulisan proposal ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
yang tidak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
proposal ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini penulis merasa
masih banyak kekurangan pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan laporan ini. Laporan ini
masih jauh dari kata sempurna sehingga diharapakan dapat memberikan masukan
dari berbagai pihak untuk penulisan yang lebih baik.
Penulis
iii
PROPOSAL KEGIATAN PPDH
ROTASI KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER
Oleh:
VENNA OKTAVIA ANGGRAINI, S.KH
170130100011048
iv
DAFTAR ISI
Halaman
COVER ................................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
JUDUL SUB BAB PENGUJIAN TELUR AYAM BURAS ............................. iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii
LAMPIRAN .......................................................................................................... ix
v
3.5.8 Uji Residu Antibiotik………………………………………..14
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
viii
LAMPIRAN
Lampiran Halaman
ix
BAB I PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui produk telur ayam buras mentah yang dilakukan
pegujian memiliki kualitas dan keamanan yang baik, terutama jika disesuaikan
dengan SNI 3926-2008 mengenai telur ayam konsumsi.
1.4 Manfaat
Melalui pengujian ini dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan
serta pemahaman mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) di
Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner (KESMAVET) untuk mengetahui
produk telur ayam buras mentah yang diakukan pengujian memiliki kualitas dan
keamanan yang baik, terutama apabila disesuaikan dengan SNI 3926-2008
mengenai telur ayam konsumsi.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Telur
Telur merupakan salah satu bahan pangan yang sempurna, di samping
murah, mudah didapat, lezat, serba guna untuk segala keperluan, kandungan
gizinya juga lengkap. Kandungan gizi sebutir telur dengan berat 50 gram
terdiri dari protein 6,3 gram, karbohidrat 0,6 gram, lemak 5 gram, vitamin dan
mineral (Sudaryani, 2003). Nilai tertinggi telur terdapat pada bagian
kuningnya. Kuning telur mengandung asam amino esensial yang dibutuhkan
serta mineral seperti besi, fosfor, sedikit kalsium, dan vitamin B kompleks.
Sebagian protein (50%) dan semua lemak terdapat pada kuning telur. Adapun
putih telur yang jumlahnya sekitar 60 % dari seluruh bulatan telur
mengandung 5 jenis protein dan sedikit karbohidrat.
Secara umum komposisi fisik telur dapat dibagi menjadi tiga yakni:
kerabang telur, putih telur, dan kuning telur. Anatomi susunan telur ayam dari
dalam ke luar adalah kuning telur (29%), putih telur (61,5%), kerabang tipis
dan kerabang telur (9,5%) (Romanoff dan Romanoff, 1963). Proporsi dan
komposisi telur ini dapat bervariasi, bergantung dari umur ayam, pakan,
temperatur, genetik, dan cara pemeliharaan (Yuwanta, 2010). Sebanyak
90,5% bagian dari telur dapat dikonsumsi dan 98% dapat dicerna oleh tubuh.
Telur mempunyai struktur yang sangat khas, dan mengandung zat gizi
yang cukup untuk pertumbuhan sel telur yang sudah dibuahi menjadi seekor
anak. Bagian-bagian utama telur adalah putih telur (albumen); kuning telur
(yolk), dan kulit telur (egg shell). Kerabang telur mempunyai struktur yang
berpori-pori dan permukaannya dilapisi oleh suatu lapisan kutikula, juga
terdapat suatu lapisan lemak bersama dengan lapisan kutikula tadi. Pori-pori
itu tidak dapat dilihat dengan mata telanjang tetapi menggunakan mikroskop
elektronik akan terlihat jelas sekali. Pori-pori itu sendiri berguna untuk
pengambilan oksigen bagi embrio yang ada di dalam telur itu kelak, tetapi
pori-pori itu merupakan titik lemah bagi kerusakan telur oleh bakteri perusak
(Rasyaf, 1990).
