Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN pada DIARE


Dosen Pembimbing : Dr. Ririn Probowati, S.Kp.M.Kes.

DISUSUN OLEH KELOMPOK 11 :

1. Tita Heni Febrianti (151001041)


2. Usha Meilasari (151001042)
3. Vera Sintya Putri (151001043)
4. Vina Ismawati (151001044)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

(STIKES) PEMKAB JOMBANG

2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diare adalah salah satu penyakit yang banyak terjadi di Indonesia. Diare
dapat menyerang pada semua kelompok usia. Tidak jarang penyakit ini
menyebabkan kematian pada si penderita. Hal ini dikarenakan oleh
ketidakmampan si penderita menoleransi kehilangan elektrolit dan cairan
dari tubuhnya.
Diare adalah buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan
dapat berupa air saja dengan frekuensi lebih sering dari biasanya (tiga kali
atau lebih) dalam satu hari (Depkes RI 2011).
Diare hingga kini masih merupakan salah satu penyakit utama pada bayi
dan anak di indonesia. Pada tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk
(Depkes RI 2011).
Di perkirakan di temukan penderita diare sekitar 60 juta kejadian setiap
tahunya, sebagian besar (70-80%) dari penderita ini adalah anak di bawah
umur 5 tahun ( 40 juta kejadian ). Jumlah ini adalah sekitar 10% dari jumlah
penderita yang datang berobat untuk seluruh penyakit, sedangkan jika di
tinjau dari hasil survey rumah tangga di antara 8 penyakit utama, ternyata
prosentase penyakit diare yang berobat sangat tinggi,yaitu 72% di
bandingkan 56% untuk rata-rata seluruh penyakit yang memperoleh
pengobatan (Sudaryat, 2007).
Sebenarnya banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencegah
terjadinya diare, seperti masyarakat harus menyadari bahwa kesehatan itu
lebih dari segalanya. Berdasarkan hal di atas penulis menyusun makalah
dengan judul “ Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Diare ” .
1.2 Batasan Masalah
Makalah ini kami batasi pada Asuhan Keperawatan anak dengan Diare. Pada
usia Neonatal (1 bulan) sampai preschool (3 tahun).

1.3 Rumusan Masalah

2
Dari latar belakang di atas didapatkan rumusan masalah “Bagaimana
melakukab Asuhan Keperawatan pada anak dengan diagnosa medis Diare di
Rumah SakitUmum Daerah Jombang”
1.4 Tujuan Penulisan
A. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk mendapatkan
gambaran melakukan Asuhan Keperawatan Anak dengan diagnose medis
Diare di ruang Seruni di Rumah Sakit Umum Daerah Jombang.
B. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari makalah ini adalah :
1. Dapat melakukan pengkajian komperehensif pada pasien anak dengan
masalah keperawatan Diare.
2. Dapat mengetahui metode dalam mendiagnosa masalah keperawatan
pada pasien Diare.
3. Dapat menyusun rencana keperawatan pada pasien anak dengan
masalah Diare.
4. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien anak dengan
masalah Diare.
5. Dapat mengetahui hasil evaluasi pada pasien anak dengan masalah
Diare.
1.5 Manfaat
1. Keilmuan/Teori
Menambah Ilmu pengetahuan terutama dalam keperawatan keluarga yang
berhubungan dengan penyakit diare.
2. Bagi Perawat/Mahasiswa
Menambah wawasan bagi mahasiswa kesehatan khususnya mahasiswa ilmu
keperawatan mengenai penyakit diare.
3. Bagi Masyarakat/Keluarga
Bagi masyarakat dapat memberikan gambaran tanda-tanda dan gejala serta
penyebab penyakit diare di masyarakat sehingga dapat melakukan
pencegahan terhadap penyakit tersebut.

BAB II
Tinjauan Teori
2.1 Pengertian Diare
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih
banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk
cair /setengan padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat.

3
Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang
terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk
tinja yang encer atau cair. (Suriadi,Rita Yuliani, 2001).
Diare adalah buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan
dapat berupa air saja dengan frekuensi lebih sering dari biasanya (tiga kali
atau lebih) dalam satu hari (Depkes RI 2011).
2.2 Etiologi
Menurut Ngastiyah (2005) penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa
faktor:
A. Faktor Infeksi
1) Infeksi enterial
Infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab
diare pada anak. Meliputi infeksi enteral sebagai berikut:
 Infeksi virus : Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie,
Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus
dan lain-lain.
 Infeksi bakteri: vibrio, Ecoli, salmonella, shigella.
 Infeksi parasit: Cacing (ascaris, trichuris, oxyuris,
strongyloides), protozoa (entamoeba hystolytica,
giardia lambilia, trichomonas hominis), jamur
(candida albicanas)
2) Infeksi parenteral
Infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti: otitis media
akut, tonsilitis/tonsilofaringitis, bronchopneumonia, ensefalitis
dan sebagainya. Keadaan terutama terdapat pada bayi dan anak
berumur di bawah 2 tahun.
A. Faktor Malabsorbsi
 Malabsorbsi karbohidrat
Disakarida (intoleransi laktosa, maltosa,
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa,
fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak
yang terpenting dan tersering intoleransi
laktosa.
 Malabsorbsi lemak
 Malabsorbsi protein
B. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

4
C. Faktor psikologis
Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada
anak yang lebih besar).

2.3 Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan
osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang
berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul
diare.
Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan
selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus. Ketiga
gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan
berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul
diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri
timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup
ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung,
mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan
akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan
diare.

2.4 WOC DIARE

Psikologis
Infeksi Malabsorbsi KH, Protein, Makanan basi, takut, cemas
lemak alergi
 Enteral
 Parenteral
Makanan tdk diserap
Aktivitas tonus me 
ggn pada villi usus
Tek. osmotik cairan usus
meningkat
Absorbsi aktif Na dari lumen usus me
sekresi aktif NaCl & air dari mukosa ke
lumen usus me 

5
Volume usus meningkat hiperperistaltik

MK : Diare Diare MK : Ggn. Pola tidur

Kehilangan MK : Pengeluaran Na+ me  Iritasi Anus


cairan dan elektrolit -Defisit volume cairan
di vaskuler -Resiko syok hipo
volemik Na HCO3 plasma me

Metabolisme anaerob MK :

Kulit di Sal cerna terakumulasi toksin Ggn. Rasa nyaman


perianal Asam laktat  Ggn. Integritas kulit
Terjadi anoreksia, mual, Asidosis
Lama kontak
muntah
dg cairan
dan bakteri MK: Asam lambung 
Ggn Pemenuhan nutrisi
Kulit Lembab Nafsu makan me 
Ggn Tumbang

Pertumbuhan
bakteri meningkat infeksi otak MK : Ggn. nutrisi
Kecemasan ortu
Iritasi kulit Suhu tubuh tinggi

Kejang
MK: MK:
Resiko kerusakan HIPOVOLEMIA
integritas kulit
MK:
Resiko cedera

2.5 Manifestasi Klinis


Beberapa tanda dan gejala tentang diare menurut Suriadi (2001) antara lain :
1. Sering BAB dengan konsistensi tinja cair atau encer.

2. Terdapat luka tanda dan gejala dehidrasi

3. turgor kulit jelek (elastisitas kulit menurun) ubun-ubun dan mata


cekung, membran mukosa kering.
4. Kram abdominal.

5. Demam.

6. Mual dan muntah.

7. Anoreksia.

6
8. Lemah.

