Anda di halaman 1dari 17

PERANAN AQIDAH DALAM KEDOKTERAN ISLAM

OLEH:

ARIF RASYIDI KURNIAWAN (1810311012)


AZHARI BAYU ANGGARA (1810311050)
ILHAM ARIEF FADHILLAH (1810313046)
IMAM MUNADI (1810312002)
MUHAMMAD ZIKRO (1810312020)
RAFIF MOHAMMAD IRSYAD (1810313044)
SUKMA DWIPAYANA SARWODI (1810312012)

DALAM RANGKA MENGIKUTI PERKULIAHAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

UNIVERSITAS ANDALAS

2018
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup
untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan
syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Agama dengan judul
“Peranan Aqidah dalam Kedokteran Islam”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Demikian, dan apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada Dosen
Agama kami Bapak Syar’i yang telah membimbing kami.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.


DAFTAR ISI
Kata Pengantar...........................................................................................................................1

Daftar Isi.....................................................................................................................................2

Aqidah secara Umum.................................................................................................................3

Urgensi dan Peranan Aqidah dalam kehidupan.........................................................................4

Fungsi Aqidah dalam Kehidupan...............................................................................................5

Peranan Aqidah dalam Kedokteran Islam.................................................................................6

Kesimpulan.................................................................................................................................7

Daftar Pustaka............................................................................................................................8
PENDAHULUAN

Akidah merupakan pokok dari ajaran islam. Setiap rasul memiliki tugas untuk
menyampaikan, menegakkan, dan mendidik umatnya diatas pondasi akidah ini. Karena orang
yang memiliki akidah yang benar tidak akan terbelenggu dengan keyakinan-keyakinan yang
menghalangi kemajuan berpikir dan semangat untuk berbuat amal shaleh. Aqidah yang kuat
akan merasuk dalam sanubari, kemudian menghasilkan buah cinta, yang akhirnya akan
menjadikan rasa cemas dan harap serta tunduk kepada sang khalik Allah azza wa jalla, dan
terbentuk ikatan hati yang kuat antar sesama muslim.

Peranan ilmu akidah yang sangat penting tersebutlah yang menjadikan ilmu ini wajib
dipelajari, dipahami, dan diamalkan dalam segala aspek kehidupan. Bahkan ada sebuah
perkataan yang berbunyi “awwaluddin ma’rifatullah”, yang artinya hal pertama yang harus
dipelajari oleh seseorang berkaitan dengan agama adalah mengenal Allah. Karena mengenal
Allah merupakan bagian dari ilmu aqidah, maka ilmu akidah adalah ilmu pertama yang harus
dipelajari oleh seorang muslim.

Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang pengertian dan urgensi serta peranan
aqidah dalam kehidupan sehari hari. Makalah ini juga akan membahas tentang peranan
aqidah dala kedokteran islam.
PENGERTIAN AQIDAH SECARA UMUM

Kata aqidah berasal dari salah satu kata dalam bahasa Arab yaitu ‘aqad, yang artinya
ikatan. Berdasarkan ahli bahasa, pengertian aqidah adalah sesuatu yang dengannya diikatnya
hati dan perasaan manusia atau yang dijadikan agama oleh manusia dan dijadikan pegangan.
Sehingga pengertian akidah/aqidah ini dapat diibaratkan sebagai perjanjian yang kokoh yang
tertanam jauh di dalam lubuh hati sanubari manusia. Pengertian aqidah merupakan suatu
bentuk pengakuan ataupun persaksian secara sadar mengenai keyakinan, keimanan, dan
kepercayaan bahwa ada suatu zat yang Esa yang Maha Kuasa, yang kepada-Nya bergantung
segala sesuatu (Surah Al-Ikhlash:1-4).

Singkatnya aspek akidah adalah aspek yang berhubungan dengan masalah masalah
keimanan dan dasar dasar agama (ushuluddin). Oleh karena itu, seringkali kata “aqidah” serta
kata “iman” digunakan secara bergantian. Pengertian aqidah diarahkan kepada memberikan
visi dan makna bagi eksistensi kehidupan manusia di muka Bumi. Aqidah inilah yang
memberikan jawaban atas pertanyaan terhadap hakikat kehidupan dan pertanyaan yang lain
tentang makna kehidupan dan alasan dibaliknya. Oleh karena itu, aqidah adalah ruh bagi
setiap orang, yang apabila dipegang teguh akan memberikan kehidupan baik dan
menggembirakan orang yang memegang teguhnya. Hal sebaliknya pun akan terjadi bagi
mereka yang tidak memiliki aqidah dalam hidup.