3
Ayam buras adalah ayam lokal Indonesia yang berasal dari ayam
hutan merah yang telah berhasil dijinakkan. Akibat dari proses evolusi dan
domestikasi, maka terciptalah ayam buras yang telah beradaptasi dengan
lingkungan sekitarnya, sehingga lebih tahan terhadap penyakit dan cuaca
dibandingkan dengan ayam ras (Sarwono, 1994). Penyebaran ayam buras
hampir merata di seluruh pelosok tanah air. Salah satu ciri ayam buras adalah
sifat genetiknya yang tidak seragam. Warna bulu, ukuran tubuh dan
kemampuan produksinya tidak sama merupakan cermin dari keragaman
genetiknya. Disamping itu badan ayam buras kecil, mirip dengan badan ayam
ras petelur tipe ringan (Rasyaf, 1998).
Telur ayam buras, mempunyai berat sekitar 45-50 gram/butir.
Seekor induk ayam buras mampu menghasilkan rata-rata 200 butir telur per
ekor per tahun. Bentuknya lonjong, ukurannya lebih kecil dari telur ayam
negeri. Warnanya putih agak kecoklatan. Warna kuning telurnya lebih pekat
daripada telur ayam negeri (Almunifah, 2014). Telur ayam Buras memiliki
keistimewaan yaitu per 100 gramnya memiliki kandungan 174 kalori, 10,8
gram protein, 4,9 mg zat besi dan 61,5 g retinol atau vitamin A. Selain itu,
telur ayam lokal rasanya lebih gurih, dan amisnya lebih rendah. Oleh karena
itu, telur ayam lokal tidak hanya dikonsumsi matang tetapi sering dikonsumsi
segar atau mentah sebagai campuran madu, susu, atau jamu (Setiawan, 2008).
Tabel 2.1 Komposisi Telur Ayam Buras (Winarno, 2012)
Parameter Telur ayam Buras
Berat telur (g/butir) 31-52
Indeks telur 0,75
Presentasi putih telur 51,07
Presentase kuning telur 35,74
Presentasi kerabang telur 13,19
Kualitas telur ditentukan oleh dua faktor, yakni kualitas luarnya berupa
kulit cangkang dan isi telur. Kualitas luar ini bisa berupa bentuk, warna,
tekstur, keutuhan, dan kebersihan kulit cangkang. Sedangkan yang berkaitan
dengan isi telur meliputi kekentalan putih telur, warna dan posisi telur, serta
ada tidaknya noda-noda pada putih dan kuning telur. Dalam kondisi baru,
kualitas telur tidak banyak mempengaruhi kualitas bagian dalamnya. Jika telur
tersebut dikonsumsi langsung, kualitas telur bagian luar tidak menjadi
masalah. Tetapi jika telur tersebut akan disimpan atau diawetkan, maka
kualitas kulit telur yang rendah sangat berpengaruh terhadap awetnya telur.
Kualitas isi telur tanpa perlakuan khusus tidak dapat dipertahankan dalam
waktu yang lama. Dalam suhu yang tidak sesuai, telur akan mengalami
kerusakan setelah disimpan lebih dari dua minggu. Kerusakan ini biasanya
ditandai dengan kocaknya isi telur dan bila dipecah isinya tidak mengumpul
lagi (Meggitt, 2003).
Penurunan kualitas telur sebagai hasil ternak erat kaitannya dengan
penanganan pasca panen. Kecepatan penurunan ini dipengaruhi oleh kualitas
awal, kondisi penyimpanan, suhu lingkungan dan kelembaban relative
4
penurunan mutu juga disebabkan oleh kontaminasi mikroba yang berasal dari
tempat penyimpanan telur. Andarwulan (2007) menyatakan bahwa untuk
penyimpanan telur yang tepat adalah dalam lemari pendingin bersuhu sekitar
4-5 OC, dengan cara ini lama masa penyimpanan bisa mencapai 20 hari. Tapi
jika saat akan diolah sebaiknya telur didiamkan di suhu ruang, cara ini
mencegah perbedaan suhu telur dan bahan lain sehingga reaksi kimia untuk
pembentukan gas dan perubahan struktur gluten tidak terhambat.
