SKENARIO 4
PENATALAKSANAAN GANGGUAN/ KELAINAN TMJ
Dosen pembimbing :
drg. Dwi Merry Ch. R., M.Kes.
Oleh :
Kelompok Tutorial G
1. Samahi Arrahma (161610101061)
2. Novia Dwi Yanti (161610101062)
3. Ulfa Mayasari (161610101063)
4. Dina Zakiyatul Ummah (161610101064)
5. Shobrina Wahyuni (161610101065)
6. Lutfi Meiga Sari (161610101066)
7. Qonita Nafilah Febi (161610101067)
8. Dhesyarmani Putri R. (161610101068)
9. Khoirul Amalia (161610101069)
10. Innanisa Nur Azmi H. (161610101070)
Anggota :
1. Samahi Arrahma (161610101061)
2. Novia Dwi Yanti (161610101062)
3. Ulfa Mayasari (161610101063)
4. Dina Zakiyatul Ummah (161610101064)
5. Lutfi Meiga Sari (161610101066)
6. Qonita Nafilah Febi (161610101067)
7. Dhesyarmani Putri R. (161610101068)
8. Innanisa Nur Azmi H. (161610101070)
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas laporan tutorial dengan judul
PENATALAKSANAAN GANGGUAN/ KELAINAN TMJ. Laporan ini
disusun untuk memenuhi hasil diskusi tutorial kelompok G pada skenario keempat
Blok Perawatan Penyakit dan Kelainan Gigi.
Penulisan laporan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena
itu penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. drg. Dwi Merry Ch. R., M.Kes., selaku tutor yang telah membimbing
jalannya diskusi tutorial kelompok G, dan telah memberi masukan yang
membantu bagi pengembangan ilmu yang telah didapatkan.
2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.
Dalam penyusunan laporan ini tidak lepas dari kekurangan dan kesalahan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk
perbaikan–perbaikan demi kesempurnaan laporan ini dan masa mendatang.
Semoga laporan ini dapat berguna bagi kita semua.
Tim Penyusun
3
DAFTAR ISI
4
SKENARIO 4
Pasien laki-laki usia 65 tahun datang ke RSGM UNEJ dengan keluhan rahang
tidak bisa dipakai untuk menutup mulut. Istri penderita menceritakan bahwa
kejadian ini berlangsung sejak pagi hari saat penderita baru bangun tidur dan
menguap. Kesulitan membuka mulut penderita sebenarnya sering terjadi dan
berulang terutama saat membuka mulut terlalu lebar maupun tertawa.
Pemeriksaan klinis terlihat mulut terbuka dengan jarak antar insisal 1 cm,
maloklusi bilateral, tidak bisa menutup mulut, palpasi di periaurikula kanan dan
kiri sakit serta ada spasme otot.
5
STEP 1
KLARIFIKASI ISTILAH
STEP 2
RUMUSAN MASALAH
6
1. Apa etiologi dari TMD?
4. Apa yang menyebabkan spasme otot dan palpasi pada preaurikular terasa
sakit?
8. Apa dampak TMD pada rongga mulut dan bagian tubuh yang lain?
STEP 3
BRAINSTORMING
7
1. Apa etiologi dari TMD?
a. Predisposisi
b. Inisiasi
c. Perpituasi
8
3. Apa saja gejala klinis pada pasien TMD?
a. Sistem otot
Rasa sakit pada jaringan otot atau disfungsi pada jaringan otot
c. Gigi geligi
4. Apa yang menyebabkan spasme otot dan palpasi pada preaurikular terasa
sakit?
