Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Hospitalisasi
1. Definisi Hospitalisasi
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang memiliki alasan yang
berencana atau darurat sehingga mengharuskan anak untuk tinggal
dirumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya
kembali kerumah (Sartika, 2011). Selama proses tersebut, anak dapat
mengalami berbagai kejadian berupa pengalaman yang sangat
traumatik dan penuh dengan stres saat anak menjalani hospitalisasi
(apriany, 2013). Sedangkan menurut Eni, (2010) hospitalisasi pada
pasien anak dapat menyebabkan stres pada semua tingkat usia.
Penyebab stres dipengaruhi oleh banyak faktor, baik dari petugas
(perawat, dokter, dan tenaga medis lainnya), lingkungan baru, maupun
keluarga yang mendampinginya.

Proses hospitalisasi pada anak dapat menimbulkan perasaan cemas,


marah, sedih, takut, dan rasa bersalah. Hospitalisasi juga memberikan
dampak negatif yaitu memunculkan tantangan-tantangan yang harus
dihadapinya seperti, mengatasi suatu perpisahan dan penyesuaian
dengan lingkungan yang asing baginya. penyesuaian dengan banyak
orang mengurusinya, dan kerap kali berhubungan dan bergaul dengan
anakanak yang sakit serta pengalaman mengikuti terapi yang
menyakitkan (Lumiu, 2013).

2. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Hospitalisasi


Menurut Utami, (2014). Beberapa faktor yang dapat menimbulkan
stres ketika anak menjalani hospitalisasi seperti:
a. Faktor Lingkungan rumah sakit.
Rumah sakit dapat menjadi suatu tempat yang menakutkan dilihat
dari sudut pandang anak-anak. Suasana rumah sakit yang tidak
familiar, wajah-wajah yang asing, berbagai macam bunyi dari
mesin yang digunakan, dan bau yang khas, dapat menimbulkan
kecemasan dan ketakutan baik bagi anak ataupun orang tua.

b. Faktor Berpisah dengan orang yang sangat berarti.


Berpisah dengan suasana rumah sendiri, benda-benda yang familiar
digunakan sehari-hari, juga rutinitas yang biasa dilakukan dan juga
berpisah dengan anggota keluarga.

c. Faktor kurangnya informasi.


Yang didapat anak dan orang tuanya ketika akan menjalani
hospitalisasi. Hal ini dimungkinkan mengingat proses hospitalisasi
merupakan hal yang tidak umum di alami oleh semua orang.
Proses ketika menjalani hospitalisasi juga merupakan hal yang
rumit dengan berbagai prosedur yang dilakukan.

d. Faktor kehilangan kebebasan dan kemandirian.


Aturan ataupun rutinitas rumah sakit, prosedur medis yang dijalani
seperti tirah baring, pemasangan infus dan lain sebagainya sangat
mengganggu kebebasan dan kemandirian anak yang sedang dalam
taraf perkembangan.

e. Faktor pengalaman yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan.


Semakin sering seorang anak berhubungan dengan rumah sakit,
maka semakin kecil bentuk kecemasan atau malah sebaliknya.

f. Faktor perilaku atau interaksi dengan petugas rumah sakit.


Khususnya perawat; mengingat anak masih memiliki keterbatasan
dalam perkembangan kognitif, bahasa dan komunikasi. Perawat
juga merasakan hal yang sama ketika berkomunikasi, berinteraksi
dengan pasien anak yang menjadi sebuah tantangan, dan
dibutuhkan sensitifitas yang tinggi serta lebih kompleks
dibandingkan dengan pasien dewasa. Selain itu berkomunikasi
dengan anak juga sangat dipengaruhi oleh usia anak, kemampuan
kognitif, tingkah laku, kondisi fisik dan psikologis tahapan
penyakit dan respon pengobatan.

3. Stresor dan Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi


Hospitalisasi merupakan suatu keadaan krisis pada anak, saat anak
sakit dan dirawat di rumah sakit. Keadaaan ini terjadi karena anak
berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan baru yaitu rumah sakit,
sehingga kondisi tersebut menjadi faktor stresor bagi anak baik
terhadap anak maupun orang tua dan keluarga. Adapun stresor utama
dari hospitalisasi dan reaksi anak prasekolah menurut(Tae, 2014).

