Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH EKONOMI LINGKUNGAN

KESEDIAAN MEMBAYAR WTP (WILLINGNESS TO PAY) DAN KESEDIAAN MENERIMA WTA


(WILLINGNESS TO ACCEPT) PADA UPAYA PELESTARIAN SUMBER DAYA HUTAN SEBAGAI PENGHASIL
OKSIGEN

Disusun Oleh :
Bella Arum Kristanti
135020101111027
Sefrida Ayu Kurnia Sari
135020101111023
Adityo Budi Rachmanda 135020101111025
Mourina Anugrah Putri 135020101111018

Jurusan Ilmu Ekonomi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya
Malang
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. bahwa penulis telah menyelesaikan tugas
mata kuliah Ekonomi Lingkungan dengan membahas WTA dan WTP pada Upaya Pelestarian Sumber
Daya Hutan Sebagai Penghasil Oksigen.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun
penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan dan bimbingan orang tua, kerabat dan teman-teman kami, sehingga kendala-kendala yang
kami hadapi teratasi. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dosen mata kuliah Ekonomi Lingkungan yang telah memberikan tugas, petunjuk, kepada
kelompok kami sehingga kami termotivasi dan menyelesaikan tugas ini.

2. Orang tua, teman dan kerabat yang telah turut membantu, membimbing, dan mengatasi
berbagai kesulitan sehingga tugas ini selesai.

Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang
membutuhkan, khususnya bagi kami sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai,

Amin.

Penulis.

DAFTAR ISI

Halaman Judul …………………………………………………………………………….. i

Kata Pengantar…………………………………………………………………………….. ii
Daftar Isi ………………………………………………………………………………….. iii

BAB. I PENDAHULUAN ………………………………………………………………… 1


1.1 Latar Belakang.................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................. 1
1.3 Tujuan............................................................................................................................... 2
1.4 Manfaat............................................................................................................................. 2

BAB.II PEMBAHASAN........................................................................................................ 4
2.1 Pengertian Sumber Daya Hutan........................................................................................ 4
2.2 Manfaat dan Nilai Ekonomi Sumber Daya Hutan............................................................ 8
2.3 Emisi Karbon Dioksida..................................................................................................... 8
2.4 Cara Pelestarian Sumber Daya Hutan............................................................................... 9
2.5 Konsep WTP dan WTA.................................................................................................... 10
2.6 Konsep WTP dan WTA pada Oksigen yang Dihasilkan Hutan....................................... 14

BAB. III PENUTUP ……………………………………………………………………….. 18


3.1 Kesimpulan .......................................................................................................................18
3.2 Saran..................................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………….19

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumberdaya hutan menghasilkan berbagai manfaat yang dapat dirasakan pada tingkatan
lokal, nasional, maupun global. Manfaat tersebut terdiri atas manfaat nyata yang terukur berupa
hasil hutan kayu, hasil hutan non kayu seperti rotan, bambu, dan lain-lain, serta manfaat tidak
terukur berupa oksigen yang dihasilkan, manfaat perlindungan lingkungan, keragaman genetik dan
lain-lain. Saat ini berbagai manfaat yang dihasilkan tersebut masih dinilai secara rendah sehingga
menimbulkan terjadinya eksploitasi Sumber Daya Hutan yang berlebih. Hal tersebut disebabkan
karena masih banyak pihak yang belum memahami nilai dari berbagai manfaat Sumber Daya Hutan
secara komperehensif serta belum peduli untuk ikut serta dalam pelestarian hutan. Untuk
memahami manfaat dari Sumber Daya Hutan tersebut perlu dilakukan penilaian terhadap semua
manfaat yang dihasilkan Sumber Daya Hutan ini. Penilaian sendiri merupakan upaya untuk
menentukan nilai atau manfaat dari suatu barang atau jasa untuk kepentingan manusia.
Dengan diketahuinya manfaat dari Sumber Daya Hutan ini maka hal tersebut dapat dijadikan
rekomendasi bagi para pengambil kebijakan untuk mengalokasikan sumberdaya alam (SDA) yang
semakin langka dan melakukan distribusi manfaat SDA yang adil.
Manfaat Sumber Daya Hutan sendiri tidak semuanya memiliki harga pasar, sehingga perlu
digunakan pendekatan-pendekatan untuk mengkuantifikasi nilai ekonomi Sumber Daya Hutan dalam
satuan moneter. Sebagai contoh manfaat hutan dalam menyerap karbon, dan manfaat ekologis serta
lingkungan lainnya. Karena sifatnya yang non market tersebut menyebabkan banyak manfaat SDH
belum dinilai secara memuaskan dalam perhitungan ekonomi dan juga kesadaran masyarakat untuk
membayar atas adanya nilai dan manfaat hutan ini belum begitu besar. Tetapi saat ini, kepedulian
akan pentingnya manfaat lingkungan semakin meningkat dengan melihat kondisi Sumber Daya Alam
yang semakin terdegradasi. Untuk itu dikembangkan berbagai metode dan teknik penilaian manfaat
Sumber Daya Hutan, baik untuk manfaat Sumber Daya Hutan yang memiliki harga pasar ataupun
tidak, dalam satuan moneter.

