Anda di halaman 1dari 13

Obstructive sleep apnea syndrome pada Anak

Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS) adalah suatu sindrom obstruksi total atau parsial jalan nafas
yang menyebabkan gangguan fisiologis yang bermakna dengan dampak klinis yang bervariasi. Prevalensi
OSAS adalah 0,7 . 10,3%. Beberapa keadaan dapat merupakan faktor risiko OSAS seperti hipertofi
adenoid dan atau tonsil, obesitas, disproporsi sefalometri, kelainan daerah hidung. OSAS pada anak
berbeda dengan dewasa baik faktor risiko maupun tata laksananya. Manifestasi klinis OSAS pada anak
adalah kesulitan bernafas pada saat tidur, mendengkur, hiperaktif, mengantuk pada siang hari, dan
kadang-kadang enuresis. Diagnosis OSAS secara definitif menggunakan polisomnografi yaitu adanya
indeks apnea atau hipopnea lebih dari 5. Sebagai alternative diagnosis adalah menggunakan kuesioner
Brouillette dkk, observasi dengan video, atau menggunakan pulse oksimetri. Tata laksana OSAS pada
anak adalah pengangkatan adenoid (adenoidektomi dan/atau tonsilektomi). Angka keberhasilannya cukup
tinggi yaitu sekitar 75%. Selain itu diet untuk penurunan berat badan pada obesitas, serta pengunaan
CPAP (continuous positive airway pressure). Komplikasi yang dapat terjadi adalah gangguan tingkah
laku, kelainan kardiovaskular, dan gagal tumbuh.

Tidur merupakan kebutuhan utama bagi anak yang berfungsi sebagai restorasi dan homeostasis
seluruh sistem organ tubuh. Tidak jarang seseorang mengalami gangguan tidur, dari gangguan ringan
sampai berat seperti sulit tidur, mendengkur (snoring) sampai yang sangat kompleks seperti sleep apnea
syndrome.1

Obstructive sleep apnea syndrome (OSAS) merupakan salah satu bagian dari OAS. Pertama kali
dilaporkan oleh Guillenimault dkk pada tahun 1976 pada 8 orang anak berusia 5 - 14 tahun berdasarkan
manifestasi klinis dan polisomnografi.2 Setelah dilaporkan adanya OSAS pada anak, beberapa ahli mulai
meneliti lebih jauh tentang OSAS pada anak.

Kecurigaan adanya OSAS ditandai dengan ditemukannya mendengkur (snoring) pada anak. Prevalensi
mendengkur pada anak sekitar 3,2 – 12,1%, sedangkan prevalensi OSAS 0,7 - 10,3%. Adanya perbedaan
yang cukup besar bergantung kepada metode yang digunakan. Dapat digunakan polisomnografi (PSG)
sebagai alat diagnosis baku emas untuk OSAS dan ada yang tidak menggunakan, demikian pula
penggunaan definisi mendengkur yang berbeda.3

Faktor risiko OSAS pada anak sangat berbeda dengan orang dewasa.4 Pada dewasa, obesitas
merupakan faktor risiko utama terjadinya OSAS, sedangkan pada anak meskipun merupakan faktor risiko
tetapi bukan merupakan yang utama.
Definisi

Sleep apnea syndrome adalah suatu sindrom dengan ditemukannya episode apnea atau hipopnea pada saat
tidur. Apnea dapat disebabkan kelainan sentral, obstruktif jalan nafas, atau campuran. Obstruktif apnea
adalah berhentinya aliran udara pada hidung dan mulut walaupun dengan usaha nafas, sedangkan central
apnea adalah penghentian pernafasan yang tidak disertai dengan usaha bernafas akibat tidak adanya
rangsangan nafas. Obstruktif hipoventilasi disebabkan oleh obstruksi parsial aliran udara yang
menyebabkan hipoventilasi dan hipoksia. Istilah obstruktif hipoventilasi digunakan untuk menunjukkan
adanya hipopnea, yang berarti adanya pengurangan aliran udara.

