1. PENGERTIAN
Infeksi saluran kemih atau infeksi traktus urinarius adalah infeksi yang disebabkan oleh
mikroorganisme patogenik dalam traktus urinarius, dengan atau tanpa disertai dengan gejala,
(Brunner and Suddarth, Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol. 2, halaman: 1428).
Infeksi saluran kemih atau infeksi traktus urinarius merupakan suatu keadaan dimana terdapat
bakteriuria yaitu mikroorganisme pathogen 105/ml pada urine pancarann tengah yang dikumpulkan
secara benar, (Price and Wilson, Patofisiologi Edisi 6 Vol. 2, halaman: 918).
Jadi infeksi saluran kemih adalah suatu infeksi pada saluran perkemihan yang disebabkan oleh
mikroorganisme pathogen yang ditandai terdapatnya 105/ml bakteri pathogen dalam urine seseorang.
2. ETIOLOGI
a. Faktor Resiko
3) Kateterisasi
b. Faktor Predisposisi
2) Terganggunya glikosaminoglikan
3) Refluks uretrovesikal
4) Refluks ureterovesikal
c. Faktor Presipitasi
1) Hygiene buruk.
2) Cara membasuh alat kelamin yang salah
3. PATOFISIOLOGI
Wanita lebih beresiko dibandingkan dengan pria karena uretra pada wanita lebih pendek dan memiliki
jarak yang dekat dengan anus sehingga bakteri pathogen mudah masuk ke uretra.
Infeksi menular seksual yang biasa menyebabkan ISK adalah infeksi herpes virus genital ditularkan
melalui hubungan seksual selama periode simptomatik maupun asimptomatik saat virus dilepaskan oleh
pasangannya. Pecahnya lesi dapat menyebabkan peradangan meatus dan disuria. Vesikel dapat muncul
pada mukosa uretra. Beberapa genotip HVP telah diketahui dapat meningkatkan resiko keganasan. Kutil
intra uretra dapat menyebabkan sekret uretra, disuria, sekret yang berdarah, atau hematuria. Kutil yang
menyebar intrauretra dapat melibatkan kandung kemih dan ureter.
Diketahui bahwa pemasangan dower kateter merupakan salah satu sarana masuknya agent atau
mikroorganisme pathogen ke dalam tubuh, untuk itu perlu dilakukan penggantian kateter dan
perawatan kateter. Selang kateter bagian luar (yang terhubung dengan kantong urin) dalam keadaan
terbuka dan bersentuhan dengan lingkungan luar. Bakteri pathogen menempel pada selang bagian luar
tersebut dan bakteri pathogen menjadikannya sebagai jembatan masuk ke saluran perkemihan.
Infeksi saluran kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam traktus urinarius.
Mikroorganisme ini masuk melalui : kontak langsung dari tempat infeksi terdekat, hematogen, limfogen.
Ada dua jalur utama terjadinya ISK, asending dan hematogen.
1) Masuknya mikroorganisme dalam kandung kemih, antara lain: factor anatomi dimana pada wanita
memiliki uretra yang lebih pendek daripada laki-laki sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi, factor
tekanan urine saat miksi, kontaminasi fekal, pemasangan alat ke dalam traktus urinarius (pemeriksaan
sistoskopik, pemakaian kateter).
Sering terjadi pada pasien yang system imunnya rendah sehingga mempermudah penyebaran infeksi
secara hematogen Ada beberapa hal yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga
mempermudah penyebaran hematogen, yaitu: adanya bendungan total urine yang mengakibatkan
distensi kandung kemih, bendungan intrarenal akibat jaringan parut, dan lain-lain.
Glikosaminoglikan merupakan anti-lekat bakteri, sehingga bakteri tidak bisa melekat pada dinding-
dinding saluran perkemihan dan kandung kemih. Namun karena glikosaminoglikan terganggu fungsinya
oleh agen tertentu seperti siklamat, asparmat, sakarin, dan metabolit triptopan maka glikosaminoglikan
tidak menjadi anti-lekat yang sempurna.
Refluks uretrovesikal merupakan aliran balik urin dari uretra ke kandung kemih. Ketika mengejan vesika
urinaria akan berkontraksi sehingga mendorong urin menuju uretra, namun ketika selesai mengejan urin
balik dari uretra ke vesika urinaria. Dengan baliknya urin ke vesika urinaria, bakteri yang terdapat pada
anterior uretra masuk ke dalam saluran kencing.
Refluks ureterovesikal merupakan aliran balik urin dari vesika urinaria atau kandung kemih ke ureter.
Hal ini biasanya terjadi akibat kelainan kongenital atau abnormalitas ureteral yaitu rusaknya katup
ureterovesikal, katup yang membatasi ureter dengan vesika urinaria. Rusaknya katup tersebut
mengakibatkan aliran balik urin yang terkontaminasi bakteri pathogen ke ureter.
