T2 (Multiple Vehicle Accident Dan Ambulance)
T2 (Multiple Vehicle Accident Dan Ambulance)
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas Rahmat dan
Nikmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Multiple Vehicle Accident Dan Ambulance Service” ini dengan
lancar dan tepat pada waktunya
Hasil laporan ini disusun khusus untuk memenuhi tugas Keperawatan Kritis
2 Semester 8 tahun ajaran 2015/2016. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada:
1. Pak Deni Yasmara M.Kep., Ns., Sp.Kep.M.B selaku Fasilitator Kelompok 6
Keperawatan Kritis 2.
2. Semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan makalah ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Kami menyadari sebagai manusia kami banyak kekurangan. Oleh karena itu
dengan kerendahan hati, kami mohon pembaca berkenan memberikan kritik dan
saran demi penyempurnaan pembuatan makalah berikutnya. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi kelompok kami.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 1
1.3 Tujuan .......................................................................................... 1
1.3.1 Tujuan Umum ...................................................................... 1
1.3.2 Tujuan Khusus ..................................................................... 2
1.4 Manfaat ........................................................................................ 2
iii
2.2.7 Pengoperasian Ambulance ............................................... 30
2.2.8 Langkah sebelum transport pasien .................................... 31
2.2.9 Transportasi Pasien Kritis ................................................. 32
2.2.10 Dokumentasi layanan ambulans ........................................ 35
2.2.11 Pelayanan Ambulance BPJS ............................................. 35
BAB 4 : PENUTUP
4.1 Kesimpulan .................................................................................. 50
4.2 Saran ............................................................................................ 50
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1
Menjelaskan konsep konsep dan Asuhan Keperawatan pada
klien dengan Multiple Vehicle Accident dan konsep Ambulance
Service
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan konsep Multiple Vehicle Accident dan Ambulance
Service
2. Menjelaskan definisi Multiple Vehicle Accident dan Ambulance
Service
3. Menjelaskan etiologi Multiple Vehicle Accident
4. Menjelaskan manifestasi klinis Multiple Vehicle Accident
5. Menjelaskan patofisiologi Multiple Vehicle Accident
6. Menjelaskan WOC Multiple Vehicle Accident
7. Menjelaskan pemeriksaan penunjang Multiple Vehicle Accident
8. Menjelaskan penatalaksanaan Multiple Vehicle Accident
9. Menjelaskan asuhan keperawatan Multiple Vehicle Accident
1.4 Manfaat
1. Mengetahui dan memahami konsep Multiple Vehicle Accident dan
Accident Ambulance Service
2. Mengetahui dan memahami definisi Multiple Vehicle Accident dan
Accident Ambulance Service
3. Mengetahui dan memahami etiologi Multiple Vehicle Accident
4. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari Multiple Vehicle
Accident
5. Mengetahui dan memahami patofisiologi Multiple Vehicle Accident
6. Mengetahui dan memahami WOC Multiple Vehicle Accident
7. Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang Multiple Vehicle
Accident
8. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan Multiple
Vehicle Accident
9. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pasien dengan
Multiple Vehicle Accident
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
1. Pasal 93 Ayat (1): kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di
jalan yang tidak di sangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan
kendaraan dengan atau pemakai jalan lainnya yang mengakibatkan
korban manusia atau kerugian harta benda.
2. Pasal 93 ayat (2): korban kecelakaan lalu lintas sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), dapat berupa korban mati, koban luka berat
dan korban luka ringan (Idries AM, 1997).
2.1.2 Etiologi
Ada empat faktor utama yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu
lintas, antara lain:
1. Faktor manusia
Faktor manusia merupakan faktor yang paling dominan dalam
kecelakaan. Hampir semua kejadian kecelakaan didahului dengan
pelanggaran rambu-rambu lalu lintas. Pelanggaran dapat terjadi karena
sengaja melanggar, ketidaktahuan terhadap arti aturan yang berlaku
ataupun tidak melihat ketentuan yang diberlakukan atau pura-pura tidak
tahu.
2. Faktor kendaraan
Faktor kendaraan yang paling sering terjadi adalah ban pecah, rem tidak
berfungsi sebagaimana seharusnya, kelelahan logam yang
menggakibatkan bagian kendaraan patah, peralatan yang sudah aus tidak
diganti, dan berbagai penyebab lain. Keseluruhan faktor kendaraan
sangat terkait dengan teknologi yang digunakan, perawatan yang
dilakukan terhadap kendaraan. Untuk mengurangi faktor kendaraan
perawatan dan perbaikan kendaraan diperlukan, di samping itu adanya
kewajiban untuk melakukan pengujian kendaraan bermotor secara
teratur.
3. Faktor jalan
Faktor jalan terkait dengan perencanaan jalan, geometrik jalan, pagar
pengaman di daerah pegunungan, ada tidaknya median jalan, jarak
pandang dan kondisi permukaan jalan. Jalan yang bagus, rata lebih sering
4
terjadi kecelakaan lalu lintas dibandingkan jalan yang rusak dan
berlubang.
4. Faktor cuaca
Hujan mempengaruhi kerja kendaraan seperti jarak pengereman menjadi
lebih jauh, jalan menjadi lebih licin, jarang pandang juga terpenagaruh
karena penghapus kaca tidak bisa bekerja secara sempurna atau lebatnya
hujan mengakibatkan jarak pandang menjadi lebih pendek. Asap dan
kabut juga bisa mengganggu jarak pandang, terutama di daerah
pegunungan (WHO, 2007).
Trauma pada pengendara sepeda motor atau sepeda juga khas. Sekitar 60-
70% korban menderita cedera pada daerah tibia karena tinggi bemper mobil sama
dengan tungkai bawah. Selain itu, korban akan terlempar ke jalan atau ke atas dan
kepala membentur bingkai atas kaca mobil sehingga terjadi hiperekstensi kepala
dengan cedera otak dan cedera tulang leher. Kemungkinan terjadinya cedera perut
pada pengemudi motor akibat usus terjepit di antara setang setir dan tulang
belakang, namun pada pemeriksaan fisik akan hanya ditemukan jejas pada kulit
perut (Wim de Jong, 2005).
Menurut injuryclaimcoach.com, beberapa hal yang dapat menyebabkan
kecelakaan ialah:
1. Mabuk dan gangguan saat menyetir
2. Melanggar peraturan lalu lintas
3. Distraksi akibat pemakaian telepon genggam
4. Mengirim pesan (short message) saat berkendara
5. Tertidur saat berkendara
6. Kualitas dan kondisi jalan yang buruk
7. Cuaca
5
disebabkan oleh satu faktor saja, melainkan hasil interaksi antar faktor lain. Hal-
hal yang tercakup dalam faktor-faktor tersebut antar lain:
a. Faktor Pengemudi ; kondisi fisik (mabuk, lelah, sakit, dsb), kemampuan
mengemudi, penyebrang atau pejalan kaki yang lengah, dll.
b. Faktor Kendaraan ; kondisi mesin, rem, lampu, ban, muatan, dll.
c. Faktor Lingkungan Jalan ; desain jalan (median, gradien, alinyemen, jenis
permukaan, dsb), kontrol lalu lintas (marka, rambu, lampu lalu lintas), dll.
d. Faktor Cuaca ; hujan, kabut, asap, salju, dll.
