Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME

Oleh :

Aulya Fahnida

P1706050

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIYATA HUSADA SAMARINDA
2017/2018
LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME

A. PENGERTIAN
Sindrom gawat napas pada neonatus, dalam bahasa inggris disebut
neonatal repiratory distress sindrome (RDS) merupakan kumpulan gejala
yang terdiri dari dispnea atau hipernea dengan frekuensi pernapasan lebih
dari 60 x/i, sianosis, merintih waktu ekspirasi dan retraksi didaerah
epigastrium, suprasternal, interkostal pada saat inspirasi. Bila didengar
dengan stetoskop terdengar penurunan masukan udara ke dalam paru.
(Ngastiyah, 2012)
Respiratory distress syndrome (RDS) adalah kumpulan gejala yang
terdiri atas dispnea, frekuensi pernapasan yang lebih dari 60 x/i, adanya
sianosis adanya rintihan pada saat ekspirasi (ekspiratory gruntir) serta
adanya retraksi suprasternal, interkostal dan epigastrium saat inspirasi.
(Alimul Hidayat, 2008)
Sindrom distress pernapasan adalah perkembangan yang imatur pada
sistem pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru-paru.
RDS dikatakan sebagai hyaline membrane disesae (HMD). (Suriadi, 2010)
Penyakit ini merupakan penyakit membran hialin, dimana terjadi
perubahan atau berkurangnya komponen surfaktan pulmonar. Surfaktan
adalah suatu zat aktif pada alveoli yang dapat mencegah kolaps paru. Fungsi
surfaktan itu sendiri adalah untui menurunkan tegangan ekspirasi. Penyakit
ini terjadi pada bayi prematur, mengingat produksi surfaktan yang kurang.
Pada penyakit ini kemampuan paru untuk mempertahankan stabilitas
menjadi terganggu dan alveolus akan kembali kolaps. Pada setiap akhir
ekspirasi pernapasan berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang
lebih besar dengan cara inspirasi yang lebih kuat.keadaan kolaps paru dapat
menyebabkan gangguan ventilasi yang akan menyebabkan hipoksia dan
asidosis. (Alimul Hidayat, 2008)
Istilah RDS digunakan secara bertukar dengan diagnosis HMD pada
kultur neonatus. Diagnosa HMD ditegakkan karena adanya membran hialin
pada jalan napas yang tidak disebabkan oleh kerusakan epitelium. RDS
merujuk pada proses penyakit klinis. Penyakit ini terjadi akibat insufisiensi
produksi surfaktan dan terlihat paling sering setelah kelahiran prematur,
namun gangguan lain seperti diabetse maternal atau sindrom aspirasi
mekonium dapat pula menghambat produksi surfaktan. Sebagian besar bayi
yang lahir sebelum genap 30 minggu gestasi akan mengalami RDS. ( Fraser,
2009)
Untuk mendapatkan pertukaran gas segera setelah kelahiran, paru
harus terisi udara secara cepat saat sedang dibersihkan dari cairan. Secara
bersamaan, aliran darah arterial harus meningkat secara bermakna. Sedikit
cairan keluar saat dada terkompresi pada kelahiran pervaginam, dan sisanya
diabsorbsi melalui limpatik paru. Surfaktan yang cukup disintetsis oleh
pneumosit tipe II, penting untuk menstabilisasi alveoli yang dikembangkan
oleh udara. Surfaktan menurunkan tegangan permukaan dengan demikian
mencegah kolaps paru selama ekspirasi. Jika surfaktan tidak adekuat,
terbentuk membran hialin di distal bronkiolus dan alveoli, dan terjadi
distress pernapasan. (Williams, 2012)
Meskipun RDS umumnya merupakan penyakit neonatus kurang
bulan, gangguan ini juga dapat terjadi pada neonatus aterm, terutama pada
keadaan sepsis atau aspirasi mekonium. (Williams, 2012)
Kegawatan pernapasan dapat terjadi pada bayi aterm maupun preterm,
yaitu bayi dengan berat badan cukup maupun berat badan lahir rendah
(BBLR). Tapi bayi dengan preterm mempunyai potensi lebih besar karena
belum maturnya fungsi organ-organ tubuh. (Mitayani, 2010)
Terdapat korelasi terbalik antara insiden RDS dengan usia kehamilan
yaitu semakin muda kehamilan, semakin tinggi resiko RDS. Akan tetapi,
tampaknya kasus-kasus RDS lebih bergantung pada kematangan paru
daripada usia gestasi. Diagnosis pada 25% bayi dengan usia gestasi 34
minggu dan 80% bayi yang usia gestasinya kurang dari 28 minggu. Insiden
meningkat pada bayi aterm bila terdapat : ibu diabetes yang melahirkan bayi
dengan usia gestasi kurang dari 38 minggu dan terjadi hipoksia perinatal.
(Nelson, 2012)
Keparahan RDS menurun pada bayi yang ibunya mendapat
kortikosteroid 24 sampai 48 jam sebelum pelahiran. Terapi steroid antenatal
yang dikombinasikan dengan pemberian surfaktan pascanatal tampaknya
memiliki efek adiktif dalam meningkatkan fungsi paru. (Williams, 2012).

