Lapsus Anes
Lapsus Anes
RESUSITASI CAIRAN
OLEH:
Mika Febriza Tendean
C111 13 567
SUPERVISOR PEMBIMBING :
Dr. dr. A. Muh. Takdir Musba, Sp.An-KMN
RESIDEN PEMBIMBING
dr. Abdul Qadir
1
MAKASSAR
2018
HALAMAN PENGESAHAN
Mengetahui,
2
DAFTAR ISI
SAMPUL ............................................................................................... I
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................. II
DAFTAR ISI ......................................................................................... III
STATUS PASIEN ................................................................................ 4
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................... 11
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 12
2.1. Anatomi Cairan Tubuh..................................................................... 12
2.2. Kompisisi Cairan tubuh ................................................................... 14
2.3. Kebutuhan Air dan Elektrolit ........................................................... 15
2.4. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan air ....................................... 16
2.5. Proses Pergerakan Cairan Tubuh ..................................................... 16
2.6. Perubahan Cairan Tubuh .................................................................. 18
2.7. Gangguan Keseimbangan Air dan Elektrolit ................................... 20
2.8. Terapi Cairan .................................................................................... 23
2.9 Pemilihan Cairan ............................................................................... 26
BAB 3. KESIMPULAN ....................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 33
3
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. IPM
Jeniskelamin : Perempuan
Umur : 5 Tahun
Alamat : Papua
MRS : 15 - 8 - 2018
No. RM : 850599
B. ANAMNESIS
Keluhan utama : Muntah
Riwayat Pengobatan
Riwayat mengkonsusmsi Propanolol (-).
4
Riwayat Kebiasaan
konsumsi alkohol (-), merokok (-)
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : GCS 15 (E4M6V5)
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Pernafasan : 24 x/menit
Nadi : 94x/menit, Reguler, Kuat angkat.
Suhu : 36,9 °C
Antropometri
Berat badan : 18 kg
Tinggi badan : 110 cm
IMT : 14,87 kg/m2
Primary Survay
Airway :
Breathing : RR 24 x/menit,
Circulation : Tekanan darah : 90/60 mmHg.
Nadi : 94x/menit. reguler, kuat angkat
Disability: GCS 15 (E4M6V5), pupil bulat isokor diameter pupil kanan
2,5 mm/2,5 mm
Exposure : 36,9 °C
Secondary survey
Regio abdomen :
5
Inspeksi : Datar, Ikut gerak napas
Auskultasi : peristaltik ada
Palpasi : massa tumor (-), nyeri tekan (-), ascites (-)
Perkusi : timpani
Status Lokalis
- Kepala
Normocephal, mesocephal
- Mata :
- THT :
Epistaksis (-), Perdarahan telinga (-), perdarahan gusi (-), faring hiperemis
(-)
- Leher :
6
Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran
- Thorax :
Palpasi
Perkusi :
Auskultasi :
- Jantung :
Perkusi : Pekak
Batas Jantung:
7
Kiri atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Kiri bawah : ICS V linea midclavicularis sinistra
Kanan atas : ICS II linea parasternalis dextra
Kanan bawah : ICS III- IV linea parasternalis dextra
- Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas, tidak tampak massa
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), tidak teraba massa
Hepar tidak teraba pembesaran
Lien tidak teraba pembesaran
Perkusi : Timpani
8
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM
DarahRutin
HCT 38,8 37 – 48 %
Kimia Darah
Fungsi Ginjal
Fungsi Hati
Elektrolit
9
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Natrium 144 136-145 mmol/l
ASSESSMENT :
E. ASSESMENT :
Faringitis Akut
Dehidrasi Ringan Sedang
Hiperkalemia
F. INITIAL MANAGEMENT :
Non Farmakologi :
Jamin intake
Farmakologi :
G. PLANNING
10
BAB 1
PENDAHULUAN
Menjaga agar volume cairan tubuh tetap relatif konstan dan komposisi elektrolit di
dalamnya tetap stabil adalah penting bagi homeostatis. Beberapa masalah klinis timbul
akibat adanya abnormalitas dalam hal tersebut. Untuk bertahan, kita harus menjaga volume
dan komposisi cairan tubuh, baik ekstraseluler (CES) maupun cairan intraseluler (CIS)
dalam batas normal. Gangguan cairan dan elektrolit dapat membawa penderita dalam
kegawatan yang kalau tidak dikelolam secara cepat dan tepat dapat menimbulkan kematian.