Kulit telur kemungkinan mengandung Salmonella yang berasal dari
kotoran ayam dan mungkin mengkontaminasi isi telur pada waktu telur
dipecahkan (Meggitt, 2003). Sedangkan kerusakan telur oleh bakteri terjadi
karena mikroorganisme masuk ke dalam kulit telur melalui pori yang terdapat
pada permukaan kulit telur. Secara alami telur sudah dilengkapi dengan
beberapa zat anti bakteri yang bersifat membunuh dan mencegah pertumbuhan
kuman perusak, misalnya pH yang tinggi pada isi telur dan enzim lisozim
serta senyawa ovidine yang terdapat pada putih telur. Salah satu pengaruh
yang paling nyata adalah timbulnya H2S hasil pemecahan oleh bakteri. Hal ini
menimbulkan bau telur busuk yang khas (Humphrey T. 2006).
Menurut SNI 3926- 2008 telur konsumsi merupakan telur ayam yang
belum mengalami proses fortifikasi, pendinginan, pengawetan dan proses
pengeraman. Adapun Standar Nasional Indonesia untuk telur konsumsi adalah
sebagai berikut:
Tabel 2.2 Persyaratan Tingkatan Mutu Fisik
Tingkatan Mutu
No Faktor Mutu
Mutu I Mutu II Mutu III
1 Kondisi Kerabang
a. Bentuk Normal Normal Abnormal
b. Kehalusan Halus Halus Sedikit kasar
c. Ketebalan Tebal Sedang Tipis
d. Keutuhan Utuh Utuh Utuh
e. Kebersihan bersih Sedikit noda kotor Banyak noda dan
sedikit kotor
2 Kondisi Kanting udara (dilihat dengan peneropongan)
a. Kedalaman < 0,5 cm 0,5cm-0,9cm > 0,9 cm
kantung
udara
b. Kebebasan Tetap ditempat Bebas bergerak Bebas bergerak dan
bergerak dapat terbentuk
gelembung udara
3 Kondisi Putih Telur
a. Kebersihan Bebas bercak darah Bebas bercak Ada sedikit bercak
atau benda asing darah atau benda darah, tidak ada benda
lainnya asing lainnya asing lainnya
b. Kekentalan Kental Sedikit encer Encer, kuning telur
belum tercampur
5
dengan putih telur
c. Indeks 0,134-0,175 0,092-0,133 0,050-0,091
6
Pertumbuhan bakteri perusak tersebut dibantu dengan keadaan temperatur,
kelembaban dan pengolahan yang kurang baik.
Faktor yang mempengaruhi kualitas telur, antara lain diuraikan sebagai
berikut (Sudaryani, 2003).
1. Penyakit
Beberapa jenis penyakit ayam, seperti ND (Newcastle Disease) dan
infeksi bronkitis dapat menimbulkan abnormalitas pada kulit telur. Bahkan
penyakit tersebut juga menimbulkan penurunan kualitas pada putih telur
dan kuning telur.
2. Suhu Lingkungan Induk
Suhu yang panas akan mengurangi kualitas putih telur dan
mengurangi kekuatan maupun ketebalan kulit telur. Hal ini disebabkan
oleh penurunan nafsu makan pada ayam sehingga zat-zat gizi yang
diperlukan tidak mencukupi. Suhu yang diperkenankan maksimal
mencapai 29 oC.
3. Pakan
Kualitas pakan juga akan mempengaruhi kualitas kuning telur serta
putih telur. Untuk memenuhi sejumlah unsur nutrisi, ayam memperoleh
pakan dari berbagai bahan makanan. Bahan pakan sebagai sumber energi
yaitu jagung kuning, jagung putih dedak, bekatul dan ubi kayu. Bahan
pakan sebagai sumber protein yaitu bungkil kacang kedelai, bungkil
kacang tanah, bungkil kelapa. Bahan makanan sebagai sumber mineral
yaitu tepung tulang, tepung kerang, tepung ikan.
4. Suhu Penyimpanan Telur
Suhu optimum penyimpanan telur antara 12-15oC dan kelembapan
70-80%. Di bawah atau di atas suhu tersebut akan berpengaruh kurang
baik terhadap kualitas telur. Penyimpana telur dalam skala besar sebaiknya
dilakukan di ruang yang berpendingin (ber-AC). Jika tidak terdapat AC,
dalam ruang penyimpanan dapat diletakkan ember berisi air yang
berfungsi untuk menjaga kelembapan ruang. Dengan cara ini penguapan
cairan di dalam telur dapat dikurangi.
