TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Skizofrenia pertama kali didefinisikan sebagai kesatuan gangguan jiwa oleh
Kraeplin, seorang ahli kejiwaan dari Munich, Italia. Pada masa itu ia
menggolongkannya menjadi satu kesatuan yang disebut demensia prekox. Menurut
Kraeplin, pada gangguan ini terdapat kemunduran intelegensi (demensia) sebelem
waktunya (prekox). Skizofrenia menurut Eugen Bleuler merupakan istilah yang
menandakan adanya perpecahan (schism) antara pikiran, emosi dan perilaku pada
pasien yang terkena. Meyer berpendapat bahwa skizofrenia dan gangguan mental
lainnya adalah reaksi terhadap berbagai stress kehidupan, yang dinamakan sindrom
suatu reaksi skizofrenik (Kaplan dan Saddock, 2015).
Skizofrenia menyerang kurang lebih 1% populasi, biasanya berumur dibawah
usia 25 tahun, berlangsung seumur hidup dan mengenai semua orang dari kelas sosial.
Skizofrenia sendiri mungkin terdiri dari sekumpulan gangguan dengan etiologi yang
heterogen dan mencakup pasien dengan presentasi klinis, respon terhadap terapi, dan
perjalanan penyakit yang bervariasi. Klinisi menyadari bahwa diagnosis skizofrenia
sepenuhnya didasarkan pada riwayat psikiatri dan pemeriksaan status mental, tidak
ada uji laboratorium untuk skizofrenia (Kaplan dan Saddock, 2015).
B. Epidemiologi
Skizofrenia terjadi pada laki-laki dan perempuan secara seimbang. Saat ini
diperkirakan ada 2,2 juta pasien hidup dengan skizofrenia di Amerika Serikat, dan
sekitar 300.000 pasien dirawat di rumah sakit. Penyakit ini biasanya terjadi di usia
produktif yaitu masa remaja akhir atau awal dewasa (18-25 tahun) (Sontheimer,
2015).
Risiko terkena skizofrenia selama hidup seseorang di dunia adalah antara 15
sampai 19 setiap 1.000 penduduk sedangkan point prevalence adalah antara 2
sampai 7 setiap 1.000 penduduk. Insidensi skizofrenia di UK dan US adalah 15
kasus baru per 100.000 penduduk (Sample dan Smyth, 2013).
Penelitian di China menunjukkan bahwa total penderita skizofrenia adalah
0,41% dari total jumlah penduduk. Prevalensi lebih tinggi pada laki-laki dengan usia
muda (18-29 tahun) dan prevalensi lebih tinggi pada wanita dengan usia yang lebih
tua (40 tahun atau lebih) (Tianli et al., 2014).
Gangguan jiwa di Indonesia merupakan penyakit yang merata dan hampir
ada di setiap wilayah. Prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia
adalah 1,7 per mil. Gangguan jiwa berat terbanyak di DI Yogyakarta (2,7 per mil),
Aceh (2,7 per mil), Sulawesi Selatan (2,6 per mil), Bali (2,3 per mil), dan Jawa
Tengah (2,3 per mil) (Kemenkes RI, 2013).
C. Etiologi
Kebanyakan gangguan psikiatrik bersifat multifaktorial dimana terdapat
interaksi antara faktor genetik dan eksternal yang mengakibatkan timbulnya
gangguan. Adapun pada skizofrenia, faktor genetik berperan sekitar 1% pada normal
populasi, meningkat sekitar 5.6% pada riwayat orang tua dengan skizofrenia, berkisar
10.1% pada saudara, dan 12.8% pada anak. Etiologi yang pasti hingga saat ini belum
diketahui. Adanya peran dari faktor internal (genetik, masa kehamilan, dan
biokemikal) serta faktor eksternal (trauma, infeksi, maupun stress) (Jayalangkara,
2016).
Hipotesa klasik yang paling terkenal adalah berdasarkan adanya
ketidakseimbangan neurotransmitter yang terjadi di otak. Hal ini didasarkan pada
(Jayalangkara, 2016):
1. Efek obat antipsikotik yang memiliki kemampuan untuk memblok system
dopaminergik di otak.
