Anda di halaman 1dari 23

I

DASAR TEORI

Untuk secara efektif mengatasi masalah yang dihadapi, sangat penting untuk
mendapatkan kedalaman Pemahaman tentang bus, jenis chassis yang berbeda dan
sejarahnya, bahan yang digunakan, perbedaan kasus pembebanan, jalur beban yang
relevan dan metode elemen hingga.

2.1 Bus
Bus merupakan jenis alat transportasi darat yang berfungsi untuk membawa
penumpang dalam jumlah banyak. Ukuran dan berat kendaraan bus ini lebih besar dari
pada mobil penumpang biasa. Istilah bus sendiri berasal dari bahasa Latin, yaitu omni
bus, yang berarti kendaraan yang berhenti di semua perhentian.

2.2 Chassis
Chassis adalah salah satu bagian paling penting dari kendaraan ringan maupun
berat yang bukan hanya untuk melindungi berbagai macam bagian dalam mobil tapi juga
berperan penting dalam kestabilan mobil. Tantangan utama dalam industri kendaraan
darat saat ini adalah untuk mengatasi meningkatnya tuntutan akan kinerja yang lebih
tinggi, bobot yang lebih rendah, dan umur komponen yang lebih lama, dengan biaya yang
masuk akal dalam waktu singkat. Chassis adalah kerangka kendaraan dan menyatukan
komponen utama. sistem seperti as roda, suspensi, mesin dan kabin (Solghar and
Arsalanloo 2013)

2.3 Jenis - jenis Chassis


Chassis memiliki beberapa jenis diantaranya:
2.3.1 Twin-tube or Ladder frame Chassis
Ladder frame adalah dua batangan panjang yang menyokong kendaraan dan
menyediakan dukungan yang kuat dari berat beban dan umumnya berdasarkan desain
angkut. Bahan material yang paling umum untuk jenis Ladder frame ini adalah material
dengan bahan baja ringan. Berikut adalah salah satu contoh Ladder frame modern yang
biasa digunakan pada mobil pickup dan SUV dapat dilihat pada Gambar 2.1 (Ary Fadila
dan Bustami Syam, 2013).
Gambar 2. 1 Ladder frame (Ary Fadila dan Bustami Syam, 2013).
Menurut Michael Costin dan David Phipps [1966], keunggulan utama chassis
twintube baja meliputi: kesederhanaan, murahnya dan kemudahan konstruksi secara
umum.
2.3.2 Tubular Space Frame
Tubular Space Frame memakai berbagai macam pipa circular (kadang-kadang
dipakai bentuk squaretube agar mudah disambung, meskipun begitu bentuk circular
memiliki kekuatan begitu besar). Posisinya yang berbagai arah menghasilkan kekuatan
mekanikal untuk melawan gaya dari berbagai arah. Pipa tersebut dilas sehingga terbentuk
struktur yang kompleks. Chassis ini dapat dilihat pada Gambar 2.2 (Ary Fadila dan
Bustami Syam, 2013).

Gambar 2. 2 Tubular Space Frame (Ary Fadila dan Bustami Syam, 2013).
2.3.3 Monocoque
Monocoque merupakan satu kesatuan stuktur chassis dari bentuk kendaraannya
sehingga chassis ini memiliki bentuk yang beragam yang menyesuaikan dengan body
mobil. Chassis ini dapat dilihat pada Gambar 2.3 (Ary Fadila dan Bustami Syam, 2013).
Gambar 2. 3 Chassis Monocoque (Ary Fadila dan Bustami Syam, 2013).
2.3.4 Backbone
Ini adalah aplikasi langsung dari teori jenis rangka pipa. Ide awalnya adalah dengan
membuat struktur depan dan belakangnya yang terhubung dengan sebuah rangka tube
yang melintang disepanjang mobil Chassis Backbone memiliki kekakuan dari luas area
bagian ‘backbone’ itu sendiri. Ukuran luas penampangnya sekitar. Chassis ini dapat
dilihat pada Gambar 2.4 (Ary Fadila dan Bustami Syam, 2013).

Gambar 2. 4 Chassis Backbone (Ary Fadila dan Bustami Syam, 2013).