Berbagai fungsi yang terkait dengan sumber daya hutan (fungsi ekologis, sosial, dan
ekonomi) dapat meningkatkan kualitas lingkungan dan untuk kelangsungan kehidupan ekosistem
juga dapat menjadi nilai lebih ketika dimanfaatkan dengan baik. Hutan sebagai salah satu sumber
daya yang sangat potensila mengahsilkan penghidupan bagi seluruh makhluk hidup, kondisi saat ini
banyak hutan yangrusak dan pelestarian yang sangat minim, pelaksanaan upaya pelestarianhutan
yang telah rusakdan demi tersedianya oksigen akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Untuk itu
diharapkan bagi masyarakat untuk peduli akan hutan terutama hutan lindung untuk ikut membayar
dan melakukan suatu tindakan dalam pelestariannya. Makalah ini membahas mengenai WTP dan
WTA yaitu kesediaan untuk membayarkan sejumlah uang untuk memperoleh manfaat dari sumber
daya yang diinginkan serta kesediaan individu untuk menerima kompensasi bila sumber daya
tersebut dimanfaatkan oleh individu lain atau diubah pemanfaatannya seperti hutan yang akan
mengahasilkan oksigen.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan Sumber Daya Hutan?
2. Seberapa besarkah manfaat dari sumber daya hutan?
3. Apakah yang di maksud emisi karbon dioksida?
4. Seperti apakah cara pelestarian sumber daya hutan?
5. Apakah yang dimaksud dengan Konsep WTP dan WTA?
6. Bagaimanakah Hubungan Konsep WTP dan WTA dengan pelestarian sumber daya hutan ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui pengertian Sumber Daya Hutan
2. Mengetahui besarnya manfaat Sumber Daya Hutan
3. Mengetahui bahaya Emisi Karbondioksida
4. Mengetahui cara pelestarian Sumber Daya Hutan
5. Mengetahui konsep WTP dan WTA
6. Mengetahui Hubungan konsep WTP dan WTA dengan pelestarian Sumber Daya Hutan
sebagai penghasil Oksigen.

1.4 Manfaat Penulisan

Memahami tentang konsep WTP dan WTA yaitu kesediaan untuk membayarkan sejumlah
uang untuk memperoleh manfaat dari sumber daya yang diinginkan serta kesediaan individu untuk
menerima kompensasi bila sumber daya tersebut dimanfaatkan oleh individu lain atau diubah
pemanfaatannya seperti hutan yang akan mengahasilkan oksigen seta nilai ekonomi Sumber Daya
Hutan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 SUMBER DAYA HUTAN

Sumber daya alam adalah semua yang terdapat di alam (kekayaan alam) yang dapat
dimanfaatkan oleh manusia untuk mencukupi segala kebutuhan hidupnya. Sumber daya alam
terbagidua yaitu sumber daya alam hayati dan sumber daya alam non hayati. Sumber daya alam
hayatidisebut juga sumber daya alam biotik yaitu semua yang terdapat di alam (kekayaan alam)
berupa makhluk hidup. Sedangkan sumber daya alam non hayati atau sumber daya alam abiotik
adalahsemua kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia berupa benda mati.

Sumber Daya Hutan merupakan sumber daya alam hayati diamana pengertian dari sumber
daya alam ini adalah sumber daya alam yang dapat dipulihkan karena proses regenerasi, baik secara
alamiah maupun secara buatan dapat terjadi dalam periode waktu yang tidak sangat lama (10 tahun,
20 tahun, 30 tahun, 40 tahun, 50 tahun, 70 tahun, atau 100 tahun) sehingga manusia yang
melakukan proses pemulihan hutan memungkinkan dapat melihat kembali wujud hutan yang
dibangun, bahkan memungkinkan memanfaatkan hasilnya. Undang-Undang No 41 tahun 1999
tentang Kehutanan, mendefinisikan hutan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan
berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi jenis pepohonan dalam persekutuan dengan
lingkungannya, yang satu dengan lain tidak dapat dipisahkan. Berbeda dengan bahan-bahan
tambang, misalnya minyak bumi dan batu bara, dikatagorikan sebagai sumber daya alam yang tidak
dapat dipulihkan (nonrenewable resources). Mengingat terbentuknya bahan tersebut hanya terjadi
secara alamiah dan memerlukan waktu yang sangat lama (ratusan bahkan ribuan tahun), sehingga
pemanfaatannya harus sehemat mungkin.

Oleh karena itu, kelestariaan sumber daya alam tersebut bergantung pada tingkat eksploitasi
yang dilakukan manusia. Untuk sumber daya hutan sebagai pengahsil oksigen kelestariannya sangat
bergantung kepada tingkat eksploitasi dan upaya rehabilitasi yang seimbang dengan eksploitasinya.
Melalui upaya rehabilitasi lahan hutan diharapkan keseimbangan ekologi tetap terjaga artinya
keseimbangan dinamis antara manusia, hewan, tumbuhan dan lingkungan hidup akan lestari.

2.2 MANFAAT DAN NILAI EKONOMI SUMBER DAYA HUTAN

Manfaat dari sumber daya hutan semakin nyata dirasakan saat ini. Apalagi dengan terjadinya
bencana alam dimana-mana, akibat dari pengundulan dan pengrusakan hutan. Selain bencana alam
seperti banjir dan tanah longsor pada musim hujan, pada musim kemarau terjadi kekeringan di
beberapa tempat. Manfaat hutan dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa
lingkungan, dan pengikat air bagi pohon serta pengikat karbon dioksida untuk mengahasilkan
oksigen.

