Anda di halaman 1dari 24

PROPOSAL KEGIATAN PPDH

ROTASI KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER

LABORATORIUM KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

PENGUJIAN BAHAN PANGAN ASAL HEWAN

Oleh:
VENNA OKTAVIA ANGGRAINI, S.KH
170130100011048

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN

PROPOSAL KEGIATAN PPDH


ROTASI KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER

LABORATORIUM KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

PENGUJIAN BAHAN PANGAN ASAL HEWAN

Malang, 6 November 2018

Oleh:
Venna Oktavia Anggraini, S.KH
NIM. 170130100011048

Menyetujui,
Tim Penguji
Pembimbing Penguji 1

............................................ ............................................
NIP. ................................. NIP. .................................

Mengetahui,
Koordinator Rotasi Kesmavet Penguji 2

Dr. drh. Masdiana C. Padaga, M. App. Sc ............................................


NIP. 19560210 198403 2 001 NIP. ..................................

Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya

Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DES


NIP. 19600903 198802 2 001

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. atas rahmat yang diberikan
sehingga Proposal kegiatan Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) Rotasi
Laboratorium Kesehatan masyarakat veteriner (Kesmavet) ini dapat terselesaikan.
Kegiatan PPDH ini dilaksanakan sebagai persyaratan untuk menjadi dokter hewan
di FKH UB. Kegiatan PPDH ini dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan
Masyarakat Veteriner (Kesmavet) Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Brawijaya”.
Dalam penulisan proposal ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
yang tidak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
proposal ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini penulis merasa
masih banyak kekurangan pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan laporan ini. Laporan ini
masih jauh dari kata sempurna sehingga diharapakan dapat memberikan masukan
dari berbagai pihak untuk penulisan yang lebih baik.

Malang,6 November 2018

Penulis

iii
PROPOSAL KEGIATAN PPDH
ROTASI KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER

LABORATORIUM KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

PENGUJIAN TELUR AYAM BURAS

Oleh:
VENNA OKTAVIA ANGGRAINI, S.KH
170130100011048

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018

iv
DAFTAR ISI
Halaman
COVER ................................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
JUDUL SUB BAB PENGUJIAN TELUR AYAM BURAS ............................. iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii
LAMPIRAN .......................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 1
1.3 Tujuan ........................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ......................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 3


2.1 Telur .............................................................................................................. 3
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Telur Ayam Buras ......... 6

BAB III METODOLOGI ..................................................................................... 8


3.1 Waktu dan Tempat ...................................................................................... 8
3.2 Peserta Dan Pembimbing ........................................................................... 8
3.3 Metode Pengujian ....................................................................................... 8
3.4 Jenis Pengujian ............................................................................................ 8
3.5 Metode Prosedur Pengujian ....................................................................... 9
3.5.1 Pemeriksaan Kualitas Telur Utuh ……………………………..9
3.5.2 Pemeriksaan Kesegaran Telur……………………………………….…………….9
3.5.3 Kondisi Putih Telur………………………………………………………..…………..10
3.5.4 Kondisi Kuning Telur…………………………………………………..…………….10
3.5.5 Haugh Unit (HU)…………………………………………………………..…………….11
3.5.6 Pemeriksaan pH Telur…………………………………………….…………………..11
3.5.7 Uji Mikrobiologis…………………………………………………..……………………12

v
3.5.8 Uji Residu Antibiotik………………………………………..14

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 15

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

vii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

viii
LAMPIRAN

Lampiran Halaman

ix
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, membuat semakin meningkat
pula akan protein hewani asal ternak unggas yakni salah satunya berupa telur.
Jenis telur yang paling banyak dikonsumsi adalah telur ayam. Konsumsi telur
meningkat karena disamping harganya relatif lebih murah, telur memiliki nilai
gizi yang lengkap dan mempunyai daya cerna yang tinggi yakni sekitar 98%. Oleh
karenanya, telur merupakan bahan pangan yang sangat baik dan mengandung
tinggi protein dan mineral (Sudaryani, 2003).
Telur ayam buras masih merupakan potensi yang besar terutama untuk
daerah pedesaan, sementara konsumen di daerah perkotaan beranggapan bahwa
ayam buras lebih enak dibanding telur ayam ras. Meskipun telur ayam
buras berukuran lebih kecil, warna kulitnya lebih putih dan harganya lebih
mahal dari telur ayam negeri, telur ayam buras lebih diminati oleh masyarakat
daripada telur ayam negeri. Dibanding dengan telur ayam ras telur ayam buras
memiliki keistimewaan antara lain telur ayam lokal per 100 gramnya memiliki
kandungan 174 kalori, 10,8 gram protein, 4,9 mg zat besi dan 61,5 g retinol atau
vitamin A. Selain itu, telur ayam buras rasanya lebih gurih, dan amisnya lebih
rendah. Oleh karena itu, telur ayam buras tidak hanya dikonsumsi matang tetapi
sering dikonsumsi segar atau mentah sebagai campuran madu, susu, atau jamu
(Setiawan, 2008).
Telur merupakan salah satu bahan pangan asal hewan yang mengandung
nilai gizi tinggi dan berguna untuk kesehatan manusia. Komposisi telur secara
fisik terdiri dari 10 % kerabang (kulit telur/cangkang), 60 % putih telur, dan 30 %
kuning telur. Kandungan gizi di dalam telur ayam ras antara lain asam amino
esensial seperti lisin, tritofan, dan khususnya metionin yang merupakan asam
amino terbatas. Telur juga mengandung sejumlah asam lemak tidak jenuh berantai
ganda lebih dari satu, vitamin, dan mineral serta mikromineral yang sangat baik
untuk kebutuhan manusia (Yuwanta, 2010). Telur merupakan bahan pangan asal
hewan yang mudah rusak.
Penjaminan pangan asal hewan merupakan salah satu tanggung jawab
dokter hewan dalam bidang kesehetan masyarakat veteriner. Oleh karena itu,
mahasiswa PPDH sebagai calon medik veteriner melakukan pengujian terhadap
produk pangan asal hewan yaitu daging kambing sebagai salah satu bentuk contoh
produk pangan asal hewan. Oleh karena itu dalam kegiatan PPDH ini dilakukan
pengujian telur ayam buras sebagai salah satu upaya dalam menjaga kualitas dan
keamanan produk pangan asal hewan yang sesuai dengan SNI 0l-3926-2008.