2.3.5 Multi-Tubular Chassis
Secara teori istilah multi-tubular mengacu pada chassis yang dibangun dengan
lebih dari dua bantalan bearing, yang bisa digunakan untuk menjelaskan semua jenis
chassis di samping twintube yang dijelaskan di atas. Dalam prakteknya, istilah ini
mungkin paling tepat diterapkan pada chassis tersebut, yang mana menggunakan empat
rel sisi utama namun tidak dapat diklasifikasikan dalam kategori space frame yang
sebenarnya. Dapat dilihat pada Gambar 2.5.
Gambar 2. 5 Multi-Tubular Chassis (Maserati Alfieri, 2013).
2.4 Chassis Bus
Sebuah bus menggunakan ladder frame chassis sebagai penopang rangka dan body
bus secara keseluruhan. Gambar acuan dapat dilihat pada gambar 2.6 dan 2.7(new india
2016)

Gambar 2. 6 Gambar desain chassis lengkap dengan mesin dan ban(new india 2016)
Gambar 2. 7 Gambar ladder frame bus yg menjadi acuan(new india 2016)
2.5 Konsep Tegangan
Salah satu masalah fundamental dalam mechanical engineering adalah menentukan
pengaruh beban pada komponen mesin atau peralatan. Hal ini sangat esensial dalam
perancangan mesin karena tanpa diketahuinya intensitas gaya di dalam elemen mesin,
maka pemilihan dimensi, material, dan parameter lainnya tidak dapat dilakukan.
Intensitas gaya dalam pada suatu benda didefinisikan sebagai tegangan (stress). Gambar
2.8 menunjukkan sebuah benda yang mendapat beban dalam bentuk gaya-gaya. Untuk
mengetahui intensitas gaya di dalam benda maka dapat dilakukan dengan membuat
potongan imajiner melalui titik O. Untuk menjaga prinsip kesetimbangan, tentu pada
penampang potongan imajiner tesebut terdapat gaya-gaya dalam yang bekerja. Kalau
penampang imaginer tersebut dibagi menjadi elemen-elemen yang sangat kecil ∆A, maka
pada masing masing ∆A tersebut akan bekerja gaya dalam sebesar ∆F’(Mulyati, ST.
2008)
Gambar 2. 8 Konsep intensitas gaya dalam sebuah benda yang mendapat
beban(Mulyati, ST. 2008)
Definisi vektor tegangan (Stress vector)
∆𝑃 𝑑𝐹
𝑇 = lim ≈ (2.1)
∆𝐴→0 ∆𝐴 𝑑𝐴

Vektor tegangan ini adalah intensitas gaya pada seluruh penampang dan arahnya
tidak harus sama antara satu dengan yang lain. Dari definisi ini jelas bahwa tegangan pada
suatu elemen mesin terjadi karena adanya beban yang bekerja pada elemen tersebut
(Mulyati, ST. 2008).
2.6 Pengaruh Beban Terhadap Kondisi Tegangan
Dalam analisis elemen mesin masing-masing jenis beban perlu dipelajari
pengaruhnya terhadap tegangan, regangan, maupun deformasi yang ditimbulkan.
Berdasarkan lokasi dan metoda aplikasi beban serta arah pembebanan, beban dapat
diklasifikasikan menjadi : beban normal, beban geser, beban lentur, beban torsi, dan
beban kombinasi. Pengaruh jenis-jenis pembebanan tersebut terhadap tegangan, regangan
maupun defleksi elemen mesin dapat ditentukan secara analitik untuk komponen yang
sederhana. Sedangkan untuk komponen yang kompleks, dapat digunakan metoda
numerik maupun metoda eksperimental (Mulyati, ST. 2008).
2.6.1 Beban uniaksial
Pembebanan uniaksial pada suatu elemen mesin sering terjadi pada suatu elemen
mesin seperti ditunjukkan pada Gambar 2.9 tegangan yang terjadi pada elemen yang
mendapat beban uniaksial adalah tegangan normal yang arahnya selalu tegak lurus
penampang. Distribusi tegangan normal akibat ganya uniaksial dapat diasumsikan
terdistribusi secara seragam. Formula sederhana untuk menghitung tegangan normal
akibat beban uniaksial adalah:
𝑃
𝜎= (2.2)
𝐴

Dengan:
P = Beban uniaksial
A = Luas penampang tegak lurus arah beban

Gambar 2. 9 Distribusi tegangan normal akibat beban uniaksial (Mulyati, ST. 2008).
Dari definisi tegangan dan regangan maka hubungan tegangan regangan elemen yang
mengalami beban uniaksial dapat diformulasikan menjadi Hukum Hooke satu dimensi.
𝛿
𝜎 = 𝐸𝜀; 𝜀 = (2.3)
𝐿