Istilah OSAS dipakai pada sindrom obstruksi total atau parsial jalan nafas yang menyebabkan
gangguan fisiologis yang bermakna dengan dampak klinis yang bervariasi. Istilah primary snoring
(mendengkur primer) digunakan untuk menggambarkan anak dengan kebiasaan mendengkur yang tidak
berkaitan dengan obstruktif apnea, hipoksia atau hipoventilasi.1, 5 Guilleminault dkk mendefinisikan sleep
apnea sebagai episode apnea sebanyak 30 kali atau lebih dalam 8 jam, lamanya paling sedikit 10 detik dan
terjadi baik selama fase tidur rapid eye movement (REM) dan non rapid eye movement (NREM). 2
Terdapat istilah apnea index (AI) dan hypopnea index (HI) yaitu frekuensi apnea atau hipopnea per jam.
Apnea atau hypopnea index dapat digunakan sebagai indikator berat ringannya OAS.3

Epidemiologi

Secara epidemiologi, OSAS lebih sering terjadi pada orang dewasa daripada anak-anak. Mendengkur
karena kebiasaan, dijumpai pada masa anak-anak yang terjadi pada 7-9% dari anak-anak pra sekolah dan
anak usia sekolah.6 Schechter,3 mendapatkan prevalensi snoring berkisar antara 3,2-12,1% bergantung
kriteria inklusi yang dipakai. Gangguan pernafasan selama tidur didapat pada kira-kira 0,7-10,3% dari
anak-anak berusia 4 - 5 tahun.7,8 Kejadian OSAS terjadi pada anak semua umur termasuk neonatus.8

Pada masa neonatus insidens apnea kira-kira 25% pada bayi dengan berat badan lahir < 2500
gram dan 84% pada bayi dengan berat badan lahir < 1000 gram.9 Insidens tertinggi terjadi antara umur 3 -
6 tahun karena pada usia ini sering terjadi hipertrofi tonsil dan adenoid. Pada anak, kejadian OSAS tidak
berhubungan dengan jenis kelamin, sedangkan pada dewasa lelaki lebih sering dibandingkan perempuan
yaitu sekitar 8:1.4 Terdapat kecenderungan familial untuk terjadinya OSAS.7 Yoshizuwa dkk di Jepang
menggambarkan hubungan antara OSAS dan tipe HLA - A2 yang spesifik.10 Prevalensi OSAS pada
kelompok etnik yang berbeda tidak diketahui.1
Patogenesis

Patogenesis OSAS pada anak belum banyak diketahui; terjadi jika didapatkan gangguan antara faktor
yang mempertahankan patensi saluran nafas dan komponen jalan nafas bagian atas (misalnya ukuran
anatomis) yang menyebabkan kolapsnya jalan nafas. Faktor-faktor yang memelihara patensi saluran nafas
adalah a) respons pusat ventilasi terhadap hipoksia, hiperkapnia, dan sumbatan jalan nafas; b) efek pusat
rangsangan dalam meningkatkan tonus neuromuskular jalan nafas bagian atas; c) efek dari keadaan tidur
dan terbangun.

Terdapat dua teori patofisiologi sumbatan (kolaps) jalan nafas yaitu,1,5

1. Teori balance of forces : ukuran lumen farings tergantung pada keseimbangan antara tekanan
negatif intrafaringeal yang timbul selama inspirasi dan aksi dilatasi otot-otot jalan nafas atas.
Tekanan transmural pada saluran nafas atas yang mengalami kolaps disebut closing pressure.
Dalam keadaan bangun, aktivasi otot jalan nafas atas akan mempertahankan tekanan tranmural di
atas closing pressure sehingga jalan nafas atas tetap paten. Pada saat tidur tonus neuromuskular
berkurang, akibat lumen farings mengecil sehingga menyebabkan aliran udara terbatas atau
terjadi obstruksi.
2. Teori starling resistor : jalan nafas atas berperan sebagai starling resistor yaitu perubahan
tekanan yang memungkinkan farings untuk mengalami kolaps yang menentukan aliran udara
melalui saluran nafas atas.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan intraluminal maupun fungsi otot saluran nafas atas
yang mempermudah terjadinya kolaps jalan nafas selama tidur telah diketahui. Manifestasi OSAS timbul
jika faktor yang menyebabkan peningkatan resistensi jalan nafas bergabung dengan kelainan kontrol
susunan saraf pusat terhadap fungsi otot-otot saluran nafas atas. Kemungkinan kombinasi faktor-faktor ini
dapat menerangkan mengapa beberapa anak dengan kelainan struktur mengalami OSAS sementara yang
lainnya dengan derajat penyempitan saluran nafas yang sama menunjukkan pernafasan yang normal
selama tidur.

Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya OSAS pada anak antara lain sebagai akibat hipertrofi adenoid dan tonsil,
disproporsi kraniofasial, obesitas.1-4 Hipertrofi adenoid dan tonsil merupakan keadaan yang paling sering
menyebabkan OSAS pada anak. Ukuran adenoid dan tonsil tidak berbanding lurus dengan berat
ringannya OSAS. Terdapat anak dengan hipertrofi adenoid yang cukup besar, namun OSAS yang terjadi
masih ringan, anak lain dengan pembesaran adenoid ringan menunjukkan gejala OSAS yang cukup berat.
Hipertrofi adenoid dan tonsil dapat juga menyebabkan penyulit pada anak dengan kelainan dasar tulang.
Walaupun pada sebagian besar anak OSAS membaik setelah dilakukan adenotonsilektomi, namun
sebagian kecil akan menetap setelah dioperasi. Pada suatu penelitian sebagian kecil anak dengan OSAS
yang telah berhasil diatasi dengan operasi adenotonsilektomi kemudian mengalami rekurensi gejalanya
selama masa remaja. 2,3 Anak dengan anomali kraniofasial yang mengalami penyempitan struktur saluran
nafas yang nyata (mikrognasi dan midface hypoplasia) akan mengalami OSAS. Pada anak dengan
disproporsi kraniofasial dapat menyebabkan sumbatan saluran nafas meskipun tanpa disertai hipertrofi
adenoid. 1,4,10

Salah satu penyebab OSAS yang lain adalah obesitas. Pada dewasa obesitas merupakan penyebab
utama OSAS sedangkan pada anak obesitas bukan sebagai penyebab utama. Mekanisme terjadinya OSAS
pada obesitas karena terdapat penyempitan saluran nafas bagian atas akibat penimbunan jaringan lemak di
dalam otot dan jaringan lunak di sekitar saluran nafas, maupun kompresi eksternal leher dan rahang.2,4,11,12
Penentuan obesitas dapat dilakukan dengan cara menghitung body mass index (BMI) dan pengukuran
lingkar leher. Untuk penentuan OSAS, yang lebih berperan adalah lingkar leher dibandingkan dengan
BMI.12 Telah diketahui bahwa lingkar leher yang besar atau obesitas pada daerah atas berhubungan
dengan peningkatan penyakit kardiovaskular, demikian pula diduga berhubungan dengan mendengkur
dan OSAS. Diduga bahwa penumpukan lemak pada daerah leher dapat membuat saluran nafas atas
menjadi lebih sempit. Kemungkinan lain adalah pada pasien obesitas dengan leher yang besar mempunyai
velofarings yang lebih mudah mengalami kolaps sehingga dapat mempermudah terjadinya sumbatan
saluran nafas atas pada waktu tidur.12,13

Patofisiologi

Pasien dengan OSAS mampu mempertahankan patensi saluran nafas bagian atas selama bangun/tidak
tidur, karena peningkatan tonus otot saluran nafas akibat input dari pusat kortikal yang lebih tinggi.
Namun selama tidur kolaps jalan nafas bagian atas terjadi pada saat inspirasi dan kadang-kadang
meningkatkan usaha bernafas. Pada anak lebih sering mengalami periode obstruksi parsial saluran nafas
yang berkepanjangan dan hipoventilasi dibandingkan orang dewasa. 1,5

Keadaan apnea lebih jarang pada anak dan umumnya waktu lebih singkat daripada orang dewasa.
Hipoksia dan hiperkapnia terjadi akibat siklus obstruksi parsial atau total. Obstruktif apneamenyebabkan
peningkatan aktifitas otot-otot dilatator saluran nafas atas sehingga mengakibatkan berakhirnya apnea.
Pada anak dengan OSAS arousal jauh lebih jarang, dan obstruksi parsial dapat berlangsung terus selama
berjam-jam tanpa terputus.
Manifestasi klinis