Pada dasarnya faktor-faktor tersebut berkaitan atau saling menunjang bagi
terjadinya kecelakaan. Namun, dengan diketahuinya faktor penyebab kecelakaan
yang utama dapat ditentukan langkah-langkah penanggulangan untuk menurunkan
jumlah kecelakaan. Berdasarkan penelitian yang pernah ada faktor penyebab
kecelakaan dapat dikomposisikan dalam gambar berikut :
6
b. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pengembangan pada area
tersebut.
c. Fraktur pada basal tulang tengkorak seringkali menyebabkan hemoragi
dari hidung, faring, atau telinga, dan darah mungkin akan terlihat pada
konjungtiva.
d. Ekimosis mungkin terlihat diatas mastoid (tanda Battle).
e. Drainase cairan serebro spinal dan telinga dan hidung menandakan
fraktur basal tulang tengkorak.
f. Drainase CSF dapat menyebabkan infeksi serius, y.i., meningitis melalui
robekan dura meter.
g. Cairan serebro spinal yang mengandung darah menunjukkan laserasi
otak atau kontusio.
7
kendaraan, pengemudi akan cenderung mengalami perlukaan pada sisi
kiri, dan penumpang depan akan mengalami perukaan yang lebih sedikit
karena pengemudi bersifat sebagai bantalan. Bila benturan terjadi pada
sisi kanan, maka yang terjadi adalah sebaliknya, demikian juga bila tidak
ada penumpang.
3. Terguling
Keadaan ini lebih mematikan (lethal) dibandingkan tabrakan dari
samping, terutama bila tidak memakai pelindung kepala (helm), terguling
di jalan, sabuk pengaman dan penumpang terlempar keluar mobil.
Beberapa perlukaan dapat terbentuk pada saat korban mendarat pada
permukaan yang keras. Pada beberapa kasus, korban yang terlempar bisa
ditemukan hancur atau terperangkap di bawah kendaraan. Pada kasus
seperti ini penyebab kematian mungkin adalah traumatic asphyxia.
4. Arah belakang
Pada benturan dari arah belakang, benturan dikurangi atau terserap
oleh bagian bagasi dan kompartemen penumpang belakang (pada
pengguna mobil), yang dengan demikian memproteksi penumpang
bagian depan dari perlukaan yang parah dan mengancam jiwa (Fintan,
2006).
Lima jenis tabrakan yang mungkin terjadi selain dari faktor arah terjadinya
benturan pada kendaraan yaitu
1. Benturan frontal
Merupakan benturan dengan benda didepan kendaraan, yang
secara tiba-tiba mengurangi kecepatannya. Benturan kedepan dari
tubuh terhadap tungkai dapat mengakibatkan fraktur dislokasi sendi
ankle, dislokasi lutut karena femur override terhadap tibia dan fibula,
fraktur femur, dislokasi posterior dari femoral head dari asetabulum
karena pelvis override femur. Bila roda depan sepeda motor
bertabrakan dengan suatu objek dan berhenti maka kendaraan akan
berputar ke depan dengan momentum mengarah ke sumbu depan.
Pada saat gerakan ke depan ini kepala, dada atau perut pengendara
8
mungkin membentur stang kemudi. Bila pengendara terlempar ke atas
melewati stang kemudi, maka tungkainya dapat terbentur dengan
stang kemudi, dan dapat terjadi fraktur femur bilateral.
2. Benturan lateral
Merupakan benturan pada bagian samping kendaraan yang
mengakselerasi penumpang menjauhi titik benturan. Pengemudi yang
ditabrak pada sisi pengemudi, mempunyai kemungkinan lebih besar
untuk trauma pada sisi kanan tubuhnya, termasuk fraktur iga kanan,
trauma paru kanan, trauma hati, dan fraktur skeletal sebelah kanan,
termasuk fraktur kompresi pelvis. Pada sepeda motor, benturan dari
samping dapat terjadi fraktur terbuka atau tertutup tungkai bawah.
3. Benturan dari belakang
Pada benturan ini, fraktur dari elemen posterior vertebra
sevikalis dapat terjadi, seperti fraktur laminar, fraktur pedikel, fraktur
spinous process, dan hal ini disebar ke seluruh vertebra servikal.
4. Benturan quater panel
Benturan quarter panel, dari depan maupun dari belakang,
menyebabkan terjadinya beberapa jenis trauma tabrakan, benturan
lateral maupun frontal atau benturan lateral dan benturan dari
belakang.
5. Terbalik
Pada kendaraan yang terbalik, penumpangnya dapat
mengenai/terbentur pada semua bagian dari kompartemen
penumpang.
6. Ejeksi
Trauma yang diderita penumpang dapat lebih berat waktu terjadi
ejeksi daripada waktu penderita membentur tanah. Kemungkinan
trauma meningkat 300% kalau penumpang diejeksi keluar dari
kendaraan.
Laying the bike down merupakan usaha yang dilakukan untuk menghindari
terjepit antara kendaraan dan objek yang akan ditabraknya, pengendara mungkin
9
akan menjatuhkan kendaraanya ke samping, membiarkan kendaraan bergeser dan
ia sendiri bergeser dibelakangnya. Bila jatuh dengan cara ini akan dapat terjadi
trauma jaringan lunak yang parah (ATLS, 2004).
2.1.5 Patofisiologi
Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab utama cedera
kepala, penyebab lain yang mungkin adalah jatuh, pemukulan, kecelakaan. Tiga
mekanisme yang berperan pada trauma kepala ialah akselerasi, deselerasi,
deformasi. Akselerasi yaitu jika benda bergerak membentur kepala yang diam,
misalnya pada orang yang diam kemudian dipukul atau terlempar batu. Deselerasi
yaitu jika kepala yang bergerak membentur benda yang diam, misalnya pada saat
kepala terbentur. Deformitas adalah perubahan atau kerusakan pada bagian tubuh
yang terjadi akibat trauma, misalnya adanya fraktur kepala, kompresi, ketegangan,
atau pemotongan pada jaringan otak. Pada saat terjadi deselerasi, ada
kemungkinan terjadi rotasi kepala sehingga dapat menambah kerusakan.
Mekanisme cedera kepala dapat mengakibatkan kerusakan pada daerah dekat
benturan (kup) dan kerusakan pada daerah yang berlawanan dengan benturan
(kontra kup). Cedera kepala dapat mengakibatkan gangguan atau kerusakan
struktur misalnya kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah,
perdarahan, edema, dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosin
tripospat dalam mitokondria, perubahan permeabilitas vaskuler. Patofisiologi
cedera kepala digolongkan menjadi dua proses yaitu cedera kepala otak primer
dan sekunder. Cedera otak primer merupakan suatu proses biomekanik yang dapat
terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan memberi dampak cedera jaringan
otak. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera primer misalnya adanya
hipoksia, iskemia, perdarahan. Perdarahan serebral menimbulkan hematom,
misalnya pada epidural hematom yaitu berkumpulnya darah antara lapisan
periosteum tengkorak dengan duramater, sub dural hematom diakibatkan
berkumpulnya darah pada ruang antara duramater dengan sub arachnoid dan
intracerebral hematom adalah berkumpulnya darah pada jaringan serebral.