Dalam intisari aqidah ahlussunnah dijelaskan bahwa aqidah diambil dari kata dasar al-
‘aqdu yaitu ar-rabth (ikatan), al-ibraam (pengesahan), al-ihkaam(penguatan), at-tawatstsuq
(menjadi kokoh, kuat) dan seterusnya… Dalam buku aqidah tersebut diterangkan bahwa
pengertian aqidah (akidah) adalah ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang
mengambil keputusan. Selain itu, pengertian aqidah dalam agama artinya berhubungan
dengan keyakinan, bukan perbuatan seperti aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya para
Rasul.

Dalam buku tersebut diterangkan bahwa singkatnya pengertian aqidah adalah apa
yang telah menjadi ketetapan hati seseorang. Baik benar dan salah. Ditambahkan bahwa
pengertian aqidah secara istilah bahwa aqidah adalah perkara yang wajib dibenarkan oleh hati
dan jiwa menjadi tenteram karenanya sehingga menjadi suatu keyakinan yang teguh dan
kokoh, yang tidak tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.

Ditambahkan dalam buku aqidah tersebut bahwa pengertian Aqidah islam adalah
keimanan yang pasti dan teguh dengan Rububiyyah Allah Ta’ala, Uluhiyyah-Nya, asma’ dan
sifat sifat-Nya, para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari kiamat, pada
takdir baik maupun buruk. Selain dari itu, aqidah islam juga beriman dengan semua yang
berhubungan dengan urusan gaib, pokok-pokok agama, dan apa yang telah disepakati oleh
Salafush Shalih dengan ketundukan yang bulat kepada Allah Ta’ala baik dalam perintah-Nya,
hukum-Nya, ataupun ketaatan kepada-Nya, serta meneladani Rasulullah.

Pengertian aqidah Islam – Ditambahkan dalam buku tersebut tentang pengertian aqidah oleh
Sayyidul Hasan Al-Banna bahwa “Aqai’id adalah bentuk jamak dari aqidah yang merupakan
beberapa perkaya yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketenteraman
jiwa yang tidak tercampur sedikit dengan keraguan-raguan. Ditambahkan pula tentang
pengertian aqidah oleh Abu Bakar Jabir al-Jazairy bahwa pengertian aqidah adalah sejumlah
kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal manusia, wahyu
dan fitrah.
URGENSI DAN PERANAN AQIDAH DALAM KEHIDUPAN

Pembenahan aqidah merupakan asas dasar Dienul Islam. Tidaklah berlebihan sebab
syahadat Laa Ilaaha Illallah Muhammadur Rasulullah merupakan rukun Islam yang pertama.
Dan para rasul pertama kali menyeru kaumnya untuk membenahi aqidah mereka. Sebab
aqidah merupakan dasar pondasi seluruh amal ibadah dan perbuatan yang dilakukan. Tanpa
pembenahan aqidah amal menjadi tiada berguna.

Allah Subhnahahu wa Ta’ala berfirman yang artinya:

“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang

telah mereka kerjakan” [Al-An’am/6 : 88]

Yaitu akan hapuslah seluruh amalan mereka. Dalam ayat lain Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman yang artinya:

“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah

mengharamkan kepadanya Surga, dan tempatnya ialah Neraka, tidaklah ada bagi orang-orang
zhalim itu seorang penolongpun” [Al-Maidah/5 : 72]

Dalam ayat lain Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya:

“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) sebelummu : “Jika

kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapus amalmu dan tentulah kamu termasuk
orang-orang yang merugi” [Az-Zumar/39 : 65]