Manifestasi klinis yang terbanyak adalah kesulitan bernafas pada saat tidur yang biasanya berlangsung
perlahan-lahan. Sebelum gejala kesulitan bernafas terjadi, mendengkur merupakan gejala yang mulamula
timbul. Dengkuran pada anak dapat terjadi secara terus menerus (setiap tidur) ataupun hanya pada posisi
tertentu saja. Pada OSAS, pada umumnya anak mendengkur setiap tidur dengan dengkuran yang keras
terdengar dari luar kamar dan terlihat episode apnea yang mungkin diakhiri dengan gerakan badan atau
terbangun Sebagian kecil anak tidak memperlihatkan dengkur yang klasik, tetapi berupa dengusan atau
hembusan nafas, noisy breathing (nafas berbunyi). Usaha bernafas dapat terlihat dengan adanya retraksi.
Posisi pada saat tidur biasanya tengkurap, setengah duduk, atau hiperekstensi leher untuk
mempertahankan patensi jalan nafas. 1,4,14

Pada pemeriksaan fisis dapat terlihat pernafasan melalui mulut, adenoidal facies, midfacial
hypoplasia, retro/mikrognasi atau kelainan kraniofasial lainnya, obesitas, gagal tumbuh, stigmata alergi
misalnya allergic shiners atau lipatan horizontal hidung.15 Patensi pasase hidung harus dinilai, perhatikan
adanya septum deviasi atau polip hidung, ukuran lidah, integritas palatum, daerah orofarings, redudant
mukosa palatum, ukuran tonsil, dan ukuran uvula, mungkin ditemukan pectus excavatum. Paru-paru
biasanya normal pada pemeriksaan auskultasi. Pemeriksaan jantung dapat memperlihatkan tanda-tanda
hipertensi pulmonal misalnya peningkatan komponen pulmonal bunyi jantung II, pulsasi ventrikel kanan.
Pemeriksaan neorologis harus dilakukan untuk mengevaluasi tonus otot dan status perkembangan.16

Diagnosis

A. Polisomnografi

Cara definitif untuk menegakkan diagnosis OSAS dengan pemeriksaan polisomnografi pada saat tidur.
Polisomnografi merupakan pemeriksaan baku emas untuk menegakkan diagnosis OSAS. Pada anak,
tanda dan gejala obstructive sleep apnea lebih ringan dari pada orang dewasa; karena itu diagnosisnya
lebih sulit dan harus dipertegas dengan polisomnografi. Polisomnografi juga akan menyingkirkan
penyebab lain dari gangguan pernafasan selama tidur. Pemeriksaan ini memberikan pengukuran yang
objektif mengenai beratnya penyakit dan dapat digunakan sebagai data dasar untuk mengevaluasi
keadaannya setelah operasi. 17

B. Uji tapis

Mengingat bahwa polisomnografi memerlukan waktu, biaya yang mahal, dan belum tentu tersedia di
fasilitas kesehatan, maka diperlukan suatu metode lain sebagai uji tapis. Uji tapis yang banyak digunakan
adalah dengan menggunakan kuesioner. Brouillette dkk17 menunjukkan bahwa penelitian tidur yang
abnormal dapat diprediksi dengan suatu questionnare score yang disebut skor OSAS.

Skor OSAS = 1,42D + 1,41A + 0,71S – 3,83

• D: kesulitan bernafas (0: tidak pernah, 1: sekali-sekali, 2: sering, 3: selalu)

• A: apnea (0: tidak ada, 1: ada)

• S: snoring (mendengkur) (0: tidak pernah, 1: sekali-sekali, 2: sering, 3: selalu)

Dengan rumus di atas, ditentukan kemungkinan

OSAS berdasarkan nilai:

• Skor < -1 : bukan OSAS

• Skor -1 sampai 3,5 mungkin OSAS mungkin bukan OSAS

• Skor > 3,5 sangat mungkin OSAS

Dengan menggunakan skor di atas, dapat diprediksi kemungkinan OSAS meskipun tetap
memerlukan pemeriksaan polisomnografi. Artinya meskipun skor >3,5 untuk diagnosis pasti tetap
memerlukan polisomnografi. Beberapa peneliti dapat menerima penggunaan skor tersebut, tetapi banyak
pula yang tidak menyetujuinya. Skoring tersebut mempunyai nilai sensitivitas 73% dan spesifisitas 83%
dibandingkan dengan polisomnografi. 17