Kematian pada cedera kepala disebabkan karena hipotensi akibat dari gangguan
pada autoregulasi. Ketika terjadi gangguan autoregulasi akan menimbulkan
10
hipoperfusi jaringan serebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak, karena otak
sangat sensitif terhadap oksigen dan glukosa. Cedera kepala diakibatkan dari
kekuatan yang ditransmisikan ke kranium. Cedera dapat mengakibatkan
kerusakan pada tengkorak tanpa cedera otak, kerusakan otak tanpa kerusakan
tengkorak, kerusakan tengkorak dan otak. Cedera kepala fatal terjadi lebih dari
30% kasus sebelum tiba di rumah sakit karena keseriusan cedera. Sebagian orang
meninggal karena cedera kepala sekunder yang meliputi iskemia akibat hipoksia
dan hipotensi, hemoragi sekunder, dan edema serebral (Nurachmah dan
Sudarsono, 2000).
Trauma sumsum tulang belakang paling sering terjadi pada daerah torakal
atau pada daerah batas torakal dan lumbal, lebih jarang pada daerah servikal
ataupun daerah lumbal (Muttaqin, 2008). Cedera medula spinalis (spinal cord and
back injury) adalah cedera yang mengenai servikalis, vertebralis, dan lumbalis
akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang. Semua trauma tulang
belakang harus dianggap suatu trauma yang hebat sehingga sejak awal
pertolongan pertama dan transportasi ke rumah sakit penderita harus diperlakukan
secara hati-hati. Trauma pada tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak
pada tulang belakang yaitu ligamen dan diskus, tulang belakang, medula spinalis.
Sebagian besar trauma tulang belakang yang mengenai tulang tidak disertai
kelainan pada medula spinalis (80%) dan hanya sebagian (20%) yang disertai
kelainan pada medula spinalis. Trauma pada tulang belakang ini dapat disebabkan
oleh kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, jatuh, luka tusuk, luka tembak,
11
kejatuhan benda keras. Mekanisme cedera pada motor vehicle accident atau
kecelakaan lalu lintas umum melibatkan cedera daerah servikal akibat
hiperekstensi dan hiperfleksi. Cedera medula spinalis dan tulang belakang
seringkali mengalami cedera secara bersamaan. Kerusakan minor dari kolumna
vertebralis umumnya tidak menyebabkan defisit neurologis. Cedera pada medula
spinalis dan kolumna vertebralis dapat diklasifikasikan menjadi fraktur dislokasi,
fraktur murni, dislokasi murni dengan perbandingan 3:1:1. Ketiga tipe tersebut
terjadi melalui mekanisme yang serupa antara lain kompresi vertikal dengan
anterofleksi (cedera fleksi) atau dengan retrofleksi (cedera hiperekstensi). Pada
cedera fleksi, kepala tertunduk tajam ketika gaya diberikan. Kedua vertebra
servika yang bersangkutan mengalami stres dan batas anteroinferior dari korpus
vertebra yang berada di atas akan terdorong ke bawah (kadang terbelah menjadi
dua). Fragmen posterior dari korpus vertebra yang mengalami fraktur akan
terdorong ke belakang dan memberikan kompresi pada medula spinalis (tear drop
fracture). Mekanisme cedera ini merupakan jenis yang paling sering pada daerah
servikal dan umumnya melibatkan daerah C5/C6 (terjadi subluksasi/dislokasi).
Seringkali terdapat robekan dari interspinous dan posterior longitudinal ligamen
sehingga menyebabkan cedera ini tidak stabil. Cedera yang lebih ringan dari
mekanisme fleksi hanya menyebabkan dislokasi. Cedera medulla spinalis terjadi
akibat kompresi atau traksi dan menyebabkan adanya kerusakan langsung atau
vaskular (Ropper, Samuels MA., 2009)
12
Mekanisme cedera lainnya akibat kecelakaan ialah cedera kompresi. Pada
cedera dengan mekanisme ini, korpus vertebra mengalami pemendekkan dan
mungkin terjadi wedge compresion fracture atau burst fracture dengan aspek
posterior dari korpus masuk ke dalam kanal spinalis. Wedge fracture umumnya
stabil karena ligamentum intak, namun apabila terdapat fragmen yang masuk ke
dalam kanal spinalis dan biasanya terdapat kerusakan ligamen sehingga tergolong
tidak stabil. Apabila terjadi kombinasi gaya rotasi, dapat terjadi tear drop fracture
(digolongkan tidak stabil) (Kaye, AH. 2005).
13
belakang bagian servikalis bawah maupun torakalis bawah misal; pada waktu
duduk dikendaraan yang sedang berjalan cepat kemudian berhenti secara
mendadak, atau pada waktu terjun dari jarak tinggi, menyelam yang dapat
mengakibatkan paraplegia. Whiplash injury adalah nyeri leher setelah terjadi
cedera pada jaringan lunak leher (terutama pada otot dan persendian leher).
Cedera ini terjadi karena paksaan pergerakan pada leher yang melampaui batas.
Cedera ini dikenal sebagai cedera hiperekstensi atau tegang otot leher. Hal ini
dapat terjadi pada kecelakaan kendaraan bermotor, cedera pada olahraga, kepala
tertimpa benda yang jatuh, cedera fisik misalnya mengguncang-guncangkan tubuh
bayi, ketegangan kronis pada otot leher misalnya menjepit telepon pada leher.
Gejala cedera ini meliputi sakit leher, bengkak pada leher, nyeri sepanjang
punggung, tegang otot di sisi atau belakang leher, susah menggerakkan leher
(Ropper, 2009).
14
15
2.1.6 WOC Cedera Tulang Belakang, Medula Spinalis dan Kepala
Fraktur, subluksasi,
dislokasi, kompresi Trauma pada servikalis
Trauma pada servikalis
diskus, robeknya tipe fleksi
tipe ekstensi
ligamentum, kompresi
akar saraf
16
Kecelakaan
17
Kecelakaan Cidera Kepala
Cidera kepala primer
19
2.1.8 Penatalaksanaan Multiple Vehicle Accident
Berikut tindakan kedaruratan pada klien korban multiple vehicle accident
(Hidayat 2008):
1. Bebaskan jalan nafas (airway)
a. Memeriksa respon klien denagn menepuk-nepuk pundak pundak/
memanggil dengan suara keras.
b. Berteriak untuk meminta bantuan, jika penolong kedua tersedia,
minta orang untuk meminta bantuan 118.
c. Telentangkan korban, topang kepala dan leher jika diperlukan (4-10
detik).
d. Tengadahkan/ ektensikan kepala atau dorong dagu. Angkat rahang,
jika ada benda asing, ambil dengan jari.
2. Berikan dan bantu pernafasan (breathing)
a. Tempatkan telinga di atas mulut. Amati dada, lihat, dengar, dan
rasakan adanya nafas (3-5) detik.
b. Jaga agar jalan nafas tetap terbuka.
c. Rapatkan mulut ke mulut.
d. Berikan 2 kali napas secara perlahan, amati meningginya dada
e. Masing-masing napas dilakukan selama 1 sampai 1,5 detik.
f. Reposisi penderita dan coba beri napas bantuan.
g. Minta bantuan 118.
h. Lakukan 5 dorongan/ sentakan abdominal subdiafragmatik (maneuver
Heimich).
i. Angkat rahang, bila ada benda asing ambil dengan jari.
j. Jika tidak berhasil, ulangi langkah di atas sampai berhasil.
3. Berikan sirkulasi (circulation)
a. Rasakan nadi karotis dengan satu tangan dan pertahankan kepala
tengadah dengan tanagn kurang lebih 5-10 detik.
b. Tekan sedalam 2,5-3,75 cm 100 per menit.
c. 2 kali napas setiap 30 kompresi.
d. Jumlah siklus adalah 5 kali (kira-kira 2 menit).
e. Rasakan denyut nadi karotis.