Usaha pemanfaatan sumber daya hutan lindung dimaksudkan untuk meningkatkan


kesejahteraan masyarakat sekaligus menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan
meningkatkan fungsi hutan, dimana fungsi hutan untuk mengikat emisi karbon dioksida sangat baik
untuk mengahsilkan oksigen bersih yang sangat di butuhkan manusia dalam kehidupan sehari-hari
serta sebagai amanah untuk mewujudkan keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan bagi
generasi sekarang dan generasi yang akan datang.Dari manfaat dan fungsi di atas dapat dilihat
betapa pentingnya hutan untuk dijaga dan dipelihara. Dalam pengelolaannya harus sebijak mungkin
agar semua kepentingan pihak dapat terwujud.

2.3 EMISI KARBON DIOKSIDA

Karbon dioksida adalah sejenis senyawa kimia yang terdiri dari dua atom oksigen yang terikat
secara kovalen dengan sebuah atom karbon. Ia berbentuk gas pada keadaan temperatur dan tekanan
standar dan hadir di atmosfer bumi. “Karbon dioksida adalah gas rumah kaca yang penting karena ia
menyerap gelombang inframerah dengan kuat. Emisi karbon dioksida adalah Buangan atau hasil dari
gas gas yang dikeluarkan dari hasil pembakaran senyawa yang mngandung karbon khususnya karbon
dioksida. Contohnya : CFC (Chlor Fluoro Karbon) dari Gas Pendingin (gas Freon) pada AC, Kulkas, Cat
Piloks, Obat nyamuk semprot, Hair spray semprot, dll.” (Wikipedia)

CO2 berlebih dlm atmosfer mengakibatkan suhu atmosfer bumi meningkat(global


warming) sehingga oksigen yang tersedia tidak akan bisa murni bersih, dimana oksigen
adalah gas yang paling dibutuhkan manusia dan semua makhluk hidup saat bernapas.
Oksigen memainkan peranan penting dalam proses perombakan bahan makanan di dalam
tubuh. Sepanjang hidupnya semua makhluk hidup harus memasukkan oksigen ke dalam
tubuhnya secara terus-menerus dan tidak boleh berhenti. Sel-sel tubuh akan rusak atau mati
bila tidak mendapatkan oksigen dalam jangka waktu tertentu. Untuk itu ketersediaan oksigen
bersih sangat dibutuhkan semua makhluk hidup. Upaya meredakan peredaran gas tersebut
dapat dilakukan dengan diharuskannya melestarikan pohon dan tumbuhan lainnya.

Untuk terlibat dalam tindakan iklim internasional, pemerintah China harus mengambil
langkah-langkah untuk mengurangi emisi CO2. Asumsikan bahwa pemerintah China akan
menyiapkan target pengurangan emisi untuk sektor padat energi-, seperti industri listrik,
kimia, dan semen. Pada tahun 2010, pemerintah China berkomitmen untuk mengurangi emisi
CO2 per unit GDP dengan 40% -45% pada 2020 dibandingkan dengan tingkat tahun 2005,
meningkatkan pangsa bahan bakar non-fosil di dasar konsumsi energi sebesar 15%, dan
meningkatkan penyerapan karbon dari hutan sementara pelaksanaan rencana aksi untuk
perlindungan hutan. (Hong Xia, 2014)

2.4 CARA PELESTARIAN HUTAN

Hutan adalah paru-paru dunia yang dapat menyerap karbondioksida dan menyediakan
oksigen bagi kehidupan dimuka bumi ini. Pelestarian dalam pengertian yang luas merupakan salah
satu penerapan yang penting dari ekologi. Tujuan dari pelestarian yang sebenarnya adalah
memastikan pengawetan kualitas lingkungan yang mengindahkan estitika dan kebutuhan maupun
hasilnya serta memastikan kelanjutan hasil tanaman, hewan, bahan-bahan yang berguna dengan
menciptakan siklus seimbang antara panenan dan pembaharuan.

“Kesadaran lingkungan harus ditumbuh kembangkan pada masyarakat sejak dini. Tekanan
sosial dan ekonomi masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya alam dapat
ditumbuh kembangkan melalui upaya pemberian informasi tentang lingkungan sehingga akan
meningkatkan kesadaran lingkungan masyarakat untuk ikut membayar dan melestarikan lingkungan”
(Yuliarti, 2014)

Kawasan hutan perlu dipertahankan berdasarkan pertimbangan fisik, iklim dan pengaturan
tata air serta kebutuhan sosial ekonomi masyarakat dan Negara. Hutan yang dipertahankan terdiri
dari hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, hutan konservasi, hutan produksi terbatas dan
hutan produksi. Di dalam hutan-hutan tersebut tidak boleh dilakukan kegiatan yang mengakibatkan
terganggunya fungsi hutan tersebut. Hutan mempunyai fungsi pelindung terhadap emisi
karbondioksida yang dihasilkan oleh segala kegiatan ekonomi.