9
Spasme otot (M.masseter) pada skenario merupakan suatu akibat dari
dislokasi (kelainan yang dialami pada skenario), sehingga pada saat
dilakukan palpasi mengalami rasa sakit. Adanya vasokontriksi,
menyebabkan kekurangan suplai darah dan bisa terjadi pelepasan zat-zat
bradikinin atau prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri.
a. Anamnesa
b. Ekstraoral
Palpasi: Perabaan
c. Intraoral
Malposisi gigi
a. Fisioterapi
10
- Otot pasif
- Latihan postural
b. Terapi oklusi
Diberi alat lepasan yang dibuat dari akrilik yang ditempatkan pada
oklusal atau insisial pada gigi geligi dalam lengkung rahang.
c. Konservatif
d. Stabilisasi splint
e. Botox
8. Apa dampak TMD pada rongga mulut dan bagian tubuh yang lain?
b. Gangguan bicara
11
d. Nyeri kepala (pusing), leher, dada
12
STEP 4
MAPING
ETIOLOGI
TEMPORO MANDIBULAR
DISORDER (TMD)
KOMUNIKASI INFORMASI
KLASIFIKASI PENATALAKSANAAN DAN EDUKASI (KIE)
13
STEP 5
LEARNING OBJECTIVE
14
STEP 7
REPORTING GENERALISATION
a. Initiating factor
Merupakan faktor yang menyebabkan timbulnya kelainan tersebut.
Diantaranya (Chisnoiu et al, 2015) :
Maloklusi
Merupakan faktor yang paling sering meyebabkan kelainan
TMJ. Beberapa penelitian mengatakan bahwa ada beberapa
maloklusi yang menunjukkan korelasi terhadap munculnya
kelainan TMJ ; 1. Posterior cross-bite, 2. Overjet/overbite lebih
dari 5 mm, 3. Relasi sentries/ maksimum intercuspal sliding
lebih dari 2 mm, 4. Gigitan edge to edge, 5. Hubungan sagital
klas III, 6. Anterior open bite.
Perawatan orthodontic
Bruxism
Makrotrauma dan mikrotrauma
Makrotrauma , merupakan trauma yang disebabkan oleh gaya
yang dating tiba0tiba dan menyebabkan perubahan structural,
contohnya : kecelakaan yang mengenai rahang, Iatrogenik,
open mouth trauma, da close mouth trauma.
Mikrotrauma, merupakan trauma yang disebabkan oleh gaya
yang lebih ringan yang terjadi terus menerus atau berulang
pada struktur sendi sehingga dalam jangka waktu panjang
dapat menyebabkan timbulnya perubahan yang bersifat adaptif
dan/atau degenerative pada TMJ.
Faktor buruknya kesehatan dan defisiensi nutrisi
Faktor psikologis
Seperti stress, ketegangan mental, kecemasan, atau depresi
dapat menjadi penyebab maupun faktor predisposisi TMJ.
b. Predisposing Factor
Merupakan faktor yang dapat meningkatkan resiko pengebangan
kelainan TMJ. Terdiri dari proses patofisiologis, psikologis atau
structural yang mengubah system pengunyahan dan menyebabkan
peningkatan risiko TMD. Faktor predisposisi lain adalah hormonal,
beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita memiliki resiko 4 kali
lebih besar daripada laki-laki mengalami kejadian TMD. Hal ini terjadi
karena adanya reseptor estrogen pada wanita yang dapat berkontribusi
pada degenerasi homeostasis kartilago dan menginduksi aktivitas
metalloproteinase (MMP) yang dapat menurunkan makromolekul
matriks kartilago pada TMJ (Chisnoiu et al, 2015).
15
c. Perpetuating Factor
Merupakan faktor yang dapat menganggu proses penyembuhan TMD
dan meningkatkan keparahan TMD (Chisnoiu et al, 2015).
Faktor kebiasaan buruk, seperti : bruxism, grinding, clenching.
Faktor social, mempengaruhi respon terhadap rasa sakit.
Faktor emosional, seperti depresi dan kecemasan
Faktor kognitif.