20
f. Jika nadi tidak teraba, ulangi RJP dimulai dengan kompresi, panggil
118.
g. Jika nadi ada tetapi napas tidak ada, ulangi pemberian napas buatan.
21
mengenakan sabuk pengaman. Sabuk ini telah terbukti berhasil
menyelamatkan jiwa.
5. Ikuti arus lalu lintas. Atur kecepatan yang sama dengan kendaraan
sekitar anda bila memungkinkan.
6. Perbedaan besar antara kecepatan anda dengan kendaraan lain dapat
membahayakan.
7. Bersikaplah Mandiri. Jangan ikuti kumpulan kendaraan di jalan tol agar
dapat menghindari tabrakan yang menimpa kendaraan lain.
8. Awasi lalu lintas. Lihatlah jauh ke depan dan perhatikan adanya
masalah sebelum anda sampai di tempat itu.
9. Sering periksa kaca spion.
10. Antisipasi. Selalu Antisipasi keadaan darurat yang mungkin terjadi, dan
rencanakan jalan keluarnya.
11. Jangan berdiam di jalur paling kanan. Jalur kanan adalah untuk
mendahului, bukannya jalur cepat, apalagi bila kecepatan anda di
bawah 80 km/jam. Inilah sebab mengapa banyak pengemudi yang
nekad mendahului dari jalur paling kiri. Jadi jangan salahkan dulu
mereka yang mungkin sedang terburu-buru namun ada pengemudi
"keras kepala" yang tidak bersedia memberi jalan di jalur paling kanan.
12. Tetaplah di jalur sebelah kiri, kecuali bila akan mendahului. Jangan
mencoba memblokir pengemudi yang ngebut. Biarkan pak Polisi yang
melakukannya.
13. Beri tanda! Beri tanda bila anda akan pindah jalur, begitu pula bila akan
membelok.
14. Tunggu sebelum membelok ke kanan. Bila anda berhenti di jalan yang
ramai sambil menunggu untuk belok ke kanan, biarkan kemudi dalam
posisi lurus sampai mendapat giliran. Bila anda menunggu dengan
posisi kemudi ke arah kanan dan anda tertabrak dari belakang, mobil
anda dapat terdorong ke arah kendaraan dari depan.
15. Bantu mereka untuk masuk tol. Bila anda berada di jalur kiri pada jalan
tol yang lebar, anda dapat membantu kendaraan yang akan memasuki
22
tol dari arah kiri secara aman dan mulus dengan berpindah jalur
sebentar, tentu saja bila situasi memungkinkan.
16. Gunakan rem pada saat yang tepat. Kurangi kecepatan sebelum
memasuki tikungan. Mengerem saat anda berada di tengah-tengah
tikungan dapat mengurangi keseimbangan kendaraan. Begitu pula,
turunkan gigi transmisi sebelum memasuki tikungan.
17. Coba dulu sistem anti-lock brake (ABS) kendaraan anda. Bila mobil
anda dilengkapi ABS, anda mungkin dikejutkan dengan getaran dan
suara aneh dari pedal rem ketika mendadak diinjak. Jangan tunggu
sampai terjadi keadaan darurat. Pada saat hujan, carilah jalan yang licin
dan benar-benar kosong atau pelataran parkir yang kosong dan injaklah
rem sekuat-kuatnya sampai ABS bekerja, jadi anda tahu bagaimana
rasanya. Anda juga dapat melakukan hal ini dengan sistem rem biasa
untuk memeriksa apakah pengereman cukup seimbang dan tidak
menarik ke satu sisi.
18. Jangan menggunakan ponsel ketika mengemudi. Penelitian menemukan
bahwa penggunaan ponsel ketika mengemudi menaikkan risiko
kecelakaan sampai empat kali lipat. Risikonya tidak berubah walaupun
menggunakan hands-free.
19. Jagalah penglihatan malam hari anda. Jangan menatap lampu-lampu
mobil dari arah berlawanan. Bila merasa terganggu, fokuskan
pandangan pada bahu kiri jalan.
20. Usahakan cukup tidur. Jangan mengemudi bila anda mengantuk. Bila
mata anda cenderung terpaku pada satu titik, ini adalah tanda bahaya.
Segera hentikan kendaraan begitu anda menemukan tempat yang aman
dan cobalah beristirahat selama beberapa menit.
23
berupa kendaraan yang dilengkapi dengan alat pertoogan pertama dan
digunakan untuk mengangkut orang-orang yang terluka, kecelakaan
atau sakit. Hospital 0 and M Services Report No 8 (1964) telah
mendefinisikan ambulan sebagai; transportasi yang mencakup semua
ambulans, sitting case cars, layanan mobil rumah sakit, kereta api
maupun semua akomodasi yang disediakan oleh otoritas kesehatan
setempat (Goel, 2012). Pelayanan Ambulan merupakan pelayanan
transportasi pasien rujukan dengan kondisi tertentu antar Fasilitas
Kesehatan disertai dengan upaya atau kegiatan menjaga kestabilan
kondisi pasien untuk kepentingan keselamatan pasien (Peraturan
Menteri Kesehatan No. 71 Tahun 2013 Pasal 29). Dari definisi di atas
dapat disimpulkan bahwa ambulance service merupakan pelayanan
akomodasi yang disediakan oleh rumah sakit atau otoritas pelayanan
kesehatan untuk melakukan pertolongan pertama atau rujukan kepada
klien.
2.2.2 Tujuan
Layanan ambulan merupakan penghubung rumah sakit dengan
masyarakat. Pelayananan ambulance adalah bagian dari manajemen
penatalaksanaan gawat darurat. Tindakan darurat harus dilakukan dari
tempat kejadian sebagai langkah awal dikenal dengan BLS, dan ALS
oleh tenaga yang terlatih dan professional. Adapun tujuan layanan
ambulance adalah memberikan pertolongan awal serta
memindahkan penderita gawat darurat dengan aman tanpa memperberat
keadaan penderita ke sarana kesehatan/rumah sakit yang memadai
(Pedoman Pelayanan Gawat Darurat Depkes RI 1995:9)
24
Merupakan layanan ambulans yang disediakan untuk pasien yang
tidak memerlukan transportasi darurat. Pasien-pasien ini
memerlukan transportasi ke atau dari fasilitas kesehatan seperti
rumah sakit, namun karena kebutuhan klinis tidak dapat
menggunakan kendaraan pribadi atau umum
(Ambulance.nsw.gov.au, 2016).
2. Ambulans Gawat darurat
Ambulans Gawat Darurat merupakan salah satu unit pelaksana
teknis dalam penanganan kegawatdaruratan, Kejadian Luar Biasa,
Musibah Masal dan bencana sebagai garda terdepan dalam
penanganan dibidang Kesehatan khususnya Pra rumah sakit
(Agddinkes.jakarta.go.id, 2016).
3. Ambulans Rumah Sakit Lapangan
Merupakan gabungan beberapa ambulans gawat darurat dan
ambulans pelayanan medik.
4. Ambulans Pelayanan Medik Bergerak
Melaksanakan salah satu upaya pelayanan medik di lapangan
Digunakan sebagai ambulans transport.
5. Kereta Jenazah
Merupakan ambulans yang memberikan pelayanan pemulangan
jenazah.