Cara pelestarian hutan yang dapat dilakukan adalah dengan reboisasi. Biaya yang dikeluarkan
untuk reboisasi dan penghijauan sudah sangat besar namun hasilnya tidak menggembirakan, banyak
pohon yang ditanam untuk penghijauan dan reboisasi dimatikan lagi oleh penduduk karena
perpindahan ladang dan pembukaan lahan baru, untuk itu salah satu cara yang dapat dilakukan
untuk reboisasi adalah dengan sistem tumpang sari, dalam sistem ini peladang diperbolehkan
menanam tanaman pangan diantara larikan pohon dengan perjanjian petani memelihara pohon
hutan yang ditanam dan setelah kira-kira lima tahun waktu pohon sudah besar petani harus pindah,
namun dalam kenyataan petani banyak tidak memelihara pohon atau bahkan mematikan pohon
tersebut karena dianggap mengganggu tanaman usaha taninya sehingga tidak jarang mereka
menetap di tempat tersebut.

Kegagalan penghijauan dan reboisasi dapat dimengerti, karena penghijauan dan reboisasi itu
membutuhkan biaya besar dan pada hakikatnya menurunkan daya dukung lingkungan. Dalam hal
penghijauan, pohon ditanam dalam lahan petani yang digarap, pohon itu mengambil ruas tertentu
sehingga jumlah luas lahan yang tersedia untuk tanaman petani berkurang. Lagipula pohon itu akan
menaungi tanaman pertanian dan akan mengurangi hasil. Oleh sebab itu, petani akan mematikan
pohon atau memangkas pohon tersebut untuk mengurangi naungan dan mendapatkan kayu bakar.
Reboisasi mempunyai efek yang serupa seperti penghijauan yaitu, mengurangi luas lahan
yang dapat ditanami oleh petani dan pengurangan produksi oleh naungan pohon. Jadi jelas dari segi
ekologi manusia penghijauan dan reboisasi sukar untuk berhasil selama usaha itu mempunyai efek
menurunkan daya dukung lingkungan dan menghilangkan atau mengurangi sumber pencaharian
penduduk.

Melestarikan hutan berarti melestarikan lingkungan hidup, karena dengan menyelamatkan


hutan kita juga menyelamatkan semua komponen kehidupan. Melakukan pelestarian hutan sama
dengan menyelamatkan ekosistem dari hutan itu sendiri, ekosistem terbentuk oleh komponen hidup
dan tak hidup di suatu tempat yang berinteraksi membentuk suatu kesatuan yang teratur.
2.5 KONSEP WTP DAN WTA

- WTP (Willingness To Pay)

Willingness to pay (WTP) atau kesediaan untuk membayar merupakan kesediaan individu untuk
membayar suatu kondisi lingkungan (penilaian terhadap sumberdaya alam dan jasa alami) dalam
rangka memperbaiki kualitas lingkungan. Dalam WTP dihitung seberapa jauh kemampuan setiap
individu atau masyarakat untuk membayar atau mengeluarkan uang dalam rangka memperbaiki
kondisi lingkungan sesuai dengan standar yangdiinginkannya. Kesediaan membayar ini didasarkan
atas pertimbangan biaya dan manfaat yang akan diperoleh konsumen tersebut. “Total kesejahteraan
sosial dari konsumsi barang atau jasa adalah setara dengan jumlah kesediaan membayar (WTP) dari
seluruh individu”(Fahrudin, 2008).

Untuk memahami konsep WTP konsumen terhadap suatu barang,jasa maupun sumberdaya
harus dimulai dari konsep utilitas, yaitu manfaat atau kepuasan karena mengkonsumsi barang atau
jasa pada waktu tertentu. Setiap individu ataupun rumah tangga selalu berusaha untuk
memaksimumkan utilitasnya dengan pendapatan tertentu, dan ini akan menentukan jumlah
permintaan barang atau jasa yang akan dikonsumsi. Permintaan diartikan sebagai jumlah barang atau
jasa yang mau atau ingin dibeli atau dibayar (willingness to buy or willingness to pay) oleh konsumen
pada harga tertentu dan waktu tertentu. Utilitas yang akan didapat oleh seorang konsumen memiliki
kaitan dengan harga yang dibayarkan yang dapat diukur dengan WTP. Sejumlah uang yang ingin
dibayarkan oleh konsumen akan menunjukkan indikator utilitas yang diperoleh dari barang tersebut.

Dalam hal ini WTP merupakan nilai kegunaan potensial darisumberdaya alam dan jasa
lingkungan. Penghitungan WTP dapatdilakukan secara langsung (direct method) dengan melakukan
survey, dan secara tidak langsung (indirect method), yaitu penghitungan terhadap nilai dari
penurunan kualitas lingkungan yang telah terjadi.

WTP adalah harga maksimum dari suatu barang yang ingin dibeli oleh konsumen pada waktu tertentu. WTP
dapat diartikan pula kesanggupan konsumen untuk membeli suatu barang. WTP adalah harga pada tingkat
konsumen yang merefleksikan nilai barang atau jasa dan pengorbanan untuk memperolehnya. Disisi lain, WTP
ditujukan untuk mengetahui daya beli konsumen berdasarkan persepsi konsumen.