9. Pucat.

10. Perubahan TTV, nadi dan pernafasan cepat.

11. Menurun atau tidak ada pengeluaran urin.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


Menurut Hassan dan Alatas (1998) pemeriksaan laboratorium pada diare
adalah:
a. Feses
 Makroskopis dan Mikroskopis
 pH dan kadar gula pada tinja dengan kertas lakmus dan tablet
clinitest, bila diduga terdapat intoleransi gula.
 Biakan dan uji resisten.
b. Pemeriksaan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan
pH dan cadangan alkalin atau dengan analisa gas darah.
c. Ureum kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
d. Elektrolit terutama natrium, kalium dan fosfor dalam serium.
e. Pemeriksaan Intubasi deudenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau
parasit.
untuk mengetahui bakteri yang menyebabkan diare dan pemilihan antibiotik yang
sesuai:
Tabel 2-1. Data penunjang laboratorium

Hematologi Hasil Nilai Normal

Hemoglobin 7,4 P = 12-14 g/dl


L = 14-16 g/dl
Lekosit >10.000/ul 5000 – 10.000/ul
Trombosit 623.000 150.000 – 400.000/ul
Hematokit 29 P = 37-43 %
L = 40-48 %
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 2 1-3 %
Batang 2 2-6 %
Segmen 36 50-70 %
Limposit 56 20-40 %
Monosit 4 2-8 %

2.7 Komplikasi
Menurut Ngastiyah (2005) komplikasi dari daire ada :

7
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik)
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia(dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,
bradikardia, perubahan elektrokardiogram)
4. Hipoglikemia.
5. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi
enzim lactase.
6. Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi energi protein, (akibat muntah dan diare, jika lama atau
kronik).

2.8 Klasifikasi Diare


Gastroenteritis (diare) dapat di klasifikasi berdasarkan beberapa faktor :
1) Berdasarkan lama waktu :
a. Akut : berlangsung < 5 hari
b. Persisten : berlangsung 15-30 hari
c. Kronik : berlangsung > 30 hari
2) Berdasarkan mekanisme patofisiologik
a. Osmotik, peningkatan osmolaritas intraluminer
b. Sekretorik, peningkatan sekresi cairan dan elektrolit
3) Berdasarkan derajatnya
a. Diare tanpa dehidrasi
b. Diare dengan dehidrasi ringan/sedang
c. Diare dengan dehidrasi berat
4) Berdasarkan penyebab infeksi atau tidak
a. Infektif
b. Non infeksif
5) Berdasarkan penyebab organik atau tidak
a. Organik adalah bila ditemukan penyebab anatomik, bakteriologik,
hormonal, atau toksikologik.
b. Fungsional merupakan bila tidak ditemukan penyebab organik.

2.9 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita
adalah LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung
oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi
bukan satu-satunya cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi
usus serta mempercepat penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah
anak kekurangan gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati diare.
Adapun program LINTAS DIARE yaitu:
a. Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah

8
b. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
c. Teruskan pemberian ASI dan Makanan
d. Antibiotik Selektif
e. Nasihat kepada orang tua/pengasuh

1. Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari
rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila
tidak tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur,
air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang
baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa
mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita
diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa
minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat
pertolongan cairan melalui infus. Pemberian oralit didasarkan pada
derajat dehidrasi (Kemenkes RI, 2011).
a. Diare tanpa dehidrasi Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap
kali anak mencret Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali
anak mencret Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali
anak mencret
b. Diare dengan dehidrasi ringan sedang
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg
bb dan selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti
diare tanpa dehidrasi. c. Diare dengan dehidrasi berat
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk
ke Puskesmas untuk di infus. (Kemenkes RI, 2011)
Tabel 2-2. Kebutuhan Oralit per Kelompok Umur Umur (Sumber: Depkes
RI, 2006)

Umur Jumlah oralit yang diberikan Jumlah oralit yang


tiap BAB disediakan di rumah

<12 50-100 ml 400 ml/hari ( 2 bungkus)


bulan
Umur Jumlah oralit yang diberikan Jumlah oralit yang
tiap BAB disediakan di rumah

9
1-4 tahun 100-200 ml 600-800 ml/hari ( 3-4
bungkus)
> 5 tahun 200-300 ml 800-1000 ml/hari (4-5
bungkus)

Dewasa 300-400 ml 1200-2800 ml/hari

Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok
dengan cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit. Pemberian dengan botol
tidak boleh dilakukan. Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari
gelas. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit kemudian mulai
lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit. Pemberian cairan
ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti (Juffrie, 2010).
2. Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh.
Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase),
dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan
hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding
usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian
diare (Kemenkes RI, 2011).
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan
tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar,
mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare
pada 3 bulan berikutnya. Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus
diberi Zinc segera saat anak mengalami diare.
Dosis pemberian Zinc pada balita:
a. Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari
b. Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.
Cara pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan
air matang atau ASI, sesudah larut berikan pada anak diare (Kemenkes
RI, 2011).

3. Pemberian ASI/makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada
penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah

10
berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih
sering di beri ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih
sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang
telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah
dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare
berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk
membantu pemulihan berat badan (Kemenkes RI, 2011).

4. Pemberian antibiotika hanya atas indikasi


Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya
kejadian diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika
hanya bermanfaat pada penderita diare dengan darah (sebagian besar
karena shigellosis), suspek kolera (Kemenkes RI, 2011).
Obat-obatan anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang
menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak
dianjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah
dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar
menimbulkan efek samping yang berbahaya dan bisa berakibat fatal.
Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit
(amuba, giardia) (Kemenkes RI, 2011).
5. Pemberian Nasihat
Menurut Kemenkes RI (2011), ibu atau pengasuh yang berhubungan erat
dengan balita harus diberi nasehat tentang:
1. Cara memberikan cairan dan obat di rumah
2. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila
:
a. Diare lebih sering
b. Muntah berulang
c. Sangat haus
d. Makan/minum sedikit
e. Timbul demam
f. Tinja berdarah
g. Tidak membaik dalam 3 hari.
6. Menghitung Kebutuhan Cairan Anak
UPAYA REHIDRASI ORAL ( URO )
* Dehidrasi ringan
Kurang dari 3 jam pertama ( 50 ml/ kg/ BB )
* Tanpa dehidrasi, 10-20 ml/ kg/BB )
Contoh :
BB : 6 Kg

11
6 Kg X 50 ml = 300 ml = 1,5 gelas
6 Kg X 10-20 ml = 60-120 ml/ setiap diare

TERAPI CAIRAN STANDART

2.10 Pencegahan diare


Menurut Pedoman Tatalaksana Diare Depkes RI (2006) adalah sebagai
berikut:
1. Pemberian ASI ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik
dengan adanya antibodi dan zatzat lain yang dikandungnya. ASI turut
memberikan perlindungan terhadap diare pada bayi yang baru lahir.
Pemberian ASI eksklusif mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar
terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu
botol. Flora usus pada bayi-bayi yang disusui mencegah tumbuhnya
bakteri penyebab diare (Depkes RI, 2006). Pada bayi yang tidak diberi
ASI secara penuh, pada 6 bulan pertama kehidupan resiko terkena
diare adalah 30 kali lebih besar. Pemberian susu formula merupakan
cara lain dari menyusui. Penggunaan botol untuk susu formula
biasanya menyebabkan risiko tinggi terkena diare sehingga bisa
mengakibatkan terjadinya gizi buruk (Depkes RI, 2006).
2. Pemberian Makanan Pendamping ASI Pemberian makanan
pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai dibiasakan
dengan makanan orang dewasa. Pada masa tersebut merupakan masa
yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan
pendamping ASI dapat menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya
diare ataupun penyakit lain yang menyebabkan kematian (Depkes RI,
2006). Ada beberapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian
makanan pendamping ASI yang lebih baik yaitu
a) Memperkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 4-6
bulan tetapi masih meneruskan pemberian ASI. Menambahkan

12
macam makanan sewaktu anak berumur 6 bulan atau lebih.
Memberikan makanan lebih sering (4 kali sehari) setelah anak
berumur 1 tahun, memberikan semua makanan yang dimasak
dengan baik 4-6 kali sehari dan meneruskan pemberian ASI bila
mungkin.
b) Menambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi/bubur dan
biji-bijian untuk energi. Menambahkan hasil olahan susu, telur,
ikan, daging, kacang–kacangan, buah-buahan dan sayuran
berwarna hijau ke dalam makanannya. Mencuci tangan sebelum
menyiapkan makanan dan menyuapi anak, serta menyuapi anak
dengan sendok yang bersih. Memasak atau merebus makanan
dengan benar, menyimpan sisa makanan pada tempat yang
dingin dan memanaskan dengan benar sebelum diberikan
kepada anak (Depkes RI, 2006)
3. Menggunakan air bersih yang cukup
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui
jalur fecal-oral mereka dapat ditularkan dengan memasukkan kedalam
mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja misalnya air
minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam panci yang
dicuci dengan air tercemar (Depkes RI, 2006).
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar
bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil dibandingkan
dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih (Depkes RI,
2006).
Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu
dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari
kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah
(Depkes RI, 2006). Yang harus diperhatikan oleh keluarga adalah:
a) Air harus diambil dari sumber terbersih yang tersedia.
b) Sumber air harus dilindungi dengan menjauhkannya dari
hewan, membuat lokasi kakus agar jaraknya lebih dari 10
meter dari sumber yang digunakan serta lebih rendah, dan
menggali parit aliran di atas sumber untuk menjauhkan air
hujan dari sumber.