6. Ambulans Udara
Ambulans udara adalah layanan medis darurat yang menggunakan
transportasi udara (pesawat, helikopter). Ambulans udara digunakan
saat ambulans tradisional tidak dapat mencapai tempat kejadian
dengan mudah atau cepat, atau jika pasien harus diangkut melalui
jarak yang membuat transportasi udara menjadi transportasi yang
paling praktis dan efisien (Definitions.uslegal.com, 2016).
2.2.4 Jenis Ambulance
1. Ambulans transport
Tujuan Penggunaan : Pengangkutan penderita yang tidak
memerlukan perawatan khusus/ tindakan darurat untuk
25
menyelamatkan nyawa dan diperkirakan tidak akan timbul
kegawatan selama dalam perjalanan.
Petugas :
a. 1 (satu) supir dengan kemampuan BHD (bantuan hidup dasar)
dan berkomunikasi
b. 1 (satu) perawat dengan kemampuan PPGD (pertolongan
pertama gawat darurat)
Peralatan :
a. Tabung oksigen dengan peralatannya
b. Alat penghisap cairan / lendir 12 Volt DC
c. Peralatan medis PPGD (tensimeter dengan manset anak-dewasa,
dll)
d. Obat-obatan sederhana, cairan infus secukupnya
2. Ambulans gawat darurat
Tujuan Penggunaan : Pertolongan penderita gawat darurat pra
rumah sakit, pengangkutan penderita gawat darurat yang sudah
distabilkan dari lokasi kejadian ketempat tindakan definitif atau
kerumah sakit, sebagai kendaraan transport rujukan.
Petugas :
a. 1 (satu) pengemudi berkemampuan PPGD dan berkomunikasi
b. 1 (satu) perawat berkemampuan PPGD
c. 1 (satu) dokter berkemampuan PPGD atau ATLS/ACLS
(advanced trauma life support/advanced cardiac life support)
Peralatan :
a. Peralatan rescue :
1. Lemari obat dan peralatan
2. Tanda pengenal dari bahan pemantul sinar
3. Peta wilayah setempat
4. Persyaratan lain menurut perundangan yang berlaku
5. Lemaries/ freezer, ataukotakpendingin
b. Medis :
1. Tabung oksigen dengan peralatan bagi 2 orang
26
2. Peralatan medis PPGD
3. Alat resusitasi manual/automatic lengkap bagi dewasa dan
anak/ bayi
4. Suction pump manual dan listrik 12 V DC
5. Peralatan monitor jantung dan nafas
6. Alat monitor dan diagnostik
7. Peralatan defibrilator untuk anak dan dewasa
8. Minor surgery set
9. Obat-obatan gawat darurat dan cairan infus secukupnya
10. Entonox atau gas anastesi
11. Kantung mayat
12. Sarung tangan disposable
13. Sepatu boot
3. Ambulans rumah sakit lapangan
TujuanPenggunaan :
Merupakan gabungan beberapa ambulans gawat darurat dan
ambulans pelayanan medik bergerak. Sehari-hari berfungsi sebagai
ambulans gawat darurat.
Petugas :
a. 1 (satu) pengemudi berkemampuan PPGD dan berkomunikasi
b. 1 (satu) perawat berkemampuan PPGD atau BTLS/BCLS (basic
trauma life support / basic cardiac life support)
c. 1 (satu) dokter berkemampuan PPGD atau ATLS/ACLS
Peralatan :
a. Peralatan rescue :
1. Lemari obat dan peralatan
2. Tanda pengenal dari bahan pemantul sinar
3. Peta wilayah setempat dan detailnya
4. Persyaratan lain menurut perundangan yang berlaku
5. Lemaries/ freezer, atau kotak pendingin
b. Medis :
1. Tabung oksigen dengan peralatan bagi 2 orang
27
2. Peralatan medis PPGD
3. Alat resusitasi manual/automatic lengkap bagi dewasa dan
anak/ bayi
4. Suction pump manual dan listrik 12 V DC
5. Peralatan monitor jantung dan nafas
6. Alat monitor dan diagnostik
7. Peralatan defibrilator untuk anak dan dewasa
8. Minor surgery set
9. Obat-obatan gawat darurat dan cairan infus secukupnya
10. Entonox atau gas anastesi
11. Kantung mayat
12. Sarung tangan disposable
13. Sepatu boot
4. Ambulans pelayanan medik bergerak
TujuanPenggunaan :
Melaksanakan salah satu upaya pelayanan medik di lapangan.
Digunakan sebagai ambulans transport.
Petugas :
a. 1 (satu) pengemudi berkemampuan PPGD dan berkomunikasi
Perawat berkemampuan PPGD dengan jumlah sesuai kebutuhan
Paramedis lain sesuai kebutuhan
Dokter berkemampuan PPGD atau ATLS/ACLS
b. Peralatan :
1. Peralatan rescue :
a. Peta wilayah setempat
b. Persyaratan lain menurut perundangan yang berlaku
Lemaries/ freezer, atau kotak pendingin.
2. Medis :
a. Tabung oksigen dengan peralatan Peralatan medis PPGD
b. Alat resusitasi manual/automatic lengkap bagi dewasa
dan anak/ bayi
c. Suction pump manual dan listrik 12 V DC
28
d. Obat-obatan gawat darurat dan cairan infus secukupnya
e. Sarung tangan disposable dan Sepatu boot
29
i. Untuk control infeksi, bagian dalam ambulan harus dijaga
kebersihannya
j. Semua permukaan harus dibersihkan secara menyeluruh seminggu
sekali termasuk dalam lemari.
k. Bagian dalam dibersihkan sesuai yang diperlukan di antara masa
pngangkutan pasien.
l. Ganti sarung bantal setiap pengangkutan.
30
saat lampu merah, lalu melintas dengan hati-hati. Negara lain
hanya menginstruksikan pengemudi untuk memperlambat
lajukendaraan dan melintas dengan hati-hati.
c. Melewati batas kecepatan maksimum yang diperbolehkan selama
tidak membahayan nyawa dan hak milik orang lain.
d. Mendahului kendaraan lain di daerah larangan mendahului
setelah member sinyal yang tepat, memastikan jalurnya aman, dan
menghindari hal-hal yang membahayakan nyawa dan harta benda.
e. Mengabaikan peraturan yang mengatur arah jalur dan aturan
berbelok kea rah tertentu, setelah member sinyal dan peringatan
yang tepat.
31
ambulans, sesuaikan kekencangan tali pengikat sehingga dapat
menahan pasien dengan aman.
5. Persiapkan jika timbul komplikasi pernafasan dan jantung.
Jika kondisi pasien cenderung berkembang ke arah henti jantung,
letakkan spinal board pendek atau papan RJP di bawah matras
sebelum ambulans dijalankan.
6. Melonggarkan pakaian yang ketat.
7. Periksa perbannya.
8. Periksa bidainya.
9. Naikkan keluarga atau teman dekat yang harus menemani pasien
10. Naikkan barang-barang pribadi.
11. Tenangkan pasien.
32
3. Properties (alat yang dipakai dalam transportasi).
4. Procedures (alat yang dipakai mengukur kestabilan kedaan pasien
sebelum dan saat diberangkatkan).
5. Passage (pilihan rute dan tekhnik transport).
Menurut Senapathi, Tjokorda dkk. (2015) transport pasien
dalam keadaan kritis dibagi menjadi dua yaitu intramural (didalam
lingkungan rumah sakit) dan ekstramural dibagi menjadi dua yaitu
ekstramural primer (prehospital) transport pasien dari tempat
kecelakaan menuju ke rumah sakit tujuan; ekstramural sekunder
(interhospital) transport pasien antar rumah sakit atau international
transport. Dalam melakukan transportasi pasien perlu memperhatikan
hal-hal berikut ini:
1. Perencanaan
Komunikasi dan koordinasi yang baik diantara team evakuasi dan
ambulans serta staf yang berada di rumah sakit adalah sangat penting.