1.2 Rumusan Masalah


Apakah produk telur ayam buras mentah jika dilakukan pengujian
memiliki kualitas dan keamanan terutama apabila disesuaikan dengan SNI 3926-
2008 mengenai telur ayam konsumsi?

1
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui produk telur ayam buras mentah yang dilakukan
pegujian memiliki kualitas dan keamanan yang baik, terutama jika disesuaikan
dengan SNI 3926-2008 mengenai telur ayam konsumsi.

1.4 Manfaat
Melalui pengujian ini dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan
serta pemahaman mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) di
Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner (KESMAVET) untuk mengetahui
produk telur ayam buras mentah yang diakukan pengujian memiliki kualitas dan
keamanan yang baik, terutama apabila disesuaikan dengan SNI 3926-2008
mengenai telur ayam konsumsi.

2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Telur
Telur merupakan salah satu bahan pangan yang sempurna, di samping
murah, mudah didapat, lezat, serba guna untuk segala keperluan, kandungan
gizinya juga lengkap. Kandungan gizi sebutir telur dengan berat 50 gram
terdiri dari protein 6,3 gram, karbohidrat 0,6 gram, lemak 5 gram, vitamin dan
mineral (Sudaryani, 2003). Nilai tertinggi telur terdapat pada bagian
kuningnya. Kuning telur mengandung asam amino esensial yang dibutuhkan
serta mineral seperti besi, fosfor, sedikit kalsium, dan vitamin B kompleks.
Sebagian protein (50%) dan semua lemak terdapat pada kuning telur. Adapun
putih telur yang jumlahnya sekitar 60 % dari seluruh bulatan telur
mengandung 5 jenis protein dan sedikit karbohidrat.
Secara umum komposisi fisik telur dapat dibagi menjadi tiga yakni:
kerabang telur, putih telur, dan kuning telur. Anatomi susunan telur ayam dari
dalam ke luar adalah kuning telur (29%), putih telur (61,5%), kerabang tipis
dan kerabang telur (9,5%) (Romanoff dan Romanoff, 1963). Proporsi dan
komposisi telur ini dapat bervariasi, bergantung dari umur ayam, pakan,
temperatur, genetik, dan cara pemeliharaan (Yuwanta, 2010). Sebanyak
90,5% bagian dari telur dapat dikonsumsi dan 98% dapat dicerna oleh tubuh.
Telur mempunyai struktur yang sangat khas, dan mengandung zat gizi
yang cukup untuk pertumbuhan sel telur yang sudah dibuahi menjadi seekor
anak. Bagian-bagian utama telur adalah putih telur (albumen); kuning telur
(yolk), dan kulit telur (egg shell). Kerabang telur mempunyai struktur yang
berpori-pori dan permukaannya dilapisi oleh suatu lapisan kutikula, juga
terdapat suatu lapisan lemak bersama dengan lapisan kutikula tadi. Pori-pori
itu tidak dapat dilihat dengan mata telanjang tetapi menggunakan mikroskop
elektronik akan terlihat jelas sekali. Pori-pori itu sendiri berguna untuk
pengambilan oksigen bagi embrio yang ada di dalam telur itu kelak, tetapi
pori-pori itu merupakan titik lemah bagi kerusakan telur oleh bakteri perusak
(Rasyaf, 1990).

Gambar 2.1 Struktur Telur (Budiman, 2010)


Keterangan : 1. Cangkang, 2. Kuning Telur, 3. Keping Germinal, 4.
Membran Cangkang, 5. Ruang Udara. 6. Membran Telur, 7.
Putih Telur, 8. Kalaza.