2. Obat-obat yang diketahui berperan dalam pelepasan dopamin (metafetamin,
meskalin, LSD) dapat menyebabkan keadaan yang mirip dengan keadaan
skizofrenia.
3. Teori dopamin klasik dari skizofrenia: gejala psikotik berkaitan dengan
hiperaktivitas dari sistem dopaminergic di otak. Hiperaktivitas ini sebagai akibat
dari peningkatan sensitivitas dan densitas dari resepotr dopamin D2 di beberapa
bagian di otak.
Saat ini, teori tersebut telah berkembang meliputi beragam sistem
neurotransmitter yang juga berperan dalam etiologi skizofrenia, diantaranya
neurotransmitter serotonin, norepinefrin, glutamate, dan beberapa sistem peptida.
Sementara faktor psikososial yang dapat berperan diantaranya adanaya ekspresi emosi
yang meluap, stressor dalam kehidupan, kelas ekonomi bawah, serta kurangnya
jaringan sosial. TIpe personaliti juga memiliki peran dimana orang dengan ciri
kepribadian skizoid lebih rentan untuk berkembang menjadi gangguan skizofrenia
(Jayalangkara, 2016).
D. Faktor resiko
Menurut DSM V skizofrenia memiliki faktor resiko dalam terjadinya
skizofrenia itu sendiri, seperti:
1. Lingkungan.
Musim kelahiran telah dikaitkan dengan kejadian skizofrenia, termasuk akhir
musim dingin / awal musim semi di beberapa lokasi dan musim panas untuk
bentuk defisit penyakit. Insiden skizofrenia dan gangguan yang terkait lebih tinggi
pada anak-anak yang tumbuh di lingkungan perkotaan dan pada beberapa
kelompok minoritas.
2. Genetik dan psikologi.
Genetik dan psikologi memiliki kontribusi yang kuat untuk faktor genetik
dalam menentukan risiko skizofrenia, meskipun sebagian besar individu yang
telah didiagnosis dengan skizofrenia tidak memiliki riwayat keluarga psikosis.
Skizofrenia diwariskan oleh spektrum alel risiko skizofrenia yang umum dan
langka, dengan masing-masing alel hanya berkontribusi sebagian kecil terhadap
total populasi varians. Alel risiko yang diidentifikasi hingga saat ini juga terkait
dengan gangguan mental lainnya, termasuk gangguan bipolar, depresi, dan
gangguan spektrum autisme.
3. Komplikasi kehamilan dan kelahiran
Komplikasi kehamilan dan kelahiran dengan hipoksia dan usia ayah yang
lebih tua berhubungan dengan risiko skizofrenia yang lebih tinggi untuk janin
yang sedang berkembang. Selain itu, adanya kesulitan pranatal dan perinatal
lainnya, seperti stres, infeksi, malnutrisi, diabetes ibu, dan kondisi medis lainnya,
telah dikaitkan dengan skizofrenia. Namun, sebagian besar keturunan dengan
faktor-faktor risiko ini tidak menyebabkan skizofrenia.
E. Manifestasi Klinis
Pasien skizofrenia biasanya menunjukkan gejala positif, negatif dan
terdisorganisasi (Lambert dan Naber, 2012) :
1. Gejala positif merujuk pada gejala yang muncul pada proses mental abnormal
yang dapat berupa tambahan gejala atau penyimpangan dari fungsi-fungsi normal.
Gejala positif terdiri dari fenomena yang tidak muncul pada individu sehat antara
lain halusinasi dan delusi/waham (kepercayaan yang tidak sesuai sosiokultural).
2. Gejala negatif merujuk pada hilang atau berkurangnya fungsi mental normal.
Gejala negatif juga dapat diartikan sebagai hilang atau berkurangnya beberapa
fungsi yang ada pada individu sehat antara lain penurunan ketertarikan sosial atau
personal, anhedonia, penumpulan atau ketidaksesuaian emosi, dan penurunan
aktivitas. Orang dengan skizofrenia sering memperlihatkan gejala negatif jauh
sebelum gejala positif muncul.