Komunikasi yang kurang dan penyebaran detail informasi yang
terbatas menyebabkan staf spesialis mengalami kesulitan dalam
mengendalikan keadaan kritis dari pasien secara adekuat. Saluran
telepon dan faksimil yang baik akan mempermudah personel team
evakuasi memperoleh advis dalam melakukan resusitasi serta evakuasi
pasien di tempat kejadian.
Perencanaan dan persiapan meliputi:
a) Menentukan jenis transportasi (mobil, perahu, pesawat terbang)
b) Menentukan tenaga kesehatan dan persediaan yang mendampingi
pasien
c) Menentukan peralatan dan persediaan obat yang diperlukan selama
perjalanan baik kebutuhan rutin maupun darurat.
d) Menentukan kemungkinan penyulit
e) Menentukan pemantauan pasien selama transportasi
2. Personel
Setiap anggota team harus dapat melakukan diagnostik dan resusitasi.
Anggota team yang direkomendasikan merupakan anggota yang
33
memiliki sertifikat ATLS. Kemampuan setiap anggota untuk
melakukan prosedur tindakan, komunikasi yang tepat dan benar akan
berefek pada outcome pasien. Mabuk perjalanan (motion sickness),
obstruksi tuba eustasius atau masalah sakit lainnya akan berefek pada
pasien dan staf. Personel yang memiliki masalah mabuk perjalanan
tidak boleh diikutsertakan.
3. Komunikasi
Pendekatan yang sistematik harus dilakukan untuk memastikan
kecepatan dan ketepatan respon dari team apabila terdapat kasus pasien
kritis yang harus segera dirujuk. Pengiriman team transport ketempa
yang memerlukan pertolongan, merujuk pasien ketempat pelayanan
medis yang lebih tinggi sebelumnya sudah harus melalui mekanisme
pertimbangan medis klinis dari staf medis setempat. Team transport
medis harus sudah berkomunikasi sebelumnya dengan rumah sakit
tujuan, khususnya apabila ada suatu perubahan kondisi pasien saat
perjalanan, prakiraan waktu tiba, manajemen pascatransport,
pertimbangan jarak tempat rujukan atau pengalihan rujukan pasien ke
pusat rujukan lain yang disesuaikan dengan sinyal dan jaringan
penyedia layanan.
4. Alat-alat
Alat-alat resusitasi harus sudah lengkap dan siap pakai saat prosedur
evakuasi dan transportasi dilaksanakan. Kemasan medis (medical
pack) beratnya tidak lebih dari 40 kg. Stretcher untuk pasien dalam
ambulans sudah tersedia. Alat-alat perlindungan diri yang cukup untuk
staf, misalya sarung tangan steril dan gaun sekali pakai, alat proteksi
mata, tempat untuk alat-alat tajam dan peralatan injeksi. Tabung
oksigen yang siap pakai, suction pump, alat monitor jantung, napas dan
tanda-tanda vital, peralatan resusitasi manual atau otomatis lengkap,
obat-obatan gawat darurat dan cairan infus, alat-alat bidai termasuk
neck collar, long/short spine board, serta radio komunikasi atau alat
komunikasi lainnya.
34
2.2.10 Dokumentasi layanan ambulans
a. Setiap melakukan pelayanan ambulance, perawat IGD melakukan
pencatatan pada buku kegiatan ambulance dan Form monitoring pasien
dalam ambulance. Setelah selesai kegiatan buku diletakkan di IGD
untuk pelaporan
b. Staf administrasi Instalasi Gawat Darurat merekap buku kegiatan
setiap bulannya untuk dianalisa oleh Ka. Inst. Gawat Darurat dan
dilaporkan ke Direksi melalui Manajer Pelayanan Medis.
c. Bagian Rumah Tangga membuat program dan jadwal pemeliharaan
kendaraan serta buku catatan pemeliharaan kendaraan.
d. Evaluasi pelayanan ambulance dilakukan secara berkala setiap
triwulan.
2.2.11 Pelayanan Ambulan BPJS
Pelayanan ambulan merupakan pelayanan transportasi pasien
rujukan dengan kondisi tertentu antar fasilitas kesehatan yang disertai
dengan upaya atau kegiatan untuk menjaga kestabilan kondisi pasien
untuk kepentingan keselamatan pasien.
1) Landasan hukum pelaksanaan layanan ambulan :
a. Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 Pasal 20 :
Manfaat non medis meliputi Manfaat akomodasi dan ambulans.
Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas
Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS
Kesehatan.
b. Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 Tahun 2013 Pasal 29
Pelayanan Ambulan merupakan pelayanan transportasi pasien rujukan
dengan kondisi tertentu antar Fasilitas Kesehatan disertai dengan upaya
atau kegiatan menjaga kestabilan kondisi pasien untuk kepentingan
keselamatan pasien. Pelayanan Ambulan hanya dijamin bila rujukan
dilakukan pada Fasilitas Kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS
atau pada kasus gawat darurat dari Fasilitas Kesehatan yang tidak
bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dengan tujuan penyelamatan
nyawa pasien.
35
2) Sasaran pelayanan ambulans
Peserta BPJS Kesehatan yang memenuhi kriteria untuk mendapatkan
fasilitas pelayanan ambulan.
3) Ketentuan pelayanan ambulans
1. Pelayanan ambulan diberikan kepada peserta BPJS dalam kondisi
tertentu berdasarkan rekomendasi medis dari dokter yang merawat.
2. Diberikan pada transportasi darat dan air bagi pasien dengan kondisi
tertentu antar fasilitas kesehatan sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan.
3. Yang dimaksud dengan kondisi tertentu pada poin “2” di atas adalah :
a. Kondisi pasien sesuai indikasi medis berdasarkan rekomendasi
medis dari dokter yang merawat.
b. Kondisi kelas perawatan sesuai hak peserta penuh dan pasien sudah
dirawat paling sedikit selama 3 hari di kelas satu tingkat di atas
haknya.
c. Pasien rujuk balik rawat inap yang masih memerlukan pelayanan
rawat inap di faskes tujuan. Contoh : Pasien kanker rawat inap
dengan terapi paliatif di RS tipe A dirujuk balik ke RS tipe di
bawahnya untuk mendapatkan rawat inap paliatif (bukan rawat
jalan).
4. Pelayanan ambulan hanya diberikan untuk rujukan antar Faskes :
a. Antar faskes tingkat pertama.
b. Dari faskes tingkat pertama ke faskes rujukan.
c. Antar faskes rujukan sekunder.
d. Dari faskes sekunder ke faskes tersier.
e. Antar faskes tersier.
f. Dan rujukan balik ke faskes dengan tipe di bawahnya.
5. Faskes perujuk adalah:
a. Faskes tingkat pertama atau Faskes rujukan tingkat lanjutan yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
b. Faskes tingkat pertama atau Faskes rujukan tingkat lanjutan yang
tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan khusus untuk kasus
36
gawat darurat yang keadaan gawat daruratnya telah teratasi dan
pasien dalam kondisi dapat dipindahkan.
