Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Kata (Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya) Mei 2017

INTERFERENSI LEKSIKAL BAHASA JAWA KE DALAM


BAHASA INDONESIA PADA KARANGAN SISWA

Oleh

Nindy Eka Putri


Mulyanto Widodo
Edi Suyanto
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
e-mail : nindy150@gmail.com

Abstract
This research aims to described forms interference lexical java language into
indonesian language on students essay in the fifth grade students of SD Negeri
Bukit Raya school year 2016/2017. Research method used in this research is
descriptive of qualitative method. Data sources research on a students essay in the
fifth grade students of SD Negeri Bukit Raya. Results of the research show that
interference conducted by student includes interference in the basic from, affisx
form, and reduplicated form. Based on the results on the research, was found
thirty of interference conducted by students with nineteen basic forms, nine affix
forms, and two reduplicated forms. Furthermore, the data is described in twenty
primary meanings including lexical meanings, literal meanings, denotative
meanings and ten secondary meanings covering grammatical, connotative, and
figurative meanings.

Keywords: interference lexical, java language, students essay

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk interferensi
leksikal bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia pada karangan siswa kelas V SD
Negeri Bukit Raya tahun pelajaran 2016/2017. Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian
karangan siswa kelas V SD Negeri Bukit Raya. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa interferensi yang dilakukan siswa meliputi interferensi dalam bentuk dasar,
bentuk berimbuhan, bentuk reduplikasi. Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, ditemukan adanya tiga puluh interferensi yang dilakukan siswa dengan
komposisi sembilan belas bentuk dasar, sembilan bentuk berimbuhan dan dua
bentuk reduplikasi. Selanjutnya, data tersebut diuraikan ke dalam makna primer
berjumlah dua puluh meliputi makna leksikal, makna literal, makna denotatif dan
makna sekunder berjumlah sepuluh meliputi makna gramatikal, konotatif, dan
makna figuratif.

Kata kunci: interferensi leksikal, bahasa jawa, karangan siswa.

Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Lampung Halaman 1
Jurnal Kata (Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya) Mei 2017

PENDAHULUAN menandakan pula kemampuan murid


yang belum tinggi.
Setiap pembicara mempunyai ragam
bahasa, yang penggunaannya Hal yang menghambat penggunaan
disesuaikan dengan fungsi dan BI sebagai bahasa pengantar di SD
keadaan ketika menggunakan bahasa ialah kemampuan murid berbahasa
tertentu. Ragam bahasa yang Indonesia yang masih belum
dipergunakan dalam komentar olah memadai. Dengan kemampuan BI
raga, khotbah, siaran berita, pelajaran seperti itu tujuan pendidikan di SD
di sekolah, melamar, surat cinta, dan yang telah ditentukan dalam
lain-lain berlainan keadaannya. kurikulum tidak akan dapat dicapai
Pembicaraan antara dosen dengan seluruhnya. Kemampuan berbahasa
mahasiswa dalam hubungan resmi Indonesia yang tidak memadai itu
(kuliah, konsultasi, misalnya), biasanya pada kelas-kelas permulaan,
seyogyanya mempergunakan ragam disebabakan karena murid sebelum
resmi, dan bukan ragam santai, oleh masuk SD pada umumnya tidak
karena itu harus memilih bentuk yang berbahasa Indonesia, dan baru
sesuai dengan pokok masalah, tokoh mengenal BI di sekolah, karena
bicara, dan suasana (Rusyana, 1984: situasi kebahasaan disekelilingnya,
105). dalam kehidupan sehari-hari di
sekolah di luar pelajaran, di rumah,
Dalam masyarakat dwibahasa, dan di masyarakat, murid-murid itu
pemilihan ragam bahasa itu berjalinan lebih banyak menggunakan BD.
pula dengan pemilihan bahasa apa Karena itu kemampuan berbahasa
yang akan kita pakai. Penggunaan dua Indonesia mereka tidak banyak
bahasa atau lebih oleh seorang ditunjang oleh kegiatan berbahasa di
pembicara, biasanya menimbulkan luar kelas.
interferensi, yaitu penyimpangan dari
norma masing-masing bahasa, Menurut Mackey dalam Achmad dan
sebagai akibat pengenalan akan lebih Abdullah (2002: 179) kontak bahasa
daripada satu bahasa. Mengingat hal sebagai pengaruh bahasa yang satu
itu, jika kita hendak berbahasa dengan kepada bahasa yang lain, baik
baik, maka kita harus sadar kita langsung maupun tidak langsung.
sedang berbahasa apa, dan berusaha Sehubungan dengan itu Weinreich
sedapat-dapatnya memisahkan kedua menganggap bahwa kontak bahasa
bahasa itu. terjadi jika dua bahasa atau lebih
dipergunakan secara bergantian oleh
Menurut Rusyana (1984: 114) apabila seorang pemakai bahasa.
pada penggunaan bahasa oleh murid
terjadi interferensi, khususnya Menggunakan dua bahasa secara
interferensi dari bahasa daerah bergiliran tidaklah mudah apa lagi
sebagai bahasa pertama murid ke bagi siswa. Siswa yang menggunakan
dalam BI sebagai bahasa kedua yang dua bahasa dalam berkomunikasi
dipelajari. Akibat interferensi itu ada dalam kesehariannya akan mengalami
yang melanggar kaidah BI. Besarnya kesulitan dalam memilih dan
interferensi yang terjadi pada menggunakan kosakata sewaktu
penggunaan BI oleh murid menulis dalam bahasa Indonesia.
Bahasa daerah sangat berpengaruh

Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Lampung Halaman 2
Jurnal Kata (Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya) Mei 2017

dalam komunikasi sehari-hari bagi atau bahasa pertama, khususnya


para siswa, bahkan dalam daerah pedesaan. Sedangkan bahasa
berkomunikasi secara formal di Indonesia merupakan bahasa kedua
sekolah para siswa masih sering yang dipakai oleh warga setempat.
menggunakan bahasa ibu sebagai alat Warga negara Indonesia pada umunya
untuk berkomunikasi, sedangkan adalah dwibahasawan.
bahasa Indonesia dipakai hanya Dari sekian banyak suku yang ada di
terbatas di kelas saja. situasi seperti Indonesia, interferensi leksikal bahasa
ini terjadi juga pada siswa kelas V SD terjadi hampir di semua suku di
Negeri Bukit Raya, Kecamatan Indonesia, tidak terkecuali suku Jawa.
Marga Sekampung, Kabupaten Sebagai salah satu suku yang
Lampung Timur. dominan karena jumlahnya cukup
banyak dibanding suku-suku lainnya,
Dalam kurikulum tingkat satuan suku Jawa telah menyebar hampir ke
pendidikan (KTSP) tahun 2006 mata semua pulau besar di Indonesia.
pelajaran Bahasa Indonesia kelas V Menurut populasinya, suku Jawa
terdapat butir pembelajaran mengenai menempati wilayah Jawa Tengah,
karangan pada aspek menulis dengan Jawa Timur, dan Daerah Istimewa
kompetensi dasar 4.1 menulis Yogyakarta. Namun, diluar wilayah
karangan berdasarkan pengalaman itu, suku Jawa juga menempati
dengan memperhatikan pilihan kata wilayah sumatra. Penduduk suku
dan penggunaan ejaan. Siswa Jawa pada daerah sumatra, paling
diharapkan dapat membuat karangan banyak adalah di wilayah Lampung.
dengan baik sesuai dengan
kompetensi dasar tersebut. Karangan Salah satu desa di Kabupaten
yang baik tidak hanya dinilai dari isi Lampung Timur banyak terdapat
ceritanya, tetapi juga dari pilihan kata masyarakat suku Jawa di dalamnya,
serta ejaan yang digunakan, karena yaitu Desa Bukit Raya Kecamatan
hal itu sangat berpengaruh terhadap Marga Sekampung Kabupaten
baik buruknya sebuah karangan. Lampung Timur. Hal tersebut
berdasarkan statistik Desa Bukit Raya
Dalam kegiatan menulis siswa yang berjumlah 3.148 jiwa dengan
diberikan kesempatan untuk komposisi 99,4% penduduknya
mengapresiasikan imajinasi mereka bersuku Jawa, 0,5% bersuku
dalam sebuah karangan. Akan tetapi Lampung, dan sisanya 0,1% bersuku
siswa tersebut masih kurang Bali. Selain itu berdasarkan
memahami bagaimana menggunakan pengamatan juga dikatakan bahwa
bahasa Indonesia yang baik dan benar bahasa Jawa adalah bagian dari
sehingga masih ada beberapa siswa masyarakat yang ada di dalamnya,
yang menggunakan bahasa daerah karena mayoritas penduduknya
(bahasa ibu) dalam karangannya menggunakan bahasa Jawa sebagai
tersebut. Sebagian besar warga negara alat komunikasi.
Indonesia memiliki bahasa ibu yang
berbeda-beda, begitu pula para siswa Hal ini memengaruhi bahasa kedua
yang memiliki bahasa ibu yang yaitu bahasa Indonesia pada seluruh
berbeda. Mayoritas bahasa pertama warga yang ada di dalamnya. Tanpa
yang digunakan dalam berkomunikasi terkecuali siswa-siswi SD Negeri
sehari-hari merupakan bahasa ibu Bukit Raya yang ada di desa tersebut.

Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Lampung Halaman 3
Jurnal Kata (Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya) Mei 2017

Selain mengamati, penulis juga bahasa Jawa yang digunakan dalam


melakukan observasi berupa karangan tersebut.
wawancara dengan guru bahasa
Indonesia yang ada di SD Negeri Untuk mengukur ada atau tidaknya
Bukit Raya, beliau mengatakan serta besarnya kemampuan objek
bahwa masih banyak siswa-siswi yang diteliti, maka digunakan teknik
yang ada di SD Negeri Bukit Raya, tes (Arikunto, 2014: 266). Tes adalah
yang masih mencampuradukkan serentetan pertanyaan atau latihan
bahasa daerah ke dalam bahasa serta alat lain yang digunakan untuk
tulisannya khususnya pada karangan. mengukur keterampilan, pengetahuan
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk inteligensi, kemampuan atau bakat
melakukan penelitian yang berjudul yang dimiliki oleh individu atau
“Interferensi Leksikal Bahasa Jawa ke kelompok. (Arikunto, 2014: 192).
dalam Bahasa Indonesia pada Dalam penelitian ini data diperoleh
Karangan Siswa Kelas V SD Negeri dengan menggunakan teknik tes dan
Bukit Raya teknik nontes.

METODE Dalam penelitian ini teknik analisis


Penelitian ini berfungsi untuk data dilakukan dengan cara sebagai
mendeskripsikan bentuk interferensi berikut.
leksikal bahasa Jawa ke dalam bahasa 1. Menyusun karangan dan
Indonesia pada karangan siswa kelas memberikan nomor pada
V SD Negeri Bukit Raya, Kecamatan setiap karangan.
Marga Sekampung, Kabupaten 2. Membaca karangan tersebut
Lampung Timur. Dengan demikian, satu per satu.
untuk mencapai tujuan tersebut 3. Memberi tanda dengan cara
digunakan metode penelitian melingkari kata yang
deskriptif kualitatif. diperkirakan mengandung
gejala interferensi dalam
Metode deskriptif kualitatif setiap karangan.
merupakan prosedur penelitian yang 4. Mengelompokkan setiap
menghasilkan data deskriptif berupa bentuk yang terinterferensi
kata-kata atau tulisan tentang orang- sesuai dengan bentuk
orang atau perilaku yang diamati. interferensinya.
(Moeliono, 2001:2). Penggunaan 5. Menganalisis setiap bentuk
metode deskriptif kualitatif yang terinterferensi
diharapkan dapat memberikan bentuk berdasarkan kaidah bahasa
karangan yang mengandung Jawa dan bahasa Indonesia
interferensi. dengan menggunakan kamus
bahasa Jawa.
Sumber data dalam penelitian ini 6. Mempersentasekan setiap
adalah karangan siswa kelas V SD bentuk interferensi.
Negeri Bukit Raya Kecamatan Marga
Sekampung Kabupaten Lampung HASIL DAN PEMBAHASAN
Timur yang berjumlah tiga puluh HASIL
enam karangan. Adapun data Pada hasil penelitian, interferensi
penelitian berupa unsur leksikal yang terjadi dalam karangan tersebut
berupa unsur leksem dari bahasa Jawa

Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Lampung Halaman 4
Jurnal Kata (Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya) Mei 2017

yang berjumlah tiga puluh. Dari data Akan tetapi, ini bisa terjadi pada
penelitian yang ada, data yang penutur yang memiliki latar belakang
ditemukan berupa bentuk dasar, asli bahasa Jawa. Hal ini bisa
bentuk berimbuhan, dan bentuk dianggap benar, jika penutur tersebut
reduplikasi. Jumlah interferensi benar-benar menyebutkan kata sinau
leksikal ini tersebar ke dalam dalam bahasa Jawa karena penutur
sembilan belas bentuk dasar, terkesan lebih nyaman dalam
sembilan bentuk berimbuhan, dua menuturkan kata tersebut
bentuk reduplikasi. Kemudian data- dibandingkan dengan kata belajar
data tersebut diperikan berdasarkan dalam bahasa Indonesia. Hal tersebut
makna leksikal bermakna primer dan disebabkan karena kedwibahasaan
unsur leksikal bermakna sekunder. peserta tutur baik bahasa daerah
Selanjutnya, unsur leksem tersebut maupun bahasa asing, tidak cukupnya
dipaparkan dalam pembahasan. kosa kata bahasa penerima sehingga
kata sesuatu bahasa terbatas pada
pengungkapan berbagai segi
PEMBAHASAN kehidupan yang terdapat di dalam
masyarakat yang bersangkutan serta
1. Interferensi Leksikal Bentuk terbawanya kebiasaan dalam bahasa
Dasar ibu sehingga pada saat berbicara atau
menulis dengan menggunakan bahasa
13) sinau
kedua yang muncul adalah kosa kata
Penggunaan kata sinau dalam kalimat bahasa ibu yang sudah lebih dulu
“Saya pulang sinau bersama Adul, dikenal dan dikuasai.
Putra, Ridwan lalu saya pulang
2. Interferensi Leksikal Bentuk
makan, habis makan saya tidur”.
Berimbuhan
Leksem sinau dalam konteks kalimat
di atas berasal dari bahasa Jawa. 5) panjer
Sinau berdasarkan kamus bahasa Penggunaan kata panjer pada kalimat
Jawa (Mangunsuwito, 2010:390) “Memanjer layangannya dan saya
memiliki makna belajar. Dalam langsung mandi untuk berangkat ngaji
Kamus Besar Bahasa Indonesia naik motor”.
(Depdiknas, 2008) kata sinau ini tidak
ada. Ada pun kata yang senada dalam Leksem panjer dalam konteks kalimat
bahasa Indonesia adalah kata belajar. di atas berasal dari bahasa Jawa.
Dengan demikian kata yang tepat Panjer kamus bahasa Jawa
dalam konteks bahasa Indonesia (Mangunsuwito, 2010:341) memiliki
“Jebol Saya pulang sinau bersama makna dibiarkan terbang terus
Adul, Putra, Ridwan lalu saya pulang (layang-layang). Dalam Kamus Besar
makan, habis makan saya tidur”. Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008)
(KD-17) adalah ‘belajar’. Karena ini kata panjer ini tidak ada. Ada pun
adalah karangan bahasa Indonesia, kata yang senada dalam bahasa
kalimat tersebut seharusnya menjadi Indonesia adalah kata dibiarkan
“Saya pulang belajar bersama Adul, terbang. Dengan demikian kata yang
Putra, Ridwan lalu saya pulang tepat dalam konteks bahasa Indonesia
makan, habis makan saya tidur”. “Memanjer layangannya dan saya
langsung mandi untuk berangkat ngaji

Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Lampung Halaman 5
Jurnal Kata (Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya) Mei 2017