4) Dislokasi
Suatu gangguan yang terjadi karena sendi temporomandibular
terlepasnya kondilus dari posisi normal. Klasifikasi dislokasi TMJ
antara lain (Septadina, 2015):
Dislokasi anterior
16
biasanya tambahan dalam urutan aksi normal otot saat mulut
menutup dari pembukaan ekstrim. Otot masseter dan otot
temporalis mengelevasi mandibula sebelum otot pterygoideus
lateralis rileks sehingga kondilus mandibula ditarik keluar dari fosa
glenoid dan anterior ke puncak tulang. Kekejangan otot masseter,
temporalis dan otot pterygoideus menyebabkan trismus dan
menahan kondilus kembali ke fossa glenoid (Septadina, 2015).
Dislokasi Posterior
Dislokasi superior
Dislokasi lateral
Dislokasi akut
17
Pemanjangan artikular eminensia dapat mencegah
pergeseran kebelakang dalam posisi normal di fossa glenoid, dalam
hal ini, dislokasi kronis berkepanjangan dengan pembentukan
pseudojoint baru dengan berbagai derajat gerakan dan pasien
tersebut memiliki masalah dengan kesulitan dalam menutup mulut
(kunci terbuka) dan maloklusi di mana ada prognatisme mandibula
dengan gigitan anterior (Septadina, 2015).
7) Ankylosis
Penyatuan jaringan fibrous antara kepala kondilus dengan fossa
glenoidelus yang mengalami kekakuan atau keterbatasan membuka mulut,
kondisi tersebut menyebabkan gangguan dalam pengunyahan, berbicara,
estetis, kebersihan mulut, dan psikologis (Balaji. 2013).
8) Disfungsi dan Myofasial
18
Merupakan penyebab paling umum dari nyeri dan terbatasnya
fungsi mastikasi pada pasien. Sumber nyeri dan disfungsinya berasal dari
otot, dengan otot mastikasi mengalami tenderness dan nyeri sebagai hasil
dari fungsi otot yang abnormal atau hiperaktivitas. Fungsi otot abnormal
tersebut seringkali berhubungan dengan clenching atau bruxism
(Septadina, 2015).
Penyebabnya diperkirakan multifaktorial. Namun, yang paling
sering menyebabkan DNM adalah bruxism akibat stress dan cemas,
dengan oklusi sebagai faktor modifikasi atau yang memperburuk. DNM
juga dapat terjadi akibat masalah internal dari sendi, seperti kelainan
pergeseran discus atau penyakit sendi degeneratif (Septadina, 2015).
Pemeriksaan Subjektif
Dalam mendiagnosis pasien diperlukan riwayat yang menyeluruh.
Keluhan utama yang paling sering dirasakan pada penyakit/gangguan
fungsi sendi temporomandibula adalah rasa nyeri dan rasa tidak enak,
yang disertai dengan kliking atau keluhan sendi lainnya (Shepard, M.K.
2013).
- Gejala yang ada. Nyeri, kekakuan, tegangan otot sendi, masala
sendi, kepekaan atau kenyerian geligi, kehebatan gejala nyeri,
lama dan permulaan gejala (Shepard, M.K. 2013).
- Gejala yang Lalu. Apakah penderita menderita gejala yang sama
pada masa lalu; apakah sifat dasarnya sama; apa penyebabnya
(Shepard, M.K. 2013).
- Riwayat sakit gigi terdahulu. Riwayat tatacara perawatan gigi
menyebabkan perubahan oklusi; apakah perubahan tersebut
berkaitan dengan gejala disfungsi; riwayat penyesuaian oklusal
yang dicoba; atau perawatn oklusal lain (Shepard, M.K. 2013).
- Riwayat bruxisme. Apakah hal ini terjadi malam atau siang hari;
apakah bruxissme terdengar oleh istri atau suaminya; berapa lama
penderita menyadari perilaku bruxisme; apa yang disangka
penderita penyebab bruxisme tersebut; apakah penderita
menyadari bahwa keausan geliginya disebabkan oleh bruxisme
(Shepard, M.K. 2013).