5. Lama Penyimpanan
Telur memiliki kelemahan yaitu mudah rusak selama penyimpanan
yang disebabkan adanya mikroba yang mengkontaminasi telur. Makin
lama penyimpanan telur maka makin menurunkan kualitas telur yang
diakibatkan keluarnya gas karbondioksida (CO2) pada telur.
7
BAB III METODOLOGI
8
3.5 Metode Prosedur Pengujian
3.5.1 Pemeriksaan Kualitas Telur Utuh (SNI 3926-2008 tentang Telur Ayam
Konsumsi)
Prinsip: Pemeriksaan kerabang telur ayam buras dapat dilihat secara
organoleptik, yaitu dengan mengamati bentuk, kehalusan, ketebalan, keutuhan
dan kebersihan cangkang. Selain itu berat telur juga diukur.
Alat dan Bahan: Timbangan dan telur ayam buras.
Cara Kerja: Telur ayam buras segar diamati dan diraba kerabangannya dari
ujung tumpul hingga ujung lancip. Amati warna, bentuk, kehalusan, dan
kebersihan kerabang telur. Timbang telur dan catat hasilnya.
9
Cara kerja: buat larutan garam 10% dengan mencampur 10 gr garam dan air
sampai 100 ml kemudian masukkan dalam gelas piala. Masukkan telur dalam
larutan tersebut dan catat hasilnya.
Interpretasi Hasil: Semakin besar rongga udara maka telur akan
mengambang.
3.5.3 Kondisi Putih Telur
3.5.3.1 Pemeriksaan Kebersihan dan Konsistensi (SNI 3926-2008 tentang
Telur Ayam Konsumsi)
Prinsip: Kebersihan, konsistensi putih telur, bentuk, posisi dan kebersihan
kuning telur dapat dilihat dengan pancaindera.
Alat dan Bahan: Cawan petri besar, alkohol 70% dan telur ayam buras.
Cara Kerja: kulit telur dibersihkan kemudian didesinfeksi dengan alkohol
70% dibagian lancip telur. Kulit telur bagian lancip dibuka dan isi telur
dituangkan kedalam cawan petri steril. Diamati kebersihan dan konsistensi
putih telur dan kuning telur, bentuk dan posisi kemudian catat hasilnya.
3.5.3.2 Pemeriksaan Indeks Putih Telur (SNI 3926-2008 tentang Telur Ayam
Konsumsi)
Prinsip: Semakin tua umur telur, maka akan semakin lebar diameter putih
telur, sehingga semakin kecil indeks putih telur. Telur segar atau baru
memiliki indeks putih telur 0,050-0,174 dengan angka normal sebesar 0,090-
0,120.
Alat dan Bahan: Cawan petri besar, jangka sorong dan telur ayam buras,
Cara Kerja: Pisahkan putih telur dari kuningnya, kemudian ukur tinggi dan
tebal dari putih telur. Hitung indeks putih telur dengan menggunakan rumus:
a
Indeks putih telur =
b
Keterangan:
a = Tinggi putih telur/ tebal (mm)
b = Diameter rata-rata dari tebal putih telur (mm) ( )
Interpretasi Hasil:
Mutu I : 0,134 - 0,175
Mutu II : 0,092 - 0,133
Mutu III : 0,050 - 0,091
10
3.5.4.2 Pemeriksaan Indeks Kuning Telur (SNI 3926-2008 tentang Telur
Ayam Konsumsi)
Prinsip: semakin tua telur, maka semakin besar kuning telur dan semakin
kecil indeks kuning telur. Telur segar atau baru memiliki indeks kuning telur
0,33-0,52 dengan rata-rata 0,42.
Alat dan Bahan: Cawan petri besar, jangka sorong dan telur ayam buras.