B. ETIOLOGI
Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) etiologi dari RDS yaitu:
1. Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.
2. Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan
pengembangan kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga
agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga
pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang
menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan
mengalami sesak nafas.
3. Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap
dalam proteinaceous filtrat serum (saringan serum protein), di fagosit
oleh makrofag.
4. Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.
5. Adanya kelainan di dalam dan di luar paru
Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah
pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin
(PMH).
6. Bayi prematur atau kurang bulan
Diakibatkan oleh kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan
ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, semakin muda usia
kehamilan, maka semakin besar pula kemungkinan terjadi RDS.

C. MANIFESTASI KLINIS
1. Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit,
adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA.
Syndrom ini berhubungan dengan kerusakan awal paru-paru yang
terjadi di membran kapiler alveolar. Adanya peningkatan
permeabilitas kapiler dan akibat masuknya cairan ke dalam ruang
interstitial yang dipengaruhi oleh aktifitas surfaktan, akibatnya terjadi
tanda-tanda atelektasis.
2. Cairan juga masuk dalam alveoli dan mengakibatkan oedema paru
(pembengkakan tungkai atau lengan). Plasma dan sel darah merah
keluar dari kapiler-kapiler yang rusak, oleh karena itu mungkin
perdarahan merupakan manifestasi patologi yang umum.
3. Pernafasan cepat
4. Retraksi (tarikan) dada (suprasternal, substernal, interkostal)
5. Pernafasan terlihat paradoks
6. Cuping hidung
7. Apnea dan Murmur
8. Sianosis pusat (warna kulit dan selaput lendir membiru)
9. nafasnya pendek dan ketika menghembuskan nafas terdengar suara
ngorok.

Kelainan-kelainan fisiologis:
1. Daya kembang paru-paru berkurang hingga mencapai seperlima
sampai sepersepuluh nilai normal.
2. Daerah paru-paru yang tidak mengalami perfusi luas mencapai 50-
60%
3. Aliran darah kapiler pulmonal kurang
4. Ventilasi alveolus berkurang dan usaha nafas meningkat
5. Volume paru-paru berkurang
Perubahan-perubahan ini menyebabkan hipoksemia, seringkali hiperkarbia
dan jika mengalami hipoksemia berat menimbulkan asidosis.

Klasifikasi
Frekuensi nafas Merintih saat Klasifikasi
(Pernafasan/menit) ekspirasi Retraksi
dinding dada
60-90 - Ringan
60-90 + Sedang
>90 - Sedang
>90 + Berat

Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut


sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat
gangguan nafas. Menajemen spesifik atau menajemen lanjut:
1. Gangguan nafas ringan
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas
ringan pada waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut
“Transient Tacypnea of the Newborn” (TTN).Terutama terjadi
setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik
dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian,
pada beberapa kasus.Gangguan napas ringan merupakan tanda
awal dari infeksi sistemik.
2. Gangguan nafas sedang
Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter
nasal, bila masih sesak dapat diberikan o2 4-5 liter/menit
dengan sungkup.Bayi jangan diberi minum.Jika ada tanda
berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk
terapi kemungkinan besar sepsis.
 Suhu aksiler <> 39˚C
 Air ketuban bercampur mekonium
 Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat
atau ketuban pecah dini (> 18 jam)
Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C. tangani
untuk masalah suhu abnormal dan nilai ulang setelah 2
jam:Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum
ada perbaikan, berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan
besar sepsis. Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila
suhu kembali abnormal ulangi tahapan tersebut diatas. Bila
tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah
2 jam.
Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-
tanda perburukan setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan
besar sepsis. Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda
perbaikan kurangai terapi O2 secara bertahap .Pasang pipa
lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat
menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu cara
pemberian minum.
Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik
dihentikan. Bila bayi kembali tampak kemerahan tanpa
pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik dan tak ada alasan
bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan.
3. Gangguan nafas berat
Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam
berikutnya. Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk
atau timbul gejala sepsis lainnya.Terapi untuk kemungkinan
besar sepsis dan tangani gangguan nafas sedang dan dan segera
dirujuk di rumah sakit rujukan. Berikan ASI bila bayi mampu
mengisap. Bila tidak berikan ASI peras dengan menggunakan
salah satu cara alternatif pemberian minuman. Kurangi
pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan
napas.Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-
60 kali/menit.
Penatalaksanaan medis:Pengobatan yang biasa diberikan
selama fase akut penyakit RDS adalah:
 Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
 Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan
menurunkan caiaran paru
 Fenobarbital
 Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
 Metilksantin ( teofilin dan kafein ) untuk mengobati
apnea dan untuk pemberhentian dari pemakaian
ventilasi mekanik.
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan
dalam pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen (
derifat dari sumber alami misalnya manusia, didapat dari cairan
amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan
buatan).

D. PATOFISIOLOGI
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang,
pengembangan kurang sempurna kerana dinding thorax masih lemah,
produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan
kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut
menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru
(compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting
intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang
menyebabkan asidosis respiratorik.
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan
10% protein, lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan
menjaga agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru
nampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati.Oleh sebab
itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk
mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga
udara bahagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding
alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type
II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya
defisiensi surfaktan ini.
Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau
volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerusakan pada
endothelial dan epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga
menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran
hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah
lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72
jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang
immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu
dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal
Displasia (BPD).
E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Seri rontgen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi
diaphragma dengan overdistensi duktus alveolar.
2. Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
3. Data laboratorium
4. Profil paru,
 Untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan
amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS)
Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih
mengindikasikan maturitas paru Phospatidyglicerol : meningkat
saat usia gestasi 35 minggu Tingkat phosphatydylinosito
 Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang
dari 60 mmHg, saturasi oksigen 92% – 94%, pH 7,31 – 7,45
 Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium
dari sel alveolar yang rusak.

G. KOMPLIKASI
1. Komplikasi jangka pendek dapat terjadi :
a) Kebocoran alveoli : Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara
(pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium,
emfisema intersisiel), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba
memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi
atau adanya asidosis yang menetap.
b) Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan
adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi
dapat timbul kerana tindakan invasif seperti pemasangan jarum
vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
c) Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular :
perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur
dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi
mekanik.
2. Komplikasi jangka panjang
Dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi
dalam paru, memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang
menuju ke otak dan organ lain. Komplikasi jangka panjang yang
sering terjadi :
a) Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru
kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan
masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya
volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan
ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi
vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa
gestasi.
b) Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar
10-70% bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya
hipoxia, komplikasi

H. PENATALAKSANAAN
Menurut Suriadi (2008) tindakan untuk mengatasi masalah kegawatan
pernafasan meliputi :
1. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
2. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
5. Mencegah hipotermia.
6. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
Penatalaksanaan secara umum :
1. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling
sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus
dektrosa 5 %
 Pantau selalu tanda vital
 Jaga kepatenan jalan nafas
 Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
2. Jika bayi mengalami apneu
 Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
 Lakukan penilaian lanjut
3. Bila terjadi kejang potong kejang
4. Segera periksa kadar gula darah
5. Pemberian nutrisi adekuat

PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Perbaiki oksigenasi dan pertahankan volume paru optimal.
2. Rumatan PaO2 50 sampai 80 mm Hg, PaCO2 40 sampai 50, PH
paling sedikit 7,25.
3. Penggantian surfaktan melalui slang endotrakeal tube.
4. Tekanan jalan nafas positif secara kontinu melalui konul nasal untuk
mencegah kehilangan volume selama ekspirasi atau ventilasi mekanik
via ET.
5. Pemantauan transkutan dan oksimetri nadi.
6. Pemberian bronkodilator aerosol.
7. Fisioterapi dada.
8. Tindakan Kardiorespirasi tambahan.
9. Pertahankan kestabilan suhu
10. Berikan asupan cairan, elektrolit dan nutrisi yang tepat.
11. Pantau nilai gas darah arteri, hemoglobin dan hematokrit serta
bilirubin.
12. Lakukan tranfusi darah seperlunya untuk mempertahankan
hematokrit, guna mengoptimalkan oksigenasi.
13. Pertahankan jalur arteri untuk memantau paO2 dan pengambilan
sampel darah.
14. Berikan obat yang diperlukan.
15. Diuretik untuk mengurangi edema interstisial.
16. NaHCO3 untuk asidosis metabolik.
17. Antibiotik untuk infeksi terkait
18. Analgesik untuk nyeri dan iritabilitas.
19. Teofilin sebagai stimulan respirasi.
20. Vasopresor (dopamin dan dobutamin)
21. Kortikosteroid untuk meningkatkan maturitas paru.
22. Bronkodilator.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan Data
a. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, agama, pendidikan, nama
identitas orang tua, no register, diagnose medis dan tanggal
,masuk rumah sakit.
b. / anak dalam keluarga
Jenis
Keadaan Sekarang
No Nama (Inisial) Kelamin Umur Ket

L P Sehat Sakit Mati

c. Alasan dirawat
1) Keluhan utama
Menangis lemah,reflek menghisap lemah,bayi kedinginan
atau suhu tubuh rendah.
2) Riwayat penyakit sekarang
Lahir spontan,SC umur kehamilan antara 24 sampai 37
minnggu,berat badan kurang atau sama dengan 2.500
gram, apgar pada 1 sampai 5 menit, 0 sampai 3
menunjukkan kegawatan yang parah,4 sampai 6
kegawatan sedang,dan 7-10 normal.
3) Riwayat penyakit dahulu
Ibu memliki riwayat kelahiran prematur,kehamilan ganda,
hidramnion.
4) Riwayat penyakit keluarga
Adanya penyakit tertentu yang menyertai kehamilan
seperti DM, TB Paru, Tumor kandungan, Kista,
Hipertensi.
5) Riwayat kehamilan
Ibu mengatakan saat hamil sering kontrol ke bidan dan ibu
mengatakan tidak mengalami suatu penyakit saat hamil.
6) Status imunisasi
Saat pengkajian orang tua mengatakan bahwa anaknya
telah mendapat imunisasi BCG, DPT, Hepatitis dan Polio.

2. Pengkajian
a. Pengkajian persistem
1) Pemeriksaan fisik : Berat badan sama dengan atau kurang
dari 2500 gram, panjang badan sama dengan atau kurang
dari 46 cm, lingkar kepala sama dengan atau kurang dari
33 cm, lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm,
lingkar lengan atas, lingkar perut, keadaan rambut tipis,
halus, lanugo pada punggung dan wajah, pada wanita
klitoris menonjol, sedangkan pada laki-laki skrotum belum
berkembang, tidak menggantung dan testis belum turun.,
nilai APGAR pada menit 1 dan ke 5, kulit keriput.
2) Sistem sirkulasi/kardiovaskular
Frekuensi dan irama jantung rata-rata 120 sampai
160x/menit, bunyi jantung (murmur/gallop), warna kulit
bayi sianosis atau pucat, pengisisan capilary refill (kurang
dari 2-3 detik)
3) Sistem pernapasan
Bentuk dada barel atau cembung, penggunaan otot
aksesoris, cuping hidung, interkostal; frekuensi dan
keteraturan pernapasan rata-rata antara 40-60x/menit,
bunyi pernapasan adalah stridor, wheezing atau ronkhi.
4) Sistem gastrointestinal
Distensi abdomen (lingkar perut bertambah, kulit
mengkilat), peristaltik usus, muntah (jumlah, warna,
konsistensi dan bau), BAB (jumlah, warna, karakteristik,
konsistensi dan bau), refleks menelan dan megisap yang
lemah.
5) Sistem genitourinaria : Abnormalitas genitalia, hipospadia,
urin (jumlah, warna, berat jenis, dan PH).
6) Sistem neurologis dan musculoskeletal
Gerakan bayi, refleks moro, menghisap, mengenggam,
plantar, posisi atau sikap bayi fleksi, ekstensi, ukuran
lingkar kepala kurang dari 33 cm, respon pupil, tulang
kartilago telinga belum tumbuh dengan sempurna, lembut
dan lunak.
7) Sistem thermogulasi (suhu)
Suhu kulit dan aksila, suhu lingkungan.
8) Sistem kulit
Keadaan kulit (warna, tanda iritasi, tanda lahir, lesi,
pemasangan infus), tekstur dan turgor kulit kering, halus,
terkelupas.