3
Ayam buras adalah ayam lokal Indonesia yang berasal dari ayam
hutan merah yang telah berhasil dijinakkan. Akibat dari proses evolusi dan
domestikasi, maka terciptalah ayam buras yang telah beradaptasi dengan
lingkungan sekitarnya, sehingga lebih tahan terhadap penyakit dan cuaca
dibandingkan dengan ayam ras (Sarwono, 1994). Penyebaran ayam buras
hampir merata di seluruh pelosok tanah air. Salah satu ciri ayam buras adalah
sifat genetiknya yang tidak seragam. Warna bulu, ukuran tubuh dan
kemampuan produksinya tidak sama merupakan cermin dari keragaman
genetiknya. Disamping itu badan ayam buras kecil, mirip dengan badan ayam
ras petelur tipe ringan (Rasyaf, 1998).
Telur ayam buras, mempunyai berat sekitar 45-50 gram/butir.
Seekor induk ayam buras mampu menghasilkan rata-rata 200 butir telur per
ekor per tahun. Bentuknya lonjong, ukurannya lebih kecil dari telur ayam
negeri. Warnanya putih agak kecoklatan. Warna kuning telurnya lebih pekat
daripada telur ayam negeri (Almunifah, 2014). Telur ayam Buras memiliki
keistimewaan yaitu per 100 gramnya memiliki kandungan 174 kalori, 10,8
gram protein, 4,9 mg zat besi dan 61,5 g retinol atau vitamin A. Selain itu,
telur ayam lokal rasanya lebih gurih, dan amisnya lebih rendah. Oleh karena
itu, telur ayam lokal tidak hanya dikonsumsi matang tetapi sering dikonsumsi
segar atau mentah sebagai campuran madu, susu, atau jamu (Setiawan, 2008).
Tabel 2.1 Komposisi Telur Ayam Buras (Winarno, 2012)
Parameter Telur ayam Buras
Berat telur (g/butir) 31-52
Indeks telur 0,75
Presentasi putih telur 51,07
Presentase kuning telur 35,74
Presentasi kerabang telur 13,19

Kualitas telur ditentukan oleh dua faktor, yakni kualitas luarnya berupa
kulit cangkang dan isi telur. Kualitas luar ini bisa berupa bentuk, warna,
tekstur, keutuhan, dan kebersihan kulit cangkang. Sedangkan yang berkaitan
dengan isi telur meliputi kekentalan putih telur, warna dan posisi telur, serta
ada tidaknya noda-noda pada putih dan kuning telur. Dalam kondisi baru,
kualitas telur tidak banyak mempengaruhi kualitas bagian dalamnya. Jika telur
tersebut dikonsumsi langsung, kualitas telur bagian luar tidak menjadi
masalah. Tetapi jika telur tersebut akan disimpan atau diawetkan, maka
kualitas kulit telur yang rendah sangat berpengaruh terhadap awetnya telur.
Kualitas isi telur tanpa perlakuan khusus tidak dapat dipertahankan dalam
waktu yang lama. Dalam suhu yang tidak sesuai, telur akan mengalami
kerusakan setelah disimpan lebih dari dua minggu. Kerusakan ini biasanya
ditandai dengan kocaknya isi telur dan bila dipecah isinya tidak mengumpul
lagi (Meggitt, 2003).
Penurunan kualitas telur sebagai hasil ternak erat kaitannya dengan
penanganan pasca panen. Kecepatan penurunan ini dipengaruhi oleh kualitas
awal, kondisi penyimpanan, suhu lingkungan dan kelembaban relative

4
penurunan mutu juga disebabkan oleh kontaminasi mikroba yang berasal dari
tempat penyimpanan telur. Andarwulan (2007) menyatakan bahwa untuk
penyimpanan telur yang tepat adalah dalam lemari pendingin bersuhu sekitar
4-5 OC, dengan cara ini lama masa penyimpanan bisa mencapai 20 hari. Tapi
jika saat akan diolah sebaiknya telur didiamkan di suhu ruang, cara ini
mencegah perbedaan suhu telur dan bahan lain sehingga reaksi kimia untuk
pembentukan gas dan perubahan struktur gluten tidak terhambat.
Kulit telur kemungkinan mengandung Salmonella yang berasal dari
kotoran ayam dan mungkin mengkontaminasi isi telur pada waktu telur
dipecahkan (Meggitt, 2003). Sedangkan kerusakan telur oleh bakteri terjadi
karena mikroorganisme masuk ke dalam kulit telur melalui pori yang terdapat
pada permukaan kulit telur. Secara alami telur sudah dilengkapi dengan
beberapa zat anti bakteri yang bersifat membunuh dan mencegah pertumbuhan
kuman perusak, misalnya pH yang tinggi pada isi telur dan enzim lisozim
serta senyawa ovidine yang terdapat pada putih telur. Salah satu pengaruh
yang paling nyata adalah timbulnya H2S hasil pemecahan oleh bakteri. Hal ini
menimbulkan bau telur busuk yang khas (Humphrey T. 2006).
Menurut SNI 3926- 2008 telur konsumsi merupakan telur ayam yang
belum mengalami proses fortifikasi, pendinginan, pengawetan dan proses
pengeraman. Adapun Standar Nasional Indonesia untuk telur konsumsi adalah
sebagai berikut:
Tabel 2.2 Persyaratan Tingkatan Mutu Fisik
Tingkatan Mutu
No Faktor Mutu
Mutu I Mutu II Mutu III
1 Kondisi Kerabang
a. Bentuk Normal Normal Abnormal
b. Kehalusan Halus Halus Sedikit kasar
c. Ketebalan Tebal Sedang Tipis
d. Keutuhan Utuh Utuh Utuh
e. Kebersihan bersih Sedikit noda kotor Banyak noda dan
sedikit kotor
2 Kondisi Kanting udara (dilihat dengan peneropongan)
a. Kedalaman < 0,5 cm 0,5cm-0,9cm > 0,9 cm
kantung
udara
b. Kebebasan Tetap ditempat Bebas bergerak Bebas bergerak dan
bergerak dapat terbentuk
gelembung udara
3 Kondisi Putih Telur
a. Kebersihan Bebas bercak darah Bebas bercak Ada sedikit bercak
atau benda asing darah atau benda darah, tidak ada benda
lainnya asing lainnya asing lainnya
b. Kekentalan Kental Sedikit encer Encer, kuning telur
belum tercampur