13
c) Air harus dikumpulkan dan disimpan dalam wadah bersih.
Dan gunakan gayung bersih bergagang panjang untuk
mengambil air.
d) Air untuk masak dan minum bagi anak harus dididihkan.
(Depkes RI, 2006)
4. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang
penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan.
Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar,
sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan,
sebelum menyuapi makanan anak dan sebelum makan, mempunyai
dampak dalam kejadian diare (Depkes RI, 2006).
5. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya
penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan
resiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai
jamban harus membuat jamban, dan keluarga harus buang air besar di
jamban (Depkes RI, 2006). Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
a) Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan
dapat dipakai oleh seluruh anggota keluarga.
b) Bersihkan jamban secara teratur.
c) Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi ke tempat
buang air besar sendiri, buang air besar hendaknya jauh dari
rumah, jalan setapak dan tempat anak-anak bermain serta lebih
kurang 10 meter dari sumber air, hindari buang air besar tanpa
alas kaki. (Depkes RI, 2006)
6. Membuang Tinja Bayi yang Benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja anak bayi itu tidak berbahaya.
Hal ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit
pada anak-anak dan orangtuanya. Tinja bayi harus dibuang secara
bersih dan benar, berikut hal-hal yang harus diperhatikan:
a) Kumpulkan tinja anak kecil atau bayi secepatnya, bungkus
dengan daun atau kertas koran dan kuburkan atau buang di
kakus.
b) Bantu anak untuk membuang air besarnya ke dalam wadah yang
bersih dan mudah dibersihkan. Kemudian buang ke dalam kakus

14
dan bilas wadahnya atau anak dapat buang air besar di atas suatu
permukaan seperti kertas koran atau daun besar dan buang ke
dalam kakus.
c) Bersihkan anak segera setelah anak buang air besar dan cuci
tangannya (Depkes RI, 2006)

15
BAB III
Konsep Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Diare

3.1 PENGKAJIAN
A. Biodata Klien
Nama : untuk membedakan pasien satu dengan pasien yang lain karena
banyak orang yang namanya sama.
Umur : pada usia Neonatal sampai PreSchool dapat terserang.
Jenis kelamin : Umumnya peempuan lebih rendah daripada laki-laki
Alamat : untuk mengetahui lingkungan dan tempat tinggal
pasien, apakah berhubungan dengan penyakitnya.
Pekerjaan : tidak dipengaruhi jenis pekerjaan.
Pendidikan : bagi orang yang tingkat pendidikan rendah/minim
mendapakan pengetahuan tentang diare, maka akan menganggap remeh
penyakit ini, dan dapat sembuh dengan cara cukup beristirahat.
Suku/bangsa : untuk mengetahui darimana asal dan letak geografis
tempat tinggal pasien
B. Riwayat Keperawatan
1. Keluhan utama
BAB lebih dari 3 x dengan konsistensi cair
2. Riwayat penyakit sekarang
Awalnya anak rewel,gelisah,suhu tubuh meningkat karena
infeksi ,anoreksia kemudian timbul diare.
P : Paliative/ provokatif yaitu faktor yang memperberat atau
memeperingan keluhan utama pada pasien.
Q : Qualitatif/ Quantitatif yaitu berapa kali pasien BAB ,
bagaimana bentuk feses BAB? Apakah encer,cair, bercampur
lender, dan darah.
R : Region/ Radiasi, yaitu dimana terjadi gangguan dan keluhan
yang di rasakan oleh pasien.
S : Skala berupa tingkat atau keadaan sakit yang dirasakan.
T : Timing yaitu berapa lama keluhan awal mulai terjadi? Apakah
bersifat akut atau mendadak.
3. Riwayat penyakit dahulu
Anak pernah mengalami penyakit diare sebelumnya atau penyakit
pencernaan yang lainnya.
4. Riwayat kesehatan keluarga.
Anggota keluarga lain ada yang perah menderita penyakit diare
sebelumnya
5. Riwayat kesehatan lingkungan.

16
Sanitasi lingkungannya biasanya, jarak sapiteng dekat dengan
sumur, BAK & BAB disungai. Kondisi air kurang bersih.
6. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan dan Perkembangan menjadi bahan pertimbangan
yang penting karena setiap individu mempunyai cirri-ciri
struktur dan fungsi yang berbeda,sehingga pendekatan
pengkajian fisik dan tindakan harus disesuikan dengan
pertumbuhan dan perkembangan (Robert Peiharjo,1995)
1. Tumbang Psikoseksual
a. Tahap oral-sensori (lahir sampai usia 12 bulan)
karakteristik :
 aktivitas melibatkan mulut (sumber utama
kenyamanan)
 Perasaan dependen (bergantung pada orang lain)

Individu yang terfiksasi --- kesulitan mempercayai


orang lain, menunjukkan perilaku seperti menggigit
kuku, mengunyah permen karet, merokok,
menyalahgunakan obat, minum alkohol, makan terlalu
banyak, overdependen.

b. Tahap anal-muskular (usia 1-3 tahun / toddler)


Karakteristik :
 Organ anus dan rectum merupakan sumber kenyamanan
 Masa “toilet training” --- dapat terjadi konflik
 Mengotori adalah aktivitas yang umum
 Gangguan pada tahap ini dapat menimbulkan
kepribadian obsesif-kompulsif seperti keras kepala, kikir,
kejam dan tempertantrum
c. Tahap falik (3-6 tahun / pra sekolah)
Karakteristik :
 Organ genital sebagai sumber kenyamanan
 Masturbasi dimulai dan keingintahuan seksual menjadi
terbukti
 Dapat mengalami kompleks Oedipus atau kompleks
Elektra
 Hambatan pada tahap ini dapat menyebabkan kesulitan
dalam indentitas seksual dan bermasalah dengan otoritas,
ekspresi malu, dan takut.

2. Tumbang Psikososial
a. Trust vs mistrust -- bayi (lahir – 12 bulan)
 Indikator positif : belajar percaya pada orang lain

17
 Indikator negatif : tidak percaya, menarik diri dari
lingkungan masyarakat, pengasingan.
 Pemenuhan kepuasan untuk makan dan mengisap, rasa
hangat dan nyaman, cinta dan rasa aman ----
menghasilkan kepercayaan.
 Pada saat kebutuhan dasar tidak terpenuhi secara
adekuat --- bayi menjadi curiga, penuh rasa takut, dan
tidak percaya. Hal ini ditandai dengan perilaku makan,
tidur dan eliminasi yang buruk.

b. Otonomi vs ragu-ragu dan malu (autonomy vs shame &


doubt) -- todler (1-3 tahun)
 Indikator positif : kontrol diri tanpa kehilangan harga
diri
 Indikator negatif : terpaksa membatasi diri atau
terpaksa mengalah
 Anak mulai mengembangkan kemandirian membuka
dan memakai baju, berjalan, mengambil, makan
sendiri, dan ke toilet. Mulai terbentuk kontrol diri.
 Jika kemandirian todler tidak didukung oleh orang
tua, mungkin anak memiliki kepribadian yang ragu-
ragu
 jika anak dibuat merasa buruk pada saat melakukan
kegagalan, anak akan menjadi pemalu.

c. Inisiatif vs merasa bersalah (initiative vs guilt) -- pra


sekolah ( 3-6 tahun)
 Indikator positif : mempelajari tingkat ketegasan dan
tujuan mempengaruhi lingkungan. Mulai mengevaluasi
kebiasaan (perilaku) diri sendiri.
 Indikator negatif : kurang percaya diri, pesimis, takut
salah. Pembatasan dan kontrol yang berlebihan
terhadap aktivitas pribadi
 Inisiatif, mencoba hal-hal baru, perilaku kuat, imajinatif
dan intrusif, perkembangan perasaan bersalah dan
identifikasi dengan orang tua yang berjenis kelamin
sama.
 Pembatasan --- mencegah anak dari perkembangan
inisiatif.
 Rasa bersalah mungkin muncul pada saat melakukan
aktivitas yang berlawanan dengan orang tua.
 Anak perlu belajar untuk memulai aktivitas tanpa
merusak hak-hak orang lain.