b. Pengkajian head to toe


1) Keadaan umum
a) Kebersihan anak :
b) Keadaan kulit :
c) Kesadaran :
2) Ukuran-ukuran
a) Berat badan :
b) Tinggi badan :
c) Lingkar kepala :
d) Lingkar lengan
:
3) Gejala kardinal
a) Suhu :
b) Tekanan darah :
c) Nadi :
d) Pernapasan :

4) Keadaan Fisik
(1) Kepala
Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal
haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung
kemungkinan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
(2) Mata
Warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada
bleeding conjunctiva, warna sklera tidak kuning, pupil
menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
(3) Hidung
Terdapat pernafasan cuping hidung dan
terdapatpenumpukan lendir.
(4) Mulut
Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.
(5) Telinga
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan
(6) Leher
Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek
(7) Thorax
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan
suara wheezing dan ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih
dari 100 kali per menit.
(8) Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm
dibawah arcus costaae pada garis papila mamae, lien
tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites atau tumor,
perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul
1 sampai 2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat
retensi karena GI Tract belum sempurna.
(9) Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak,
adanya tanda – tanda infeksi pada tali pusat.
(10) Genitalia
Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah
kelainan letak muara uretra pada neonatus laki – laki,
neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor,
adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.
(11) Anus
Perhatiakan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air
besar serta warna dari faeses.
(12) Ekstremitas
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan
adanya patah tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau
keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.
(13) Refleks
Pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan
sucking lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan
mengenai keadaan susunan syaraf pusat atau adanya patah
tulang.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis
(defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar)
2. Hipotermia berhubungan dengan berada di lingkungan yang dingin
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran kapiler- alveolar
4. Resiko infeksi
K. INTERVENSI
No Diagnose Tujuan Intervensi
Keperawatan (NOC) (NIC)
1 Kerusakan Setelah dilakukan Monitor Respirasi (3350) :
pertukaran gas b.d asuhan keperawatan
1. Monitor rata-rata
perubahan selama 5x 24 jam, irama, kedalaman dan usaha
membran kapiler- pertukaran gas pasien untuk bernafas.
alveoli menjadi efektif,
2. Catat gerakan dada, lihat
dengan kriteria : kesimetrisan, penggunaan otot
Batasan bantu dan retraksi dinding dada.
karakteristik : Status Respirasi 3.: Monitor suara nafas, saturasi
- Takikardia Ventilasi (0403) : oksigen, sianosis
- Hiperkapnea - Pasien menunjukkan
4. Monitor kelemahan otot
- Iritabilitas peningkatan ventilasai diafragma
- Dispnea dan oksigenasi adequat
5. Catat onset, karakteristik dan
- Sianosis berdasarkan nilai AGD durasi batuk
- Hipoksemia sesuai parameter
6. Catat hasil foto rontgen
- Hiperkarbia normel pasien
- Abnormal - Menunjukkan fungsi Terapi Oksigen (3320) :
frek, irama, paru yang normal dan
1. Kelola humidifikasi oksigen
kedalaman nafas bebas dari tanda-tanda sesuai peralatan
- Nafas cuping hidung distres pernafasan 2. Siapkan peralatan oksigenasi
3. Kelola O2 sesuai indikasi
4. Monitor terapi O2 dan observasi
tanda keracunan O2

Manajemen Jalan Nafas


(3140) :
Bersihkan saluran nafas dan
pastikan airway paten
Monitor perilaku dan status
mental pasien, kelemahan ,
agitasi dan konfusi
Posisikan klien dgn
elevasi tempat tidur
Bila klien mengalami unilateral
penyakit paru, berikan posisi
semi fowlers dengan posisi
lateral 10-15 derajat / sesuai
tole-ransi
5. Monitor efek sedasi dan
analgetik pada pola nafas klien

Manajemen Asam Basa (1910)