Dari ayat-ayat diatas dan beberapa ayat lainnya jelaslah bahwa urgensi aqidah
merupakan prioritas yang utama dan pertama dalam dakwah. Seruan dakwah pertama kali
adalah kepada pembenahan aqidah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bermukim di
kota Mekkah setelah diangkat menjadi rasul selama tiga belas tahun menyeru umat manusia
kepada pembenahan aqidah, yakni kepada tauhid. Tidaklah diturunkan kewajiban-kewajiban
ibadah kecuali setelah beliau hijrah ke Madinah. Memang benar, ibadah shalat diwajibkan
ketika beliau berada di Makkah sebelum hijrah, akan tetapi bukankah syariat-syariat lainnya
diwajibkan atas beliau setelah hijrah ke Madinah ? Hal itu menunjukkan bahwa amal ibadah
itu baru dituntut setelah pembenahan aqidah.
Orang yang mengatakan “cukuplah nilai keimanan tanpa memperhatikan perlu ambil
peduli masalah aqidah” justru bertentangan dengan nilai keimanan itu sendiri. Sebab
keimanan itu akan sempurna dengan memiliki aqidah yang benar dan lurus. Adapun jika
aqidah belum benar, maka tidak akan ada tersisa iman dan nilai agama sedikitpun.
FUNGSI AQIDAH DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

Sesuai dengan fungsinya sebagai dasar agama, maka keberadaan aqidah Islam sangat
menentukan bagi seorang muslim, sebab dalam sistem teologi agama ini diyakini bahwa
sikap, perbuatan dan, perubahan yang terjadi dalam perilaku dan aktivitas seseorang sangat
dipengaruhi oleh system teologi atau aqidah yang dianutnya. Untuk itu signifikansi akidah
dalam kehidupan seseorang muslim dapat dilihat paling tidak dalam empat hal, yaitu:

1. Sebagai landasan/Pondasi seluruh ajaran Islam. Di atas keyakinan dasar inilah


dibangun ajaran Islam lainya, yaitu syari’ah (hukum islam) dan akhlaq (moral Islam).
Oleh karena itu, pengamalan ajaran Islam lainya seperti shalat, puasa, haji, etika Islam
(akhlak) dan seterusnya, dapat diamalkan di atas bagunan keyakinan dasar tersebut.
Tanpa keyakinan dasar, pengamalan ajaran agama tidak akan memiliki makna apa-
apa.

2. Untuk membentuk kesalehan seseorang di dunia, sebagai modal awal mencapai


kebahagiaan di akhirat. Hal ini secara fungsional terwujud dengan adanya keyakinan
terhadap kehidupan kelak di hari kemudian dan setiap orang
mempertanggungjawabkan perbuatanya di dunia.

3. Untuk menyelamatkan seseorang dari keyakinan-keyakinan yang menyimpang,


seperti bid’ah, khurafat, dan penyelewengan-penyelewengan lainya.

4. Untuk menetapkan seseorang sebagai muslim atau non muslim. Begitu pentingnya
kajian akidah islam hingga bidang ini telah menjadi perbincangan serius di kalangan
para ahli sejak zaman awal Islam sampai hari ini, termasuk di Indonesia. Di dalam
apresiasinya, kajian mengenai bidang ini melahirkan beberapa aliran, seperti Suni [
Maturidiyah, Asy’ariyah,-Ahlussunnah wal Jama’ah ]
Murjiah,Muktazilah,Wahabiyah, Syiah, Khawarij, Qadariyah, Jabbariyah dan lain-
lain.
Peranan Aqidah Dalam Kedokteran Islam

A.Sehat dan Sakit

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang
yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna
lillahi wa inna ilaihi raaji’uun”. Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna
dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk” (Al
Qur-an Surat Al Baqarah : 155 – 157)

“Sesungguhnya pahala yang besr didapatkan melalui cobaan yang besar. Kalau Allah
mencintai seseorang, pasti Allah akan memberikan cobaan kepadanya. Barangsiapa yang
ridha menerima cobaannya, maka ia aman menerima keridhaan Allah. Dan barang siapa yang
kecewa menerimanya, niscaya ia akan menerima kemurkaan Allah”. (Hadits Riwayat At-
Tirmizi)