Pemeriksaan Objektif
- Inspeksi
Untuk melihat adanya kelainan sendi temporomandibular perlu
diperhatikan gigi, sendi rahang dan otot pada wajah serta kepala dan
wajah.Apakah pasien menggerakan mulutnya dengan nyaman selama
berbicara atau pasien seperti menjaga gerakan dari rahang
19
bawahnya.Terkadang pasien memperlihatkan kebiasaan-kebiasaan
yang tidak baik selama interview seperti bruxism (Shepard, M.K.
2013).
- Palpasi (Shepard, M.K. 2013):
a. Masticatory muscle examination: Pemeriksaan dengan cara
palpasi sisi kanan dan kiri pada dilakukan pada sendi dan otot
pada wajah dan daerah kepala.
b. Temporalis muscle, yang terbagi atas 3 segmen yaitu anterior,
media, dan posterior.
c. Zygomatic arch (arkus zigomatikus).
d. Masseter muscle
e. Digastric muscle
f. Sternocleidomastoid muscle
g. Cervical spine
h. Trapezeus muscle, merupakan Muscular trigger point serta
menjalarkan nyeri ke dasar tengkorang dan bagian temporal
i. Lateral pterygoid muscle
j. Medial pterygoid muscle
k. Coronoid process
l. Muscular Resistance Testing: Tes ini penting dalam membantu
mencari lokasi nyeri dan tes terbagi atas 5, yaitu :
- Resistive opening (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri
pada ruang inferior m.pterigoideus lateral)
- Resistive closing (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri
pada m. temporalis, m. masseter, dan m. pterigoideus
medial)
- Resistive lateral movement (sensitive untuk mendeteksi
rasa nyeri pada m. pterigoideus lateral dan medial yang
kontralateral)
- Resistive protrusion (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri
pada m. pterigoideus lateral)
- Resistive retrusion (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri
pada bagian posterior m. temporalis)
20
c. Menyuruh pasien untuk memutar (rotasi) kepalanya ke setiap sisi,
dimana pasien seharusnya mampu untuk memutar kepala sekitar
80 derajat ke setiap sisi.
d. Menyuruh pasien mengangkat kepala ke atas (ekstensi) dan ke
bawah (fleksi), normalnya pergerakan ini sekitar 60 derajat
e. Menyuruh pasien menekuk kepala kesamping kiri dan kanan,
normalnya pergerakan ini 45 derajat
Auskultasi : Joint sounds
Bunyi sendi TMJ terdiri dari “clicking” dan ‘krepitus’.“Clicking”
adalah bunyi singkat yang terjadi pada saat membuka atau menutup mulut,
bahkan keduanya.“Krepitus” adalah bersifat difus, yang biasanya berupa
suara yang dirasakan menyeluruh pada saat membuka atau menutup mulut
bahkan keduanya.“Krepitus” menandakan perubahan dari kontur tulang
seperti pada osteoartrosis.“Clicking” dapat terjadi pada awal, pertengahan,
dan akhir membuka dan menutup mulut. Bunyi “click” yang terjadi pada
akhir membuka mulut menandakan adanya suatu pergeseran yang berat.
TMJ ‘clicking’ sulit didengar karena bunyinya halus, maka dapat didengar
dengan menggunakan stetoskop (Shepard, M.K. 2013).