Kesediaan untuk membayar (Willingness To Pay) memiliki pengertian lain yakni kesediaan
masyarakat untuk menerima beban pembayaran, sesuai dengan besarnya jumlah yang telah
ditetapkan. WTP penting untuk melindungi konsumen dari penyalahgunaan kekuasaan monopoli
yang dimiliki perusahaan dalam penyediaan produk berkualitas dan harga.
Metode memperoleh WTP adalah untuk memperoleh taksiran WTP dari suatu barang atau jasa
publik serta sumber daya dapat digunakan metode atau teknik stated or revealed preferences survey
(survei preferensi konsumen). Metode atau teknik stated preferences (SP) adalah suatu metode yang
digunakan untuk mengukur preferensi masyarakat atau konsumen apabila kepada mereka diberikan
alternatif atau pilihan.

Dalam operasionalnya, survei dapat dilakukan dengan metode Contingent Valuation (CV) atau
sering juga disebut sebagai WTP Survey, yang secara langsung dapat memperoleh nilai-nilai WTP dari
konsumen. Pendekatan dasar dari metode CV adalah menjelaskan suatu skenario kebijakan tertentu
secara hipotetik yang dituangkan dalam suatu kuesioner, dan kemudian ditanyakan atau diserahkan
kepada konsumen untuk mengetahui WTP yang sebenarnya dari suatu barang atau jasa tertentu, ada
dua manfaat melakukan survei CV, yaitu :

1. Dapat memperoleh opini dan preferensi konsumen terhadap suatu barang atau jasa secara
langsung.
2. Metode CV adalah bentuk eksperimen lapangan yang praktis.

Di negara Cina sudah mulai diterapkan CVM yang dimana CVM adalah pendekatan populer
digunakan untuk langsung mengevaluasi nilai-nilai non-pasar, terutama untuk estimasi nilai moneter
bagi lingkungan. Menggunakan teknik survey, CVM melibatkan simulasi pasar hipotetical dan
meminta sampel acak responden untuk WTP mereka untuk jelas dari sumber publik. Meskipun CVM
memiliki keterbatasan, metode ini masih dianggap sebagai pendekatan yang berharga untuk
diterapkan di lebih dari 50 negara untuk memperkirakan vironment ronmental keuntungan dan nilai-
nilai perlindungan ekosistem oleh pemerintah mereka atau organisasi-organisasi internasional.

CONTOH PENGHITUNGAN WTP

Metode penilaian manfaat hutan pada dasarnya dibagi dalam dua kelompok yaitu
metode atas dasar pasar dan metode pendekatan terhadap pasar yaitu pendekatan terhadap
kesediaan membayar. Metode pendekatan terhadap pasar ini oleh beberapa ahli ekonomi telah
dikembangkan dan diaplikasikan untuk menilai manfaat hutan yang tidak memiliki harga pasar
dalam satuan moneter. Metode ini mencoba untuk menggambarkan permintaan konsumen,
sebagai contoh kesediaan membayar konsumen (willingness to pay-WTP) terhadap manfaat
hutan yang tidak memiliki harga pasar dalam satuan moneter, atau kesediaan menerima
konsumen (willingness to accept – WTA) terhadap kompensasi yang diberikan kepada konsumen
untuk manfaat yang hilang dalam satuan moneter.
a. Membuat Pasar Hipotetik

Tahap awal dalam menjalankan CVM adalah membuat pasar hipotetik. Pasar hipotetik tersebut
dibangun untuk memberikan suatu alasan mengapa masyarakat seharusnya membayar terhadap
suatu barang/jasa lingkungan dimana tidak terdapat nilai dalam mata uang berapa harga barang/jasa
lingkungan tersebut. Dalam pasar hipotetik harus menggambarkan bagaimana mekanisme
pembayaran yang dilakukan. Skenario kegiatan harus diuraikan secara jelas dalam kuisioner sehingga
responden dapat memahami barang lingkungan yang dipertanyakan serta keterlibatan masyarakat
dalam rencana kegiatan. Selain itu, di dalam kuisioner juga perlu dijelaskan perubahan yang akan
terjadi jika terdapat keinginan masyrakat membayar.

b. Mendapatkan Penawaran Besarnya Nilai WTP

Penawaran besarnya nilai WTP dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Setelah itu dilakukan
kegiatan pengambilan sampel. Hal ini dapat dilakukan melalui wawancara dengan tatap muka,
dengan perantara telepon, atau surat.

c. Memperkirakan Nilai Tengah dan Nilai Rata-Rata WTP

Setelah data mengenai nilai WTP terkumpul, tahap selanjutnya adalah menghitung nilai tengah
(median) dan nilai rata-rata (mean) dari WTP tersebut. Nilai tengah digunakan apabila terjadi rentang
nilai penawaran yang terlalu jauh. Jika penghitungan nilai penawaran menggunakan rata-rata, maka
akan diperoleh nilai yang lebih tinggi dari yang sebenarnya. Oleh karena itu, lebih baik menggunakan
nilai tengah karena nilai tengah tidak dipengaruhi oleh rentang penawaran yang cukup besar. Nilai
tengah penawaran selalu lebih kecil daripada nilai rata-rata penawaran.

d. Memperkirakan Kurva WTP

Suatu kurva WTP dapat diperkirakan dengan menggunakan nilai WTP sebagai variabel dependen dan
faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tersebut sebagai variabel independen. Kurva WTP ini dapat
digunakan untuk memperkirakan perubahan nilai WTP karena perubahan sejumlah variabel
independen yang berhubungan dengan mutu lingkungan. Hubungan antara variabel bebas dan
variabel terikat dapat berkorelasi linier dengan bentuk persamaan umum sebagai berikut :