Hal tersebut terlihat misalnya pada diare, peritonitis, ileus obstruktif, terbakar, atau pada
pendarahan yang banyak.
Elektrolit merupakan molekul terionisasi yang terdapat di dalam darah, jaringan, dan
sel tubuh. Molekul tersebut, baik yang positif (kation) maupun yang negatif (anion)
menghantarkan arus listrik dan membantu mempertahankan pH dan level asam basa dalam
tubuh. Elektrolit juga memfasilitasi pergerakan cairan antar dan dalam sel melalui suatu
proses yang dikenal sebagai osmosis dan memegang peraran dalam pengaturan fungsi
neuromuskular, endokrin, dan sistem ekskresi.
Jumlah asupan air dan elektrolit melalui makan dan minum akan dikeluarkan dalam
jumlah relatif sama. Ketika terjadi gangguan homeostasis dimana jumlah yang masuk dan
keluar tidak seimbang, harus segera diberikan terapi untuk mengembalikan kesei
11
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
12
Cairan intra seluler merupakan 40% dari TBW. Pada seorang laki- laki dewasa
dengan berat 70 kg berjumlah sekitar 27 liter. Sekitar 2 liter berada dalam sel darah merah
yang berada di dalam intravaskuler. Komposisi CIS dan kandungan airnya bervariasi
menurut fungsi jaringan yang ada. Misalnya, jaringan lemak memiliki jumlah air yang lebih
sedikit dibanding jaringan tubuh lainnya.
Komposisi dari CIS bervariasi menurut fungsi suatu sel. Namun terdapat perbedaan
umum antara CIS dan cairan interstitial. CIS mempunyai kadar Na+, Cl- dan HCO3- yang
lebih rendah dibanding CES dan mengandung lebih banyak ion K+ dan fosfat serta protein
yang merupakan komponen utama intra seluler.
Komposisi CIS ini dipertahankan oleh membran plasma sel dalam keadaan stabil
namun tetap ada pertukaran. Transpor membran terjadi melalui mekanisme pasif seperti
osmosis dan difusi, yang mana tidak membutuhkan energi sebagaimana transport aktif.
Sekitar sepertiga dari TBW merupakan cairan ekstraseluler (CES), yaitu seluruh
cairan di luar sel. Dua kompartemen terbesar dari mairan ekstrasluler adalah cairan
interstisiel, yang merupakan tiga perempat cairan ekstraseluler, dan plasma, yaitu
seperempat cairan ekstraseluler. Plasma adalah bagian darah nonselular dan terus
menerus berhubungan dengan cairan interstisiel melalui celah-celah membran kapiler.
Celah ini bersifat sangat permeabel terhadap hampir semua zat terlarut dalam cairan
ekstraseluler, kecuali protein. Karenanya, cairan ekstraseluler terus bercampur, sehingga
plasma dan interstisiel mempunyai komposisi yang sama kecuali untuk protein, yang
konsentrasinya lebih tinggi pada plasma.
Cairan transeluler merupakan cairan yang disekresikan dalam tubuh terpisah dari
plasma oleh lapisan epithelial serta peranannya tidak terlalu berarti dalam keseimbangan
cairan tubuh, akan tetapi pada beberapa keadaan dimana terjadi pengeluaran jumlah
cairan transeluler secara berlebihan maka akan tetap mempengaruhi keseimbangan cairan
dan elektrolit tubuh. Cairan yang termasuk cairan transseluler yaitu :Cairan serebrospinal,
cairan dalam kelenjar limfe, cairan intra okular, cairan gastrointestinal dan empedu,
cairan pleura, peritoneal, dan perikardial.
