Anda di halaman 1dari 4

Nama : Siti Fatimah

NIM : 08161078

Kelas : Wasbang 5

TERORISME MENGANCAM KEDAULATAN NEGARA

Negara Indonesia merupakan karunia terbesar yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha
Esa kepada masyarakat pribumi. Wilayah NKRI terdiri dari berbagai wilayah kepulauan yang
luas dan tanah yang subur sehingga memiliki banyak potensi lokal yang dapat dikembangkan.
Dengan hal itu, semua rakyat Indonesia wajib memelihara dan mempertahankan
keutuhannya. Keutuhan NKRI tidak hanya menjadi tanggung jawab bagi satu orang namun
kepentingan bersama demi kemakmuran dan kesejahteraan bangsa Indonesia. Dengan
banyaknya potensi yang ada di wilayah NKRI menyebabkan banyak ancaman – ancaman
yang selalu menjadi permasalah bagi negara Indonesia tidak hanya berasal dari internal tatapi
faktor ekstenal juga dapat menjadi ancaman kedaulatan negara. Jika hal ini tidak diatasi
dengan baik maka akan membahayakan bagi kedaulatan, keamanan, keutuhan dan
keselamatan segenap bangsa.
Salah satu contoh kasus yang dapat mengancam kedaulatan negara yaitu m araknya
kasus terorisme yang mengandung propoganda asing. Masalah terorisme bukanlah
persoalan yang mudah sehingga perlu adanya penyelesaian dengan serius dengan strategi
keamanan dan pertahanan negara yang mutakhir. Sebenarnya penanganan terorisme telah
terkandung dalam Undang-Undang Pertahanan Negara, Undang-Undang tentang TNI dan
Undang-Undang tentang Tindak Pidanaan Terorisme Nomor 15 Tahun 2003 sudah ada
peraturan tentang penanganan teror, tetapi dalam pelaksanaanya masih belum sempurna.
Hal ini dikarenakan undang-undang tersebut sebelumnya merupakan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (PERPU) sehingga peratueannya belum sempurna. Setelah
disahkan menjadi undang-undang maka sudah terdapat tugas dan kewajiban yang akan
dilakukan oleh pihak polisi dan TNI. Jika penegakkan hukum dalam mengatur tindak terorisme
tidak sempurna maka akan semakin bertambahnya aksi – aksi radikal tersebut yang dapat
mengancam kedaulatan setiap orang dan negara. Berikut banyaknya masyarakat yang
menjadi korban dari aksi teror di Indonesia periode 13 – 21 Mei 2018.
Tidak ada solusi one size fits all dalam menangani terorisme. Tindakan terorisme
disebabkan dari berbagai alasan mulai dari ideologi, sosial, ekonomi dan psikologis.
Penelitian mengenai pembahasan terorisme masih sangat terbatas. Hal ini dikarenakan
penelitian mengenai topik tersebut masih sulit dilakukan yang dipengaruhi oleh adanya
keterbatasan akses dan permasalahan para peneliti. Adapun solusi yang dapat diberikan
dalam menangani isu terorisme sebagai berikut.
1. Legalitas penanganan Terorisme
Saat ini, perlu adanya pembahasan untuk mewujudkan revisi UU Anti Terorisme yang
didukung oleh DPR dan masyarakat sehingga perangkat hukum terorisme dapat
terbenahi yang menimbulkan untuk lembaga negara bergerak sesuai dengan ketentuan
hukum yang berlaku.
Peraturan yang mengatur penanganan terorisme, tercantum pada UU Anti Terorisme
nomor 15 tahun 2003 sudah tidak mampu mewadahi penanggulangan aksi terorisme
nasional karena perangkat hukum tidak bisa menindak mereka yang melakukan
terorisme termasuk kegiatan pendoktrian para calon pelaku.
Hal ini sangat memprihatinkan mengingat tindakan terorisme bukan aksi yang datang
secara tiba – tiba. Seseorang yang melakukan terorisme telah mengalami berbagai tahap
mulai dari tahap radikalisasi (pemikiran) hingga terorisme (aksi). Periode waktu dari tahap
radikal ke aksi teror tidak langsung terjadi, tetapi berjalan cukup lama. Artinya,
seharusnya negara dapat mendekteksi akar-akar terorisme yang berasal dari
radikalisme.