Dengan :
𝜎 = Tegangan normal
𝐸 = Modulus Elastisitas
𝜀 = Regangan
𝛿 = Deformasi
𝐿 = Panjang Awal Spesimen
Perpindahan yang terjadi pada elemen yang mengalami beban uniaksial
diilustrasikan pada Gambar 2.10 formulasi untuk menghitung perpindahan dapat
dilakukan
dari definisi deformasi 𝛿 = 𝑢𝐵 − 𝑢𝐴 dan dengan menggunakan hukum Hooke, maka
dapat diturunkan bahwa.
𝐹𝐿
𝛿 = (𝑢𝐵 − 𝑢𝐴 ) = (2.4)
𝐴𝐸

Gambar 2. 10 Gaya dan perpindahan pada elemen yang mengalami beban uniaksial
(Kurt Gramoll).
2.6.2 Beban torsi
Beban torsi akan menimbulkan efek “puntiran” atau deformasi sudut (angular
deformation) seperti ditunjukkan pada Gambar 2.11. Poros adalah salah satu contoh elemen mesin
yang mengalami beban puntir. Tegangan yang terjadi akibat beban torsi adalah tegangan geser
dengan distribusi yang bervariasi linear dari titik tengah penampang ke permukaan. Tegangan
geser yang terjadi pada suatu elemen poros pada jarak r dari sumbu dan diakibatkan adanya torsi
T, diformulasikan sebagai berikut :
𝑇𝑟
𝜏= (2.5)
𝐽

J adalah momen inersia polar, besarnya tergantung pada dimensi dan bentuk penampang.

Gambar 2. 11 Poros penampang lingkaran dengan panjang L dan jari-jari a, diputar


dengan torsi T (John P. Kottcamp,1919).
Elemen yang diberi beban torsi akan mengalami tegangan geser sebesar τ yang
akan mengakibatkan terjadinya regangan geser sebesar γ, hubungannya seperti pada
formulasi Hukum Hooke untuk tegangan geser berikut :

𝜏 = 𝐺𝛾 (2.6)

Dengan :
𝐸
𝐺 = Modulus Geser, 𝐺 =
2(1+𝜐)

Deformasi sudut yang diakibatkan adanya torsi bisa dilihat pada Gambar 2.12. Besarnya
adalah :
𝑇𝐿
𝜙 = 𝜙𝐵 − 𝜙𝐴 = 𝐺𝐽 (2.7)

Gambar 2. 12 Sebuah poros dengan panjang L yang diberi beban torsi T (Mulyati, ST.
2008).
2.6.3 Beban bending
Contoh sederhana pembebanan bending pada beam ditunjukkan pada Gambar 2.13.
Tegangan yang terjadi pada pembebanan momen bending M yang diakibatkan oleh beban
P adalah tegangan normal dan tegangan geser. Besarnya tegangan normal yang terjadi
bervariasi semakin membesar menjauhi sumbu netral dan besarnya adalah:
𝑀𝑦
𝜎𝑋 = (2.8)
𝐼𝑍
y adalah jarak titik yang ditinjau dari sumbu netral, I adalah momen inersia,
sedangkan A adalah luas penampang melintang beam (Mulyati, ST. 2008).

Gambar 2. 13 Beam dengan beban bending (Mulyati, ST. 2008).


Tegangan normal dan tegangan geser akibat beban bending ditunjukkan pada
Gambar 2.14. Beban bending mengakibatkan terjadinya regangan seperti pada Gambar
2.15. Besar regangan pada elemen beam berjarak y dari sumbu netral adalah :
Gambar 2. 14 Beam dengan beban bending (Mulyati, ST. 2008).

Gambar 2. 15 Regangan yang terjadi pada beam (Mulyati, ST. 2008).


2.6.4 Beban geser
Beban geser akan menimbulkan tegangan geser pada bidang yang sejajar dengan arah
bekerjanya beban. Beban geser bisa ditemui pada elemen mesin paku keling seperti pada
Gambar 2.16. Diasumsikan beban geser terdistribusi merata pada bidang kerja, sehingga
tegangan yang terjadi pada bidang itu nilainya seragam:

Gambar 2. 16 Paku keling yang dibebani dengan beban geser (Mulyati, ST. 2008).
Tegangan geser yang diakibatkan adanya beban P pada sebuah paku keling dengan
luas penampang A, diformulasikan sebagai berikut :
𝑃
2 𝑃
𝜏= = (2.9)
𝐴 2𝐴

Khusus pada pembebanan transversal pada beam, seperti pada gambar 2.17,
akan terjadi kombinasi tegangan bending dan tegangan geser.