Cara kerja: Pisahkan kuning telur dari putihnya. Kemudian ukur tinggi dan
diameter kuning telur. Hitung indeks kuning telur dengan menggunakan
rumus:
a
Indeks kuning telur =
b
Keterangan:
a = Tinggi kuning telur (mm)
b = Diameter kuning telur (mm)
Interpretasi Hasil:
Mutu I: 0,458 – 0,521
Mutu II : 0,394 – 0,457
Mutu III : 0,330 – 0,393
11
Alat dan Bahan: Telur ayam buras, gelas ukur, pH meter dan pH strip
Cara Kerja:
- Telur dipecahkan lalu di letakkan pada cawan petri
- pH meter dikalibrasi dengan akuades dengan pH 7.0 atau lebih tinggi. Setiap
selesai pengukuran pada sampel, gelas elektroda dibilas dengan aquades dan
dikeringkan dengan kertas tisu.
- Ujung pH meter dengan stillet dimasukkan langsung ke dalam sampel telur
ayam buras
- Ditunggu hingga nilai pH terbaca konstan. Dilakukan pengukuran sebanyak 2
kali pada sampel yang sama dengan tempat berbeda.
- Nilai pH didapatkan dari hasil rata-rata kedua hasil tersebut.
- Nilai pH juga diukur dengan kertas pH strip.
Interpretasi hasil: pH telur didapat dari rata-rata pengukuran dengan pH
meter dan dicocokkan dengan pH strip.
12
3.5.7.2 Perhitungan Total Jumlah Koliform dengan Metode Hitungan Cawan
(SNI Nomor 2897-2008 tentang Metode Pengujian Cemaran Mikroba
Dalam Daging, Telur, Dan Susu, Serta Hasil Olahannya)
Prinsip: Apabila sel mikroba yang masih hidup ditumbuhkan pada media
agar, maka mikroba tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni
yang dapat dilihat langsung dengan mata telanjang. Mikroba yang tumbuh
sebagai gambaran populasi mikroba pada sampel.
Alat dan Bahan: telur ayam buras, Violet Red Bile (VRB), Buffer Peptone
Water (BPW) 0.1%, cawan petri, tabung reaksi, pipet volumetric, colony
counter, Bunsen, vortex®, incubator, penangas air, autoklaf, oven penghangat.
Cara Kerja:
- Telur ayam buras yang telah dicampur sebanyak 1 g dimasukkan dalam 9 ml
larutan BPW 0.1% (pengenceran 101) yang telah diautoklaf, kemudian diaduk
dengan vortex®
- Diambil suspensi 1 ml dari tabung pengenceran 101, dimasukkan ke dalam
tabung BPW 0.1% (pengenceran 102). Dilakukan pengenceran bertahap
hingga 103 (sesuai dengan SNI cemaran bakteri media VRB sampel mentega)
- Diambil suspensi 1 ml dari tabung pengenceran 101, 102, dan 103 dan
kemudian dimasukkan dalam cawan petri duplo (masing-masing 1 ml). Teknik
ini disebut metode pour
- Media VRB diambil dari penangas air dan dituang ke dalam cawan petri berisi
suspensi tersebut, lalu ditunggu hingga kering. Semua pengerjaan dilakukan
secara steril didekat api Bunsen
- Kemudian diinkubasi dalam incubator pada suhu 37 oC selama 24 jam.
Interpretasi Hasil: Jumlah koloni koliform yang tumbuh dihitung dengan
menggunakan colony counter. Hasil tersebut kemudian dihitung kembali
menurut standar perhitungan jumlah koliform.
13
Alat dan bahan: Sampel telur ayam buras, jarum inokulasi, cawan petri,
media Eosin Methylene Blue Agar (EMBA), bunsen, dan hasil VRB 10-1.
Prosedur Kerja: Media EMBA ditanami dari hasil VRB 10-1 dengan cara
distreak dengan ose pada media EMBA. Kemudian diinkubasi selama 24 jam
pada suhu 36oC. Diamati koloni bakteri yang tumbuh pada media EMBA.
Interpretasi: Morfologi koloni Eshcericia coli memiliki warna hijau metalik.