Range of motion
Pemeriksaan pergerakan ”Range of Motion” dilakukan dengan
pembukaan mulut secara maksimal, pergerakan dari TMJ normalnya
lembut tanpa bunyi atau nyeri. Mandibular range of motion diukur dengan
(Shepard, M.K. 2013):
a. Maximal interticisal opening (active and passive range of motion)
b. Lateral movement
c. Protrusio movement
Pemeriksaan Penunjang
(Shepard, M.K. 2013)
1) Transcranial radiografi : Menggunakan sinar X, untuk dapat menilai
kelainan, yang harus diperhatikan antara lain:
a. Condyle pada TMJ dan bagian pinggir kortex harus diperhatikan
b. Garis kortex dari fossa glenoid dan sendi harus dilihat.
c. Struktur condyle mulus, rata, dan bulat, pinggiran kortex rata.
d. Persendian tidak terlihat karena bersifat radiolusen.
e. Perubahan patologis yang dapat terlihat pada condyle diantaranya
flattening, lipping.
21
c. Gambar yang kurang tajam. Kelainan yang dapat dilihat antara lain
fraktur, dislokasi, osteoatritis, neoplasma, kelainan pertumbuhan
pada TMJ.
3) CT Scan : Menggunakan sinar X, merupakan pemeriksaan yang
akurat untuk melihat kelainan tulang pada TMJ.
a. Penatalaksanaan Konservatif
1) Terapi fisik
2) Manipulasi
22
Lalu memberikan tekanan / menarik rahang ke arah kaudal
(bawah), baru kemudian ke arah dorsal (belakang) (Prechel
et al, 2018)
2. Wrist-pivot reduction
Metode ini diperkenalkan oleh Lowery et al pada tahun 2004.
Teknik ini melibatkan prosedur berupa:
Operator memegang lateral mandibula dengan kedua ibu
jari,
Menempatkan jari-jari selain ibu jari pada molar inferior,
23
Memberikan kekuatan ke atas pada ibu jari dan tekanan ke
bawah pada jari-jari
Pergelangan tangan kemudian diputar untuk mereposisi
dislokasi rahang.
Kekuatan harus diterapkan secara bilateral untuk
menghindari fraktur mandibula. Awalnya pasien dapat
dianestesi dengan pemberian 20 menit sebelumnya.
(Vincent & Poh, 2017)
4) Mekanis
24
mengubah hubungan oklusal dan menata kembali distribusi gaya-
gaya oklusal (Suhartini. 2011).
5) Gangguan Oklusi
Pengasahan selektif
Pembuatan restorasi/protesa
Perawatan ortodontik
25
Pencabutan gigi
b. Penatalaksanaan Bedah
1) Kondilektomi
2) Eminektomi
3) Menisektomi
4) Artroplasti/Meniskoplasti
5) Autologous/Aloplasti
Meski diagnosis awal oleh dokter gigi umum dan perawatan yang
dilakukan lebih konservatif, diagnostic tertentu perlu dilakukan apabila
tindakan konservatif tidak dapat menangani kelainan TMJ dan dilakukan
oleh spesialis dengan tindakan pembedahan. Jika diperlukan tindakan
konservatif terkadang menggunakan terapi kombinasi (Pedersen, 1996).
26
DAFTAR PUSTAKA
Chisnoiu, A.M., Picos Aline, M., Popa, S., Chisnoiu Petre, D., Lascu, L., Picos,
A., Chisnoiu Radu. (2015). Factors Involved in the Etiology of
Temporomamdibular Disorders-a Literature Review. Clujuc Medical
Journal, 88(4),437-478
Prechel Ulla, Ottl Peter, Ahlers M. Oliver, Neff Andreas. 2018. The Treatment of
Temporomandibular Joint Dislocation A Systematic Review. Germany:
Deutsches Ärzteblatt International | Dtsch Arztebl; 115: 59–64
Septadina Seta Indri. 2015. Prinsip Penatalaksanaan Dislokasi Sendi
Temporomandibular. Bagian Anatomi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Sriwijaya, Palembang: MKS, Th. 47, No. 1
Shepard, M.K. 2013. Orofacial Pain: A Guide for the Headache Physician.
Headache. 54(1): 22-39
Suhartini. 2011. Kelainan pada Temporo Mandibular Joint (TMJ) Vol.8 No.2.
Jember: Stomatognatic (J.K.G Unej)
27