naik motor”. (KB-23) adalah yang tepat dalam konteks kalimat


‘dibiarkan terbang’. Karena ini bahasa Indonesia “ Saya njajal ati-ati
adalah karangan bahasa Indonesia, tak lama kemudian saya ketagihan”
kalimat tersebut seharusnya menjadi (KB-1) adalah ‘mencoba’ dan (KU-
“dibiarkan terbang layangannya dan 30) adalah ‘hati-hati. Karena ini
saya langsung mandi untuk berangkat adalah karangan bahasa Indonesia,
ngaji naik motor”. kalimat tersebut seharusnya menjadi
“Saya mencoba hati-hati tak lama
Ini bisa terjadi pada penutur yang kemudian saya ketagihan”.
memiliki latar belakang asli bahasa
Jawa. Hal ini bisa dianggap benar, Akan tetapi, ini bisa terjadi pada
jika penutur tersebut benar-benar penutur yang memiliki latar belakang
menyebutkan kata memanjer dalam asli bahasa Jawa. Hal ini bisa
bahasa Jawa karena penutur terkesan dianggap benar, jika penutur tersebut
lebih nyaman dalam menuturkan kata benar-benar menyebutkan kata ngati-
tersebut dibandingkan dengan kata ati dalam bahasa Jawa karena penutur
dibiarkan terbang dalam bahasa terkesan lebih nyaman dalam
Indonesia. Hal tersebut disebabkan menuturkan kata tersebut
karena kedwibahasaan peserta tutur dibandingkan dengan kata hati-hati
baik bahasa daerah maupun bahasa dalam bahasa Indonesia. Hal tersebut
asing, tidak cukupnya kosa kata disebabkan karena kedwibahasaan
bahasa penerima sehingga kata peserta tutur baik bahasa daerah
sesuatu bahasa terbatas pada maupun bahasa asing, tidak cukupnya
pengungkapan berbagai segi kosa kata bahasa penerima sehingga
kehidupan yang terdapat di dalam kata seuatu bahasa terbatas pada
masyarakat yang bersangkutan serta pengungkapan berbagai segi
terbawanya kebiasaan dalam bahasa kehidupan yang terdapat di dalam
ibu sehingga pada saat berbicara atau masyarakat yang bersangkutan serta
menulis dengan menggunakan bahasa terbawanya kebiasaan dalam bahasa
kedua yang muncul adalah kosa kata ibu sehingga pada saat berbicara atau
bahasa ibu yang sudah lebih dulu menulis dengan menggunakan bahasa
dikenal dan dikuasai. kedua yang muncul adalah kosa kata
bahasa ibu yang sudah lebih dulu
3. Interferensi Leksikal Bentuk dikenal dan dikuasai.
Reduplikasi
Klasifikasi Makna
2) ngati-ati
Berdasarkan hasil penelitian, data-
Penggunaan kata ati-ati dalam data yang terinterferensi leksikal
kalimat “Penggunaan kata ati-ati bahasa Jawa diklasifikasikan ke
dalam kalimat “Saya njajal ati-ati tak dalam unsur leksikal yang bermakna
lama kemudian saya ketagihan”. primer dan unsur leksikal bermakna
Leksem ngati-ati berdasarkan kamus sekunder. Berikut contoh dari kedua
bahasa Jawa (Mangunsuwito, makna unsur leksikal tersebut.
2010:221) memiliki makna ‘tidak
ceroboh’. Ada pun kata yang senada 1. Unsur leksikal bermakna Primer
dalam bahasa Indonesia adalah kata Unsur leksikal bermakna primer
hati-hati. Dengan demikian, kata adalah makna satuan kebahasaan

Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Lampung Halaman 6
Jurnal Kata (Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya) Mei 2017

