1,
September 2000 - Pebruari 2001, 17-29
Abstract
Polymerase Chain Reaction (PCR) is an in vitro technique for the ampli-
fication of a specific DNA region without prior transfer into living cells. It
is a powerful technique because a million-fold amplification can be achieved
only in a few hours. For the carrying out of PCR, pair of primers are needed
that flank the DNA region to be amplified. A primer is an oligonucleotide
with a nucleotide sequence complementary to the nucleotide sequence in
the DNA template. This paper will discuss the general principles of PCR,
the detailed procedure for carrying out the PCR and the various factors
affecting the optimal PCR results. This technique was introduced by Kary
Mullis in 1985, for which he obtained the Nobel Prize in 1993.
PENDAHULUAN
Polymerase Chain Reacton (PCR) adalah suatu teknik sintesis dan amplifikasi
DNA secara in vitro. Teknik ini pertama kali dikembangkan oleh Karry Mullis
pada tahun 1985. Teknik PCR dapat digunakan untuk mengamplifikasi segmen
DNA dalam jumlah jutaan kali hanya dalam beberapa jam. Dengan diketemukannya
teknik PCR di samping juga teknik-teknik lain seperti sekuensing DNA, telah
Darmo Handoyo, Ari Rudiretna
PCR adalah suatu teknik yang melibatkan beberapa tahap yang berulang
(siklus) dan pada setiap siklus terjadi duplikasi jumlah target DNA untai
ganda. Untai ganda DNA templat (unamplified DNA) dipisahkan dengan
denaturasi termal dan kemudian didinginkan hingga mencapai suatu suhu
tertentu untuk memberi waktu pada primer menempel (anneal primers) pada
daerah tertentu dari target DNA. Polimerase DNA digunakan untuk memperpanjang
primer (extend primers) dengan adanya dNTPs (dATP, dCTP, dGTP dan
dTTP) dan buffer yang sesuai. Umumnya keadaan ini dilakukan antara 20 –
40 siklus. Target DNA yang diinginkan (short ”target” product) akan meningkat
secara eksponensial setelah siklus keempat dan DNA non-target (long prod-
uct) akan meningkat secara linier seperti tampak pada bagan di atas (Newton
and Graham, 1994).
Jumlah kopi fragmen DNA target (amplicon) yang dihasilkan pada akhir
siklus PCR dapat dihitung secara teoritis menurut rumus:
18
Prinsip Umum dan Pelaksanaan Polymerase Chain Reaction (PCR)
19
Darmo Handoyo, Ari Rudiretna
Y = (2 n – 2n)X
Y : jumlah amplicon
n : jumlah siklus
Jika X = 1 dan jumlah siklus yang digunakan adalah 30, maka jumlah
amplicon yang diperoleh pada akhir proses PCR adalah 1.074 x 10 9. Dari
fenomena ini dapat terlihat bahwa dengan menggunakan teknik PCR dimungkinkan
untuk mendapatkan fragmen DNA yang diinginkan (amplicon) secara eksponensial
dalam waktu relatif singkat.
PELAKSANAAN PCR
1. Templat DNA
Fungsi DNA templat di dalam proses PCR adalah sebagai cetakan untuk
pembentukan molekul DNA baru yang sama. Templat DNA ini dapat berupa
20
Prinsip Umum dan Pelaksanaan Polymerase Chain Reaction (PCR)
DNA kromosom, DNA plasmid ataupun fragmen DNA apapun asal di dalam
DNA templat tersebut mengandung fragmen DNA target yang dituju.
Selain dengan cara lisis, penyiapan DNA templat dapat dilakukan dengan
cara mengisolasi DNA kromosom ataupun DNA plasmid menurut metode
standar yang tergantung dari jenis sampel asal DNA tersebut diisolasi.
Metode isolasi DNA kromosom atau DNA plasmid memerlukan tahapan yang
lebih kompleks dibandingkan dengan penyiapan DNA dengan menggunakan
metode lisis. Prinsip isolasi DNA kromosom atau DNA plasmid adalah pemecahan
dinding sel, yang diikuti dengan pemisahan DNA kromosom / DNA plasmid
21
Darmo Handoyo, Ari Rudiretna
2. Primer
a. Panjang primer
22
Prinsip Umum dan Pelaksanaan Polymerase Chain Reaction (PCR)
b. Komposisi primer.
d. Interaksi primer-prime
23
Darmo Handoyo, Ari Rudiretna
24
Prinsip Umum dan Pelaksanaan Polymerase Chain Reaction (PCR)
OPTIMASI PCR
25
Darmo Handoyo, Ari Rudiretna
3. Suhu
Pemilihan suhu pada proses PCR sangat penting karena suhu merupakan
salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu PCR. Dalam hal ini
suhu berkaitan dengan proses denaturasi DNA templat, annealing dan ekstensi
primer. Suhu denaturasi DNA templat berkisar antara 93 – 95oC, ini semua
tergantung pada panjang DNA templat yang digunakan dan juga pada panjang
fragmen DNA target. Suhu denaturasi yang terlalu tinggi akan menurunkan
aktivitas polimerase DNA yang akan berdampak pada efisiensi PCR. Selain
itu juga dapat merusak DNA templat, sedangkan suhu yang terlalu rendah
dapat menyebabkan proses denaturasi DNA templat tidak sempurna. Pada
umumnya suhu denaturasi yang digunakan adalah 94 oC.
26
Prinsip Umum dan Pelaksanaan Polymerase Chain Reaction (PCR)
proses PCR. Suhu annealing yang digunakan dapat dihitung berdasarkan (Tm
– 5) oC sampai dengan (Tm + 5) oC. Dalam menentukan suhu annealing yang
digunakan perlu diperhatikan adanya mispriming pada daerah target dan non-
target, dan keberhasilan suatu proses PCR akan ditentukan oleh eksperimen.
Proses ekstensi primer pada proses PCR selalu dilakukan pada suhu 72 oC
karena suhu tersebut merupakan suhu optimum polimerase DNA yang biasa
digunakan untuk proses PCR.
4. Buffer PCR
5. Waktu
27
Darmo Handoyo, Ari Rudiretna
Pada setiap melakukan PCR harus dilakukan juga kontrol positif, ini
diperlukan untuk memudahkan pemecahan masalah apabila terjadi hal yang
tidak diinginkan. Selain itu juga harus dilakukan terhadap kontrol negatif
untuk menghindari kesalahan positif semu.
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Bruce, B. (Eds.). 1997. Genome Analysis, a laboratory manual. vol 1 (Ana-
lyzing DNA). USA: Cold Spring Harbor Laboratory Press.
Newton, C.R. and A. Graham. 1994. PCR. UK: Bios Scientific Publisher.
28
Prinsip Umum dan Pelaksanaan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Sambrook, J., E.F. Fritsch and T. Maniatis. 1989. Molecular Cloning. USA:
Cold Spring Harbor Laboratory Press.
29