Gambar 2. 17 Pembebanan pada beam (Mulyati, ST. 2008).

Gambar 2. 18 Segmen beam (Mulyati, ST. 2008)


Dari gambar 2.18 di atas, besarnya tegangan geser dihitung :

Dengan b adalah tebal penampang. dM/dy adalah gaya geser pada setiap titik, V,
sehingga:
𝐶
Dengan 𝑄 = ∫𝑦1 𝑦𝑑𝐴, Maka :
𝑉𝑄
𝜏𝑋𝑌 = (2.10)
𝐼𝑏

Untuk beam dengan penampang persegi panjang :

Sehingga :

(2.11)

Tegangan geser bervariasi seperti pada gambar 2.19. Pada 𝑦1 = 2 , τ=0. Pada 𝑦1 = 0,
2 3
𝑉ℎ 𝑏ℎ
τmax = 8𝐼 . Untuk penampang persegi panjang, I= 12 , sehingga :
3𝑉
𝜏𝑀𝑎𝑥 = (2.12)
2𝐴

Gambar 2. 19 Distribusi tegangan geser pada beam persegi panjang (Mulyati, ST.
2008).
2.7 Metode Elemen Hingga (MEH)
Metode elemen hingga atau Finite Element Method (FEM) adalah prosedur numeris
yang dapat dipakai untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam bidang rekayasa
(engineering), seperti analisis tegangan pada struktur, frekuensi pribadi dan mode shape-
nya, perpindahaan panas, elektromagnetis, dan aliran fluida. Metode ini digunakan pada
masalah-masalah rekayasa dimana exact solution atau analytical solution tidak dapat
menyelesaikannya. Inti dari metode elemen hingga adalah membagi suatu benda yang
akan dianalisis, menjadi beberapa bagian dengan jumlah hingga (finite). Bagian-bagian
ini disebut elemen yang tiap elemen satu dengan elemen lainnya dihubungkan dengan
titik nodal (node). Kemudian dibangun persamaan matematika yang menjadi
reprensentasi benda tersebut. Proses pembagian benda menjadi beberapa bagian disebut
meshing.
Metode analisis elemen hingga pertama kali diperkenalkan oleh Turner dkk. pada
tahun 1956 (Madenci dan Guven, 2006). Saat ini, metode dan analisis desain telah banyak
menggunakan perhitungan matematis yang rumit dalam penggunaan sehari-hari. Metode
elemen hingga (MEH) banyak memberikan andil dalam melahirkan penemuan-penemuan
bidang riset dan industri, hal ini dikarenakan dapat berperan sebagai research tool pada
pengujian secara numerik. Aplikasi dari gagasan ini dapat kita temui dalam kehidupan
sehari-hari yang sama baiknya dalam keteknikan, seperti permainan bongkar pasang,
bangunan, perkiraan area lingkaran dan lain sebagainya, seperti terlihat pada Gambar 2.20
(Madenci & Guven)

Gambar 2. 20 Aplikasi penggunaan FEM pada masalah teknik(Madenci & Guven)


2.7.1 Definisi Metode Elemen Hingga
Metode elemen hingga merupakan salah satu cara dalam menyelesaikan masalah
yang terdapat di alam dengan solusi numerik. Biasanya kejadian di alam dapat dijelaskan
dalam persamaan baik itu dalam bentuk differensial atau integral. Karena alasan tersebut
metode elemen hingga menjadi salah satu cara dalam menyelesaikan bentuk differensial
parsial dan integral. Umumnya metode elemen hingga memungkinkan pengguna untuk
mendapatkan evolusi dalam ruang atau waktu dari satu atau lebih variabel yang mewakili
dari suatu sistem fisik. Bila mengacu pada analisis struktur, metode elemen hingga
merupakan metode yang baik dalam menghitung displacement, tegangan, dan regangan
pada suatu struktur dalam pembebanan tertentu (Handayani, 2010)
Penyelesaian dari metode elemen hingga (MEH) umumnya menggunakan metode
matriks. Penyelesaian MEH memerlukan perhitungan Penyelesaian MEH memerlukan
perhitungan yang sangat banyak dan berulang-ulang dari persaamaan yang sama,
sehingga diperlukan sarana komputer dan bahasa pemrogramannya. Penyelesaian dari
seluruh sistem umumnya merupakan penyelesaian persamaan serentak merupakan
penyelesaian persamaan serentak yang dinyatakan dalam bentuk matriks dan diselesaian
menggunakan penyelesaian diselesaian menggunakan penyelesaian persamaan serentak
(Cholesky, Eliminasi Gauss, Iterasi Gauss-Seidel).
Notasi matriks:

Matriks gaya dinyatakan dalam {F} = F


Matriks displacement dalam {d} = d
Matriks kekakuan elemen dinyatakan dalam [k] dan matriks kekakuan global sistem
struktur dinyatakan dalam [K].