4. Dampak hospitalisasi
Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang terjadi
pada anak. Ketika anak dirawat di rumah sakit, mereka akan mudah
mengalami stres akibat adanya perubahan dari segi status kesehatannya
maupun lingkungannya dalam kebiasaan mereka sehari-hari dan
disebabkan juga karena anak memiliki keterbatasan koping dalam
mengatasi masalah yang bersifat menekan. Anak juga akan mengalami
gangguan emosional dan gangguan perkembangan saat menjalani
hospitalisasi (Utami, 2014). Berikut ini adalah dampak hospitalisasi
terhadap anak dan orang tua yaitu:
a. Anak
Dampak negatif hospitalisasi juga berhubungan dengan lamanya
rawat inap, tindakan invasif yang dilakukan serta kecemasan orang
tua. Respon yang biasa muncul pada anak akibat hospitalisasi
antaralain regresi, cemas karena perpisahan, apatis, takut, dan
gangguan tidur terutama terjadi pada anak yang berusia kurang dari
7 tahun.
b. Orang Tua
Takut, cemas dan frustasi merupakan perasaan yang banyak
diungkapkan oleh orang tua. Takut dan cemas dapat berkaitan
dengan keseriusan penyakit dan prosedur medis yang dilakukan.
Sering kali kecemasan yang paling besar berkaitan dengan trauma
dan nyeri yang terjadi pada anak. Perasaan frustasi sering
berhubungan dengan prosedur dan pengobatan, ketidaktahuan
tentang peraturan rumah sakit, rasa tidak diterima oleh petugas,
prognosis yang tidak jelas, atau takut mengajukan pertanyaan.

5. Manfaat Hospitalisasi
Menurut Deslidel (2011), manfaat hospitalisasi pada anak yaitu
membantu orang tua dan anak dengan cara memberikan kesempatan
pada orang tua untuk mempelajari tumbuh kembang anak, dapat
dijadikan sebagai media belajar bagi orang tua, sebagai upaya untuk
meningkatkan kemampuan kontrol diri dapat dilakukan dengan
memberi kesempatan bagi anak untuk mengambil keputusan, tidak
terlalu bergantung pada orang lain dan percaya diri.

B. Konsep Kecemasan
1. Definisi kecemasan
Kecemasan dapat terlihat dalam hubungan interpersonal dan memiliki
dampak terhadap kehidupan manusia, baik dampak positif maupun
dampak negatif. Kecemasan akan meningkat pada klien anak yang
dirawat, dengan berbagai kondisi dan situasi di rumah sakit (Asmadi,
2008, dalam Mardaningsih 2011).
DEPKES RI (2012), mendefinisikan kecemasan sebabagi suatu
ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul karena
dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi sumbernya
sebagian tidak diketahui dan berasal dari dalam dirinya. Cemas adalah
reaksi emosional terhadap individu yang subjek, dipengaruhi oleh alam
bawah sadar dan tidak diketahui penyebabnya. Sedangkan menurut
Apriany, (2013) kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas atau
menyebar yang berkaitan dengan dengan perasaan yang tidak pasti dan
tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik,
kecemasan dialami secara subjektif dan komunikasikan secara
interpersonal.

Kecemasan merupakan perasaan subjektif mengenai ketegangan


mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum ketidak mampuan
mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang
tidak menentu tersebut pada umumnya tidak menyenangkan yang
nantinya akan menimbulkan dan disertai perubahan fisiologis dan
psikologis (Kholi Lur Rochman, 2010).

2. Tanda dan Gejala Kecemasan


Keluhan-keluhan yang sering dikemukan oleh orang yang mengalami
kecemasan (Hawari, 2011), antara lain sebagai berikut :
a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri,
mudah tersinggung.
b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
c. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.
d. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
e. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang,
pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas,
gangguan pencernaan, gangguan perkemihan dan sakit kepala.
3. Tingkat Kecemasan
Kecemasan memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek
membahayakan, yang bergantung pada tingkat kecemasan, lama
kecemasan yang dialami dan seberapa baik individu melakukan koping
terhadap kecemasan. Menurut Stuart (2008 dalam Fetty, 2013),
mengidentifikasi empat tingkat kecemasan dan gambaran efek pada
setiap individu.
a. Tingkat Kecemasan Ringan
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam tingkat ini seseorang lebih waspada dan lapangan
persepsinya meningkat seperti, mendengar dan gerakan
mengenggam lebih kuat. Tingkatan ini dapat memotivasi
seseorang. Pada tingkat ini biasanya muncul tanda dan gejala
seperti jatung berdebar-debar, gelisah, lebih banyak bicara dari
biasanya dan tangannya gemetar.

b. Tingkat Kecemasan Ringan.