6. Faskes Penerima Rujukan adalah Faskes tingkat pertama atau faskes
tingkat lanjutan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
4) Penyelenggara Pelayanan Ambulan
BPJS Kesehatan melakukan kerjasama dengan fasilitas kesehatan dalam
penyediaan ambulan baik fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun
fasilitas kesehatan tingkat lanjutan.
1. Fasilitas Kesehatan dapat menggunakan ambulan milik sendiri atau
membuat jejaring dengan pihak ketiga penyelenggara pelayanan
ambulan. Pihak ketiga, antara lain:
a. Pemda atau Dinas Kesehatan Propinsi yang mempunyai ambulan.
b. Ambulan 118.
c. Yayasan penyedia layanan ambulan.
2. Kerjasama dengan pemberi pelayanan ambulan dilakukan melalui
perjanjian kerjasama antara BPJS Kesehatan Kantor Cabang dengan
fasilitas kesehatan, bukan antara BPJS Kesehatan Kantor Cabang
dengan pihak ketiga penyelenggara ambulan.
5) Penatalaksanan Pelayanan Ambulan
1. Pelayanan Ambulan hanya dijamin bila rujukan dilakukan pada faskes
yang bekerjasama dengan BPJS kecuali untuk Faskes yang tidak
bekerja sama dengan BPJS Kesehatan yang mengevakuasi kasus gawat
darurat yang sudah teratasi keadaan kegawatdaruratannya dan pasien
dalam kondisi dapat dipindahkan.
2. Pelayanan Ambulan yang tidak dijamin adalah pelayanan yang tidak
sesuai ketentuan di atas, termasuk:
a. Jemput pasien selain dari Faskes (rumah, jalan, lokasi lain)
b. Mengantar pasien ke selain Faskes
c. Rujukan parsial (antar jemput pasien atau spesimen dalam rangka
mendapatkan pemeriksaan penunjang atau tindakan, yang
merupakan rangkaian perawatan pasien di salah satu Faskes).
d. Ambulan/mobil jenazah
37
e. Pasien rujuk balik rawat jalan.
3. Penggantian biaya pelayanan ambulan sesuai dengan standar biaya
ambulan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.
4. Dalam hal belum terdapat tarif dasar ambulans yang ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah, maka tarif mengacu kepada tarif yang berlaku di
Kabupaten/Kota yang kondisi geografisnya relatif sama dalam satu
wilayah Provinsi
38
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Kasus
Nn.A (25 tahun) mengalami kecelekaan lalu lintas saat hendak berangkat
kerja. Saat itu Nn.A mengendarai motor melewati lampu merah di
perempatan dari arah selatan ke utara, tiba-tiba dari arah barat muncul tangki
dengan kecepatan tinggi melaju dan belum sempat injak rem akhirnya
menabrak motor Nn.A. Motor beserta pengendara terseret sejauh 10 meter.
Kaki kanan Nn.A sempat ditindih oleh ban tangki. Banyak darah yang keluar
dari kaki kanan dan tampak tulang femur terpisah dari fragmennya. Kondisi
Nn.A tidak sadarkan diri ditempat kejadian. Nn.A kemudian langsung dibawa
ke UGD rumah sakit terdekat. Kondisi Nn.A setibanya di rumah sakit
didapatkan data RR : 30 x/menit, TD : 140/90 mmHg, N : 130 x/menit, suhu
37,5oCakral dingin dan basah, CRT 3 detik, pucat pada wajah, GCS 111, luka
lecet tersebar luas di muka, tangan, dan punggung. Hasil pemeriksaan gas
darah menunjukkanpH 7,10; BE -1; HCO3 22, PaO2 45 mmHg, PaCO2 50
mmHg, pemeriksaan darah lengkap dihasilkan leukosit 7.000, trombosit
100.000, Hb 10, albumin 4, BUN 45 & Cr serum 3.
3.2 Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas Klien
Nama : Nn.A
Umur : 25 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa / suku : Indonesia / Jawa
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Swasta
Status Perkawinan : lajang
39
Alamat : Jl. Anggrek, Surabaya
No. RM : 690415
b. Keluhan Utama
Klien tidak sadarkan diri dan terbaring lemas
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Nn.A mengalami kecelakaan lalu lintas saat akan menuju ke kantor
tempat kerjanya dengan mengendarai motor. Nn.A ditabrak oleh tangki
pembawa BBM. Motor beserta pengendara terseret sejauh 10 meter. Kaki
kanan Nn.A sempat ditindih oleh ban tangki. Banyak darah yang keluar
dari kaki kanan dan tampak tulang femur terpisah dari fragmennya.
Kondisi Nn.A tidak sadarkan diri ditempat kejadian lalu segera dibawa
ke UGD.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien tidak memiliki riwayat penyakit
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah dari klien menderita hipertensi dan punya riwayat stroke ringan,
sedangkan ibunya menderita diabetes tipe 2.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Primary Survey
1) Airway
L = Look/Pergerakan dada simetris, adanya penggunaan otot bantu pernafasan
L = Listen/Bernapas dengan cepat
F = Feel/ Aliran udara (hembusan) terasa lemah
2) Breathing
RR 30x/menit
3) Circulation
TD: 140/90, Suhu: 37,5,RR: 30 x/mnt, Nadi 130 x/mnt regular, CRT 3 detik,
akral dingin dan basah, wajah pucat.
4) Disability
A (Allert) :Klien tidak sadar
Total Skor GCS dari klien adalah 3
E1 – tidak ada respon
M1 – Tidak ada respon
40
V1– Tidak ada respon
5) Exposure of extermitas
Luka lecet tersebar luas di muka, tangan, dan punggung. OF femur
dextra.
b. Secondary survey
A : Klien tidak memiliki riwayat Alergi
M : Klien tidak mengkonsumsi obat-obatan
P : Klien tidak pernah menderita penyakit sebelumnya.
L :Sebelum kejadian, sempat sarapan bubur ayam dan tidak mengkonsumsi
obat-obatan. Saat ini klien sedang menstruasi hari ke 4.
E : Klien akan berangkat ke kantor tempat kerjanya dan mengalami
kecelakaan saat melewati lampu merah perempatan jalan.
c. Pemeriksaan Review of System (ROS)
a) B1 (breathing) : RR 30x/menit, tidak ada tanda sesak, pergerakan dada
simetris, adanya penggunaan otot bantu pernafasan
b) B2 (blood) : TD: 140/90, Suhu: 37,5, RR: 30 x/mnt, Nadi 130 x/mnt
regular, CRT 3 detik, akral dingin dan basah, wajah pucat, klien menstruasi
hari ke-4.
c) B3 (brain) : Penurunan kesadaran, GCS 3.
d) B4 (bladder) : Perut simetris, tidak ada jejas, warna urine kuning,
keluaran urin sedikit 200cc/8 jam
e) B5 (bowel) : bising usus +, tidak ada benjolan, perabaan massa tidak
ada, asites ( - ).
f) B6 (bone) : Luka lecet tersebar luas di muka, tangan, dan
punggung OF femur dextra.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. BGA menunjukkan pH 7,10; BE -1; HCO3 22, PaO2 45 mmHg, PaCO2
50 mmHg
b. Pemeriksaan darah lengkap dihasilkan leukosit 7.000, trombosit 100.000,
Hb 10, albumin 4, BUN 45 & Cr serum 3.