3. Gejala terdisorganisasi yang terdiri dari pikiran, bicara dan perilaku yang kacau.
F. Pedoman diagnostik
1. Berikut Kriteria Diagnostik Skizofrenia yang lengkap dalam DSM-V:
a. Karakteristik Gejala
Karakteristik Gejala Terdapat 2 atau lebih dari kriteria dibawah ini,
masing - masing terjadi dalam kurun waktu yang signifikan selama 1 bulan
(atau kurang bila telah berhasil diobati). Paling tidak salah satu harus ada
(delusi), (halusinasi), atau (bicara kacau):
1) Delusi/Waham
2) Halusinasi
3) Bicara Kacau (sering melantur atau inkoherensi)
4) Perilaku yang sangat kacau atau katatonik
5) Gejala negatif (ekspresi emosi yang berkurang atau kehilangan
minat)
b. Disfungsi Sosial/Pekerjaan
Selama kurun waktu yang signifikan sejak awitan gangguan, terdapat
satu atau lebih disfungsi pada area fungsi utama; seperti pekerjaan, hubungan
interpersonal, atau perawatan diri, yang berada jauh di bawah tingkat yang
dicapasebelum awitan (atau jika awitan pada masa anak - anak atau remaja,
ada kegagalan untuk mencapai beberapa tingkat pencapaian hubungan
interpersonal, akademik, atau pekerjaan yang diharapkan).
c. Durasi
Tanda kontinu gangguan berlangsung selama setidaknya 6 bulan.
Periode 6 bulan ini harus mencakup setidaknya 1 bulan gejala (atau kurang
bila telah berhasil diobati) yang memenuhi kriteria A (yi. gejala fase aktif)
dan dapat mencakup periode gejala prodromal atau residual. Selama periode
gejala prodromal atau residual ini, tanda gangguan dapat bermanifestasi
sebagai gejala negatif saja atau 2 atau lebih gejala yang terdaftar dalam
kriteria A yang muncul dalam bentuk yang lebih lemah (keyakinan aneh,
pengalaan perseptual yang tidak lazim.
d. Eksklusi gangguan mood dan skizoafektif
Gangguan skizoafektif dan gangguan depresif atau bipolar dengan ciri
psikotik telah disingkirkan baik karena:
1) Tidak ada episode depresif manik, atau campuran mayor yang terjadi
bersamaan dengan gejala fase aktif.
2) Jika episode mood terjadi selama gejala fase aktif durasi totalnya
relatif singkat dibandingkan durasi periode aktif dan residual.
e. Eksklusi kondisi medis umum/zat
Gangguan tersebut tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu
zat (obat yang disalahgunaan, obat medis) atau kondisi medis umum.
f. Hubungan dengan keterlambatan perkembangan global
Jika terdapat riwayat gangguan autistik atau keterlambatan
perkembangan global lainnya, diagnosis tambahan skizofrenia hanya dibuat
bila waham atau halusinasi yang prominen juga terdapat selama setidaknya
satu bulan (atau kurang bila telah berhasil diobati).
2. Klasifikasi Skizofrenia menurut DSM-IV
a. Tipe paranoid (F20.0)
Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria berikut:
1) Preokupasi terhadap satu atau lebih waham atau halusinasi auditorik
yang sering.
2) Tidak ada hal berikut ini yang prominen : bicara kacau, perilaku kacau
atau katatonik, atau afek datar atau tidak sesuai.
b. Tipe hebefrenik (disorganized) (F20.1)
Tipe skizofrenia memenuhi kriteria berikut.
1) Semua hal dibawah ini prominen:
a) bicara kacau
b) perilaku kacau
c) afek datar atau tidak sesuai
2) Tidak memenuhi kriteria katatonik
c. Tipe katatonik (F20.2)
Tipe skizofrenia yang gambaran klinisnya didominasi setidaknya dua hal
berikut.
1) Imobilitas motorik sebagaimana dibuktikan dengan katalepsi (termasuk
fleksibilitas serea) atau stupor.