Komponen cairan ekstraseluler terbagi menjadi seperti pada tabel berikut:
Komponen CES pada seorang laki-laki dewasa (BB 70 Kg)
13
Cairan Berat badan (%) Volume (%)
Cairan interstitial 15 10,5
Plasma 5 3,5
Cairan Transeluler 1 0,7
Total CES 21 14,7
Berikut ini merupakan bagan perpindahan cairan nterstisiel dan plasma menurut hukum
Starling:
14
Na+ 153 145 10
K+ 4,3 4,1 159
Ca2+ 2,7 2,4 <1
Mg2+ 1,1 1 40
Total 161,1 152,5 209
Anion
Cl- 112 117 3
HCO3- 25,8 27,1 7
Protein 15,1 <0,1 45
Lainnya 8,2 8,4 154
Total 161,1 152,5 209
Orang dewasa:(2)
Pada orang dewasa kebutuhannya yaitu :
Kebutuhan air sebanyak 30 -50 ml/kgBB/hari
Kebutuhan kalium 1-2 mEq/kgBB/hari
Kebutuhan natrium 2-3 mEq/kgBB/hari
15
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Cairan
Yang menyebabkan adanya suatu peningkatan terhadap kebutuhan cairan harian
diantaranya :
Demam ( kebutuhan meningkat 12% setiap 10 C, jika suhu > 370 C )
Hiperventilasi
Suhu lingkungan yang tinggi
Aktivitas yang ekstrim / berlebihan
Setiap kehilangan yang abnormal seperti diare atau poliuria
Yang menyebabkan adanya penurunan terhadap kebutuhan cairan harian
diantaranya yaitu :
Hipotermi ( kebutuhannya menurun 12% setiap 10 C, jika suhu <370 C )
Kelembaban lingkungan yang sangat tinggi
Oliguria atau anuria
Hampir tidak ada aktivitas
Retensi cairan misal gagal jantung
2.5 Proses Pergerakan Cairan Tubuh
Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan
mekanisme transport pasif dan aktif. Mekanisme transport pasif tidak membutuhkan energi
sedangkan mekanisme transport aktif membutuhkan energi. Difusi dan osmosis adalah
mekanisme transport pasif. Sedangkan mekanisme transport aktif berhubungan dengan
pompa Na-K yang memerlukan ATP.
Proses pergerakan cairan tubuh antar kompartemen dapat berlangsung secara :
a. Osmosis
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran semipermeabel
(permeabel selektif dari larutan berkadar lebih rendah menuju larutan berkadar lebih tinggi
hingga kadarnya sama. Membran semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui air
(pelarut), namun tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya protein.1,4
Tekanan osmotik plasma darah ialah 285 ± 5 mOsm/L. Larutan dengan tekanan osmotik
kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,96%, Dekstrosa 5%, Ringer-laktat), lebih rendah
disebut hipotonik (akuades) dan lebih tinggi disebut hipertonik.1
16
b. Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan bergerak dari
konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan hidrostatik pembuluh
darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-pori tersebut. Jadi difusi
tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik.
c. Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transport yang memompa ion natrium
keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion kalium dari luar ke
dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan hiperosmolar di
dalam sel.
Air melintasi membran sel dengan mudah, tetapi zat-zat lain sulit atau diperlukan
proses khusus supaya dapat melintasinya, karena itu komposisi elektrolit di dalam dan di
luar sel berbeda. Cairan intraselular banyak mengandung ion K, ion Mg dan ion fosfat,
sedangkan ekstraselular banyak mengandung ion Na dan ion Cl.
Tekanan osmotik suatu larutan dinyatakan dengan osmol atau miliosmol/liter.