5
dengan putih telur
c. Indeks 0,134-0,175 0,092-0,133 0,050-0,091

4 Kondisi Kuning Telur


a. Bentuk Bulat Agak pipih Pipih
b. Posisi Di tengah sedikit bergeser agak kepinggir
dari tengah
c. Penampakan Tidak jelas Agak jelas Jelas
batas
d. Kebersihan Bersih Bersih Ada sedikit bercak
darah
e. Indeks 0,458-0,521 0,394-0,457 0,330-0,393
5 Bau Khas Khas Khas

Tabel 2.3 Persyaratan Mutu Biologis


Mutu mikrobiologis (batas
No Jenis Cemaran Mikroba Satuan maksimum cemaran mikroba
(BMCM)
1. Total Plate Count (TPC) cfu/g 1x105
2. Coliform cfu/g 1x102
3. Escherichia coli MPN/g 5x101
4. Salmonella sp per 25 Negatif

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Telur Ayam Buras


Kualitas telur ditentukan oleh dua faktor, yakni kualitas luarnya berupa
kulit cangkang dan isi telur. Kualitas luar ini bisa berupa bentuk, warna, tekstur,
keutuhan, dan kebersihan kulit cangkang. Sedangkan yang berkaitan dengan isi
telur meliputi kekentalan putih telur, warna dan posisi telur, serta ada tidaknya
noda-noda pada putih dan kuning telur. Dalam kondisi baru, kualitas telur tidak
banyak mempengaruhi kualitas bagian dalamnya. Jika telur tersebut dikonsumsi
langsung, kualitas telur bagian luar tidak menjadi masalah. Tetapi jika telur
tersebut akan disimpan atau diawetkan, maka kualitas kulit telur yang rendah
sangat berpengaruh terhadap awetnya telur. Kualitas isi telur tanpa perlakuan
khusus tidak dapat dipertahankan dalam waktu yang lama. Dalam suhu yang tidak
sesuai, telur akan mengalami kerusakan setelah disimpan lebih dari dua minggu.
Kerusakan ini biasanya ditandai dengan kocaknya isi telur dan bila dipecah isinya
tidak mengumpul lagi (Meggitt, 2003).
Menurut Lubis (1990), kerusakan telur setelah panen mencapai 15-20%,
diantara lain disebabkan oleh terbatasnya perlakuan teknologi, rantai pemasaran
yang terlalu panjang dan keadaan lingkungan yang kurang menguntungkan.
Kuspartoyo (1991), menyatakan bahwa telur mengalami penurunan kualitas sejak
3-5 hari dari saat peneluran. Penurunan kesegaran isi telur terutama disebabkan
oleh adanya kontaminasi mikroorganisme dair luar yang masuk melalui pori-pori
kulit telur, kemudian merusak isi telur dan menyebabkan kebusukan. Telur yang
banyak bakteri pada kulitnya sudah dipastikan umurnya tidak tahan lama.

6
Pertumbuhan bakteri perusak tersebut dibantu dengan keadaan temperatur,
kelembaban dan pengolahan yang kurang baik.
Faktor yang mempengaruhi kualitas telur, antara lain diuraikan sebagai
berikut (Sudaryani, 2003).
1. Penyakit
Beberapa jenis penyakit ayam, seperti ND (Newcastle Disease) dan
infeksi bronkitis dapat menimbulkan abnormalitas pada kulit telur. Bahkan
penyakit tersebut juga menimbulkan penurunan kualitas pada putih telur
dan kuning telur.
2. Suhu Lingkungan Induk
Suhu yang panas akan mengurangi kualitas putih telur dan
mengurangi kekuatan maupun ketebalan kulit telur. Hal ini disebabkan
oleh penurunan nafsu makan pada ayam sehingga zat-zat gizi yang
diperlukan tidak mencukupi. Suhu yang diperkenankan maksimal
mencapai 29 oC.
3. Pakan
Kualitas pakan juga akan mempengaruhi kualitas kuning telur serta
putih telur. Untuk memenuhi sejumlah unsur nutrisi, ayam memperoleh
pakan dari berbagai bahan makanan. Bahan pakan sebagai sumber energi
yaitu jagung kuning, jagung putih dedak, bekatul dan ubi kayu. Bahan
pakan sebagai sumber protein yaitu bungkil kacang kedelai, bungkil
kacang tanah, bungkil kelapa. Bahan makanan sebagai sumber mineral
yaitu tepung tulang, tepung kerang, tepung ikan.
4. Suhu Penyimpanan Telur
Suhu optimum penyimpanan telur antara 12-15oC dan kelembapan
70-80%. Di bawah atau di atas suhu tersebut akan berpengaruh kurang
baik terhadap kualitas telur. Penyimpana telur dalam skala besar sebaiknya
dilakukan di ruang yang berpendingin (ber-AC). Jika tidak terdapat AC,
dalam ruang penyimpanan dapat diletakkan ember berisi air yang
berfungsi untuk menjaga kelembapan ruang. Dengan cara ini penguapan
cairan di dalam telur dapat dikurangi.
5. Lama Penyimpanan
Telur memiliki kelemahan yaitu mudah rusak selama penyimpanan
yang disebabkan adanya mikroba yang mengkontaminasi telur. Makin
lama penyimpanan telur maka makin menurunkan kualitas telur yang
diakibatkan keluarnya gas karbondioksida (CO2) pada telur.