2) Aktifitas motorik yang berlebihan (yaitu yang tampaknya tidak bertujuan
dan tidak dipengaruhi stimulus eksternal)
3) Negativisme ekstrim (resistensi yang tampaknya tak bermotif terhadap
semua instruksi atau dipertahankanya suatu postur rigid dari usaha
menggerakan) atau mutisme
4) Keanehan gerakan volunter sebagaimana diperlihatkan oleh pembentukan
postur (secara volunter menempatkan diri dalam postur yang tidak sesuai
atau bizar), gerakan stereotipi, manerisme prominen, atau menyeringai
prominen
5) Ekolalia atau ekopraksia
d. Tipe tak terdiferensiasi (F20.3)
Tipe skizofrenia yang gejalanya memenuhi kriteria A, namun tidak
memenuhi kriteria tipe paranoid, hebefrenik atau katatonik.
e. Tipe residual (F20.5)
Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria berikut:
1) Tidak ada waham, halusinasi, bicara kacau yang prominen, serta perilaku
sangat kacau atau katatonik
2) Tedapat bukti kontinu adanya gangguan, sebagaimana diindikasikan oleh
adanya gejala negatif atau dua atau lebih gejala yang tercantum pada
kriteria A untuk skizofrenia, yang tampak dalam bentuk yang lebih lemah
(contoh : keyakinan aneh, pengalaman perseptual tak lazim).
3. Pedoman Diagnostik Skizofrenia Menurut PPDGJ III (Maslim, 2013) :
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
a. “Thought echo“ = isi pikiran dirinyasendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras) , dan isi pikiran ulangan, walaupun isi sama, namun
kualitasnya berbeda; atau
“Thought insertion or withdrawal” = isi pikiran yang asing dari luar masuk
kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu
dari luar dirinya (withdrawal); dan
“Thought broadcasting” = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya;
b. “Delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
“Delusion of influence” = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
“Delusion of passivity” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap suatu kekuatan tertentu dari luar; (tentang “dirinya“ = secara jelas
merujuk ke pergerakan tubuh atau anggota gerak atau ke pikiran, tindakan,
atau penginderaan khusus);
“Delusional perception” = pengalaman inderawi yang tak wajar, yang
bermakna, sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.
c. Halusinasi auditorik:
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku
pasien, atau
- Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara
yang berbicara), atau
- jenis suara halusinasi lain yang berasla dari salah satu bagian tubuh
d. Waham – waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa
(misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk
asing dari dunia lain).
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
a. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide – ide berlebihan (over loaded ideas)
yang menetap, atau yang apabila terjadi setiap hari selama berminggu – minggu
atau berbulan – bulan terus menerus;
b. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation),
yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan atau
neologisme;
c. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme dan stupor;
d. Gejala – gejala “negatif”, seperti sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus
jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi
neuroleptika;
Adanya gejala – gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodormal);
Harus ada suatu perbuatan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan penarikan
diri secara sosial.
4. Sub Tipe Skizofrenia Menurut PPDGJ III (Maslim, 2003) :
F20.0 Skizofrenia Paranoid
a. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
b. Sebagai tambahan :
1) Halusinasi dan/atau waham harus menonjol;
a) Suara – suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah,
atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling),
mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing);
b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain
– lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang
menonjol;
c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (deusion of influence), atau “passivity”
(delusion of passivity), dan keyakinan dikejar – kejar beraneka ragam,
adalah yang paling khas;
2) Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik
secara relatif tidak nyata/tidak menonjol.
Amir, N. 2010. Skizofrenia, dalam Buku Ajakar Psikiatri. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Indonesia.
American Psychiatric Association. 2000. Diagnostic and statistical manual of mental
disorders (DSM-4). American Psychiatric Pub.
American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and statistical manual of mental
disorders (DSM-5). American Psychiatric Pub.
Amir, N. 2017. Skizofrenia dalam Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: FKUI.
Kaplan, H. I., Sadock, B. J., dan Grebb, J. A. 2010. Kaplan dan Sadock: Sinopsis Psikiatri –
Ilmu Pengetahuan Perilaku dan Psikiatri Klinis Bagian Skizoafektif Edisi Kedua, 10:
147-168. Philadelphia: Lippincott Wiliams And Wilkins.
Kaplan, H. I., Sadock, B. J., dan Grebb, J. A. 2015. Kaplan dan Sadock: Sinopsis Psikiatri –
Ilmu Pengetahuan Perilaku dan Psikiatri Klinis Bagian Skizoafektif Edisi Ke sebelas.
Philadelphia: Lippincott Wiliams And Wilkins.