C. Observasi selama tidur

Kejadian OSAS dapat didiagnosis dengan observasi langsung, anak di suruh tidur di tempat praktek
dokter demikian pula OSAS dapat didiagnosis dengan melakukan review audiotapes/ videotapes yang
dapat dilakukan di rumah.3,18 Beberapa variabel yang dinilai adalah kekerasan dan tipe inspirasi,
pergerakan selama tidur, frekuensi terbangun, banyaknya apnea, retraksi, dan nafas dengan mulut. Cara
tersebut mempunyai nilai sensitifitas 94%, spesifisitas 68%, nilai prediksi positif 83%, dan nilai prediksi
negatif 88%.3

Observasi selama tidur dapat dilakukan dengan menggunakan pulse oximetry. Pada saat tidur
anak dipantau penurunan nilai saturasi dengan menggunakan oksimetri. Pencatatan pulse oximetry secara
kontinyu selama tidur dianjurkan sebagai tes skrining dan dapat memperlihatkan desaturasi secara siklik
yang menjadi karakteristik suatu OSAS, tetapi tidak akan mendeteksi pasien OSAS yang tidak berkaitan
dengan hipoksia. Dengan menggunakan metode di atas nilai prediksi positif sebesar 97% dan nilai
prediksi negative 53%. Hal ini berarti bahwa apabila terjadi penurunan saturasi selama tidur maka
kemungkinan menderita OSAS cukup besar tetapi apabila tidak terdeteksi pada pemantauan dengan
oksimetri maka di perlukan pemeriksaan polisomnografi.3

D. Pemeriksaan laboratorium

Pertanda hipoksia kronis seperti polisitemia atau peningkatan ekskresi metabolit ATP kadang-kadang
digunakan sebagai indikator non spesifik OSAS. Pasien dengan hiperkapnia kronis selama tidur dapat
mengalami peningkatan bikarbonat serum yang persisten akibat kompensasi alkalosis metabolik.

Beberapa jenis sitokin diketahui mempunyai efek somnogenik dan berperan penting dalam proses
tidur. Interleukin-1 dan TNF-a dapat meningkatkan slow wave sleep dan pemberian anti TNF-a anti body
dapat menghambat fase NREM. Irama sirkadian dari pelepasan TNF-a mengalami gangguan pada pasien
OSAS, kadar puncak fisiologis pada malam harinya menghilang sedangkan pada siang hari kadar
puncaknya meningkat.19

Pengobatan

Tatalaksana OSAS pada anak dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu tindakan bedah dan medis (non
bedah). Tindakan bedah yang dilakukan adalah tonsilektomi dan/atau adenoidektomi dan koreksi terhadap
disproporsi kraniofasial, sedangkan terapi medis dapat berupa diet pada anak dengan obesitas dan
pemakaian nasal CPAP (Continuous Positif Airway Pressure ).20

1 . Tonsilektomi dan/atau adenoidektomi

Banyak ahli berpendapat bahwa tindakan tonsilektomi dan/atau adenoidektomi merupakan tindakan yang
harus dilakukan karena keuntungannya lebih besar. Tingkat kesembuhan tindakan ini pada anak sekitar
75-100%.3,21 Pada anak dengan etiologi hipertrofi adenoid dan tonsil saja angka keberhasilannya tinggi
tetapi apabila disertai dengan risiko lain seperti obesitas dan disproporsi kraniofasial maka pascaoperasi
akan tetap timbul OSAS. Meskipun demikian, karena OSAS terjadi akibat ukuran struktur komponen
saluran nafas atas relatif kecil dibandingkan dengan ukuran absolut dari tonsil dan adenoid, maka para
ahli berpendapat tindakan tonsilektomi dan/atau adenoidektomi tetap diperlukan pada keadaan di atas.22
Pasca tonsilektomi dan/atau adenoidektomi diperlukan pemantauan dengan polisomnografi sebagai tindak
lanjut. Kadangkadang gejala masih ada dan dalam beberapa minggu kemudian menghilang. Tatalaksana
non medis lainnya seperti penanganan obesitasnya tetap dilakukan meskipun telah dilakukan tonsilektomi
dan/atau adenoidektomi. 23
2. Continuous positive airway pressure (CPAP)