Sehat dan sakit merupakan fitrah yang silih berganti dialami setiap insan selama menjalani
kehidupan di dunia. Kedua kondisi ini menyimpan hikmah dan kebaikan yang besar tatkala
kita menghadapi dan menjaninya sesuai tuntunan Islam. Karena itu kita senantiasa menyikapi
sehat dan sakit dengan selalu mengharapkan kebaikan kepada Allah Ta’ala.
Ketika sehat, kita manfaatkan semaksimal mungkin untuk melakukan aktivitas yang baik
untuk diri, keluarga dan umat dengan dasar nilai-nilai ibadah. Disamping itu kita juga selalu
berupaya menjaga kesehatan jasmani dan rohani sesuai tuntunan Al Qur-an dan Hadits.
Karena muslim dan muslimah dituntut untuk memperhatikan kesehatannya guna
menghindarkan riri dari kondisi lemah dan tak berdaya.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam sebagai manusia yang paling sehat telah
memberikan teladan yang luar biasa dalam usaha-usaha memlihara kesehatan jasamani dan
rohani. Rasulullah adalah teladan yang paling baik dan sempurna dalam shalat, berzdikir,
puasa, kepemimpinan, pola makan-minum dan istirahat. Sebagai manusia yang paling dekat
kepada Allah Ta’ala, Rasulullah memiliki keimanan yang paling unggul dan hal itu sangat
berpengaruh besar pada kepribadiannya yang utama.

“Ada dua kenikmatan yang sering terlupakan oleh banyak orang; nikmat sehat dan nikmat
waktu luang” (Hadits Riwayat Bukhari)

Selain itu Rasulullah adalah manusia yang paling sempurna seluruh rangkaian ibadahnya,
paling gigih Jihad Fi Sabilillah sekaligus sebagai suami yang paling baik dan romantis. Hal
ini membuktikan bahwa beliau adalah insan yang paling kuat dan sehat jasmani dan rohani.
Karena untuk mengakkan ibadah harus didasari ketaatan, kekuatan jasmani dan rohani yang
mendapatkan rahmat dan hidayah dari Allah Ta’ala.

“Tidak ada ‘bencana’ yang lebih buruk yang diisi oleh manusia daripada perutnya sendiri.
Cukuplah seseorang itu mengkonsumsi beberapa suap makanan yang dapat menegakkan
tulang punggungnya. Kalau terpaksa, maka ia bisa mengisi sepertiga dengan makanan, dan
sepertiga dengan minuman, dan sepertiga sisanya untuk nafasnya”. (Hadits Riwayat At-
Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim)”
Ulama kedokteran Islam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam kitab Ath-Thibbun Nabawi
menjelaskan dalam usaha meraih kesehatan adal tiga hal yang perlu diperhatikan dan
dilakukan yang merawat kesehatan, meningkatkan antibody dan pengobatan secara Islami.
Menyikapi Sakit

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula)
kami menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu…(Al Qur-an Surat Al Baqarah : 216)

“Setiap muslim yang terkena musibah penyakit atau yang lainnya, pasti akan Allah hapuskan
berbagai kesalahannya, seperti sebuah pohon meruntuhkan daun-daunnya” (Hadits Riwayat
Muslim)

Dalam menyikapi sakit kita harus yakin dan senantiasa melihatkan Allah Ta’ala Yang Maha
Penyembuh, dengan keyakinan dan kebenaran bahwa dibalik rasa sakit terdapat segudang
hikmah dan kebaikan.

“Dan apabila aku sakit, maka Dia (Allah) akan memberikan kesembuhan” (Al Qur-an Surat
Asy Syu’ara: 80)

“Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, melainkan Dia menurunkan obatnya” (Hadits
Riawayat Bukhari dan Muslim)

Pada rukun iman yang intinya adalah keyakinan dan kepercayaan, sangat berperan dalam
kesehatan mental spiritual dengan nilai-nilai positif, seperti rasa percaya diri, optimis,
semangat, berfikir positif dan tidak sombong. Dengan sifat-sifat tersebut. maka akan
menjadikan sehat secara mental dan menghindarkan atau mencegah dari penyakit gangguan
kejiwaan.

Dalam rukun Islam berupa syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji, terdapat ranah kesehatan
yang komprehensif, mencakup sehat secara jasmani, rohani, sosial dan ekonomi. Demikian
juga pada ajaran akhlak dan adab serta tentang tharah/bersuci, apabila dipraktekkan dengan
sungguh-sungguh atau dengan benar maka akan dapat mewujudkan pada upaya kesehatan
secara jasmani, rohani, sosial dan ekonomi.