3. Tumbang Intelektual

18
Perkembangan Intelektual
Piaget membangi empat tahapan perkembangan
intelektual/ kognitif, yaitu
(1) tahap sensori motoris,
(2) tahap praoperasional,
(3) tahap operasional konkret dan
(4) tahap operasional formal.

Setiap tahapan memiliki karakteristik tersendiri sebagai


perwujudan kemampuan intelek individu sesuai dengan tahap
perkembangannya.
Adapun karakteristik setiap tahapan perkembangan intelek
tersebut adalah sebagai berikut :

1. Karakteristik Tahap Sensori-Motoris


Tahap sensori-motoris ditandai dengan karakteristik
menonjol sebagai berikut :
Segala tindakannya masih bersifat naluriah Aktivitas
pengalaman didasarkan terutama pada pengalaman indra
Individu baru mampu melihat dan meresapi pengalaman,
tetapi belum mampu untuk mengategorikan pengalaman
Individu mulai belajar menangani objek-objek konkret
melalui skema-skema sensori motorisnya.

Sebagai upaya lebih memperjelas karakteristik tahap


sensori-motoris ini, Piaget merinci lagi tahap sensori-motoris
ke dalam enam fase dan setiap fase memiliki karakteristik
tersendiri.

a. Fase pertama (0-1 bulan) memiliki karakteristik sebagai


berikut :
 Individu mampu bereaksi secara refleks
 Individu mampu menggerak-gerakkan anggota badan
meskipun belum terkoordinir
 Individu mampu mengasimilasi dan
mengakomodasikan berbagai pesan yang diterima dari
lingkungannya.
b. Fase kedua (1-4 bulan) memiliki karakteristik bahwa
individu mampu memperluas skema yang dimilikinya
berdasarkan hereditas

c. Fase ketiga (4-8 bulan) memiliki karakteristik bahwa


individu mulai dapat memahami hubungan antara

19
perlakuannya terhadap benda dengan akibat yang terjadi pada
benda itu.

d. Fase keempat (8-12 bulan) memiliki karakteristik sebagai


berikut :
 Individu mampu memahami bahwa benda tetap ada
meskipun untuk sementara waktu hilang dan akan
muncul lagi di waktu lain.
 Individu mulai mampu mencoba sesuatu
 Individu mampu menentukan tujuan kegiatan tanpa
tergantung kepada orangtua

e. Fase kelima (12-18 bulan) memiliki karakteristik sebagai


berikut :
 Individu mulai mampu untuk meniru
 Individu mampu untuk melakukan berbagai
percobaan terhadap lingkungannya secara lancar

f. Fase keenam (18-24 bulan) memiliki karakteristik sebagai


berikut :
 Individu mulai mampu untuk mengingat dan berpikir
 Individu mampu untuk berpikir dengan menggunakan
simbol-simbol bahasa sederhana
 Individu mampu berpikir untuk memecahkan masalah
sederhana sesuai dengan tingkat perkembangannya
 Individu mampu memahami diri sendiri sebagai
individu yang sedang berkembang
7. Riwayat Imunisasi.
Riwat imunisasi yang telah dijalani :

USIA IMUNISASI
0-7 hari HB0
1 Bulan Bcg, Polio 1
2 Bulan DPT-HB-Hib 1, Polio
3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3
4 Bulan DPT-HB-Hib, Polio 4, IPV
9 Bulan Campak
18 Bulan DPT-HB-Hib
24 Bulan Campak

8. Riwayat Nutrisi
Kebutuhan kalori 4-6 tahun yaitu 90 kalori/kg/hari.Pembatasan kalori
untuk umur 1-6 tahun 900-1300 kalori/hari. Untuk pertambahan berat

20
badan ideal menggunakan rumus 8 + 2n. Klasifikasi status gizi
sebagai berikut :
 Gizi buruk kurang dari 60%
 Gizi kurang 60 % - <80 %
 Gizi baik 80 % - 110 %
 Obesitas lebih dari 120 %
Pengukuran TTV
Tanpa Dehidrasi :
- TD : normal (>80-100/60 mmHg)
-N : 95- 120 x/menit
-RR : 20-30 x/menit
-S : 37,5 C
Kesadaran : composmentis
BB : bila terjadi penurunan BB 2,5-5%
Dehidrasi sedang
- TD : ≤80-100/<60 mmHg
-N : sedang 120-140 x/menit
-RR : 25-30 x/menit
-S : 38,0C
Kesadaran : Apatis
BB :bila terjadi penurunan berat badan 5-9%
Dehidrasi Berat
- TD : <80-100/<60 mmHg
-N : >140 x/menit)
-RR : >30 x/menit
-S : >38,0C
Kesadaran : mengigau, coma atau syok
BB :bila terjadi penurunan berat badan >10%

PEMERIKSAAN PER SISTEM


A. Sistem Pernapasan
Normal/ Dehidrasi Ringan :
Anamnesa :
Tidak ada ganggauan pernafasan
Hidung:
Inspeksi : tidak pernapasan cuping hidung
Palpasi : tidak ada nyeri pada hidung
Mulut
Inspeksi : mukosa bibir kering
Sinus paranasalis
Inspeksi : tidak ada gejala oedem

21
Palpasi : tidak nyeri saat ditekan
Leher
Inspeksi : tidak ada bendungan vena jugularis
Palpasi : irama denyut nadi arteri karotis komunis normal
Faring :
Inspeksi : tidak terjadi oedem dan tanda-tanda infeksi
Area dada:
Inspeksi : dada terlihat simetris
Palpasi : tidak nyeri saat ditekan dan tidak bengkak
Perkusi : sonor, tidak ada tanda-tanda bunyi redup
Auskultasi : vesikuler

Dehidrasi Sedang
Anamnesa :
Sedikit sesak, gelisah, ngantuk
Hidung:
Inspeksi : pernapasan cuping hidung
Palpasi : tidak ada nyeri pada hidung
Mulut
Inspeksi : mukosa bibir kering
Leher
Inspeksi : tidak ada bendungan vena jugularis
Palpasi : irama denyut nadi arteri karotis komunis meningkat tapi
masih dalam batas normal 120-140 x/menit.

Dehidrasi Berat
Anamnesa :
Mengigau, tidak sadar
Hidung:
Inspeksi : pernapasan cuping hidung
Palpasi : tidak ada nyeri pada hidung
Mulut

22
Inspeksi : mukosa bibir kering dan sianosis
Leher
Inspeksi : tidak ada bendungan vena jugularis
Palpasi : irama denyut nadi arteri karotis komunis meningkat
>140x/menit.