WTPi = f(Yi, Ei, Ki, Ai, Qi)

dimana i adalah responden ke-i.

e. Menjumlahkan Data

Penjumlahan data merupakan proses dimana rata-rata penawaran dikonversikan terhadap total
populasi yang dimaksud. Bentuk ini sebaiknya termasuk seluruh komponen dari nilai relevan yang
ditemukan seperti nilai keberadaan dan nilai penggunaan.

f. Mengevaluasi Penggunaan CVM

Pada tahap ini dilakukan penilaian sejauh mana penerapan CVM telah berhasil dilakukan. Penilaian
tersebut dilakukan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan seperti apakah responden benar-
benar mengerti dan memahami mengenai pasar hipotetik, berapa banyak kepemilikan responden
terhadap barang/jasa lingkungan yang terdapat dalam pasar hipotetik, seberapa baik pasar hipotetik
yang dibuat dapat mencakup semua aspek barang/jasa lingkungan, asumsi apa yang diperlukan
untuk menghasilkan nilai tengah dan menggambarkan nilai tawaran agregat, dan pertanyaan sejenis
lainnya.

Penelitian mengenai “Konsep Nilai Ekonomi Total Dan Metode Penilaian Sumberdaya Hutan” yang
berlokasi di Bogor.

Kajian ini merupakan hasil kajian desk study yaitu dengan melakukan pengumpulan data
dengan cara studi literatur melalui pengumpulan berbagai referensi yang memuat berbagai konsep
dan teori mengenai nilai ekonomi total sumber daya alam dan metode penilaian sumber daya hutan.
Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif untuk mengklasifikasikan teori yang berkaitan dengan
nilai ekonomi total dan metode penilaian sumber daya hutan. Hasilnya adalah bahwa nilai
merupakan persepsi manusia tentang makna suatu objek (sumberdaya hutan) bagi individu tertentu
pada tempat dan waktu tertentu. Oleh karena itu akan terjadi keragaman nilai sumberdaya hutan
berdasarkan pada persepsi dan lokasi masyarakat yang berbeda-beda. Nilai sumberdaya hutan
sendiri bersumber dari berbagai manfaat yang diperoleh masyarakat. Masyarakat yang menerima
manfaat secara langsung akan memiliki persepsi yang positif terhadap nilai sumberdaya hutan, dan
hal tersebut dapat ditunjukkan dengan tingginya nilai sumberdaya hutan tersebut. Hal tersebut
mungkin berbeda dengan persepsi masyarakat yang tinggal jauh dari hutan dan tidak menerima
manfaat secara langsung. Nilai sumberdaya hutan ini dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa
kelompok. Terdapat nilai berdasarkan cara penilaian atau penentuan besar nilai dilakukan, yaitu : (a)
nilai pasar, yaitu nilai yang ditetapkan melalui transaksi pasar, (b) nilai kegunaan, yaitu nilai yang
diperoleh dari penggunaan sumberdaya tersebut oleh individu tertentu, dan (c) nilai sosial, yaitu nilai
yang ditetapkan melalui peraturan, hukum, ataupun perwakilan masyarakat. Kemudian terdapat
klasifikasi nilai manfaat yang menggambarkan Nilai Ekonomi Total (Total Economic Value)
berdasarkan cara atau proses manfaat tersebut diperoleh.

Beberapa pendekatan atau metode yang digunakan untuk melakukan penilaian kesediaan
masyarakat untuk membayar (willingness to pay)yaitu :

1. Pendekatan supply demand.

Pendekatan supply demand merupakan pendekatan untuk menilai kesediaan membayar


berdasarkan pada jumlah permintaan dan penawaran barang atau jasa maupun sumber daya.
Argumen pendekatan ini menyatakan bahwa konsumen akan mengkonsumsi barang sampai pada
tingkat kepuasan marginal dari unit terakhir konsumsi yang sama dengan harga pasar, dan secara
sempurna supplier akan mensuplai sampai biaya marginal mereka sama dengan harga pasar.
Kelemahan pendekatan ini tidak mempertimbangkan ketidak sempurnaan pasar.

2. Dengan berbasis pada pengeluaran rumah tangga mereka.

Dari penelitian yang pernah ada, kesediaan untuk membayar masyarakat kecil berkisar antara
dua sampai tiga persen pengeluaran mereka.

3. Dengan menurunkannya dari jumlah uang yang dibelanjakan

Dengan menanyakan langsung pada pengguna berapa mereka bersedia untuk


membayar. Disini masyarakat diberi suatu kondisi hipotetik. Tapi tetap saja galatnya sangat
besar karena orang yang miskin lebih mampu untuk menilai sesuatu dibandingkan dengan
masyarakat yang kaya. Sementara itu komponen lain yang orang lebih miskin
pertimbangkan, lebih penting bagi mereka untuk bertahan hidup. Sering kali mereka
memberikan penilaian yang sangat rendah supaya mereka tidak membayar terlalu mahal
untuk pelayanan yang diberikan maupun sumber daya yang mereka ambil.