Dari berbagai literatur yang menulis tentang keterkaitan antara ibadah dengan kesehatan,
maka dapat digambarkan hubungan dan peran agama dalam bermacam bentuk manifestasinya
baik kesalihan individu maupun sosial, perpaduan dimensi teologis, ritualitas, spiritualitas,
intelektualitas, dan sosial ajaran Islam33 terhadap kesehatan secara komprehensif
(fisik/jasmani, mental/spiritual, sosial dan ekonomi34 sebagai berikut: Ibadah merupakan
fitrah manusia dan hakikat dari keberadaan dan inti keberagamaan. Dibalik berbagai ajaran
dalam Islam tentang tharah, shalat, puasa zakat dan haji terdapat rahasia besar. Berwudhu dan
mandi adalah untuk penyucian diri dari najis dan hadas. Najis dan hadas menghalangi untuk
dekat dengan Tuhan. Penyucian diri bisa dipandang sebagai penyucian lahir dan bathin atau
menghindarkan diri dari maksiat, perbuatan buruk dan akhlak tercela serta kotoran jiwa.

Dalam Q.S AlMuddatstsir [74]: 5-6, Allah mengisyaratkan, “Dan pakaianmu bersihkanlah,
dan perbuatan dosa tinggalkanlah.”.

Rahasia dibalik shalat diantaranya sebagai penolong dan penyejuk hati, meraih kebahagiaan,
kesejahteraan dan kedamaian. Dalam ibadah puasa dimaknai sebagai kewajiban dan
kebutuhan serta adanya makna spiritual, bekerja dan bersedekah. Makna zakat diantaranya
adalah makna spiritual, menebarkan kasih dan cinta Ilahi serta kebahagiaan. Ibadah haji
dimaknai sebagai ziarah ruhani, lambah keikhlasan, lambah cinta, ketegaran dan kepasrahan,
kesetaraan, perjuangan melawan musuh kebenaran dan miniatur gerak alam semesta
Pendalaman makna ibadah tersebut secara luas memperlihatkan adanya hubungan dan peran
agama dalam seluruh dimensi kesehatan secara fisik, mental, sosial dan ekonomi. Dimensi-
dimensi dalam gerak langkah, perkataan dan perbuatan serta ibadah sebagaimana
dicontohkan Rasulullah sangat banyak merefleksikan dalam tinjauan dan nilai-nilai
kesehatan. Ibadah dengan doorprize kesehatan, orientasi pada hidup alami dan proporsional,
tinjauan fisik pada jejak kehidupan Rasulullah, nikmat kesehatan, kesehatan dalam perspektif
Islam, kebersihan dan budaya hidup bersih, makanan sehat dan segar, ibadah puasa yang
menyehatkan, dimensi gerak dalam ibadah, tidur dan istirahat, jiwa yang sehat dan gaya
hidup aktif serta adanya ‘kepasrahan” menunjukkan secara jelas keteladanan gaya hidup
sehat Nabi Muhammad SAW. Dengan kata lain adalah adanya hubungan dan peran sangat
kuat Islam dengan kesehatan dalam seluruh dimensinya. Ibadah sebagai manifestasi ajaran
Islam, secara agama berarti ketundukan atau penghambaan diri kepada Allah, Tuhan Yang
Maha Esa. Ibadah meliputi semua bentuk kegiatan manusia di dunia ini, yang dilakukan
dengan niat mengabdi dan menghamba hanya kepada Allah. Dalam konteks ini ibadah
semata-mata atau lebih kepada kepatuhan hamba kepada Tuhan, tanpa berharap apapun selain
ridho-Nya. Artinya ibadah tidak dilihat untuk tujuan mengharapkan sesuatu, termasuk
hubungannya dengan pahala dan sorga, apalagi manfaat kesehatan. Namun, dalam sudut
pandang yang lain tentunya tidak ada salahnya mengaitkan makna ibadah dalam
hubungannya dengan manfaat yang bisa diperoleh, termasuk manfaat kesehatan baik ditinjau
secara ilmiah ataupun berdasarkan testomini atau bukti-bukti, logika-logika dan tinjauan
filosofis. Ajaran Islam dapat dikatakan sebagai inspirasi perilaku untuk hidup sehat. Secara
substansi bisa dilihat berbagai keilmuan di bidang kesehatan. Misalnya, macam-macam
penyakit menurut Al-Qur’an yang meliputi kesehatan jasmani dan kesehatan jiwa (mental),
pendidikan Rasulullah tentang perilaku hidup sehat (kebersihan dan kesehatan pribadi,
memelihara kesehatan pribadi), dimensi kesehatan dalam ajaran Islam (hubungan bersuci dan
kesehatan, shalat dan kesehatan, zakat dan kesehatan, puasa dan kesehatan serta haji dan
kesehatan)38.