B. Cardiovaskuler Dan Limfe


Anamnesa : keletihan setelah beraktivitas
Wajah
Inspeksi : wajah normal
Leher
Inspeksi : tidak ada bendungan vena jugularis
Palpasi : irama denyut nadi arteri karotis komunis normal
Dada
Inspeksi : dada terlihat simetris
Palpasi : tidak nyeri saat ditekan dan tidak bengkak
Perkusi : terdengar suara pekak pada area dada sebelah kiri.
Auskultasi : teraba denyut jantung apeks pada ICS 5 dan 6
Ekstrimitas Atas
Inspeksi : tidak sianosis
Palpasi : suhu akral hangat
Ekstrimitas Bawah
Inspeksi :tidak sianosis
Palpasi : tidak menunjukkan oedem,
C. Persyarafan
Anamnesis : normal
Pemeriksaan nervus (diperiksa jika ada indikasi dengan kelainan
persyarafan):

Pemeriksaan rangsangan selaput otak


a. Kaku kuduk : Normal
b. Tanda kernig : Tungkai bawah membentuk sudut 135° terhadap
tungkai atas

23
c. Tes laseque : Normal
d. Brudzinski I
Brudzinski I negatif (Normal) bila pada saat fleksi kepala, tidak
terjadi fleksi involunter kedua tungkai pada sendi lutut Brudzinski I
positif (abnormal) bila terjadi fleksi involunter kedua tungkai pada
sendi lutut.
e. BRUDZINSKI II
Brudzinski II positif (abnormal) bila tungkai yangdalam posisi
ekstensi terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut.
Brudzinski II negatif (normal) apabila tidak terjadi apa-apa.
f. BRUDZINSKI III
Brudzinski III positif (abnormal) apabila terjadi fleksi involunter
kedua ekstremitas superior pada sendi siku. Brudzinski III negatif
(normal) apabila tidak terjadi apa- apa saat penekanan os
zygomaticus.
g. BRUDZINSKI IV
Brudzinski IV positif (abnrmal) apabila terjadi fleksi
involunterkedua tungkai pada sendi lutut. Brudzinski IV negatif
(normal) apabila tidak terjadi apa-apa.

 Tingkat kesadaran (kualitas):


Dehidrasi Ringan : Composmentis
Dehidrasi Sedang : Apatis
Dehidrasi Berat : Coma

 Tingkat kesadaran (Kuantitas) :


GCS :
Dehidrasi Ringan
Eye : 4 (Dapat membuka mata spontan)
Motorik : 6 (Dapat bergerak sesuai perintah)
Verbal : 5 (Orientasi baik, orang tempat dan waktu)
Dehidrasi Sedang

24
Eye : 3 (Dapat membuka mata saat di perintah)
Motorik : 5 (Dapat bergerak karena sentuhan)
Verbal : 4 (gelisah,menangis lemah, mengantuk )
Dehidrasi Berat
Eye : 2 (Dapat membuka mata saat di ragsangsang Nyeri)
Motorik : 3-4 (Dapat bergerak karena rangsangan nyeri/ fleksi
Abnormal)
Verbal : 3 (mengigau, tidak sadar )

D. Perkemihan-Eliminasi Uri
Anamnesa
Biasanya BAB cair > 3x/hari dan kencing sedikit
 Genetalia eksterna

Inspeksi : Tidak terjadi oedem dan tidak ada tanda-tanda infeksi


Palpasi : Tdak nyeri tekan dan tidak ada benjolan
 Kandung kemih:
terjadi gangguan berkemih atau penurunan urin pada dehidrasi tingkat
sedang – ke berat:
Inspeksi Urin :
Dehidrasi Ringan : Sedikit, Warna normal
Dehidrasi Sedang : Sedikit, warna pekat
Dehidrasi Berat : Tidak kencing selama 6 jam
Palpasi :
di atas sympisis pubis (tidak ada tahanan lunak di atas sympisis pubis )
 Ginjal :

Inspeksi : Tidak terjadi pembesaran


Palpasi : Tidak nyeri tekan
Perkusi : Tidak ada bunyi-bunyi tertentu, seperti redup karena ada
cairan
E. Sistem Pencernaan-Eliminasi Alvi
Anamnesa
Dehidrasi Ringan : sedikit kencing, kadang-kadang rasa haus,
frekuensi < 4x hari.

25
Dehidrasi Sedang : rasa haus/minum dengan lahap, frekuensi 4-10x
sehari
Dehidrasi berat : tidak bisa minum atau malas minum, frekuensi >10
sehari

 Mulut:

Inspeksi : Mukosa bibir normal (dehidrasi ringan/ 0), mukosa bibir


kering (Dehidrasi derajat sedang), mukosa kering dan sianosis
(Dehidrasi Berat)
Palpasi : Tidak nyeri tekan pada rongga mulut
 Lidah

Inspeksi : Bentuk simetris dan warna merah muda


Palpasi : Tidak nyeri
 Faring - Esofagus :

Inspeksi : Bentuk simetris


Palpasi : Tidak oedem
 Abdomen (dibagi menjadi 4 kuadran)

Perkusi : Nyeri
Palpasi dengan mencubit daerah perut (Suraatmaja.2007) :
 Dehidrasi ringan : 2-5 detik
 Dehidrasi Sedang : 5-10 detik
 Dehidrasi Berat : >10 etik
Kuadran I Hepar:
Inspeksi : Tidak ada benjolan
Palpasi : Tidak nyeri tekan (normal)
Perkusi : Pekak
Kuadran II Gaster:
Palpasi : Tidak nyeri tekan (normal)
Perkusi : Tympani
Kuadran III Lien :

26
Inspeksi : Warna kulit normal
Palpasi : Tidak nyeri tekan (normal)
Perkusi : Pekak
Kuadran IV Lien :
Inspeksi : Warna kulit normal
Palpasi : Nyeri tekan
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Suara bising usus meningkat > 35x/ menit
F. Sistem Muskuloskeletal & Integumen
Anamnese : normal
Warna kulit
Kulit :
 Dehidrasi ringan : Normal
 Dehidrasi Sedang : Kering
 Dehidrasi Berat : Kering dan Sianosis,

Kekuatan otot : 4 4
4 4
 Kekuatan otot 5 (gerakan aktif, dapat melawan gravitasi serta
mampu menahan tahanan penuh)
Palpasi dengan mencubit daerah perut atau melakukan CRT
(Suraatmaja.2007) :
 Dehidrasi ringan : 2-5 detik
 Dehidrasi Sedang : 5-10 detik
 Dehidrasi Berat : >10 etik

G. Sistem Endokrin dan Eksokrin


Anamnesa :
Normal
Kepala :
Inspeksi : Distribusi rambut pubis bagus dan tidak mudah rontok

27
Leher
Inspeksi : Bentuk simetris
Palpasi : Tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid

Payudara
Inspeksi :-

Genetalia :
Inspeksi :-
Palpasi : Tidak ada benjolan

Ekstremitas bawah
Palpasi : Tidak oedeme (normal)
H. Sistem Reproduksi
Anamnesa :
Normal
Axilla :
Inspeksi : Tidak adanya benjolan
Palpasi : Tidak ada benjolan

Abdomen:
Inspeksi : Tidak mengalami oedem
Palpasi : Tidak mengalami pembesaran

Genetalia :
Inspeksi : Tidak terjadi oedem
Palpasi : Tidak nyeri tekan
I. Persepsi sensori :
Dehidrasi ringan
Anamnesa : Normal
Mata
Inspeksi : Warna konjungtiva normal

28
Kornea : Normal berkilau
Iris dan pupil : Normal
Lensa : Normal
Sclera :Normal
Palpasi:
Tidak nyeri dan tidak terjadi pembengkakan kelopak mata
Penciuman (Hidung) :
 Palpasi : Tidak terjadi gangguan pernafasan
 Perkusi : Normal
Dehidrasi sedang – berat
 Mata : Amati mata conjunctiva adakah anemis, sklera adakah
icterus. Reflek mata dan pupil terhadap cahaya, isokor, miosis atau
midriasis. Pada keadaan diare yang lebih lanjut atau syok
hipovolumia reflek pupil (-), mata cowong.
 Hidung, pada klien dengan dehidrasi berat dapat menimbulkan
asidosis metabolik sehingga kompensasinya adalah alkalosis
respiratorik untuk mengeluarkan CO2 dan mengambil O2,nampak
adanya pernafasan cuping hidung.