Seseorang pada tingkat ini biasanya pikirannya akan terfokus pada
apa yang dilihatnya sesegera mungkin dan terhalangi dengan
lingkungan luarnya. Lapangan persepsi menurun seperti
penglihatan, pendengaran dan gerakan mengenggam kurang. Pada
tahap ini disertai tanda dan gejala seperti mulut kering, anoreksia,
badan gemetar, ekspresi wajah ketakutan, gelisah, tidak mampu
bersikap rileks, sukar tidur, banyak bicara dan suara yang keras.

c. Tingkat Kecemasan Berat


Pada tingkat kecemasan yang berat, seseorang individu biasanya
akan mengalami lapangan persepsi yang menyempit, lebih
perhatian hal-hal yang lebih spesifik dan tidak memikirkan hal
yang lain. Tanda dan gejala yang muncul biasanya seperti
memainkan atau meremas jari, kecewa, tidak berdaya, merasa
bodoh terhadap tindakan yang dilakukan dan merasa tidak
berharga.

d. Tingkat Kecemasan Sangat Berat/Panik


Tingkat kecemasan ini berhubungan dengan perasaan takut dan
cemas. Pada tingkatan ini hal spesifik tidak lagi profesional karena
seorang telah kehilangan kontrol, tidak dapat melakukan hal-hal
tertentu meskipun dengan bimbingan, tanda dan gejala seperti
jantung berdebar-debar, penglihatan berkunang-kunang, sakit
kepala, sulit bernafas, perasaan mau muntah, otot tubuh merasa
tegang dan mengalami kelemahan

4. Rentang Respon Kecemasan


Rentang respo menurut Stuart dan Sundeen, (1998), yaitu :

Respon adaptif Respon maladaptive

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Skema 2.1
Rentang Respon Kecemasan

5. Kecemasan Orang Tua


Orang tua merasakan kecemasan yang tinggi terhadap tindakan
anestesi yang akan dilakukan terhadap anak mereka (Thompson et al.
1996; Gordon dkk. 2010), meskipun begitu orang tua mampu
mengatasinya setelah mendapatkan informasi yang lebih jelas dari
dokter dan perawat. 40% orang tua dengan anak yang akan menjalani
pembedahan elektif melaporkan jika kecemasan berkurang setelah
mendapat informasi yang jelas sebelum operasi dilakukan (Gordon
dkk, 2010).

Dampak yang dapat muncul akibat dari kecemasan pada orang tua
dengan anak yang di rawat di rumah sakit adalah kerja sama antara
anak dan orang tua dalam perawatan di rumah sakit akan terganggu
sehingga berdampak pada proses penyembuhan. Dan sangat penting
untuk memberikan terapi kepada orang tua agar dapat meminimalkan
perasaan cemas yang di akibatkan oleh hospitalisasi pada anak
sehingga membantu dalam proses penyembuhan. Oleh karena itu,
betapa pentingnya perawat memahami konsep tentang hospitalisasi
dan dampaknya pada orang tua dan anak sebagai dasar dalam
pemberian asuan keperawatan (Supartini, 2009).

C. Konsep Caring Perawat


1. Definisi caring perawat
Caring perawat adalah pengetahuan, sikap dan keterampilan seorang
perawat dalam merawat pasien dan keluarga dengan memberikan
dorongan positif, dukungan dan peningkatan pelayanan keperawatan.
Caring tidak tumbuh dengan sendirinya di dalam diri seseorang, tetapi
merupakan hasil dari budaya, nilai+nilai, pengalaman dan hubungan
individu dengan orang lain (Potter & Perry, 2010). Hal itu
membutuhkan peningkatan penge tahuan perawat tentang manusia,
aspek tumbuh kembang, respon terhadap ingkungan yang terus
berubah, keterbatasan, kekuatan dan kebutuhan dasar manusia.
Keterampilan dalam tindakan, sopan, sentuhan, memberi harapan dan
selalu siap untuk pasien merupakan sikap perawat yang menunjukkan
perilaku Caring.
Caring dianggap perawat adalah aspek penting dalam keperawatan,
care merupakan inti sari keperawatan dan karakteristik
dominan,khusus, serta tidak terpisahkan dalam keperawatan dan tidak
akan ada cure tanpa caring, tetapi dapat ada caring tanpa curing.
Human caring merupakan sebuah fenomena yang universal, memiliki
ekspresi, proses dan pola yang berbeda antar-budaya leineinger (dalam
Koizier, 2010). Peraktek caring sebagai pusat keperawatan,
mengambarkan caring sebagai dasar kesatuan nilai-nilai kemanusiaan
yang universal (kebaikan, kepedulian, cinta pada diri sendiri dan orang
lain), (Watson, 2010).

Caring juga digambarkan sebagai moral ideal keperawatan hal tersebut


meliputi keinginan untuk merawat, kesungguhan untuk merawat, dan
tindakan merawat (caring ). Perawat mempunyai persepsi bahwa bila
waktu mereka lebih banyak digunakan untuk berkomunikasi atau
kontak dengan pasien, maka status mereka lebih rendah (Maulida, dkk
2016).