Dalam uraian tersebut menunjukkan adanya substansi besar tentang kesehatan dalam
pendidikan agama terutama di bidang aqidah. Dengan kata lain adanya hubungan dan peran
startegis agama dalam upaya kesehatan. Dalam teori umum kesehatan tentang faktor yang
mempengaruhi kesehatan seperti diuraikan di atas, yaitu faktor perilaku, lingkungan,
pelayanan kesehatan dan hereditas (genetik).

Pada dimensi ibadah yang merupakan rukun Islam, yaitu syahadat, shalat, puasa, zakat, dan
haji semuanya merupakan bentuk perilaku. Perilaku ibadah pada dasarnya adalah perwujudan
dari sehat secara spiritual yang artinya bahwa sesoarang yang beribadah dengan baik dan
benar sesuai dengan tuntunan, dapat dipastikan bahwa yang bersangkutan dalam kondisi
sehat secara mental dan spiritual. Adanya kasus-kasus bahwa seseorang telah melaksanakan
ibadah, namun masih mengalami gangguan jiwa, seperti depresi atau gangguan kesehatan
jiwa lainnya, tentunya hal ini memunculkan pertanyaan sejauhmana tingkat kualitas dalam
beribadah. Demikian juga pada sehat secara jasmani yang dipengaruhi oleh banyak faktor.
Dengan melakukan prinsip-prinsip dalam ajaran Islam, khususnya cara hidup yang Islami
diharapkan kesehatan dalam berbagai dimensinya menunjukkan kondisi kesehatan yang
optimal.

ISLAM DAN PELAYANAN KESEHATAN

Pelayanan kesehatan dalam Islam hendaklah memenuhi keriteria sebagai berikut :


1. Profesionalisme

Menurut Islam pelayanan kesehatan tidak boleh dilakukan oleh orang yang bukan ahli atau
bukan profesinya. Islam mengancam dengan hukuman berat kepada orang yang membuka
praktek pengobatan tanpa ada ijasah. Rasulullah SAW. Bersabda : “Barang siapa menjadi
tabib (dokter) tetapi ia tidak pernah belajar ilmu kedokteran sebelumnya maka ia akan
menanggung risikonya” (ditakhrij Abu Daud dan Nasa’i)
Apa yang diungkapkan dalam hadis di atas merupakan apa yang oleh masyarakat kita
sekarang disebut dengan syahadah (ijasah) kedokteran, artinya jika seseorang mengobati
pasien sedang ia tidak memahami ilmu kedokteran maka ia harus menanggung di depan
Undang-Undang atas kesalahan pengobatan yang dilakukannya.

2. Pertanggungjawaban
Hadis di atas juga memberikan pengertian lain yang tidak kalah pentingya dengan diktum
pertama, yaitu pertanggungjawaban terhadap kesalahan pelayanan pengobatan.
Undang-Undang juga melindungi kesalahan dokter jika kesalahan itu tidak terbukti ada unsur
kesengajaannya atau keteledorannya. Hadis di atas hanya membatasi pertanggungjawaban
atas orang yang melakukan praktek tanpa izin praktek sebelumnya.

3. Setiap penyakit ada obatnya


Apabila ada penyakit yang hingga sekarang belum bisa disembuhkan oleh ilmu medis, oleh
karena memang keterbatasan ilmu kita. Oleh karena itu Islam menganjurkan agar kita
senantiasa berupaya melakukan penelitian sehingga menemukan obat yang dapat
menyembuhkannya. Rasulullah SAW. Bersabda: “Sesungungnya Allah tidak menurunkan
penyakit melainkan menurunkan obatnya. Maka jika didapatkan obat maka sembuhlah ia
dengan izni Allah”.