29
3.2 Analisis Data

2 ANALISA DATA
No Data (symptom) Etiologi Masalah (problem)
1. Data subjektif
- ibu klien Gastroenteritis
↓ Hipovelemia
mengatakan BAB lebih
↑ tekanan osmotik
dari 5kali dalam satu
dalam rongga usus
hari ↓
- Ibu klien ↑ sekresi air dan
mengatakan anaknya elektrolit

demam.
↑ peristaltic usus

-merasa lemah dan
Kehilangan air dan
haus
elektrolit dalam
Data objektif jumlah banyak
Keadaan Umum :klien ↓
Hipovolemia
tampak lemah, mata
cekung.
Tanda – tanda vital
N : > 100 kali/ menit
Nadi teraba lemah
T D : < 75/50 mmhg
RR : > 20 kali/ menit
S : > 37,80C
Turgor tidak elastic
Mukosa bibir kering
2. Hematokrit meningkat
Feses cair dengan
Defisist nutrisi.
frekuensi 5 - 6 kali/
Gastroenteritis
hari

↑ Na+Me
Data subjektif ↓
Na HCo plasma
Ibu klien mengatakan

bahwa klien mual dan Metabolisme Anaerob
muntah bila diberi ↓
makanan serta tidak Asidosis

30
ada nafsu makan ↓
dengan frekuensi 3 ↑ asam basa/ HCL
kali/ hari lambung

Mual muntah
Data objektif

3. Keadaan Umum : Anoreksia

Klien tampak lemah
Defisit nutrisi
Tanda – tanda Vital :
Ansietas orang tua
P :> 100 kali/ menit
RR :>20 kali/ menit
T : 37,80C
GE
Klien muntah bila

diberi makanan dengan Kurang pengetahuan

frekuensi 3kali/ hari.
Koping inadekuat

Krisis informasi

Data Subjektif Ansietas orang tua
ibu klien sering
bertanya kepada
perawat tentang
keadaan anaknya.
Data objektif
Keadaan umum : orang
tua klien tampak cemas

3.2.1 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa yang Mungkin Muncul
1. Hipovolemia Berhubungan Dengan Kehilangan Berlebihan Melalui
Feses Dan Muntah Serta Intake Terbatas (Mual).
2. Resiko Perubahan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
Berhubungan Dengan Tidak Adekuatnya Intake Dan Output Yang
Berlebihan.
3. Ansietas Orang Tua Berhubungan Dengan Kurangnya Pengetahuan
Tentang Penyebab Penyakit Diare.
3.2.2 Diagnosa Prioritas

31
Hipovolemia b.d kehilangan berlebihan melalui feses dan muntah serta intake
terbatas (mual).
D.0023
NS. DIAGNOSIS Hipovolemia
Kategori : Fisiologis
Subkategori: nutrisi dan cairan
Penurunan volume cairan intravaskuler, interstisial, dan/atau intraseluler.
DEFINITION:

 Kehilangan cairan aktif


 Kegagalan mekanisme regulasi
PENYEBAB
 Peningkatan permebilitas kapiler
 Kekurangan intake cairan
 Evaporasi
Gejala dan Tanda Mayor Gejala dan Tanda Minor
 Subjektif  Subjektif
 Objektif - Merasa lemah
- Nadi teraba lemah, Frekuensi - Mengeluh haus
 Objektif
Meningkat
- Pengisian Vena menurun
- TD menurun
- Status mental berubah
- Turgor kulit menurun
- Suhu tubuh meningkat
- Mukosa bibir kering
- Konsentrasi uin meningkat
- Volume urin menurun
- BB turun tiba-tiba
- Hematokrit meningkat
 Penyakit Adison
KONDISI YANG TERKAIT

 Trauma/ perdarahan
 Luka bakar
 AIDS
 Penyakit Crohn
 Muntah
 Diare
 Kolitis ulseratif
 Hipoalbuminemia

Ns. Diagnosis (Specify):


DIAGNOSIS

Client
Diagnostic Hipovolemia
Related to:
Statement:
Kehilangan cairan aktif

32
Rencana Keperawatan
Diagnosa NIC NOC
Intervesi Aktifitas Outcome Indikator
keperawatan
Hipovolemia Manajemen cairan Observasi: Keseimbangan cairan 1. Denyut nadi radial dalam batas
b.d kehilangan DEFINISI: 1. Pantau tanda dan gejala DEFINISI: Normal antara 95-120 x/menit
2. Turgor kulit < 2 detik
cairan aktif Meningkatkan kekurangan cairan dan elektrolit Keseimbangan cairan didalam
3. Membrane mukosa bibir
R :Penurunan sisrkulasi volume
keseimbangan ruang intraselular dan
Lembab
cairan menyebabkan kekeringan
cairan dan ekstraselular tubuh 4. Serum elektrolit isotonic 131-
mukosa dan pemekataj urin.
pencegahan 150 mEq/L
2. Deteksi dini memungkinkan terapi
Mata tidak cowong
komplikasi yang
pergantian cairan segera untuk
dihasilkan dari
memperbaiki defisit
tingkat cairan tidak
Action:
normal atau tidak
1. pantau intake dan output
diinginkan R :Dehidrasi dapat meningkatkan
laju filtrasi glomerulus membuat
keluaran tak aadekuat untuk
membersihkan sisa metabolisme.
2. Timbang berat badan setiap hari
R :Mendeteksi kehilangan cairan ,
penurunan 1 kg BB sama dengan
kehilangan cairan 1 lt
3. Anjurkan keluarga untuk
33
memberi minum banyak pada
kien, 2-3 lt/hr
R :Mengganti cairan dan elektrolit
yang hilang secara oral
4. Menghitung tetesan infus :
Rumus Menghitung Tetes Infus
MACRO = 1 cc = 20 tts/mnt

Tetes Infus Macrotts/mnt = jmlh cairan X
20 / lama infus X 60

Lama Infus Macrolama infus = (jmlh cairan
X 20) / (tts/mnt X 60)MICRO = 1 cc = 60
tts/mnt

Tetes Infus Microtts/mnt = (jmlh cairan X
60) / (lama Infus X 60)

Lama Infus Microlama infus = (jmlh cairan
X 60) / (tts/mnt X 60)

Kolaborasi:
1. Pemeriksaan laboratorium serum
elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R : koreksi keseimbang cairan dan
elektrolit, BUN untuk mengetahui
faal ginjal (kompensasi).
2. Cairan parenteral ( IV line ) sesuai
34
dengan umur
R : Mengganti cairan dan
elektrolit secara adekuat dan
cepat.
3. Obat-obatan : (antisekresin,
antispasmolitik, antibiotik)
R :anti sekresi untuk menurunkan
sekresi cairan dan elektrolit agar
simbang, antispasmolitik untuk
proses absorbsi normal, antibiotik
sebagai anti bakteri berspektrum
luas untuk menghambat
endotoksin.
Health Education:
Informasikan kepada keluarga mengenai
tindakan yang diberikan kepada pasien.

35
resiko deficit Definisi : Observation : 5.
nutrisi 1. Monitor intake dan out put dalam
24 jam
R : Mengetahui jumlah output
dapat merencenakan jumlah
makanan.
Action :
1. Ciptakan lingkungan yang bersih,
jauh dari bau yang tak sedap atau
sampah, sajikan makanan dalam
keadaan hangat
R : situasi yang nyaman, rileks
akan merangsang nafsu makan.
2. Berikan jam istirahat (tidur) serta
kurangi kegiatan yang berlebihan
R : Mengurangi pemakaian energi
yang berlebihan

Colaboration :
1. Terapi gizi : Diet TKTP rendah
serat, susu
R : meringankan kerja lambung
dan penambahan nutrisi
2. Obat-obatan atau vitamin ( A)
36
R : Mengandung zat yang
diperlukan untuk proses
pertumbuhan,
3. Pemeriksaan lab Hb, PIT, Hct,
R : mengetahui kekurangan
nutrisi tubuh.