Nasal CPAP telah digunakan dengan hasil yang baik pada anak termasuk bayi, anak obesitas, sindrom
Down, akondroplasia, dan dengan kelainan kraniofasial. Pada kelompok usia anak, CPAP terutama
berguna untuk pasien yang obesitas dan pasien dengan OSAS yang menetap setelah dilakukan
tonsilektomi dan/atau adenoidektomi. Sebenarnya indikasi pemberian CPAP adalah apabila setelah
dilakukan tonsilektomi dan/atau adenoidektomi pasien masih mempunyai gejala OSAS atau sambil
menunggu tindakan tonsilektomi dan/atau adenoidektomi. Kunci keberhasilan terapi CPAP adalah
kepatuhan berobat dan hal tersebut memerlukan persiapan pasien yang baik, edukasi, dan pemantauan
yang intensif. 3,21

Penggunaan CPAP dengan peningkatan tekanan inspirasi secara bertahap atau dengan tekanan
ekspirasi yang lebih rendah dapat meningkatkan kenyamanan pasien. Efek samping CPAP biasanya
ringan dan berhubungan dengan kebocoran udara di sekitar selang masker. Keadaan ini dapat
menyebabkan mata kering, konjungtivitis, dan ruam pada kulit. Dekongestan, tetes hidung dengan NaCl
fisologis atau penggunaan sistem CPAP dengan menggunakan humidifer dapat mengurangi efek samping.
21

3. Penurunan berat badan

Pada pasien obesitas, penurunan berat badan mutlak di lakukan. Dengan penurunan berat badan dapat
menyebabkan perbaikan OSAS yang nyata. Penurunan berat badan merupakan kunci keberhasilan terapi
OSAS pada anak dengan predisposisi obesitas. Sayangnya menurunkan berat badan pada anak lebih sulit
dilakukan dari pada dewasa. Pendekatan yang dilakukan harus bertahap karena menurunkan berat badan
secara drastis tidak dianjurkan pada anak. Perlu kesabaran dan perhatian tenaga kesehatan lebih banyak
dalam yang menangani pasien dengan obesitas. Cara ideal adalah menurunkan berat badan secara
perlahan dan konsisten, hal ini memerlukan waktu lama. Selain memperbaiki diet pada obesitas, hal yang
perlu diperhatkan adalah penyakit lain yang mungkin menyertainya seperti diabetes melitus atau
hipoertensi. Oleh karena itu sambil menunggu berat badan turun diperlukan pemasangan CPAP. Nasal
CPAP harus digunakan sampai mencapai penurunan berat badan yang cukup. Peningkatan berat badan
akan memperburuk OSAS dan penurunan berat badan dapat menurunkan gejala OSAS. Dalam hal
penanganan obesitas termasuk di dalamnya adalah modfikasi perilaku, terapi diet, olah raga (exercise),
dan obatobatan.23 Pada pasien OSAS yang berat dan memberi komplikasi yang potensial mengancam
hidup memerlukan perawatan di rumah sakit. 3,11,18
4. Obat-obatan

Obstruksi hidung merupakan faktor yang umumnya dapat mempermudah terjadinya OSAS pada anak,
dan dapat diobati dengan dekongestan nasal atau steroid inhaler.23,24 Progresteron telah digunakan sebagai
stimulan pernafasan pada pasien anak dengan obesity hipoventilation syndrom. Keberhasilan pemberian
obatobat tersebut kurang bermakna sehingga kurang dianjurkan. Obat-obat penenang dan obat yang
mengandung alkohol harus dihindarkan karena dapat memperberat OSAS.

5. Trakeostomi

Trakeostomi merupakan tindakan sementara pada anak dengan OSAS yang berat yang mengancam hidup,
dan untuk anak yang tinggal di daerah dengan peralatan operasi tidak tersedia. 3,22

Komplikasi

Komplikasi OSAS terjadi akibat hipoksia kronis nokturnal, asidosis, sleep fragmentation.