Obstruksi aliran urin yang terletak disebelah proksimal dari vesika urinaria dapat mengakibatkan
penimbunan cairan bertekanan pada pelvis ginjal dan ureter. Hal ini mengakibatkan atrofi pada
parenkim ginjal (hidronefrosis) yang disebabkan oleh jaringan parut pada vesika urina ginjal dan uretra,
batu ginjal, neoplasma, hipertrofi prostat. Tersumbatnya aliran urin mengakibatkan bakteri pathogen
berkembang biak di dalam saluran kencing sehingga akan menginfeksi seluran kencing tersebut.
Kebersihan alat kelamin yang buruk mengakibatkan area tersebut lembab sehingga bakteri pathogen
berkembang biak disana. Tidak tertutup kemungkinan bakteri akan masuk melalui meatus uretra dan
naik ke saluran kemih bagian atas.
Cara membasuh alat kelamin dan anus yang salah pada saat buang air besar dapat menyebabkan
kontaminasi fekal pada traktus uretra. Mikroorganisme dari anus akan naik ke uretra dan menginfeksi
saluran-saluran urinaria. Cara membasuh yang benar adalah satu arah dari atas ke bawah (dari kelamin
ke anus), bukan dari anus naik ke kelamin atau bukan dengan gerakan naik turun.
Saat seseorang menahan buang air kecil, maka kandung kemih akan melar atau meregang, hal ini akan
membuat pompa di kandung kemih tidak bisa berfungsi dengan baik saat buang air kecil. Sehingga tak
jarang banyak orang yang baru selesai buang air kecil, tak lama kemudian akan timbul kembali rasa ingin
pipis. Urine yang tersisa banyak di kandung kemih membuat saluran tersebut mudah terkena infeksi.
Tapi jika akibat menahan tersebut membuat pompa kandung kemih memberikan tekanan yang tinggi,
maka bisa mengakibatkan kerusakan ginjal.
4. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala pada infeksi saluran kemih sangat bervariasi bahkan tidak menimbukan gejala apapun.
Pada infeksi saluran kemih bagian bawah (sistisis) mencakup:
d. Hematuria
e. Nyeri punggung
i. Demam yang disertai adanya darah dalam urin pada kasus yang parah.
5. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada infeksi saluran kemih antara lain:
c. Sepsis
Komplikasi lain yang mungkin terjadi setelah terjadi ISK yang terjadi jangka panjang adalah terjadinya
renal scar yang berhubungan erat dengan terjadinya hipertensi dan gagal ginjal kronik.
ISK pada kehamilan dengan BAS (Basiluria Asimtomatik) yang tidak diobati akan menyebabkan:
a. Pielonefritis
b. Bayi premature
c. Anemia
d. Pregnancy-induced hypertension
c. Cerebral palsy
d. Fetal death.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang menegakkan diagnosis infeksi saluran
kemih, antara lain :
1) Urinalisis
Untuk pengumpulan spesimen, dapat dipilih pengumpulan urin melalui urin porsi tengah, pungsi
suprapubik, dan kateter uretra. Secara umum, untuk anak laki-laki dan perempuan yang sudah bisa
berkemih sendiri, maka cara pengumpulan spesimen yang dapat dipilih adalah dengan cara urin porsi
tengah.Urin yang dipergunakan adalah urin porsi tengah (midstream). Untuk bayi dan anak kecil,
spesimen didapat dengan memasang kantong steril pada genitalia eksterna. Cara terbaik dalam
pengumpulan spesimen adalah dengan cara pungsi suprapubik, walaupun tingkat kesulitannya paling
tinggi dibanding cara yang lain karena harus dibantu dengan alat USG untuk memvisualisasikan adanya
urine dalam vesica urinaria.
a) Eritrosit
Ditemukannya eritrosit dalam urin (hematuria) dapat merupakan penanda bagi berbagai penyakit
glomeruler maupun non-gromeruler, seperti batu saluran kemih dan infeksi saluran kemih.
b) Piuria
Piuria atau sedimen leukosit dalam urin yang didefinisikan oleh Stamm, bila ditemukan paling sedikit
8000 leukosit per ml urin yang tidak disentrifus atau setara dengan 2-5 leukosit per lapangan pandang
besar pada urin yang di sentrifus. Infeksi saluran kemih dapat dipastikan bila terdapat leukosit sebanyak
> 10 per mikroliter urin atau > 10.000 per ml urin .
(5) Nefrolitiasis
c) Silinder
Silinder dalam urin dapat memiliki arti dalam diagnosis penyakit ginjal, antara lain:
(1) Silinder eritrosit, sangat diagnostik untuk glomerulonefritis atau vaskulitis ginjal.