Hasil akhir caring bervariasi,caring dapat meningkatkan aktualisasi


diri, mendukung pertumbuhan individu, menjaga martabat dan nilai
manusia, membantu penyembuha diri dan mengurangi stres. Dipihak
lain mungkin caring tidak membawa manfaat nyata, caring mungkin
bukan sarana untuk mencapai tujuan melainkan dianggap sebagai
tujuan itu sendiri, kebaikan caring kerap ditemukan dalam proses
caring itu sendiri yakni keterikatan dan hubungan (Abdul, 2013).

Caring adalah sentral untuk praktik keperawatan karena caring


merupakan suatu cara pendekatan yang dinamis, dimana perawat
bekerja untuk lebih meningkatkan kepeduliannya kepada klien (Sartika
& Nanda, 2011). Dalam keperawatan, caring merupakan bagian inti
yang penting terutama dalam praktik keperawatan sedangkan menurut
Menurut Sitorus (2011), perilaku caring ini juga mempunyai tiga hal
yang tidak dapat dipisahkan yaitu perhatian, tangung jawab, dan
dilakukan dengan iklas. Sikap caring juga akan meningkatkan
kepercayaan klien dan mengurangi kecemasan klien. Kedua hal
tersebut dapat memperkuat mekanisme koping klien sehingga
memaksimalkan proses penyembuhan. Kunci dari kualitas pelayanan
asuhan keperawatan adalah perhatian, empati dan kepedulian perawat.

2. Konsep Caring
Menurut Sartika dan Nanda (2011), konsep caring yaitu :
a. Caring akan hanya efektif bila diperlihatkan dan diperaktikkan
secara interpersonal.
b. Caring terdiri dari faktor karatif terdiri dari kepuasan dalam
membantu memenuhi kebutuhan manusia atau klien.
c. Caring yang efektif dapat meningkatkan kesehatan individu dan
keluarga.
d. Caring merupakan respon yang diterima seseorang tidak hanya
saat itu saja namun juga mempengaruhi akan seperti apakah
seseorang tersebut nantinya.
e. Lingkungan yang penuh caring sangat potensial untuk mendukung
perkembangan seseorang dan mempengaruhi seseorang dalam
memilih tindakan terbaik untuk dirinya sendiri.
f. Caring lebih komplek dari pada curing. Peraktek caring
memadukan antara pengetahuan biofisik dengan pengetahuan
mengenai perilaku manusia yang berguna dalam peningkatan
derajat kesehatan dan membantu klien yang sakit.
3. Sikap caring
Sikap caring diberikan melalui kejujuran, kepercayaan dan niat baik.
Bersikap caring dengan klien dan bekerja sama dengan klien dari
berbagai lingkungan merupakan esensi keperawatan. Dalam
melakukan asuhan, perawat dituntut mengunakan keahlian, kata yang
lemah lembut, sentuhan, harapan, comforting dengan pasien, dan
dengan mengunakan spirit caring (Gaghiwa, 2013).

Spirit caring seyogyanya harus tumbuh dalam diri perawat dan berasal
dari hati perawat yang terdalam. Spirit caring bukan hanyah
memperlihatkan apa yang dikerjakan perawat yang bersifat tindakan
fisik, tetapi juga mencerminkan siapa dia. Oleh karenanya, setiap
perawat dapat memperlihatkan hal yeng berbeda ketika memberikan
asuhan kepada klien

4. Manfaat Caring
Perawat dapat bersifat caring memberikan manfaat bagi pasien, pasien
merasa comforting. Comforting merupakan karakteristik dalam
keperawatan dan merupakan aspek penting dalam caring. Membuat
klien senyaman mungkin telah menjadi tindakan keperawatan yang
sering dilakukan sejak era florence Nightningale. Perawat selalu
memberikan berbagai tindakan kenyamanan yang membawa kekuatan,
kesejukkan, dukungan, dorongan, semangat, harapan dan batuan bagi
klien (Morse dalam Koizer 2010). Tindakan kenyaman dimulai dari
saat perawat mengobservasi distres atau ketidaknyamanan klien, atau
saat klien menunjukan membutukan kenyamanannya. Karena kondisi
tersebut perawat bervariasi, perawat perlu bersikap kreatif dan inovatif
untuk memberikan asuhan tersebut. Asuhan kenyamanan dapat berupa
tindakan fisik dan komunikasi secara langsung.
D. Kerangka konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Caring Perawat Kecemasan Orang Tua

Skema.2.2

Kerangka konsep

E. Hipotesa

Ha : Ada hubungan caring perawat dengan kecemasan orang tua yang


anaknya hospitalisasi di ruang rawat inap delima IV RSU Sari
Mutiara Medan.

Anda mungkin juga menyukai