Tekanan osmotik suatu larutan ditentukan oleh banyaknya partikel yang larut dam suatu
larutan. Dengan kata lain, makin banyak partikel yang larut maka makin tinggi tekanan
osmotik yang ditimbulkannya. Jadi, tekanan osmotik ditentukan oleh banyaknya pertikel
yang larut bukan tergantung pada besar molekul yang terlarut. Perbedaan komposisi ion
antara cairan intraseluler dan ekstraseluler dipertahankan oleh dinding yang bersifat
semipermeabel.
Kandungan air dalam tiap organ tidak seragam seperti terlihat pada tabel 3.
Tabel 3. Kandungan air dalam tiap organ
Jaringan Presentasi cairan
Otak 84
Ginjal 83
Otot Lurik 76
Kulit 72
Hati 68
17
Tulang 22
Lemak 10
18
dapat dibagi atas :
1. Dehidrasi ringan (defisit 4%BB)
2. Dehidrasi sedang (defisit 8%BB)
3. Dehidrasi berat (defisit 12%BB)
Tabel 4. Rumatan Cairan menurut rumaus Hollyday-Segar
Berat badan Jumlah cairan
<10 kg 100 ml/kg/hari
11-20 kg 1000 ml + 50 ml/kg/hari untuk setiap kg
di atas 10 kg
>20 kg 1500 ml + 20 ml/kg/hari untuk setiap kg
di atas 20 kg
Cara rehidrasi yaitu hitung cairan dan elektrolit total (rumatan + penggantian defisit)
untuk 24 jam pertama. Berikan separuhnya dalam 8 jam pertama dan selebihnya dalam 16
jam berikutnya.
Kelebihan Volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenic
(pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan NaCl
ataupun pemberian cairan intravena glukosa yang menyebabkan kelebihan air) ataupun
dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan GFR), sirosis, ataupun gagal jantung
kongestif.
2. Perubahan Konsentrasi
Perubahan konsentrasi cairan tubuh dapat berupa hipernatremia atau hiponatremia
maupun hiperkalemia atau hipokalemia.
Rumus untuk menghitung defisit elektrolit :3,4
Defisit natrium (mEq total) = (Na serum yang diinginkan – Na serum sekarang) x
0,6 x BB (kg)
Defisit Kalium (mEq total) = (K serum yang diinginkan [mEq/liter] – K serum yang
diukur) x 0,25 x BB (kg)
Defisit Klorida (mEq total) = (Cl serum yang diinginkan [mEq/liter] – Cl serum yang
19
diukur) x 0,45 x BB (kg)
3. Perubahan komposisi
Perubahan komposisi itu dapat terjadi tersendiri tanpa mempengaruhi osmolaritas
cairan ekstraseluler. Sebagai contoh misalnya kenaikan konsentrasi K dalam darah dari 4
mEq menjadi 8 mEq, tidak akan mempengaruhi osmolaritas cairan ekstraseluler tetapi sudah
cukup mengganggu otot jantung. Demikian pula halnya dengan gangguan ion kalsium,
dimana pada keadaan hipokalsemia kadar Ca kurang dari 8 mEq, sudah akan timbul kelainan
klinik tetapi belum banyak menimbulkan perubahan osmolaritas.