7
BAB III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Koasistensi ini dilakukan mulai tanggal 5 - 16 November 2018 yang
bertempat di Laboratorium Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Brawijaya Malang.

3.2 Peserta Dan Pembimbing


Peserta koasistensi rotasi Kesehatan Masyarakat Veteriner (KESMAVET)
adalah mahasiswa PPDH FKH Universitas Brawijaya, yaitu :
Nama : Venna Oktavia Anggraini
NIM : 170130100011048
Program Studi : Pendidikan Profesi Dokter Hewan
Universitas : Brawijaya
Email : venna.oktavia@gmail.com
Pembimbing : Drh. Mira Fatmawati, M. Si

3.3 Metode Pengujian


Metode kegiatan yang digunakan peserta dalam melaksanakan kegiatan
PPDH Rotasi Kesmavet di Laboratorium Kesmavet FKH UB, Malang antara lain:
1. Melaksanakan pengujian secara mandiri terhadap BPAH.
2. Melaksanakan diskusi dengan kelompok dan dokter hewan pembimbing.

3.4 Jenis Pengujian


Sampel telur ayam buras akan dilakukan uji-uji, meliputi:
3.4.1 Pemeriksaan Kualitas Telur Utuh
3.4.2 Pemeriksaan Kesegaran Telur
a) Peneropongan (Candling) Telur
b) Pengukuran Tinggi Kantung Hawa
c) Perendaman Air Garam
3.4.3 Kondisi Putih Telur
a) Kebersihan dan Konsistensi
b) Indeksi Putih Telur
3.4.4 Kondisi Kuning Telur
a) Kebersihan dan Konsistensi
b) Indeks Kuning Telur
3.4.5 Haugh Unit (HU)
3.4.6 Pemeriksaan pH Telur
3.4.7 Uji Mikrobiologis
a) Perhitungan Total Jumlah Bakteri dengan Metode Hitungan Cawan
b) Perhitungan Total Jumlah Koliform dengan Metode Hitungan
Cawan
c) Pengujian Cemaran Salmonella sp.
d) Pengujian Cemaran Eschericia coli
3.4.8 Uji Residu Antibiotik Metode Tapis

8
3.5 Metode Prosedur Pengujian
3.5.1 Pemeriksaan Kualitas Telur Utuh (SNI 3926-2008 tentang Telur Ayam
Konsumsi)
Prinsip: Pemeriksaan kerabang telur ayam buras dapat dilihat secara
organoleptik, yaitu dengan mengamati bentuk, kehalusan, ketebalan, keutuhan
dan kebersihan cangkang. Selain itu berat telur juga diukur.
Alat dan Bahan: Timbangan dan telur ayam buras.
Cara Kerja: Telur ayam buras segar diamati dan diraba kerabangannya dari
ujung tumpul hingga ujung lancip. Amati warna, bentuk, kehalusan, dan
kebersihan kerabang telur. Timbang telur dan catat hasilnya.

3.5.2 Pemeriksaan Kesegaran Telur


3.5.2.1 Peneropongan (Candling) Telur (SNI Nomor 3926-2008 tentang Telur
Ayam Konsumsi)
Prinsip: Sorotan sinar lampu alat peneropong telur (candler) dapat membantu
melihat bagian dalam isi telur, seperti kantung hawa, kuning telur, keretakan
pada kerabang telur, adanya bercak-bercak darah dan pertumbuhan embrio.
Alat dan Bahan: Alat peneropong telur (candler) dan telur ayam buras.
Cara Kerja: Telur yang akan diperiksa diarahkan ke sinar dari alat
peneropong telur (Candler) ambil diputar untuk melihat kemungkinan adanya
kelainan isi telur, seperti tinggi kantung hawa, adanya bercak dan kematian
embrio yang menunjukkan warna hitam, dicatat hasilnya.
Interpretasi Hasil: Tidak terdapat bercak, warna hitam dan retak pada telur.

3.5.2.2 Pengukuran Tinggi Kantung Hawa (SNI Nomor 3926-2008 tentang


Telur Ayam Konsumsi)
Prinsip: Semakin tua umur telur, maka semakin besar atau tinggi kantung
hawa.
Alat dan Bahan: Alat peneropong telur (Candler), pengukur kantung hawa
dan telur ayam buras.
Cara Kerja: telur diletakkan didepan alat peneropong telur (Candler),
kemudian dengan menggunakan alat pengukur dihitung diameter dan tinggi
kantung hawa.
Interpretasi Hasil: Pmberian grade atau kelas dilakukan dengan mengukur
tinggi kantung hawa yaitu kelas AA (0,30 cm), kelas A (0,60 cm), kelas B
(0,75 cm), kelas C (0,90 cm).

3.5.2.3 Perendaman Air Garam


Prinsip: Telur yang baru keluar mempunyai kantung hawa relatif kecil
sehingga telur akan tenggelam apabila dimasukkan kedalam larutan air garam
10% atau air biasa. Dengan bertambahnya umur telur, maka kantung hawa
akan membesar dan telur akan melayang sampai mengambang dipermukaan
larutan air garam 10%.
Alat dan Bahan: Beaker glass, timbangan, garam, air dan telur ayam buras.