2. Penangkalan pemahaman radikal di dunia nyata dan dunia maya


Maraknya penggunaan media telah bergeser dari interaksi secara langsung ke media
internet dan media sosial. Pergerakan terorisme dilakukan pada berbagai negara yang
bergerak pada level nasional dan lokal sehingga melawan pemerintah masing-masing.
Sasaran aksi teroris telah bergeser dari barat ke simbol pemerintahan. Tidak heran jika
sasaran terorisme berubah dari simbol barat menuju pemerintah. Oleh sebab itu
pemerintah perlu memperkuat pertahanan dengan bekerjasama pada pihak swasta
seperti LSM maupun media informasi seperti Google dalam menangkal penyebaran
ideologi radikalisme di dunia maya.
Diperlukan peningkatan kapasitas kelompok intelijen baik skala kota maupun ke
pelosok sehingga dapat mendeteksi pergerakan aksi teroris baik di dunia nyata maupun
di dunia maya. Dengan adanya pihak intelijen yang menyebar di seluruh daerah indonesia
dapat menjadi detektor dan pengawasa dini yang bisa dilakukan.

3. Pendekatan Penanggulangan Terorisme Berbasis Gender


Peran perempuan sebagai penggerak anak-anak dan pendukung utama suami
dalam melancarkan aksi sangalah krusial. Pada umumnya, perempuan yang bergabung
dengan aksi terorisme memiliki alasan berupa kemiskinan dan ketidakberdayaan.
Dimana perempuan ingin turut juga mewujudkan negeri idaman dengan khalifah yang
aan memuliakan kaum perempuan. Oleh karena itu, akan sangat salah jika memandang
rendah peran perempuan dalam masalah aksi teroris.
Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah dapat menerapkan pendekatan yang
berbasis gender dalam menanggulangi aksi teroris. Dimana peran perempuan dapat
ditingkatkan seperti strategi penindakan, rehabilitasi dan reintegrasi bagi pelaku dan
simpatisan teroris. Selain itu pemerintah dapat juga mendukung munculnya tokoh agama
dan masyarakat dari kalangan permpuan dalam mencegah penyebaran paham radikal.

4. Peran sentral tokoh agama dan masyarakat


Tokoh agama sangat penting dalam mengarahkan umat. Peran tokoh-tokoh agama
yang tersebar di seluruh negeri indonesia diperlukan untuk menegakkan sebuah negara
serta kondisi masyarakat yang majemuk. Namun masyarakat menunggu peran tokoh
agama dalam memimpin inisiatif penganggulangan permasalahan aksi teroris ini.
Perlu diperhatikan bahwa ternyata pengaruh luar indonesia sanagt besar dan intens
terhadap peningkatnya radikalisme dalam negeri. Oleh karena itu diperlukan langka yang
tidak biasa seperti peninjauan berkala dalam mendekteksi negara maupun institusi yang
berperan menjadikan warga indonesia menjadi lebih radikal.
Umumnya institusi radikal tidak diperbolehkan ada perbedaan pendapat dalam
diskursus akademisnya. Tidak seharusnya ada transaksi dalam usaha mencegah
terorisme baik dengan bantuan beasiswa atau intensif lainnya dari negara atau institusi
asing tersebut.

5. Penguatan gugus tugas penanggulangan terorisme


Pemerintah perlu memperkuat rangkaian tugas penanggulangan terorisme yang
telah dibentuk oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. Gugus tugas perlu
dimaksimalkan dalam pembatasan perjalanan WNI ke negara yang terdapat aksi
terorisme yang dimana diketahui bahwa sifat jaringan teroris yang illegal, unregulated dan
unreported. Perlu kerjasama antar komnitas intelijen termasuk imigrasi yang menjadi poin
terakhir dalam keluar masuk WNI. Pemerintah juga dapat meminta informasi dari
maskapai terkait rute perjalanan WNI ke negara transit kemudian menuju ke negara
bersangkutan.
Keterlibatan msyarakat juga sangat penting dimana masyarakat merupakan
pengamat langsung peristiwa yang terjadi di lapangan. Dengan kondisi demografis
wilayah yang luas, perlu adanya pengawasan masyrakat secara mutlak. Hal ini perlu
dilakukan agar aksi terorisme dapat dicegah. Seharusnya masyarakat tidak perlu
bersikap permisif atau membiarkan pihak yang mencurigakan tanpa melaporkan kepada
pihak yang berwenang.

Anda mungkin juga menyukai