Education :
1. Diskusikan dan jelaskan tentang
pembatasan diet (makanan
berserat tinggi, berlemak dan air
terlalu panas atau dingin)
R : Serat tinggi, lemak,air terlalu
panas / dingin dapat merangsang
mengiritasi lambung dan sluran
usus.

37
1. Ansietas Penurunan Observasi : Tingkat Kecemasan 1. Dapat merencanakan strategi
orang tua Kecemasan 1. Mengetahui sejauh mana tingkat Definisi : koping untuk situasi penuh
berhubunga Definisi : kecemasan yang dialami oleh  Tingkat ansietas tekanan.
2. Mempertahankan performa
n dengan Keparahan orang tua klien.  Pengendalian diri terhadap
peran. (3)
kurangnya manifestasi ansietas
3. Distorsi persepsi. (3)
R : kaji dan dokumentasikan
pengetahua kekhawatiran,  Konsentrasi 4. Memantau manifestasi
tingkat kecemasan pasien,
n tentang ketegangan atau  Koping perilaku ansietas. (3)
termasuk reaksi fisik setiap…….. Menggunakan teknik relaksasi
penyebab perasaan tidak
untuk meredakan ansietas.(3)
penyakit tenang yang
2. Kaji untuk factor budaya yang
diare. muncul dari
menjadi penyebab ansietas
sumber yang tidak
dapat diidentifikasi.
Action :
1. Bantu orang tua untuk tidak
memperlihatkan kecemasan
mereka dihadapan anak-anak.

R : ajarkan orang tua untuk


bersikap tenang didepan anak.

2. Berikan kenyaman dan


ketentraman hati

38
R: Agar klien tidak terlalu
memikirkan kondisinya.

3. Minta orang tua untuk membawa


mainan, dan benda-benda lain dari
rumah

R : memberikan mainan yang


anaknya suka.

4. bermain dengan anak atau bawa


anak ketempat bermain anak
dirumah sakit dan libatkan anak
dalam permainan
5. dorong anak untuk
mengungkapkan perasaan mereka
6. perkirakan dan biarkan regresi
pada anak yang sakit
7. berikan orang tua mengenai
informasi penyakit anak dan
perubahan perilaku yang
diperkirakan terjadi pada anak
mereka

39
8. gendong bayi atau anak dan
berikan rasa nyaman
9. penurunan ansietas(NIC); dorong
keluarga untuk tetap
mendampingi pasien jika perlu.

R: mempermudah mengetahui
tingkat cemas pasien dan
menentukan intervensi
selanjutnya

10. timang bayi jika diperlukan


11. bicara dengan lembut atau
bernyanyi untuk bayi atau anak
12. berikan dot pada bayi jika perlu

Edukasi :

1. Informasi yang adekuat akan


membantu keluarga menenangkan
dan mengurangi kecemasan.
2. Menambah pengetahuan dalam

40
pencegahan penanganan.

Dorongan spiritual memberi ketenangan


jiwa

41
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

An. S berusia 15 bulan beralamat Wringinpitu,Mojowarno diantar kedua orang tuannya ke RSUD
Jombang pada tanggal 14 Januari 2018 dengan keluhan batuk, panas ± 3 hari dengan tingkat
kesadaran alert (composmentis) Saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan TD : 100/70, RR: 32 ,
N : 142xmenit, S: 40oC, BB : 5,4 kg

4.1 PENGKAJIAN
1. Biodata Pasien
Nama : An.S
Umur : 15 bulan
Jenis Kelamin : perempuan
Alamat : Wringinpitu ,Mojowarno Jombang
Tgl. MRS : 14 Januari 2018
Tgl. Pengkajian : 15 Januari 2018
Diagnosa Medis : GEA , dehidrasi, nyeri + sepsis
2. Penanggung Jawab
Nama : Tn. M
Pekerjaan : pegawai swasta
Alamat :Wringinpitu , Mojowarno Jombang
Hubungan dengan pasien : anak Kandung
3.3 Riwayat Keperawatan
a. Keluhan Utama :
Batuk
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu pasien mengatakan batuk dimulai pada hari Sabtu (21.00) tanggal 31 Januari
2018, dengan batuk grok- grok , dan dahak (+) dengan warna putih,hijau disertai
pilek dengan ingus putih. Demam secara terus menerus pada hari sabtu (23.00).
Demam turun setelah minum obat parasetamol, kemudian naik lagi. H(1)
Diare mulai hari minggu (09.00) tanggal 14 Januari 2018 dengan konsistensi cair
dan sedikit berampas, lendir dan darah (-), dengan warna kuning. Nafsu makan ,
minum menurun.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Ibu pasien mengatakan pada usia 4 bulan An. S mengalami sesak, sesak terjadi
pada saat panas. Mempunyai penyakit jantung bawaan (down syndrome)
d. Riwayat Tumbuh Kembang
Mengalami keterlambatan tumbuh kembang dalam hal berbicara
e. Riwayat Imunisasi
BCG,Hepatitis, Polio, DPT, Campak

42
3.4 Pengukuran TTV
 TD :100/70 mmHg
 N : 142 x/menit
 RR : 32 x/menit
 Suhu : 40 oC
 BB : 5,4 kg
 PB : 69 cm
3.5 Pemeriksaan Persistem

a. Sistem Pernapasan
Anamnesa : Tidak mengalami sesak nafas

 Hidung:
Inspeksi : Tidak ada nafas cuping hidung, tidak ada secret,terpasang NGT

 Mulut
Inspeksi : Mukosa bibir tidak sianosis,lembab tidak ada alat bantu nafas.

 Leher
Inspeksi : Jup flat

 Faring :
Inspeksi : Tidak ada oedem, tidak ada tanda-tanda inflamasi

 Area dada:
Inspeksi : Simetris, retraksi dinding dada (-)
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : sonor + +
Auskultasi :ronkhi - -

b. Cardiovaskuler Dan Limfe


Anamnesa: tidak ada keluahan

 Wajah
Inspeksi : konjungtiva merah muda (tidak anemis)

 Leher
Inspeksi : Jup Flat

 Dada
43
Inspeksi : Bentuk dada simetris
Palpasi :
Perkusi :
Auskultasi : Bj1 Bj2 tunggal , murmur (-)

 Ekstrimitas Atas
Inspeksi : Tidak sianosis dan tidak ada clubbing finger
Palpasi : CRT<2 detik, suhu akral hangat

 Ekstrimitas Bawah
Inspeksi : Tidak clubbing finger, tidak sianosis
Palpasi : Suhu akral hangat, pitting odem (-)

c. Persyarafan
Anamnesis : tidak ada keluhan
Pemeriksaan nervus (diperiksa jika ada indikasi dengan kelainan persyarafan):
1. Uji nervus I olfaktorius (pembau)
Menggunakan minyak kayu putih sehingga pasien bisa mengembalikan kesadaran
dan pasien dalam keadaan normal karena bisa membedakan bau antara minyak kayu
putih dan parfum.
2. Uji nervus II opticus (penglihatan)
Konjungtiva normal
a. Ketajaman penglihatan
Pasien dapat melihat benda dengan jarak 35 cm dengan jelas
b. Lapangan penglihatan
Pasien tidak dapat melihat objek dengan jarak antara pemeriksa dan pasien
berkisar 60-100 cm dengan mata yang lain ditutup. Lapangan penglihatan
pasien tidak normal
3. Uji nervus III oculomotorius
Tidak oedem pada mata
4. Nervus IV toklearis
Ukuran pupil normal (4-5 mm)
5. Nervus V trigeminus (sensasi kulit wajah)
Pemeriksaan reflek masester : klien mampu menutup mulut secara tiba-tiba.
Sensibilitas wajah.
Rasa raba : pasien dapat membandingkan rasa raba wajah kiri dan kanan(normal)
Rasa nyeri : pasien mampu mendeteksi nyeri
Rasa suhu : pasien mampu mendeteksi suhu (panas-dingin)
Rasa sikap : pasien mampu mendeteksi area wajah yang disentuh (atas-bawah)
Rasa gelar : pasien mampu mendeteksi adanya getaran garpu penala yang
disentuhkan ke wajah pasien.
6. Nervus VI abdusen :