Dehidrasi
Dehidrasi merupakan keadaan dimana kurangnya terjadi kekurangan jumlah cairan
tubuh dari jumlah normal akibat kehilangan, aasupan yang tidak memadai atau kombinasi
keduanya. Menurut jenisnya dehidrasi dibagi atas ;
Dehidrasi hipotonik
Dehidrasi hipertonik
Dehidrasi isotonik
Sedangkan menurut derajat beratnya dehidrasi yang didasarkan pada tanda
interstitial dan tanda intravaskuler yaitu ;
Dehidrasi ringan ( defisit 4% dari BB)
20
Syok ( defisit dari 12% dari BB)
Defisit cairan interstitial dengan gejala sebagai berikut :
Turgor kulit yang jelek
Mata cekung
Ubun-ubun cekung
Vena-vena kolaps
Oliguri
Syok ( renjatan)
1 2 3
Gambaran Klinik
Keadaan umum Baik Lemah/haus Gelisah/renjatan
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Mulut Normal Kering Sangat kering
Pernapasan 20-30 per menit 30-40 per menit 40-60 per menit
Turgor Baik Kurang Jelek
Nadi Kuat / kurang 120-140 Lebih 140
120 per menit per menit per menit
21
Dehidrasi hipotonik ( hiponatremik )
Pada anak yang diare yang banyak minum air atau cairan hipotonik atau diberi infus
glukosa 5%
Dehidrasi hipertonik
Biasa terjadi setelah intake cairan hipertonik ( natrium, laktosa ) selama diare
Haus, irritable
22
kejang, koma, dalam jumlah
kematian pada besar
beberapa kasus
Kalium (3,8-5,1) Hiperkalemia (>8) Aritmia jantung Gagal ginjal,
berat penggunaan
diuretic, asidosis
kronik
Hipokalemia (<2) Kelemahan dan Diit rendah
paralysis otot kalium, diuretic
dan hipersekresi
aldosterone
Kalsium (4,5-5,3) Hiperkalsemia Konfusi, nyeri Hipertiroid,
(>11) otot, aritmia kanker, toksisitas
jantung, batu vit. D. suplemen
ginjal, kalsifikasi kalsium dengan
pada jaringan dosis sangat
lunak berlebih
Hipokalsemia (<4) Spasme otot, Diit jelek, kurang
kejang, kram usus, vitamin D, gagal
denyut jantung ginjal,
yang lemah, hipoparatiroid,
aritmia jantung, hipomagnesemia
osteoporosis
23
intravaskuler dan memperbaiki perfusi jaringan.
Terapi rumatan
Bertujuan untuk memelihara keseimbangan cairan tub uh dan nutrisi yang
diperlukan oleh tubuh
Hal ini digambarkan dalam diagram berikut :
24
Dari Hct
Defisit plasma (ml) = vol.darah normal – (vol.darah normal x nilai Hct awal )
Hct terukur
Sementara kehilangan darah dapat diperkirakan besarnya melalui beberapa kriteria
klinis seperti pada tabel di bawah ini ;
25
2.9 Pemilihan Cairan
Cairan intravena diklasifikasikan menjadi kristaloid dan koloid. Kristaloid
merupakan larutan dimana molekul organik kecil dan inorganik dilarutkan dalam air.
Larutan ini ada yang bersifat isotonik, hipotonik, maupun hipertonik. Cairan kristaloid
memiliki keuntungan antara lain : aman, nontoksik, bebas reaksi, dan murah. Adapun
kerugian dari cairan kristaloid yang hipotonik dan isotonik adalah kemampuannya terbatas
untuk tetap berada dalam ruang intravaskular.
Kristaloid
Cairan kristaloid yang paling banyak digunakan adalah normal saline dan ringer
laktat. Cairan kristaloid memiliki komposisi yang mirip cairan ekstraselular. Karena
perbedaan sifat antara kristaloid dan koloid, dimana kristaloid akan lebih banyak
menyebar ke ruang interstitial dibandingkan dengan koloid maka kristaloid sebaiknya
dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang intersisial.
Penggunaan cairan normal salin dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan
timbulnya asidosis hiperkloremik, sedangkan penggunaan cairan ringer laktat dengan
jumlah besar dapat menyebabkan alkalosis metabolik yang disebabkan adanya
peningkatan produksi bikarbonat akibat metabolisme laktat.
Larutan dekstrose 5% sering digunakan jika pasien memiliki gula darah yang
rendah atau memiliki kadar natrium yang tinggi. Namun penggunaannya untuk resusitasi
dihindarkan karena komplikasi yang diakibatkan antara lain hiperomolalitas-
hiperglikemik, diuresis osmotik, dan asidosis serebral.