1. Komplikasi neurobehavioral

Komplikasi neurobehavioral terjadi akibat hipoksia kronis nokturnal dan sleep fragmentation. Rasa
mengantuk pada siang hari yang berlebihan dilaporkan terjadi pada 31% - 84% anak dengan OSAS.
Keluhan lain yang dapat menyertai OSAS adalah keterlambatan perkembangan, penampilan di sekolah
yang kurang baik, hiperaktifitas, sikap yang agresi/hiperaktif, penarikan diri dari kehidupan sosial.
Manifestasi gangguan kognitif yang lebih ringan dapat sering terjadi. Suatu penelitian menunjukkan
perbaikan OSAS dapat menyebabkan perbaikan yang nyata pada fungsi kognitif.3

2. Gagal tumbuh

Gagal tumbuh merupakan komplikasi yang sering terjadi pada anak-anak dengan OSAS kira-kira 27 -
56%. Penyebab gagal tumbuh pada anak dengan OSAS adalah anoreksia, disfagia, sekunder akibat
hipertrofi adenoid dan tonsil, peningkatan upaya untuk bernafas, dan hipoksia. Pertumbuhan yang cepat
terjadi setelah dilakukan adenotonsilektomi.2-4

3. Komplikasi kardiovaskular

Hipoksia nokturnal berulang, hiperkapnia dan asidosis respiratorik dapat mengakibatkan terjadinya
hipertensi pulmonal yang merupakan penyebab kematian pasien OSAS. Keadaan di atas dapat
berkembang menjadi kor pulmonal. Prevalensi hipertensi pulmonal pada anak dengan OSAS tidak
diketahui. Brouilette dkk4 melaporkan kor pulmonal terjadi pada 55% dari 22 anak dengan OSAS dan
Guilleminault dkk, melaporkan adanya cardio respiratory failure pada 20% dari 50 pasien.2

4. Enuresis

Enuresis dapat merupakan komplikasi OSAS. Etiologinya mungkin akibat kelainan dalam regulasi
hormon yang mempengaruhi cairan tubuh. Enuresis khususnya yang sekunder dapat membaik setelah
obstruksi jalan nafas bagian atas dihilangkan.3

5. Penyakit respiratorik

Pasien dengan OSAS lebih mungkin mengaspirasi sekret dari respiratorik atas yang dapat menyebabkan
kelainan respiratorik bawah dan memungkinkan terjadinya infeksi respiratorik. Keadaan ini dapat
membaik setelah dilakukan tonsilektomi dan/atau adenoidektomi. Beberapa anak dengan tonsil yang
besar mengalami disfagia atau merasa sering tercekik dan mempunyai risiko untuk mengalami aspirasi
pneumonia.3

6. Gagal nafas dan kematian

Laporan kasus telah melaporkan adanya gagal nafas pada pasien dengan OSAS yang berat atau akibat
komplikasi perioperatif. 3

Kesimpulan

• Tidur merupakan kebutuhan yang penting dari siklus kehidupan seseorang


• OSAS merupakan penyebab kesakitan yang cukup sering ditemukan pada anak
• Manifestasi klinis OSAS dapat berupa mendengkur dengan episode apnea, infeksi respiratorik
berulang, gangguan belajar dan tingkah laku, mengantuk pada siang hari, gagal tumbuh, enuresis,
bernapas melalui mulut, dengan atau tanpa hipertrofi tonsil dan adenoid atau kelainan
kraniofasial.
• Polisomnografi merupakan pemeriksaan baku emas untuk menentukan diagnosis OSAS.
Beberapa pemeriksaan seperti skor OSAS, dan pulse oximetry, dapat digunakan sebagai uji tapis.
• Tonsilektomi dan/atau adenoidektomi merupakan tatalaksana bedah yang dianjurkan pada OSAS
anak disamping CPAP dan penurunan berat badan.
Daftar Pustaka