:
1. Kelola pemeriksaan
laboratorium
2. Monitor nilai AGD dan saturasi
oksigen dalam batas normal
2 Pola nafas tidak Setelah dilakukan Manajemen Jalan Nafas
efektif b.d tindakan keperawatan (3140) :
imaturitas selama …..x 24 jam
1. Bebaskan jalan nafas dengan
(defisiensi diharapkan pola nafas posisi leher ektensi jika
surfaktan dan efektif denga kriteria memungkinkan.
ketidak-stabilan hasil : 2. Posisikan klien untuk
alveolar). memaksimalkan ventilasi dan
Status Respirasi : mengurangi dispnea
Batasan Ventilasi (0403) : 3. Auskultasi suara nafas
karakteristik : - Pernapasan pasien 30-
4. Monitor respirasi dan status
- Bernafas 60X/menit. oksigen
mengguna-kan otot
- Pengembangan dada
pernafasan simetris. Monitor Respirasi (3350) :
tambahan - Irama pernapasan
1. Monitoring kecepatan, irama,
- Dispnea teratur kedalaman dan upaya nafas.
- Nafas pendek - Tidak ada retraksi dada
2. Monitor pergerakan,
- Pernafasan rata- saat bernapas kesimetrisan dada, retraksi dada
rata < 25 atau > 60
- Inspirasi dalam tidak dan alat bantu pernafasan
kali permenit ditemukan 3. Monitor adanya cuping hidung
- Saat bernapas tidak
4. Monitor pola nafas : bradipnea,
memakai otot napas takipnea, hiperventilasi,
tambahan respirasi kusmaul, apnea
- Bernapas mudah 5. Monitor adanya lelemahan otot
- Tidak ada suara napas diafragma
tambahan 6. Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan dan ketidak adanya
ventilasi dan bunyi nafas
3 Hipotermia b.d berada Setelah dilakukan Pengobatan Hipotermi (3800)
di lingkungan yang tindakan keperawatan :
dingin selama …..x 24 jam
1. Pindahkan bayi dari
hipotermia tidak lingkungan yang dingin ke
Batasan terjadi dengan kriteria : dalam lingkungan / tempat yang
karakteristik : hangat (didalam inkubator atau
- Penurunan suhu tu- Termoregulasi lampu sorot)
buh di bawah ren- Neonatus (0801) : 2. Segera ganti pakaian bayi yang
tang normal - Suhu axila 36-37˚ C dingin dan basah dengan
- Pucat - RR : 30-60 X/menit pakaian yang hangat dan kering,
- Menggigil - Warna kulit merah berikan selimut.
- Kulit dingin muda 3. Monitor gejala dari hopotermia :
- Dasar kuku
- Tidak ada distress fatigue, lemah, apatis,
sianosis respirasi perubahan warna kulit
- pengisian kapiler
- Tidak menggigil 4. Monitor status pernafasan
lambat - Bayi tidak gelisah 5. Monitor intake dan output
- Bayi tidak letargi
DAFTAR PUSTAKA

Filianti, Evi. 2013. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penyakit Asma di


Ruang Musdalifah Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang. (KTI
Akper Pembina Palembang).

Doenges , E. Marilyn. 2009. Online


: hhtp://rencanaasuhankeperawatan.com. Diakses pada tanggal 15-04-
2014 pukul 15.00 wib

Dinkes, Kota Palembang. 2013. Profil Kesehatan Palembang.

Heru, Sundaru. 2011. Online : hhtp://WHOdataasma.com.Diakses pada tanggal


09-04-2014 pukul 10.00 wib

Hidayat. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika

Medical Record Rumah Sakit Muhammadiyah. 2014. Profil Kesehatan Rumah


Sakit Muhammadiyah Palembang 2011-2013

Nughoro. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah dan


Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika

Rohman. 2010. Online : hhtp://pengkajiankonsepdasarkeperawatan.com. Diakses


pada tanggal 15-04-2014 pukul 20.00 wib

Suriadi. 2013. Online : hhtp://asmapadaanak. Diakses pada tanggal14-04-2014


pukul 16.30 wib

Wilkinsom dkk.2013. Buku Saku Diagnosis Keperawata. Jakarta : EGC


Wijayakusuma.2009. Terapi Juz Untuk Cegah danAtasi Asma. Jakarta :
INDOCAMP

Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika

NANDA International. Nanda International: Nursing Diagnoses 2009-2011.


USA:Willey Blackwell Publication, 2009.6.

Anda mungkin juga menyukai