Persamaan dari kesetimbangan sistem struktur dinyatakan dalam:


𝐹 = 𝐾. 𝐷 (2.13)
2.7.2 Konsep Dasar Analisis Metode Elemen Hingga
1. Diskritisasi/meshing dan pemilihan jenis elemen
Pemilihan jenis elemen berkait dengan idealisasi yang ingin dilakukan terhadap
struktur yang dimodelkan. Pilihan yang ada berkait dengan jenis elemen(1 dimensi 2
dimensi atau 3 dimensi) , dan berlanjut dengan tingkat kesulitan dari jenis elemen
yang ditunjukkan oleh jumlah titik (nodes) dalam elemen beserta jumlah derajat
kebebasan (degree of freedom atau DOF) dari masing-2 titik (node).
Penentuan jumlah elemen berkait dengan ukuran elemen yang penentuan dan
penyebarannya berkenaan dengan konsentrasi dari deformasi, regangan, serta
tegangan yang akan terjadi pada struktur yang dimodelkan yang disebabkan oleh
bentuk geometri dari struktur serta penyebaran beban dan syarat batasnya.
2. Pilih Fungsi Deformasi (Displacement Function)
Penentuan fungsi deformasi berkait dengan jumlah titik dalam satu elemen serta
DOF yang dimodelkan pada tiap titik atau tingkat/derajat polinomial dalam
asumsi fungsi deformasi elemen tersebut.
3. Menentukan persamaan hubungan antara regangan {ℇ} dan deformasi {d} serta
antara tegangan {𝛿} dan regangan {ℇ}.
𝑑𝑢 dv dw
 Regangan: ℇ x = ;↋Y = ;ℇZ =
𝑑𝑥 dy dz

 Tegangan: 𝛿 X = Eℇ x ; 𝛿 Y = Eℇ Y ; 𝛿 Z = Eℇ Z
4. Menentukan Matrik Persamaandan Kekakuan Elemen
Ada tiga metode dalam penentuan persamaan tiga metode dalam penentuan
persamaan kekakuan elemen:
 Metode Kesetimbangan Langsung (Direct Equilibrium Method). Matrik
persamaan elemen yang menunjukkan hubungan antara gaya, kekakuan dan
deformasi pada elemen ditentukan, dan deformasi pada elemen ditentukan
berdasarkan pada prinsip kesetimbangan gaya.
 Metode Kerja atau Energi (Work or Energy Method). Metode ini adalah
pendekatan yang dapat mencakup hampir semua tingkat kerumitan dari suatu
model yang mencakup komponen material, dimensi, beban,dan syarat batas.
Metode yang menggunakan prinsip energi/kerja lainnya: Metode Castigliano
dan Metode yang berdasarkan Prinsip Energi Potensial Minimum. Keduanya
hanya berlaku untuk penurunan dengan material elastis.
 Metode dengan Pemberatan pada Energi Sisa (Methods of Weighted
Residual). Metode ini yang terkenal adalah Metode Galerkin. Metode ini
memberikan hasil yang sama untuk semua penyelesaian Metode Energi.
Metode ini sebagai penyelesaian saat metode energi tidak bisa digunakan.
Metode ini dapat mengadopsi langsung persamaan diferensial.
 Persamaan elemen yang dihasilkan secara umum dari prsamaan 2.13 adalah
sebagai berikut:

5. Penggabungan Persamaan Elemen pembentuk persamaan global/ total dari sistem


dan menentukan syarat batas.
Penggabungan persamaan elemen dilakukan dengan prinsip superposisi
dengan mempergunakan prinsip kontunyuitas dan kompatibilitas. Kontinyuitas
tiap elemen saling berhubungan sehingga dapat menyalurkan beban berupa
tegangan keelemen disekitarnya. Sehingga terlihat pada bentuk deformasinya
yang kontinyu. Kompatibilitas: tiap elemen mempunyai titik (nodes) dengan tiap
elemen mempunyai titik (nodes) dengan jumlah dan sifat DOF tertentu, kesamaan
DOF dari titik dalam tiap elemen yang digunakan merupakan syarat
kompatibilitas dari tiap titik dalam tiap elemen dan tiap elemen menggunakan
titik-titik tersebut sesuai dengan tingkat kesulitan dari tiap elemen yang
digunakan. Penyelesaian Regangan dan Tegangan Elemen. Hasil regangan dan
tegangan adalah output yang umum digunakan untuk menentukan kualitas dari
desain struktur yang dilakukan.
6. Interpretasi Hasil
Output yang berupa: deformasi, tegangan, dan regangan adalah sebagai acuan
dalam menilai desain yang dimodelkan. Dari analisis yang dilakukan, maka dapat
ditentukan perubahan-perubahan untuk perbaikan desain maupun kualitas model.
2.7.3 Jenis Elemen Pada Metode Elemen Hingga
 Elemen satu dimensi (garis)
Jenis elemen ini meliputi pegas (spring), truss, beam, pipe dan lain sebagainya, seperti
terlihat pada Gambar 2.21.

Gambar 2. 21 Elemen Garis.


 Elemen dua dimensi (bidang)
Jenis elemen ini meliputi membran, plate, shell dan lain sebagainya seperti pada Gambar
2.22.

Gambar 2. 22 Elemen Bidang.Elemen Bidang.

 Elemen tiga dimensi (volume)


Jenis elemen ini meliputi (3-D Fields-temperature, displacement, stress, flow velocity),
seperti pada Gambar 2.23.

Gambar 2. 23 Elemen Volume


2.8 Kriteria Kegagalan
Dalam suatu rekayasa teknik, hal yang mendasar adalah menentukan batasan
tegangan yang menyebabkan kegagalan dari material tersebut. Dalam menggunakan teori
kegagalan yang terpenting adalah menentukan tegangan utama (principal stress).
Tegangan yang telah dihitung dibandingkan dengan tegangan yang diijinkan oleh
kekuatan material yang didapat dari hasil pengujian. Jika tegangan yang dihitung
melebihi tegangan yang diijinkan oleh material, kegagalan dari material akan terjadi. Ada
tiga teori kegagalan yang sering digunakan, yaitu :
2.8.1 Teori tegangan normal maksimum
Teori ini menyatakan bahwa kegagalan terjadi bila salah satu dari tegangan utama
(principal stress) sama dengan kekuatan dari material. Sebagai contoh untuk tegangan
utama setiap keadaan disusun dalam bentuk : σ1 > σ2 > σ3.
Berdasarkan Gambar 2.24 grafik teori tegangan normal maksimum diatas, jika
tegangan maksimum suatu material yang terkena beban di luar area tersebut, maka desain
dinyatakan masih aman. Jika kriteria kegagalan adalah titik luluh (yield), teori ini
  s yt    s yc
memperkirakan kegagalan akan terjadi bila : 1 atau 3 .
Gambar 2. 24 Grafik teori tegangan normal maksimum (Budynas dan Nisbeth, 2008)
Dimana Syi dan Syc adalah kekuatan luluh terhadap gaya tarik dan gaya tekan.
Kalau yang dipakai adalah kekuatan akhir, seperti pada bahan yang rapuh, maka
kegagalan terjadi jika :  1  sui atau  3   suc

2.8.2 Teori tegangan geser maksimum


Teori ini mengatakan bahwa kegagalan akan terjadi bila tegangan geser
maksimum pada setiap elemen mesin sama dengan kekuatan geser dari material. Jika
tegangan utama disusun dalam bentuk σ1 > σ2 > σ3 teori tegangan geser maksimal
𝑆𝑦    3  sy
memperkirakan bahwa kegagalan akan terjadi bila: 𝜏𝑚𝑎𝑥 = atau 1
2

Teori ini menyatakan bahwa kekuatan luluh pada kekuatan geser diberikan oleh
persamaan :

S sy  0,5s y
(2.14)
2.8.3 Teori tegangan von Misses
Teori ini memperkirakan suatu kegagalan mengalah dalam tegangan geser yang
memadai lebih besar dari yang diperkirakan oleh teori tegangan geser maksimal. Untuk
analisis perancangan akan lebih mudah jika kita menggunakan tegangan von Misses, yaitu
persamaan yang berkaitan dengan suatu tegangan dalam tiga sumbu.
1
 ( 1   2 ) 2  ( 2   3 ) 2  ( 1   3 ) 2  2
 
'