(2) Silinder leukosit bersama dengan hanya piuria, diagnostik untuk pielonefritis
(3) Silinder epitel, dapat ditemukan pada nekrosis tubuler akut atau pada gromerulonefritis akut
(4) Silinder lemak, merupakan penanda untuk sindroma nefrotik bila ditemukan bersamaan dengan
proteinuria nefrotik.
d) Kristal
e) Bakteri
Bakteri dalam urin yang ditemukan dalam urinalisis tidak identik dengan infeksi saluran kemih, lebih
sering hanya disebabkan oleh kontaminasi.
2) Bakteriologis
a) Mikroskopis, pada pemeriksaan mikroskopis dapat digunakan urin segar tanpa diputar atau
pewarnaan gram. Bakteri dinyatakan positif bila dijumpai satu bakteri lapangan pandang minyak emersi.
b) Biakan bakteri, pembiakan bakteri sedimen urin dimaksudkan untuk memastikan diagnosis ISK yaitu
bila ditemukan bakteri dalam jumlah bermakna, yaitu:
Aspirasi supra pubik > 100 cfu/ml dari 1 atau lebih organisme
patogen
Dalam penelitian Zorc et al. menyatakan bahwa ISK pada anak-anak sudah dapat ditegakkan bila
ditemukan bakteri lebih besar dari 10.000 cfu per ml urin yang diambil melalui kateter. Namun,
Hoberman et al. menyatakan bahwa ditemukannya jumlah koloni bakteri antara 10.000 hingga 49.000
cfu per ml urin masih diragukan, karena kemungkinan terjadi kontaminasi dari luar, sehingga masih
diperlukan biakan ulang, terutama bila anak belum diobati atau tidak menunjukkan adanya gejala ISK.
7. PENATALAKSANAAN
a. Keperawatan
2) Menganjurkan untuk sering minum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas microorganisme yang
mungkin naik ke uretra.
4) Mengajarkan teknik manajemen nyeri distraksi (menonton TV, mengobrol) dan relaksasi (nafas
dalam).
5) Memberikan HE.
b. Medis
Penanganan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang ideal adalah agens antibacterial yang secara efektif
menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal terhadap flora fekal dan vagina.
Infeksi Saluran Kemih ( ISK ) pada usia lanjut dapat dibedakan atas:
a. Pengkajian
Pengkajian focus yang biasa dilakukan untuk mengkaji keluhan pasien dengan ISK antara lain:
a) Bagaimana pola berkemih pasien? untuk mendeteksi faktor predisposisi terjadinya ISK pasien
(dorongan, frekuensi, dan jumlah)
b) Adakah disuria?
c) Adakah urgensi?
e) Adakah hesitancy?
i) Adakah nyesi pangggul atau pinggang-biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas
j) Peningkatan suhu tubuh biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas.
a) Bagaimana perasaan pasien terhadap hasil tindakan dan pengobatan yang telah dilakukan?
b) Adakakan perasaan malu atau takut kekambuhan terhadap penyakitnya?
Analisa Data
Q:
R:
S:
T:
· Pasien me
b. Diagnosa
1) Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis, fisik, zat kimia, dan psikologis.
2) Gangguan eliminasi urinarius berhubungan dengan obstruksi anatomik, infeksi saluran kemih,
penyebab multiple, gangguan sensorik-motorik.
5. membantu mengevaluasi
DO: 5. Catat lokasi, lamanya tempat obstruksi dan penyebab
intensitas skala (1-10) nyeri
penyebaran nyeri.
· Pasien terlihat 6. Pantau haluaran urine
meringis saat buang air terhadap perubahan warna, bau
6. untuk mengidentifikasi
kecil dan pola berkemih, masukan dan
haluaran setiap 8 jam dan pantau indikasi kemajuan atau
· Pemeriksaan PQRST: hasil urinalisis ulang penyimpangan dari hasil yang
diharapkan
P:
Q: Kolaborasi
R: 1. Konsul dokter bila:
sebelumnya kuning gading-urine Kolaborasi
S:
kuning, jingga gelap, berkabut 1. Temuan- temuan ini dapat
T: atau keruh. Plak berkemih memeberi tanda kerusakan
berubah, sering berkemih jaringan lanjut dan perlu
dengan jumlah sedikit, perasaan pemeriksaan luas
ingin kencing, menetes setelah
berkemih. Nyeri menetap atau
bertambah sakit
Kolaborasi :
· Suhu tubuh
4. hidrasi cairan yang cukup
pasien meningkat 38-390C dapat menurunkan suhu tubuh
DO :
· Terdapat lingkar
hitam pada mata
Implementasi merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai
strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan. (Aziz, 2006).
b. Evaluasi
1) Nyeri teratasi
5) Klien mendapat pengetahuan baru dan mengerti tentang penyakit serta pengobatannya
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2008. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 10. Jakarta : EGC
Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6
Volume 2. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Volume 2.
Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria
Hasil NOC. Jakarta: EGC