D5 ½ NS 5000 77 77 406
26
D5 NS 5000 154 154 561
Koloid
Cairan koloid disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut
“plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat
molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan
agak lama dalam ruang intravaskuler.
Koloid dapat mengembalikan volume plasma secara lebih efektif dan efisien
daripada kristaloid, karena larutan koloid mengekspansikan volume vaskuler dengan lebih
sedikit cairan dari pada larutan kristaloid. Sedangkan larutan kristaloid akan keluar dari
pembuluh darah dan hanya 1/4 bagian tetap tinggal dalam plasma pada akhir infus. Koloid
adalah cairan yang mengandung partikel onkotik dan karenanya menghasilkan tekanan
onkotik. Bila diberikan intravena, sebagian besar akan menetap dalam ruang intravaskular.
Meskipun semua larutan koloid akan mengekspansikan ruang intravaskular, namun
koloid yang mempunyai tekanan onkotik lebih besar daripada plasma akan menarik pula
cairan ke dalam ruang intravaskular. Ini dikenal sebagai ekspander plasma, sebab
mengekspansikan volume plasma lebih dari pada volume yang diberikan.
Albumin
Albumin merupakan larutan koloid murni yang berasal dari plasma manusia.
Albumin dibuat dengan pasteurisasi pada suhu 600C dalam 10 jam untuk meminimalisir
resiko transmisi virus hepatitis B atau C atau pun virus imunodefisiensi. Waktu paruh
albumin dalam plasma adalah sekitar 16 jam, dengan sekitar 90% tetap bertahan dalam
intravascular 2 jam setelah pemberian.
Dekstran
27
Dekstran merupakan semisintetik koloid yang secara komersial dibuat dari sukrose
oleh mesenteroides leukonostok strain B 512 dengan menggunakan enzim dekstran
sukrose. Ini menghasilkan dekstran BM tinggi yang kemudian dilengketkan oleh hidrolisis
asam dan dipisahkan dengan fraksionasi etanol berulang untuk menghasilkan produk akhir
dengan kisaran BM yang relatif sempit. Dekstran untuk pemakaian klinis tersedia dalam
dekstran 70 (BM 70.000) dan dekstran 40 (BM 40.000) dicampur dengan garam faal,
dekstrosa atau Ringer laktat.
Dekstran 70 6 % digunakan pada syok hipovolemik dan untuk profilaksis
tromboembolisme dan mempunyai waktu paruh intravaskular sekitar 6 jam. Pemakaian
dekstran untuk mengganti volume darah atau plasma hendaknya dibatasi sampai 1 liter
(1,5 gr/kgBB) karena risiko terjadi perdarahan abnormal. Batas dosis dekstran yaitu 20
ml/kgBB/hari.
Sekitar 70% dosis dekstran 40 yang diberikan akan dieksresikan ke dalam urine
dalam 24 jam. Molekul- molekul yang lebih besar dieksresikan lewat usus atau dimakan
oleh sel-sel sistem retikoloendotelial. Volume dekstran melebihi 1 L dapat mengganggu
hemostasis. Disfungsi trombosit dan penurunan fibrinogen dan faktor VIII merupakan
alasan timbulnya perdarahan yang meningkat. Reaksi alergi terhadap dekstran telah
dilaporkan, tetapi kekerapan reaksi anafilaktoid mungkin kurang dari 0,02 %. Dekstran 40
hendaknya jangan dipakai pada syok hipovolemik karena dapat menyumbat tubulus ginjal
dan mengakibatkan gagal ginjal akut.
Gelatin
Gelatin dibuat dengan jalan hidrolisis kolagen sapi. Preparat yang umum dipasaran
adalah gelatin yang mengalami suksinasi seperti Gelofusin dengan pelarut NaCL isotonik.
Gelatin dengan ikatan urea-poligelin ( Haemaccel ) dengan pelarut NaCL isotonik dengan
Kalium 5,1 mmol/l dan Ca 6,25 mmol/ L.