 2  (2.15)

 '  Sy
Hal ini akan terjadi kegagalan jika:
Dari percobaan-percobaan yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa teori
distorsi energi (von Misses) memperkirakan kegagalan dengan ketelitian tertinggi pada
semua kuadran (Budynas dan Nisbeth, 2008).
2.9 Faktor Keamanan
Disamping itu juga faktor yang perlu diperhatikan dalam desain kontruksi adalah
faktor keamanan. Keamanan suatu desain dapat ditunjukan dengan suatu nilai yang
disebut faktor keamanan atau safety factor (SF). Nilai dari safety factor dipengaruhi oleh
tegangan yang terjadi pada kontruksi. Hubungan tegangan dan safety factor dapat
digambarkan melalui persamaan berikut (Timoschenko, 1976):
𝑆𝑦
𝑆𝐹 = (2.16)
𝜏

Dimana SF = safety factor (angka keamanan)


Sy = yield strength (kekuatan) (N/mm2)
τ = tegangan yang bekerja (N/mm2)
dan faktor keamanan yang di sarankan berdasarkan beberapa pertimbangan dalam
tabel 2.1 berikut.
Tabel 2. 1 Perhitungan faktor keamanan berdasarkan beberapa pertimbangan. (Noor,
Nofa, and Arya 2016)

2.10 ABAQUS
Software ABAQUS adalah salah satu software yang dapat digunakan untuk analisis
dengan metode elemen hingga. ABAQUS menyediakan program yang digunakan untuk
memodelkan benda yang akan dianalisis yang diberi nama ABAQUS CAE. Program ini
berfungsi sebagai desain model yang akan kita analisis kekuatannya. Seperti kebanyakan
program komputer yang banyak tersedia di pasaran, ABAQUS mempunyai fasilitas
CAD/CAM/CAE bisa difungsikan sebagai program analisis elastis dan plastis.
Keunggulan ABAQUS dibanding dengan program lain sejenis adalah lengkapnya menu
yang tersedia pada part module. Selain itu kita juga bisa melakukan test dengan
memasukkan data secara manual didalam input file. Pengembangan bahasa program
dalam ABAQUS memungkinkan para desainer lebih mudah dalam memilih metode yang
digunakan dalam melakukan proses simulasi dan analisis (referensi pengertian abaqus)
Secara garis besar langkah kerja ABAQUS adalah sebagai berikut :
a. Part Module
Part Module adalah bagian dari modul yang akan digunakan untuk menggambar benda
yang akan disimulasikan didalam ABAQUS CAE 6.5-1. Modul part menyediakan menu
tool bar yang berfungsi untuk melakukan modifikasi benda maupun bentuk sesuai
dengan model yang akan kita buat.
b. Property Module
Property Module berfungsi untuk memasukan sifat mekanis bahan, jenis material,
kekuatan bahan, dan spesifikasi teknis dari material yang akan dianalisis. Modul property
ini sangat penting sebelum kita masuk kelangkah berikutnya, karena property dari
material harus diberikan sebelum kita melakukan proses assembly
c. Assembly Module
Assembly adalah menyusun bagian-bagian komponen (instance part) yang kita
buat menjadi satu kesatuan model sehingga memungkinkan untuk dilakukan analisis
numerik.
d. Step Module
Step berfungsi untuk menentukan urutan langkah-langkah yang ada akan
didefinisikan sebagai letak pemberian beban atau kecepatan. Modul step menyediakan
menu Set dan surface untuk meletakkan beban yang akan dikerjakan pada benda.
e. Interaction Module
Interaction berfungsi untuk menentukan bagian material yang akan mengalami
kontak. Interaction juga berguna untuk memberikan constraint pada benda yang
dianalisis untuk mencegah bergesernya benda dari kedudukan awalnya.
f. Load Module
Load digunakan untuk memberikan beban, kecepatan, boundary pada benda uji.
Modul load juga digunakan sebagai sarana untuk memasukkan tipe kondisi batas
(boundary conditions) yang akan kita buat.
g. Mesh Module
Mesh berfungsi membagi geometri dari benda yang akan kita buat menjadi node
dan elemen. Kita bisa menentukan jenis mesh yang akan kita gunakan serta mengontrol
jenis mesh yang kita berikan pada benda.
h. Job Module
Job berfungsi untuk melakukan proses running terhadap model yang telah kita buat.
Setelah data yang kita masukkan selesai selanjutnya kita serahkan pada job module untuk
melakukan proses penyelesaian secara numerik. Selama proses numerik di dalam
software kita bisa memonitor dari message area yang berada dibawah viewport apakah
submit job berhasil atau tidak, apabila terjadi error message kita kembali kepada module
untuk melakukan modifikasi terhadap bagian–bagian yang masih terdapat kesalahan.