9
Cara kerja: buat larutan garam 10% dengan mencampur 10 gr garam dan air
sampai 100 ml kemudian masukkan dalam gelas piala. Masukkan telur dalam
larutan tersebut dan catat hasilnya.
Interpretasi Hasil: Semakin besar rongga udara maka telur akan
mengambang.
3.5.3 Kondisi Putih Telur
3.5.3.1 Pemeriksaan Kebersihan dan Konsistensi (SNI 3926-2008 tentang
Telur Ayam Konsumsi)
Prinsip: Kebersihan, konsistensi putih telur, bentuk, posisi dan kebersihan
kuning telur dapat dilihat dengan pancaindera.
Alat dan Bahan: Cawan petri besar, alkohol 70% dan telur ayam buras.
Cara Kerja: kulit telur dibersihkan kemudian didesinfeksi dengan alkohol
70% dibagian lancip telur. Kulit telur bagian lancip dibuka dan isi telur
dituangkan kedalam cawan petri steril. Diamati kebersihan dan konsistensi
putih telur dan kuning telur, bentuk dan posisi kemudian catat hasilnya.

3.5.3.2 Pemeriksaan Indeks Putih Telur (SNI 3926-2008 tentang Telur Ayam
Konsumsi)
Prinsip: Semakin tua umur telur, maka akan semakin lebar diameter putih
telur, sehingga semakin kecil indeks putih telur. Telur segar atau baru
memiliki indeks putih telur 0,050-0,174 dengan angka normal sebesar 0,090-
0,120.
Alat dan Bahan: Cawan petri besar, jangka sorong dan telur ayam buras,
Cara Kerja: Pisahkan putih telur dari kuningnya, kemudian ukur tinggi dan
tebal dari putih telur. Hitung indeks putih telur dengan menggunakan rumus:
a
Indeks putih telur =
b
Keterangan:
a = Tinggi putih telur/ tebal (mm)
b = Diameter rata-rata dari tebal putih telur (mm) ( )
Interpretasi Hasil:
Mutu I : 0,134 - 0,175
Mutu II : 0,092 - 0,133
Mutu III : 0,050 - 0,091

3.5.4 Kondisi Kuning Telur


3.5.4.1 Pemeriksaan Kebersihan dan Konsistensi (SNI 3926-2008 tentang
Telur Ayam Konsumsi)
Prinsip: Kebersihan, konsistensi kuning telur, bentuk, posisi dan kebersihan
kuning telur dapat dilihat dengan pancaindera.
Alat dan Bahan: Cawan petri besar, alkohol 70% dan telur ayam buras.
Cara Kerja: kulit telur dibersihkan kemudian didesinfeksi dengan alkohol
70% dibagian lancip telur. Kulit telur bagian lancip dibuka dan isi telur
dituangkan kedalam cawan petri steril. Diamati kebersihan dan konsistensi
putih telur dan kuning telur, bentuk dan posisi kemudian catat hasilnya.

10
3.5.4.2 Pemeriksaan Indeks Kuning Telur (SNI 3926-2008 tentang Telur
Ayam Konsumsi)
Prinsip: semakin tua telur, maka semakin besar kuning telur dan semakin
kecil indeks kuning telur. Telur segar atau baru memiliki indeks kuning telur
0,33-0,52 dengan rata-rata 0,42.
Alat dan Bahan: Cawan petri besar, jangka sorong dan telur ayam buras.
Cara kerja: Pisahkan kuning telur dari putihnya. Kemudian ukur tinggi dan
diameter kuning telur. Hitung indeks kuning telur dengan menggunakan
rumus:
a
Indeks kuning telur =
b
Keterangan:
a = Tinggi kuning telur (mm)
b = Diameter kuning telur (mm)
Interpretasi Hasil:
Mutu I: 0,458 – 0,521
Mutu II : 0,394 – 0,457
Mutu III : 0,330 – 0,393

3.5.5 Haugh Unit (HU)


Prinsip: Haugh Unit (HU) merupakan satuan yang digunakan untuk
mengetahui kesegaran isi telur, terutama bagian putih telur. Suatu unit untuk
melihat kesegaran telur didasarkan pada pengukuran tinggi putih telur kental
dan berat telur. Semakin tinggi nilai HU, maka menunjukkan bahwa kualitas
telur itu semakin baik.
Alat dan Bahan: Timbangan, cawan petri, gunting, mikrometer dan telur
ayam buras.
Cara Kerja: telur ditimbang beratnya dan dicatat. Telur dipecah diatas cawan
petri dan diukur tebal atau tinggi putih telur dengan menggunakan
mikrometer. Pengukuran dibatas putih telur dan kuning telur. Dihitung HU
menggunakan rumus:
(H − √G(30W 0.37 − 100)
HU = 100 log + 1.9
100
0,37
HU = 100 log (H + 7,57 − 1,7 W )
Keterangan:
HU = Haugh Unit
H = tinggi putih telur
W = berat telur (gram)
Interpretasi Hasil:
Nilai HU >72 61-72 31-60 <31
Kriteria AA A B C

3.5.6 Pemeriksaan pH Telur


Prinsip: Pengukuran nilai pH menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi
dengan akuades. Pengukuran pH juga dapat menggunakan kertas pH strip.