44
Bola mata simetrisUji nervus
7. VII facialis dengan cara :
Pasien mampu membedakan rasa manis,asam dan pedas. Bentuk wajah simetris
8. Nervus VIII auditorius/akustikus :
Pendengaran : pendengarannya baik dan tidak tampak oedem
Keseimbangan : pasien dapat berdiri/berjalan dengan seimbang.
9. Nervus IX glosoparingeal :
Pasien mampu merasakan rasa pahit sehingga timbulnya reflek muntah
10. Nervus X vagus:
Gerakan lidah, faring, laring, dan gerakan pita suara normal ketika pasien membuka
mulut dan berkata “ah”
11. Nervus XI aksesorius :
Pasien tidak mengalami kesulitan menggerakan kepala dan bahu
12. Nervus XII hypoglosal/ hipoglosum :
Pasien mampu menjulurkan lidah ke garis tengah dan menggerakkannya ke
samping kanan dan ke samping kiri.
Tes Koordinasi
a. Tes hidung-jari hidung
Pasien mampu menggunakan jari telunjuknya menyentuhkan jari telunjuknya
ke jari pemeriksa kemudian kehidung pasien sendiri secara berulang
b. Tes jari-hidung
Pasien mampu menyentuh hidung dengan kelima jarinya dengan cepat
c. Tes pronasi supinasi normal
Pasien mampu menengadah dan menelungkupkan tangan dengan cepat
Pemeriksaan reflek superfisial :
a. Reflek dinding perut : Mampu mengontraksikan dinding perut dengan teratur
b. Cremaster :normal
c. Gluteal :normal (Mampu merefleksikan otot gluteal dengan
baik)
Reflek fisiologis:
a. Bisep : mampu menekuk siku
b. Trisep : mampu mengekstensi lengan bawah sendi
Siku
c. Brokioradialis : mampu merasakan adanya kontraksi
d. Patella : mampu mengekstensikan tungkai bawah
e. Arciles : mampu plantar fleksi kaki
Pemeriksaan reflek patologis
f. Babinski : pasien mengekstensi ibu jari kaki dan pengembangan
(abduksi) jari-jari kaki
g. Chadok : mampu mengekstensikan ibu jari kaki dan pengembangan (abduksi)
jari-jari kaki.
h. Openheim : mampu mengekstensikan ibu jari kaki dan pengembangan
(abduksi) jari-jari kaki.

45
i. Gordon : mampu mengekstensikan ibu jari kaki dan pengembangan (abduksi)
jari-jari kaki.
j. Gonda : pasien mampu mengekstensi ibu jari kaki dan pengembangan
(abduksi) jari-jari kaki
k. Rossolimo : mampu untuk fleksi jari-jari long legs pada sendi
interfalangeal
l. Trommer : mampu merasakan ujung jari tengah dengan baik
Pemeriksaan rangsangan selaput otak
a. Kaku kuduk : normal
b. Tanda kernig : tungkai bawah membentuk sudut 135° terhadap tungkai atas
c. Tes laseque : normal

Tingkat kesadaran (kualitas):


Pasien dalam keadaan sadar (composmentis)
Tingkat kesadaran (Kuantitas) :
GCS
Eye : 4 (dapat membuka mata spontan)
Motorik : 6 (dapat bergerak sesuai perintah)
Verbal : 5 (orientasi baik, orang tempat dan waktu)
Pemeriksaan fungsi luhur :
Pemeriksaan fungsi luhur normal
d. Perkemihan-Eliminasi Uri
BAK
Frekuensi : ± 5-8 x/hari
Warna : Kuning
Lain-lain : Jernih
BAB
Frekuensi : ±3x/hari
Warna : Kuning
Lain –lain : Lembek / cair
Perempuan :
Genetalia eksterna
Inspeksi : tidakodema, tidak ada tanda–tanda infeksi
Palpasi : tidak benjolan, tidak nyeri tekan.
Kandung kemih:
Palpasi : tidak ada tahanan lunak diatas sympisis pubis

46
e. Sistem Pencernaan-Eliminasi Alvi
Pola makan pasien 3x sehari dengan nasi lauk dan sayur dengan rekuensi ±8x per
hari dengan minum susu dan air putih
Mulut
Inspeksi : mukosa bibir lembab
Lidah
Inspeksi :
Palpasi :
Abdomen (dibagi menjadi 4 kuadran)
Inspeksi : tidak ada benjolan
Auskultasi : bising usus meningkat
Perkusi : kuadran normal (tidak ada nyeri tekan)
Palpasi : tidak nyeri
Kuadran I:
Hepar :tidak nyeri tekan (normal), tidak teraba hepar
Kuadran II:
Gaster :tidak nyeri tekan (normal)
Lien : tidak nyeri tekan (normal)
Kuadran III:
Tidak nyeri tekan (normal)
Kuadran IV:
Tidak nyeri tekan (normal)
f. Sistem Muskuloskeletal & Integumen
Keadaan kulit : kemerahan
Kekuatan otot :

Kekuatan otot 4 (gerakan aktif, dapat melawan gravitasi,dapat meahan tahanan


ringan )
g. Sistem Endokrin dan Eksokrin

47
Kepala
Inspeksi : distribusi rambut jarang , rambut berjagung merah
Palpasi : ubun ubun sedikit cekung
Leher
Inspeksi :
Palpasi :
Genetalia
Inspeksi : tidak ada gejala infeksi
Palpasi : tidak ada benjolan/ nyeri tekan
Ekstremitas bawah
Inspeksi : tidak ada luka
Palpasi : pitting odem (-)
h. Sistem Reproduksi
Anamnesa :
Axilla
Inspeksi :
Palpasi :
Abdomen
Inspeksi
Palpasi :
Genetalia :
Inspeksi :
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
i. Persepsi sensori :
Anamnesa :
Mata
Inspeksi : konjungtiva merah muda
Kornea : normal berkilau/simetris
Iris dan pupil : normal
Lensa : bening
Palpasi
Penciuman (Hidung)

48
 Palpasi :
 Perkusi :

BAB
PENUTUP (ganti kata)
3.1 Kesimpulan

Dari hasil penerapan proses keperawatan yang kelompok lakukan dengan masalah Diare
dapat ditemukan 3 diagnosa keperawatan yang muncul yaitu:

 Hipovolemia Berhubungan Dengan Kehilangan Berlebihan Melalui Feses Dan Muntah


Serta Intake Terbatas (Mual).
 Resiko Perubahan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Berhubungan Dengan Tidak
Adekuatnya Intake Dan Output Yang Berlebihan.
 Ansietas Orang Tua Berhubungan Dengan Kurangnya Pengetahuan Tentang Penyebab
Penyakit Diare.

Setelah Perencanaan keperawatan disusun, dalam pelaksanaan keperawatan, kelompok


dapat melaksanakan semua rencana keperawatan yang telah disusun Dalam melaksanakan
tindakan keperawatan kelompok bekerjasama dengan klien, keluarga, dan perawat ruangan.
Selain itu, implementasi keperawatan tersebut disesuaikan dengan kondisi dan fasilitas
ruangan perawatan klien.

3.2 Saran

a. Bagi Institusi

Diharapkan dapat menambah koleksi bacaan di perpustakaan sehingga mudah dalam


pembuatan tugas.

b. Bagi Rumah Sakit

49
Diharapkan data ini dapat menjadi referensi dalam pembuatan asuhan keperawatan
yang mengacu pada standar SNL (Standard Nursing Language) yang dianjurkan oleh
NANDA.

DAFTAR PUSTAKA

Sudaryat,2007. Kapita Selekta Gastroenterologi Anak Edisi 7.Jakarta :CV.Sagung Seto.


Kemenkes R1.2011.http://www.depkes.go.id/download.php?
file=download/pusdatin/buletin/buletin-diare.pdf. diakses tanggal 10-01-2018

NIC (Nursing Intervention Classification)

NOC (Nursing Outcomes Classification)

SDKI

50

Anda mungkin juga menyukai