yang dapat diidentifikasi tanpa gramatikal, berikut contohnya penulis


bantuan konteks. Unsur makna primer paparkan.
ini meliputi makna leksikal, makna
literal, makna denotatif. Berdasarkan (1) Aku suruh ngancani Vira beli
data penelitian ditemukan adanya dua pelampung (MLS 26)
puluh dua unsur leksikal bermakna
Data ketiga pada leksem ngancani
primer. Berikut contoh kalimat yang
berasal dari bahasa Jawa. Dalam
memiliki unsur leksikal bermakna
kamus bahasa Jawa leksem ngancani
primer. memiliki makna ‘menemani’. Kata
(1) Saya melihat persawahan dan ngancani mengalami proses afiksasi
bendungan air di sana juga dari kata dasar kanca yang mendapat
melihat kebo mandi (MLP 18) imbuhan menjadi ngancani. Leksem
ngancani diklasifikasikan dalam
Selanjutnya, data kalimat di atas agar makna gramatikal. Kata ngancani
lebih jelas penulis paparkan sebagai baru dapat diartikan ‘menemani’
berikut ketika bergabung dalam satu kalimat.
Jadi, konteks kalimat yang tepat
Data kesembilan adalah kebo, yaitu seharusnya “Aku suru menemani Vira
leksem kebo yang berasal dari bahasa beli pelampung (MLS 26).
Jawa, memiliki makna dalam kamus
bahasa Jawa berupa ‘kerbau’. Dalam SIMPULAN DAN SARAN
kamus besar bahasa Indonesia leksem SIMPULAN
tersebut memiliki arti ‘binatang Berdasarkan analisis data yang telah
bertanduk panjang, suka berkubang, dilakukan, diperoleh kesimpulan
rupanya seperti sapi’. Kebo bahwa siswa kelas V SD Negeri Bukit
diklasifikasikan kedalam makna Raya, Kecamatan Marga Sekampung,
literal karena secara lugas mengacu Lampung Timur merupakan
kepada referennya yang harfiah, dwibahasawan Jawa-Indonesia yang
yakni „binatang bertanduk panjang’. menggunakan dua bahasa tersebut
Untuk itu, konteks kalimat di atas secara bergantian. Akibat pemakaian
yang tepat seharusnya “Saya melihat dua bahasa secara bergantian, maka
persawahan dan bendungan air di terjadilah interferensi leksikal bahasa
sana juga melihat kerbau mandi Jawa dalam karangan siswa.
(MLP 18). Interferensi leksikal yang terdapat
dalam karangan berjumlah tiga puluh.
2. Unsur Leksikal Bermakna Dari data penelitian yang ada
Sekunder ditemukan interferensi leksikal
berupa bentuk dasar, bentuk
Unsur leksikal bermakna sekunder berimbuhan, dan bentuk reduplikasi,
adalah makna satuan kebahasaan dengan komposisi sembilan belas
yang hanya dapat diidentifikasi lewat bentuk dasar, seperti (1) mentas, (2)
konteks pemakaian bahasa. Unsur salin, (3) banter, (4) poli, (5) mbak,
leksikal yang bermakna sekunder (6) mbah, (7) kuto, (8) buyut, (9)
meliputi makna gramatikal, konotatif, rapot, (10) kakang, (11) tembel, (12)
dan makna figuratif. Berdasarkan data jebol, (13) kebo, (14) sinau, (15)
penelitian ditemukan sebanyak pakde, (16) kates, (17) kepater, (18)
sepuluh data memiliki unsur leksikal ngaji, (19) kanca, sembilan bentuk
bermakna sekunder kedalam makna berimbuhan seperti (1) jajal, (2) iyup,

Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Lampung Halaman 7
Jurnal Kata (Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya) Mei 2017

(3) jebur, (4) jentus, (5) panjer, (6) Chaer, Abdul.2009. Pengantar
singgah, (7) umbul, (8) cemplung, (9) Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta:
mulang, dan dua bentuk reduplikasi Rineka Cipta.
seperti (1) poto-poto, (2) ati-ati.
Kemudian data-data tersebut Mangunsuwito. 2010. Kamus Bahasa
diuraikan berdasarkan makna primer Jawa. Bandung: Yrama Widya.
berjumlah dua puluh dan makna
Pateda, Mansoer. 1987.
sekunder berjumlah sepuluh.
Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa.
SARAN Rusyana, Yus. 1984. Bahasa dan
Sastra dalam Gamitan Pendidikan.
1. Hendaknya guru memberikan
Bandung: CV Diponegoro.
contoh penggunaan bahasa Indonesia
yang baik dan benar, baik di dalam
kelas maupun di luar kelas, karena
sekolah termasuk lingkungan yang
formal.
2. Guru hendaknya lebih banyak
memberikan kesempatan kepada
siswa untuk lebih banyak berbahasa
Indonesia, supaya terbiasa
menggunakannya dalam situasi
formal maupun nonformal.
3. Guru hendaknya lebih banyak
memberikan pelatihan, baik secara
lisan maupun tulisan, dan
memperhatikan setiap gejala
interferensi yang timbul.
4. Hasil karangan siswa hendaknya
dibahas di depan kelas untuk melihat
kesalahan-kesalahan yang sering
dilakukan siswa, khususnya, yang
berkaitan dengan interferensi leksikal.
5. Penulis menyarankan kepada
peneliti lain yang berminat
melakukan penelitian yang sejenis
pada bidang-bidang yang lain seperti
bidang morfologi, sintaksis, ataupun
semantik.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsini. 2014. Prosedur
Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2012. Linguistik
Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Lampung Halaman 8

Anda mungkin juga menyukai