2.11 Studi Penelitian Sebelumnya


Monika S.Agrawal,2015. Melakukan analisa chassis truck menggunakan finite
element. Chassis yang digunakan adalah ladder frame chassis dengan truck model TATA
1612. Material yang digunakan adalah mild steel dikarenakan memiliki kekuatan Tarik
yang rendah tetapi berharga murah. Dengan kekerasan permukaan dapat ditingkatkan
dengan carburizing. Dalam Analisis Statis, dapat menentukan area chassis truk yang
sangat tegang karena beban yang diterapkan, dan tegangan geser analitis 13.33% lebih
rendah dari nilai FEA.(Agrawal 2015)

Gambar 2. 25 Hasil Analisa Chassis Truck


A.Naresh, 2017. Melakukan analisa impak pada pembuatan Frame less Chassis
dari bus listrik. Penelitian ini berurusan dengan pemodelan frame less chassis dan
analisanya. Analisanya menggunakan ANSYS. Dari penelitian didapatkan bahwa
menggunakan material komposit (E glass epoxy) lebih baik untuk frame less chassis
dengan pembebanan. Karena berat totalnya lebih ringan dari material baja.(Naresh,
Kumar, and Vijaykumar 2017)
K. Eswararao, 2014. Melakukan optimasi material dan analisa pada frame less
chassis pada bus Volvo. Penelitian ini mengganti materialnya dengan menggunakan
komposit seperti Carbon epoxy dan E-glass Epoxy. Hasilnya adalah menggunakan
komposit E-glass epoxy lebih baik dari emnggunakan material komposit lain maupun
menggunakan baja.(Eswararao and Reddy 2014)
D.Venkatesh dkk, 2017. Melakukan pemodelan dan analisa struktur dari lorry
chassis. Menggunakan Grey Cast Iron, AISI 4130 Alloy Steel, AISI A 514 GRADE B alloy
steel, A709M GRADE 345 W alloy steel. Hasilnya menunjukkan bahwa AISI A514
GRADE B lebih baik dari material lain bila digunakan untuk lorry chassis. (Venkatesh
and Govind 2017)
Alireza Arab Solghar, 2012. Melakukan analisa tegangan dari chassis bus listrik
menggunakan metode finite element. Model chassis yang digunakan adalah chassis dari
mobil Hyundai cruz. Simulasi menggunakan software ABAQUS dengan massa total 5500
kg, dan menggunakan 8 nodal untuk meshing dan 20000 elemen yang digunakan untunk
menghitung. Pembebanan dilakukan adalah beban statis dan dinamis. Hasilnya
menunjukkan persebaran tegangan dan defleksi maksimum untuk pembebanan statis dan
dinamis.(Solghar and Arsalanloo 2013)
Bambang Setyono, 2013. Melakukan perancangan chassis sebuah prototype
mobil listrik mengguanakan metode elemen hingga dengan software Autodesk Inventor,
dari penelitian tersebut di dapatkan tegangan maksimum von Misses stress, displacement
maksimum dan anggka faktor keamanan. (Setyono and Gunawan 2015)
Katamaraju Ediga Madhu Latha dkk, 2017. Melakukan analisa statis dan dinamis
sebuah chassis mobil menggunakan metode elemen hingga. Material yang dijadikan
percobaan adalah steel st37 dan carbon fibre epoxy. Dari hasil analisa statis didapatkan
bahwa carbon fiber memiliki tegangan geser, regangan dan deformasi yang lebih sedikit
dari baja. Tetapi nilainya di bawah angka yang diperbolehkan. Dari analisa deformasi
berdasarkan frekuensi didapatkan carbon fibre epoxy memiliki performa yang lebih baik
dari ST37.(Latha and Shankar 2010)
Satrio Wicaksono dkk, 2017. Melakukan analisa roll over untuk bus
menggunakan metode elemen hingga. Pengujian dilakukan dengan kondisi ketika bus
kosong dan ketika bus penuh. Hasil menunjukkan bahwa bus di Indonesia tidak
memenuhi batas keamanan dari UN ECE R66 berdasarkan dari tegangan yang terjadi dan
displacement.(Wicaksono et al. 2017)

Anda mungkin juga menyukai