3.5.8 Uji Residu Antibiotik Metode Tapis (SNI 7424-2008 tentang Metode
Uji Tapis (screening test) Residu Antibiotik pada Daging, Telur dan
Susu secara Bioassay)
Prinsip: Residu antibiotik akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme
pada media agar yang ditunjukkan dengan terbentuknya daerah hambatan
(zona bening) disekitar kertas cakram/ silinder cup atau agar well. Besarnya
diameter daerah hambatan menunjukkan konsentrasi residu antibiotik.
Alat dan Bahan: sampel telur ayam buras, paper disc antibiotik, blank disc,
Mueller Hinton Agar (MHA), bakteri yang tumbuh pada media Plate Count
Agar (PCA), Nutrient agar (NA), pinset steril, cotton bud steril, ose bulat,
bunsen.
Cara Kerja:
- Bakteri yang tumbuh dari PCA dibiakkan pada media NA menggunakan ose
lalu diinkubasi 36oC selama 24 jam.
- Bakteri yang tumbuh di NA kemudian di inokulasi pada MHA menggunakan
cotton bud steril.
- Tempelkan blank disc sebagai kontrol negatif, antibiotic disc sebagai kontrol
positif, dan blank disc yang dicelupkan dalam susu kambing pada media
MHA. Gunakan pinset steril ketika menempelkan disc.
- Diinkubasi suhu 36oC selama 24 jam.
- Diamati apakah terbentuk zona bening.
Interpretasi Hasil: sampel dinyatakan positif mengandung residu antibiotik
jika terbentuk daerah hambatan (zona bening) disekitar kertas cakram sampel
minimal 2 mm dari diameter kertas cakram.
14
DAFTAR PUSTAKA
Almunifah, M. 2014. Sifat Fungsional Telur Ayam Ras dan Aplikasinya pada
Pembuatan Produk Sponge Cake. [Skripsi]. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 1995. Telur Ayam Konsumsi. (SNI) 01-3926-1995
Badan Standarisasi Nasional. 2008. Metode Pengujian Cemaran Mikroba Dalam
Daging, Telur, Dan Susu, Serta Hasil Olahannya. (SNI) 2897:2008.
Humphrey T. 2006. Public Health Aspects of Salmonella enterica in Food
Production. Di dalam: Mastroeni P, Maskell D, editor. Salmonella
Infections Clinical, Immunological and Molecular Aspects. New York:
Cambridge Univ Pr.
Lubis, H.A., I Gusti K.S, dan Mas D. R. 2012. Pengaruh suhu dan lama
penyimpanan telur ayam kampung terhadap jumlah Escherichia coli.
Indonesia Medicus Veterinus. 1(1):144-159.
Meggitt C. 2003. Food Hygiene and Safety. Oxford: Heinemann Educational Pub.
Rasyaf, M. 1998. Seputar Ayam Kampung. Kasinus. Yogyakarta
Rasyaf, M., 1990. Pengelolaan Penetasan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Romannof, A.L. dan A. Romannof. 1963. The Avian Egg. 2nd Ed. John Wiley and
Sons. New York
Romanoff, A.L. dan Romanoff, A.J. 1963. The Avian Egg. John Wileyy and
Sons.
INC.. New York
Sarwono, B. 1994. Pengawetan dan Manfaat Telur. Cetakan Ketiga. Penebar
Swadaya. Jakarta. 76-80.
Setiawan, 2008. Khasiat Telur Ayam Kampung. www.masenchipz.com. Diakses
tanggal 28 oktober 2018
Sudaryani dan Samosir, 1997. Mengatasi Permasalahan Beternak Ayam. Penebar
Sudaryani. 2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya. Jakarta. 1-11.
Swadaya. Jakarta
Winarno dan Koswara. 2002. Telur: Komposisi, Penanganan dan Pengolahannya.
M-Brio Press, Bogor.
Yuwanta, TJ, Sidadolog, HP, Zuprizal and Musofie, A 1999. Characteristic
Phenotype of Turi Lokal Duck and Its Relationship with Production and
Reproduction Rate. Proceeding, Editon December 1-4, 1999, Taiclung,
Taiwan Republic of China, Pp. 125-129.
15