1. Marcus CL. Carroll JL. Obstructive sleep apnea syndrome. Dalam: Loughlin GM, Eiger H,
penyunting. Respiratory disease in children; diagnosis and management. Baltimore, William &
Wilkins, 1994. h. 475-91.
2. Guilleminault C, Eldredge FL, Simmons B. Sleep apnea in eight children. Pediatrics 1976; 58:23-
31.
3. Schechter MS, Technical report: Diagnosis and management of childhood obstructive sleep apnea
syndrome. Pediatrics 2002; 109:1-20.
4. Brouillette RT, Fernbach SK, Hunt CE. Obstructive sleep apnea in infants and children. J Pediatr
1982; 100:31-9.
5. Carroll JL, Loughlei GM. Diagnostic criteria for obstructive sleep apnea syndrome in children.
Pediatr Pulmonol 1992; 14:71-4.
6. Deegan MN. Clinical prediction rules in obstructive sleep apnea syndrome. Eur Respir J 1997;
10:1194-5.
7. Ali NJ. Pitson DJ, Stardling JR. The prevalence of snoring, sleep disturbance and sleep related
disoders and their relation of daytime sleepiness in 4-5 year old children. Am Rev Respir Dis
1991; 143:381A.
8. Ali NJ, Pitson DJ, Stardling JR. Snoring, sleep disturbance and behavior in 4-5 year old. Arch Dis
Child 1993; 68:360-6.
9. Miller MJ, Martin RJ. Apnea of prematurity. Dalam: Hunt CE, penyunting. Clinics in
perinatology. Philadelphia, WB Saunders Co, 1992:789-804.
10. Yoshizawa T, Kurashina K, Sasaki I. Analysis of HLA antigens with obtructive sleep apnea
syndrome. Am Rev Respir Dis 1991; 143:381A.
11. Smith RS, Ronald J, Delaive K, Walld R, Manfreda J, Kryger MH. What are obstructive sleep
apnea patients being treated for prior to this diagnosis?. Chest 2002; 121:164-72.
12. Deegan PC, McNicholas WT. Pathophysiology of obstructive sleep apnoea. Dalam: McNicholas
WT, penyunting. Respiratory disorders during sleep. United Kingdom, ERS J Ltd; 1998. h. 28-
62.
13. PartinenM, McNicholasWT. Epidemiology, morbidity, and mortality of the seep apnoea
syndrome. Dalam: McNicholas WT, penyunting. Respiratory disorders during sleep. United
Kingdom, ERS J Ltd; 1998. h. 63- 74.
14. Neil AM, Angus SM, Sajkov D. Effects of sleep posture on upper airway stability in patients with
obstructive sleep apnea. Am J Respir Crit Care Med 1997; 155:199- 204.
15. McColley SA, Carroll JL, Curtis S. High prevalence of allergic sensitization in children with
habitual snoring and obstructive sleep apnea. Chest 1997; 111:170-3.
16. Laks L, Lehrhaft B, Grunstein RR. Pulmonary artery pressure response to hypoxia in sleep apnea.
Am J Respir Crit Care Med 1997; 155:193-8.
17. Brouillette R, Hanson D, David R. A diagnostic approach to suspected obstructive sleep apnea in
children. J Pediatr 1984; 105:10.
18. Moreilli A, Ladan S, Ducharme FM. Can sleep and wakefulness be distinguished in children by
cardiorespiratory and videotape recordings ?. Chest 1996;109:680-7.
19. Entzian P, Linnemann K. Schlaak M. Obtructive sleep apnea syndrome and circadian rhytms of
hormones an cytokines. Am J Respir Crit Care Med 1996; 153:1080-6.
20. Ryan CF, Love LL. Mechanical properties of the velopharynx in obese patients with obstructive
sleep apnea. Am J Respir Crit Care Med 1996; 154:806-12.
21. Teschler H, Jones MB, Thomson AB, dkk. Automated continuo positive airway pressure titration
for obstructive sleep apnea syndrome. Am J Respir Crit Care Med 1996; 154:734-40.
22. Levy P, BettegaG, Pepin JL. Surgical management options for snoring and sleep apnoea. Dalam:
McNicholas WT, penyunting. Respiratory disorders during sleep. United Kingdom, ERS J Ltd;
1998. h. 205-26.
23. Montserrat JM, Ballester E, Hernands L. Overview of management options for snoring and sleep
apnoea. Dalam: McNicholas WT, penyunting. Respiratory disorders during sleep. United
Kingdom, ERS J Ltd; 1998. h. 144-78.
24. Demain JG, Goetz DW. Pediatric adenoidal hypertrophy and nasal airway obstructive with
aqueous nasal beclomethason. Pediatrics 1995; 95(3):355-64.

Anda mungkin juga menyukai