Pemberian gelatin agaknya lebih sering menimbulkan reaksi alergik daripada
koloid yang lain. Berkisar dari kemerahan kulit dan pireksia sampai anafilaksis yang
mengancam nyawa. Reaksi-reaksi tersebut berkaitan dengan pelepasan histamine yang
mungkin sebagai akibat efek langsung gelatin pada sel mast.
28
Gelatin tidak menarik air dari ruang ekstravaskular sehingga bukan termasuk
ekspander plasma seperti dekstran. Larutan gelatin terutama diekskresikan lewat ginjal
dalam urin, sementara itu gelatin dapat menghasilkan diuresis yang bagus. Sebagian kecil
dieliminasikan lewat usus. Karena gelatin tidak berpengaruh pada sistem koagulasi, maka
tidak ada pembatasan dosis. Namun, bila terlalu banyak infus, pertimbangkan adanya efek
dilusi. Gelatin dapat diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal bahkan pada
pasien yang menjalani hemodialisis. Indikasi gelatin : Penggantian volume primer pada
hipovolemia, stabilisasi sirkulasi perioperatif. Sedangkan kontraindikasi adalah infark
miokard yang masih baru terjadi, gagal jantung kongestif dan syok normovolemik.
29
Bila problema sirkulasi utama pada syok adalah hipovolemia, maka terapi
hendaknya ditujukan untuk restorasi volume darah dengan cairan resusitasi ideal. Cairan
ideal adalah yang dapat membawa O2. Larutan koloid yang ada terbatas karena
ketidakmampuan membawa O2. Darah lengkap marupakan ekspander volume fisiologis
dan komplit, namun terbatas masa simpan yang tidak lama, fluktuasi dalam
penyimpanannya, risiko kontaminasi viral, reaksi alergi dan mahal.
Biarpun larutan koloid tidak dapat membawa O2, namun sangat bermanfaat karena
mudah tersedia dan risiko infeksi relatif rendah. resusitasi hemodinamik lebih cepat
dilaksanakan dengan koloid karena larutan koloid mengekspansikan volume vaskular
dengan lebih sedikit cairan dari pada larutan kristaloid. Sedangkan larutan kristaloid akan
keluar dari pembuluh darah dan hanya ¼ bagian tetap tinggal dalam plasma pada akhir
infus. Larutan kristaloid juga mengencerkan protein plasma sehingga TOK menurun, yang
memungkinkan filtrasi cairan ke interstisiel. Resusitasi cairan kristaloid dapat pula
berakibat pemberian garam dan air yang berlebihan dengan konsekuensi edema interstitial.
Pada kasus perdarahan yang cukup banyak, tetapi yang tidak memerlukan transfusi, dapat
dipakai koloid dengan waktu paruh yang lama misalnya : Haes steril 6 %.
Bila pasien memerlukan transfusi, selama menunggu darah, kita dapat memberi
koloid dengan BM sekitar 40.000 misalnya : Expafusin, Plasmafusin, Haemaccel,
Gelafundin atau Dextran L. Dengan begitu, manakala darah siap untuk ditransfusikan
sekitar 2 -3 jam kemudian, kita dapat melakukannya langsung, tanpa khawatir terjadi
kelebihan cairan dalam ruang intravaskular.
Tabel 7. Perbandingan Kristaloid dan Koloid
Kristaloid Koloid
30
4. Bebas dari reaksi anafilaktik 5. Insiden edema paru dan/atau
5. Komplikasi minimal edema sistemik lebih rendah
Berikut ini tabel yang menunjukkan pilihan cairan pengganti untuk suatu
kehilangan cairan yaitu ;
Na+ K+
Sal. Cerna atas 110 5-10 NaCl 0,9% (periksa K+ dengan teratur)
31
BAB 3
KESIMPULAN
32
DAFTAR PUSTAKA
33