41
3.3 Analisis Data
42
↓
Gangguan metabolisme
↓
Produksi asam laktat meningkat
↓
Edema serebral
↓
Resiko ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral
4. DS:- Kerusakan fragmen tulang Kerusakan
DO: Tampak tulang femur ↓ mobilitas fisik
terpisah dari fragmennya (OF Pergeseran tulang
femur dextra) ↓
Deformitas
↓
Ekstremitas tidak dapat
berfungsi dengan baik
↓
Kerusakan mobilitas fisik
5. DS:- Open fraktur tulang femur Resiko infeksi
DO:Luka lecet tersebar luas di ↓
43
3.5 Rencana Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola napas b/ddepresi pusat pernafasan
NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan Respiratory monitoring (3350)
keperawatan selama 1x24 jam 1. Monitor frekuensi, ritme, dan kedalaman
klien menunjukkan pola napas nafas pasien
adekuat dengan kriteria hasil: 2. Catat pergerakan dada, keasimetrisan
Respiratory status: ventilation dada, penggunaan otot bantu nafas
(0403) 3. Monitor saturasi oksigen
1. Ritme pernapasan: 5 4. Pertahankan jalan napas paten
2. RR: 5 5. Posisikan klien untuk memaksimalkan
3. Suara perkusi: 5 ventilasi yaitu semifowler450
4. Volume tidal: 5 6. Auskultasi suara nafas, catat adanya
5. Penggunaan otot bantu nafas: suara tambahan
5 7. Kolaborasi pemberian oksigenasi simple
6. Pursed lip breathing: 5 mask
7. Retraksi dada: 5 8. Monitor RR, status O2, dan vital sign
Vital sign status () 9. Observasi adanya tanda-tanda
Tanda-tanda vital dalam batas hipoventilasi
normal (RR 16-20x/menit, TD 10. Informasikan pada klien dan keluarga
100-139/60-89 mmHg, T 36,5- tentang teknik relaksasi untuk
37,5 C, N 80-100x/menit memperbaiki pola napas
44
terhadap oksigenasi
45
9. Catat secara akurat intake dan output
10. Monitor membrane mukosa dan turgor kulit,
serta rasa haus
11. Monitor warna dan jumlah urin
46
3. Kaji CRT
4. Monitoring TTV secara berkala (4 jam
sekali)
5. Periksa adanya edema perifer atau
pitting edema
6. Monitoring tanda dan gejala gangguan
perfusi jaringan perifer dengan
mengecek JVP; kaji status perfusi
7. Auskultasi suara napas
47
posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan
48
1. Dapat mengidentifikasi faktor 3. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
risiko infeksi: 5 tangan
2. Mempertahankan kebersihan 4. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
sekitar: 5 tindakan perawatan
3. Mempraktikkan strategi 5. Gunakan baju, sarung tangan sebagai
kontrol risiko: 5 alat pelindung
4. Mencari pelayanan pada 6. Pertahankan lingkungan aseptik selama
petugas kesehatan terkait pemasangan alat
risiko yang dirasakan: 5 7. Monitor tanda dan gejala infeksi
Knowledge: Infection sistemik dan lokal
management (1842) 8. Monitor hitung granulosit, WBC
1. Mengetahui pentingnya 9. Monitor kerentanan terhadap infeksi
kepatuhan dalam regimen 10. Instruksikan pasien untuk minum
pengobatan: 4 antibiotik sesuai resep
2. Mengetahui tanda dan gejala 11. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
infeksi: 3 gejala infeksi
3. Menjaga kebersihan tangan: 5 12. Ajarkan cara menghindari infeksi
4. Mempraktikkan cara 13. Dorong masukkan nutrisi yang cukup.
pengurangan transmisi Infection protection (6550)
mikroorganisme: 4 1. Pantau tanda tanda dan gejala infeksi
sistemik dan local
2. Monitor kerentanan terhadap infeksi
3. Lakukan tindakan pencegahan
neutropenia
4. Isolasi semua pengunjung untuk penyakit
menular
5. Pertahankan asepsis untuk pasien
berisiko
6. Periksa kondisi setiap sayatan bedah atau
luka
7. Pantau perubahan tingkat energi atau
malaise
49
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kecelakaan adalah serangkaian peristiwa dari kejadian-kejadian yang
tidak terduga sebelumnya, dan selalu mengakibatkan kerusakan pada benda,
luka, atau kematian. Secara umum ada tiga faktor utama penyebab
kecelakaan; Faktor Pengemudi (Road User), Faktor Kendaraan (Vehicle),
Faktor Lingkungan Jalan (Road Environment). Kecelakaan yang terjadi pada
umumnya tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja, melainkan hasil
interaksi antar faktor lain. Tindakan kedaruratan yang dapat dilakukan ketika
terjadi kecelakaan yaitu melakukan pengecekan ABC (Airway, Breathing,
Circulation). Selain melakukan ABC hal penting lainnya yaitumengevakuasi
korban ke rumah sakit terdekat untuk dilakukan tindakan lebih lanjut.
4.2 Saran
Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang nantinya
menjadi seorang perawat professional agar dapat lebih terampil ketika
menemukan pasien yang mengalami kecelakaan dan dapat melakukan
pertolongan segera. Mahasiswa dapat melakukan tindakan-tindakan
emergency untuk melakukan pertolongan segera kepada pasien yang
mengalami kecelakaan lalu lintas.
50
DAFTAR PUSTAKA
51
Kementrian Perhubungan RI Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Direktorat
Keselamatan Transportasi Darat. 2013. Petunjuk Teknis Pemilihan Awak
Kendaraan Umum Teladan Tingkat Nasional 2013 diunduh di
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&
cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjKk4v38OnLAhWDCI4KHa1ADaIQFggc
MAA&url=http%3A%2F%2Fhubdat.dephub.go.id%2Fspesialkonten%2Fdo
kumen-publikasi%2Fumum%2F1458-petunjuk-teknis-pemilihan-awak
kendaraan-umum-teladan-tingkat-nasional-tahun
2013%2Fdownload&usg=AFQjCNE87D531lZylQulaHIqwb0u2fMekw&si
g2=AcAONiJFu9RhFGAz954k3A
Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
NANDA. (2014). Nursing Diagnosis: definitions and Classification 2015-2017.
Tenth Edition. NANDA International
Nurachmah, Elly., Sudarsono, Ratna. 2000. Buku Saku Prosedur Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Primary Trauma Care. (online), http://www.primarytraumacare.org/wp
content/uploads/2011/09/PTC_INDO.pdf. Diakses pada 01 April 2016
pukul 19.00 WIB.
Ropper AH, et al. 2009. Craniocerebral trauma. Adams and Victor’s Principles of
Neurology 9th edition. New York: McGraw-Hill Companies
Ropper AH, Samuels MA. 2009. Diseases of the Spinal Cord 9th edition. Adams
and Victor’s Principles of Neurology. New York: McGraw-Hill
Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Sarah Edisi IV. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Senapathi, Tjokorda dkk.2015. Medical Evacuation (Medivac). (online),
http://fk.unud.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/Medical-Evacuation-
2015.pdf. Diakses tanggal 01 April 2016 pukul 17.30 WIB
Sheerin F. 2005. Spinal Cord Injury : Causation and Pathophysiology. Emerg
Nurse Publishing
Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta: EGC
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan
52
WHO, 1984, Road traffic accidents in developing countries: report of a WHO
meeting, World Health Organization (WHO), Geneva, Switzerland.
WHO, 2007.World Report on Road Traffic Injury Prevention.Peden et al, World
Health Organization, Geneva, Switzerland
53