4. Spesialisasi
Islam mendorong spesialisasi (keahlian khusus) dalam pelayanan kesehatan. Hal ini
dimaksudkan agar setiap dokter benar-benar ahli dalam bidang yang ditekuninya. Itulah
sebabnya maka setiap kali Rasulullah melihat beberapa dokter yang merawat pasien beliau
bertanya: “Siapakah di antara kalian yang lebih menguasai spesialisasi tentang penyakit ini”.
Apabila beliau melihat seorang di antara mereka yang lebih mengetahui (ahli), maka beliau
mendahulukan di antara yang lainnya.

5. Tidak mengobati sebelum meneliti secara cermat


Dilarang mengobati sebelum meneliti pasien dengan tepat sehingga akan tahu jenis penyakit
dan sebab-sebabnya. Syabardal, seorang tabib Bani Najran datang kepada Rasulullah SAW.
Berkata: “Demi Bapakku, engkau dan ibuku, wahai Rasulullah, sesungguhnya aku ini adalah
seorang dokter dan tukan tenung kaumku pada masa jahiliyah, apa yang baik bagiku”. Maka
Rasulullah SAW bersabda: “janganlah kamu mengobati seseorang sehingga kamu yakin
benar penyakitnya.

Akidah dalam profesi dokter muslim

Sebagai seorang dokter muslim, nilai-nilai akidah harus dapat diimplementasikan


dalam segala aspek yang berkaitan dengan profesi tersebut.

Diantara contoh aplikasi akidah dalam profesi dokter muslim adalah sebagai berikut.

1.Memahami dan berpegang teguh pada akidah dalam setiap hal yang dilakukan, agar dapat
menjalankan dua fungsi manusia yaitu khalifah dan ibadah.
2.Memahami tujuan dan prinsip agama islam, serta mengaplikasikan ilmu tersebut dalam
menghadapi masalah yang dialami dalam berprofesi sebagai dokter muslim.
3.Selalu berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam mengambil keputusan.
4.Menggunakan etika kedokteran yang sesuai dengan akidah dan ajaran islam.
5.Mengaitkan kaidah-kaidah fikhiyyah dalam melakukan prosedur klinik ataupun
laboratorium.
6.Melakukan pencegahan penyakit, merawat orang yang sakit, dan mengikuti segala
pendidikan kesehatan dengan niat untuk ibadah kepada Allah.
7. Bekerja dengan profesional dan saling menghargai dan bekerjasama antar profesi
sejawat dalam melakukan tindakan medis.
8. Mengakui bahwa keberhasilan dan kegagalan yang didapat oleh dokter muslim setelah
usaha yang maksimal dan tawakal yang benar adalah berasal dari Allah semata.
KESIMPULAN

Ilmu akidah merupakan ilmu yang sangat penting bagi seseorang. Karena akidah
merupakan dasar dan landasan bagi seorang muslim. Tanpa akidah seseorang tidak bisa
dikatakan beriman atau yakin kepada Allah S.W.T. “Awwaluddin ma’rifatullah” hal yang
pertama bagi keberagamaan seseorang adalah mengenal Allah. Hal inilah yang menjadi
tujuan dari ilmu akidah yaitu untuk mengenalkan kepada manusia tentang tuhan mereka.

Sebagai seorang dokter yang beragama islam, ilmu akidah sangat diperlukan dalam
menjalankan profesinya. Karena dengan ilmu akidah ini seorang dokter dapat meyakini
bahwa yang menyembuhkan atau memperparah penyakitnya bukalah dia tetapi Allah.
Dengan demikian, seorang dokter muslim tidak akan berbangga diri karena keberhasilannya,
dan tidak akan merasa bersalah yang berlebihan terhadap kegagalannya, karena ia telah
menyadari bahwa yang memegang peranan penting dalam kesembuhan seorang pasien adalah
Allah semata. Oleh karena itu, akidah penting untuk memupuk keimanan tersebut, dan untuk
melatih diri dalam hal bertawakkal kepada Allah untuk menerima takdir yang ada, setelah
melakukan ikhtiar yang maksimal dengan menggunakan potensi-potensi yang telah
dianugerahkan tuhan kepada manusia.
DAFTAR PUSTAKA
 Al Quran
 Achmad Ghalib. Study Islam: Belajar Memahami Agama, Al-Qur’an, Hadist &
Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Faza Media; 2005.
 Ramli, Med Ahmad, Peraturan-Peraturan Untuk Memelihara Kesehatan Dalam
Hukum Syara’ Islam, Jakarta: Balai Pustaka, 1968

Anda mungkin juga menyukai