4. Dengan metode contingent valuation.

Metode contingent valuation ialah metode penilaian WTP yang digunakan pada studi ini.
Metode contingent valuation adalah teknik survai yang mencoba untuk mendapatkan
informasi tentang preferensi individu/rumahtangga untuk suatu barang atau jasa/pelayanan.

- WTA (Willingness To Accept)

WTA adalah nilai kegunaan awal individu dari barang dan jasa sebelum ada perubahan atau
kesediaan individu untuk menerima kompensasi bila barang dan jasa tersebut dimanfaatkan oleh
individu lain atau diubah pemanfaatannya.

Pemilihan penggunaan konsep WTP dan WTA dalam menilai sumberdaya berkaitan erat dengan
status kepemilikan sumberdaya (property right). Dimana sumberdaya hutantelah memiliki sistem
pengelolaan yang sudah baik, WTA untuk kompensasi kehilangan hak pengelolaan, misalnya daerah
tambang menjadi lebih relevan daripada WTP. Secara umum konsep WTP digunakan dalam situasi
dimana pengguna sumberdaya tidak secara jelas memiliki sumberdaya tersebut. Hal ini disebabkan
oleh adanya beberapa peraturan dan perundang-undangan mengenai kehutanan yang ada.

Pada studi Hong Xia (2014) tertuju pada tujuan untuk memberikan konsep WTP untuk
perbaikan lingkungan dengan tujuan nya yang lebih spesifik akan memberikan pengetahuan kepada
masyarakat China dan membangun kesadaran akan masalah perubahan iklim dan bagaimana
masyarakat dapat mendukung kebijakan pula pemerintah dalam mengurangi emisi CO2, dan juga
untuk memberikan pengambil keputusan dengan informasi untuk merancang kebijakan yang efektif
yang dapat memfasilitasi adaptasi terhadap dampak perubahan iklim dan transisi menuju masyarakat
karbon rendah.

2.6 KONSEP WTP DAN WTA PADA OKSIGEN YANG DIHASILKAN HUTAN

Nilai ekonomi suatu fungsi ekosistem atau jasa berkaitan dengan kontribusinya untuk
mensejahterakan manusia, dimana kesejahteraan itu diukur dalam artian masing-masing individu
mempunyai penilaiannya sendiri terhadap kehidupan yang lebih baik. “Konsep ekonomi untuk
menilai sumberdaya alam dapat diketahui dari keinginan setiap individu untuk membayar ( individual
willingness to pay) dari selera (taste) dan preferensi (preferences ) atas barang dan jasa yang
dikonsumsi” (Suhermanto, 2014). Agregat jumlah nilai-nilai individu menjadi nilai social dari
sumberdaya hutan. Dengan demikian konsep penilaian ekonomi sumberdaya hutan adalah upaya
untuk memberikan nilai yang komprehensif terhadap sumberdaya hutan baik yang tersedia dipasar
dalam arti diperjualbelikan maupun yang tidak dapat dipasarkan (non marketable) dalam satuan
moneter.

Willingness to pay (WTP) atau kesediaan untuk membayar merupakan kesediaan individu untuk
membayar suatu kondisi lingkungan (penilaianterhadap sumberdaya alam dan jasa alami) dalam
rangka memperbaiki kualitas lingkungan.

Dari penelitian yang dilakukan Hong-Xia pada 2014, bahwa masyarakat Cina bersedia
membayar CNU 201,86 per tahun untuk mendukung kebijakan untuk mengurangi emisi gas rumah
kaca. Peserta dari Beijing menunjukkan WTP tertinggi. Viscusi dan Zeckhauser (2006) memperkirakan
bahwa Amerika bersedia membayar US $ 1.500 di pajak gas untuk mendukung mitigasi perubahan
iklim. Solomon dan Johnson (2009) menemukan bahwa 83% responden dari Michigan, Minnesota,
Wisconsin dan bersedia membayar uang tambahan untuk menggunakan biomassa untuk mengurangi
emisi gas rumah kaca.

Dalam WTP dihitung seberapa jauh kemampuan setiap individu atau masyarakat untuk
membayar ataum engeluarkan uang dalam rangka memperbaiki kondisi lingkungan sesuai dengan
standar yangdiinginkannya. Kesediaan membayar ini didasarkan atas pertimbangan biaya dan
manfaat yang akan diperoleh konsumen tersebut. Hasil dari penelitian Hong Xia (2014) pada
pengamatannya menemukan suatu kesimpulan bahwa peserta dengan pendapatan yang lebih tinggi,
kepuasan yang lebih tinggi dengan kehidupan mereka saat ini, dan kesadaran tentang isu-isu iklim
bersedia membayar lebih untuk CO2 dan pengurangan emisi. Dalam hal ini WTP merupakan nilai
kegunaan potensial darisumberdaya alam dan jasa lingkungan.

Saat WTA di terapkan kepada hutan, kurang lebih seperti nilai kegunaan hutan tersebut
sebelum ada perubahan atas hutan tersebut atau kesediaan pihak-pihak tertentu untuk menerima
kompensasi atau uang jika hutan tersebut dimanfaatkan oleh pihak lain atau diubah pemanfaatannya
namun tetap dalam bentuk hutan. Contohnya saat hutan tersebut memiliki beberapa potensi dalam
suatu hal seperti satwa langka, tanaman langka, atau jenis jenis tanaman yang berguna yang tumbuh
mendominasi dalam hutan tersebut namun pengguna atau kepemilikan sumber daya yang tidak
jelas, sehingga ada pihak yang ingin membuat perubahan dan harus memberikan kompensasi kepada
pihak-pihak daerah sekitar, biasanya desa, kampung yang secara tidak langsung mempunyai atau
memiliki sumber daya hutan di daerah tersebut.