11
Alat dan Bahan: Telur ayam buras, gelas ukur, pH meter dan pH strip
Cara Kerja:
- Telur dipecahkan lalu di letakkan pada cawan petri
- pH meter dikalibrasi dengan akuades dengan pH 7.0 atau lebih tinggi. Setiap
selesai pengukuran pada sampel, gelas elektroda dibilas dengan aquades dan
dikeringkan dengan kertas tisu.
- Ujung pH meter dengan stillet dimasukkan langsung ke dalam sampel telur
ayam buras
- Ditunggu hingga nilai pH terbaca konstan. Dilakukan pengukuran sebanyak 2
kali pada sampel yang sama dengan tempat berbeda.
- Nilai pH didapatkan dari hasil rata-rata kedua hasil tersebut.
- Nilai pH juga diukur dengan kertas pH strip.
Interpretasi hasil: pH telur didapat dari rata-rata pengukuran dengan pH
meter dan dicocokkan dengan pH strip.

3.5.7 Uji Mikrobiologis


3.5.7.1 Perhitungan Total Jumlah Bakteri dengan Metode Hitungan Cawan
(SNI Nomor 2897-2008 tentang Metode Pengujian Cemaran Mikroba
Dalam Daging, Telur, Dan Susu, Serta Hasil Olahannya)
Prinsip: Apabila sel mikroba yang masih hidup ditumbuhkan pada media
agar, maka mikroba tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni
yang dapat dilihat langsung dengan mata telanjang. Mikroba yang tumbuh
sebagai gambaran populasi mikroba pada sampel.
Alat dan Bahan: Telur ayam buras, PCA, BPW 0.1%, cawan petri, tabung
reaksi, pipet volumetric, colony counter, Bunsen, Vortex®, incubator,
penangas air, autoklaf, oven pemanas.
Cara Kerja:
- Telur ayam buras yang telah dicampur sebanyak 1 g dimasukkan dalam 9 ml
larutan BPW 0.1% (pengenceran 101) yang telah diautoklaf, kemudian diaduk
dengan Vortex®
- Diambil suspensi 1 ml dari tabung pengenceran 101, dimasukkan ke dalam
tabung BPW 0.1% (pengenceran 102). Dilakukan pengenceran bertahap
hingga 107 (sesuai dengan SNI cemaran bakteri metode total jumlah bakteri
sampel)
- Diambil suspensi 1 ml dari tabung pengenceran 104, 105, dan 106 dan
kemudian dimasukkan dalam cawan petri (masing-masing 1 ml). Teknik ini
disebut metode pour.
- Media PCA diambil dari penangas air dan dimasukkan dalam cawan petri
berisi suspensi tersebut, lalu ditunggu hingga kering. Semua pengerjaan
dilakukan secara steril di dekat api Bunsen
- Kemudian diinkubasi dalam incubator pada suhu 37 oC selama 24 jam.
Interpretasi Hasil: Jumlah koloni mikroba yang tumbuh dihitung dengan
menggunakan colony counter. Hasil tersebut kemudian dihitung kembali
menurut standar perhitungan jumlah mikroba.

12
3.5.7.2 Perhitungan Total Jumlah Koliform dengan Metode Hitungan Cawan
(SNI Nomor 2897-2008 tentang Metode Pengujian Cemaran Mikroba
Dalam Daging, Telur, Dan Susu, Serta Hasil Olahannya)
Prinsip: Apabila sel mikroba yang masih hidup ditumbuhkan pada media
agar, maka mikroba tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni
yang dapat dilihat langsung dengan mata telanjang. Mikroba yang tumbuh
sebagai gambaran populasi mikroba pada sampel.
Alat dan Bahan: telur ayam buras, Violet Red Bile (VRB), Buffer Peptone
Water (BPW) 0.1%, cawan petri, tabung reaksi, pipet volumetric, colony
counter, Bunsen, vortex®, incubator, penangas air, autoklaf, oven penghangat.
Cara Kerja:
- Telur ayam buras yang telah dicampur sebanyak 1 g dimasukkan dalam 9 ml
larutan BPW 0.1% (pengenceran 101) yang telah diautoklaf, kemudian diaduk
dengan vortex®
- Diambil suspensi 1 ml dari tabung pengenceran 101, dimasukkan ke dalam
tabung BPW 0.1% (pengenceran 102). Dilakukan pengenceran bertahap
hingga 103 (sesuai dengan SNI cemaran bakteri media VRB sampel mentega)
- Diambil suspensi 1 ml dari tabung pengenceran 101, 102, dan 103 dan
kemudian dimasukkan dalam cawan petri duplo (masing-masing 1 ml). Teknik
ini disebut metode pour
- Media VRB diambil dari penangas air dan dituang ke dalam cawan petri berisi
suspensi tersebut, lalu ditunggu hingga kering. Semua pengerjaan dilakukan
secara steril didekat api Bunsen
- Kemudian diinkubasi dalam incubator pada suhu 37 oC selama 24 jam.
Interpretasi Hasil: Jumlah koloni koliform yang tumbuh dihitung dengan
menggunakan colony counter. Hasil tersebut kemudian dihitung kembali
menurut standar perhitungan jumlah koliform.

3.5.7.3 Pengujian Cemaran Salmonella sp


Prinsip: Sampel yang diperiksa dimasukan dalam media selektif. Selanjutnya
media diinkubasi pada inkubator pada suhu 37° C sehingga dapat diamati
koloni-koloni yang tumbuh pada media tersebut secara makroskopik.
Alat dan bahan: Sampel telur ayam buras, jarum inokulasi, cawan petri,
media Salmonella Shigella Agar (SSA), bunsen, dan hasil VRB 10-1.
Prosedur Kerja: Diambil koloni bakteri yang terdapat pada media VRB
dengan kawat ose, kemudian diinokulasikan di cawan petri yang telah terisi
media SSA. Cawan petri diinkubasi selama 24 jam pada suhu 36oC. Diamati
koloni bakteri yang tumbuh pada media SSA.
Interpretasi: Morfologi koloni Salmonella sp. tidak berwarna dan bagian
tengah berwarna hitam.

3.5.7.4 Pengujian Cemaran Eschericia coli


Prinsip: Mengetahui pertumbuhan koloni bakteri E. coli pada media Eosin
Methylene Blue Agar (EMBA) yang dapat dilihat langsung dengan mata
telanjang. Koloni bakteri E. coli yang tumbuh merupakan gambaran jumlah
mikroorganisme yang terdapat pada sampel.

13
Alat dan bahan: Sampel telur ayam buras, jarum inokulasi, cawan petri,
media Eosin Methylene Blue Agar (EMBA), bunsen, dan hasil VRB 10-1.
Prosedur Kerja: Media EMBA ditanami dari hasil VRB 10-1 dengan cara
distreak dengan ose pada media EMBA. Kemudian diinkubasi selama 24 jam
pada suhu 36oC. Diamati koloni bakteri yang tumbuh pada media EMBA.
Interpretasi: Morfologi koloni Eshcericia coli memiliki warna hijau metalik.

3.5.8 Uji Residu Antibiotik Metode Tapis (SNI 7424-2008 tentang Metode
Uji Tapis (screening test) Residu Antibiotik pada Daging, Telur dan
Susu secara Bioassay)
Prinsip: Residu antibiotik akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme
pada media agar yang ditunjukkan dengan terbentuknya daerah hambatan
(zona bening) disekitar kertas cakram/ silinder cup atau agar well. Besarnya
diameter daerah hambatan menunjukkan konsentrasi residu antibiotik.
Alat dan Bahan: sampel telur ayam buras, paper disc antibiotik, blank disc,
Mueller Hinton Agar (MHA), bakteri yang tumbuh pada media Plate Count
Agar (PCA), Nutrient agar (NA), pinset steril, cotton bud steril, ose bulat,
bunsen.
Cara Kerja:
- Bakteri yang tumbuh dari PCA dibiakkan pada media NA menggunakan ose
lalu diinkubasi 36oC selama 24 jam.
- Bakteri yang tumbuh di NA kemudian di inokulasi pada MHA menggunakan
cotton bud steril.
- Tempelkan blank disc sebagai kontrol negatif, antibiotic disc sebagai kontrol
positif, dan blank disc yang dicelupkan dalam susu kambing pada media
MHA. Gunakan pinset steril ketika menempelkan disc.
- Diinkubasi suhu 36oC selama 24 jam.
- Diamati apakah terbentuk zona bening.
Interpretasi Hasil: sampel dinyatakan positif mengandung residu antibiotik
jika terbentuk daerah hambatan (zona bening) disekitar kertas cakram sampel
minimal 2 mm dari diameter kertas cakram.

14
DAFTAR PUSTAKA

Almunifah, M. 2014. Sifat Fungsional Telur Ayam Ras dan Aplikasinya pada
Pembuatan Produk Sponge Cake. [Skripsi]. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 1995. Telur Ayam Konsumsi. (SNI) 01-3926-1995
Badan Standarisasi Nasional. 2008. Metode Pengujian Cemaran Mikroba Dalam
Daging, Telur, Dan Susu, Serta Hasil Olahannya. (SNI) 2897:2008.
Humphrey T. 2006. Public Health Aspects of Salmonella enterica in Food
Production. Di dalam: Mastroeni P, Maskell D, editor. Salmonella
Infections Clinical, Immunological and Molecular Aspects. New York:
Cambridge Univ Pr.
Lubis, H.A., I Gusti K.S, dan Mas D. R. 2012. Pengaruh suhu dan lama
penyimpanan telur ayam kampung terhadap jumlah Escherichia coli.
Indonesia Medicus Veterinus. 1(1):144-159.
Meggitt C. 2003. Food Hygiene and Safety. Oxford: Heinemann Educational Pub.
Rasyaf, M. 1998. Seputar Ayam Kampung. Kasinus. Yogyakarta
Rasyaf, M., 1990. Pengelolaan Penetasan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Romannof, A.L. dan A. Romannof. 1963. The Avian Egg. 2nd Ed. John Wiley and
Sons. New York
Romanoff, A.L. dan Romanoff, A.J. 1963. The Avian Egg. John Wileyy and
Sons.
INC.. New York
Sarwono, B. 1994. Pengawetan dan Manfaat Telur. Cetakan Ketiga. Penebar
Swadaya. Jakarta. 76-80.
Setiawan, 2008. Khasiat Telur Ayam Kampung. www.masenchipz.com. Diakses
tanggal 28 oktober 2018
Sudaryani dan Samosir, 1997. Mengatasi Permasalahan Beternak Ayam. Penebar
Sudaryani. 2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya. Jakarta. 1-11.
Swadaya. Jakarta
Winarno dan Koswara. 2002. Telur: Komposisi, Penanganan dan Pengolahannya.
M-Brio Press, Bogor.
Yuwanta, TJ, Sidadolog, HP, Zuprizal and Musofie, A 1999. Characteristic
Phenotype of Turi Lokal Duck and Its Relationship with Production and
Reproduction Rate. Proceeding, Editon December 1-4, 1999, Taiclung,
Taiwan Republic of China, Pp. 125-129.

15

Anda mungkin juga menyukai