Nilai pasif sumber daya alam termasuk hutan atau sering juga dikenal dengan nilai
keberadaaan dapat diketahui dengan melihat keinginan membayar (Willingness To Pay) dari
masyarakat terhadap perbaikan lingkungan dan keinginan menerima kompensasi (Willingness To
Accept) dari kerusakan lingkungan. Sebagai contoh kesediaan membayar konsumen WTP
(willingness to pay) terhadap manfaat hutan yang tidak memiliki harga pasar dalam satuan moneter,
atau kesediaan menerima konsumen WTA (willingness to accept) terhadap kompensasi yang
diberikan kepada konsumen untuk manfaat yang hilang dalam satuan moneter.

Respon dari kesediaan untuk membayar (willingness to pay) oksigen bersih pada kelstarian
hutan dan lingkungan yang berkelanjutan (sustainable), untuk melihat kesediaan masyarakat dalam
membayar kelestarian hutan dengan melalui keikutsertaan dalam reboisasi maupun ikut melakukan
iuran untuk kelangsungan hutan, terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi kesediaan konsumen
tersebut. Faktor yang digunakan dalam bahasan ini untuk mengetahui kesediaan masyarakat untuk
membayar adalah manfaat dan nilai ekonomis hutan, sumber daya yang dihasilkan hutan, dan
kelestarian hutan dalam jangka panjang.

Nilai ekonomis hutan yakni hutan dapat menyediakan habitat dan air bersih, mengatur
iklim lokal dan global, menyangga kejadian cuaca, melindungi limpasan air, aliran air dan
tanah, menyimpan karbon, memproduksi oksigen dan mendukung penyerbukan serta siklus
nutrisi. Hutan juga menyediakan sumber daya genetik untuk pertanian dan memiliki nilai
spiritual, budaya, rekreasi dan pariwisata. Ketika seseorang menambahkan kerugian ekonomi
berupa penyebaran emisi gas rumah kaca berarti seseorang tersebut menerima untuk
kehilangan sumber daya alam atau kehilangan jasa dasar alam seperti simpanan karbon,
perubahan iklim dan kesehatan terkait polusi.

Manfaat sosial dan kenyamanan jasa hutan juga bisa ditempatkan sebagai nilai
ekonomi, pertanian yang berkelanjutan yakni menghindari meluasnya deforestasi dan
menyarankan bahwa manfaat sosial dan meningkatnya panen atau lebih efisiennya air bisa
dikuantifikasi. Meningkatnya panen bisa meningkatkan nutrisi masyarakat lokal dan pekerja,
meningkatkan kesehatan orang, memanjangkan usia hidup, meningkatkan produktivitas, hal
tersebut adalah manfaat ekonomi, untuk itu banyak masyarakat yang bersedia membayar
untuk kelestarian hutan karena selain oksigen banyak juga nilai ekonomi dari hutan yang
akan di dapat.
Estimasi manfaat dari penggunaan sumberdaya hutan juga mencakup biaya sosial. Pada
barang dan jasa yang dijual di pasar sempurna, harga pasar akan mencerminkan biaya sesungguhnya
dari masyarakat untuk memanfaatkannya dengan alternatif pemanfaatan terbaik. Manfaat bersih
yang dapat diturunkan dari alternatif pemanfaatan terbaik disebut biaya korbanan sosial (social
opportunity cost) atau harga bayangan (shadow price). Bagi produsen biaya marjinal akan meningkat
sejalan dengan jumlah output, karena faktor-faktor teknologi dan karena sumberdaya sebagai bahan
proses produksi akan semakin langka. Penawaran pasar dari barang dicerminkan oleh kurva biaya
marjinal yang meningkat sejalan dengan jumlah produksi. Surplus produsen adalah perbedaan antara
penerimaan dari penjualan produk dengan biaya total produksi, atau biaya korbanan dalam pasar
yang sempurna. Surplus produsen umumnya disebut sebagai rente ekonomi (economic rent) atau
rente sumberdaya (resource rent) pada kasus sumberdaya alam.

Pada sumberdaya hutan atau oksigen yang dihasilkan yakni merupakan sumber daya
yang tidak diperdagangkan dalam pasar, biaya sosial adalah biaya korbanan dari hilangnya
manfaat bagi pengguna. Dalam hal ini sumber daya hutan termasuk kayu dari pohon yang
diambil untuk bahan bangunan juga dapat dimanfaatkan sebagai penyerap emisi karbon
dioksida dan menghasilkan oksigen, sebagaimana perannya sebagai paru-paru dunia. Nilai
pemanfaatan tersebut akan lenyap bila pohon-pohon diambil, yang mencakup biaya
korbanan, paling sedikit sama dengan surplus konsumen yang dihasilkan oleh pemanfaatan
untuk pengahsil oksigen. Dalam valuasi ekonomi ada kaitan antara biaya dan manfaat,
manfaat yang hilang adalah biaya dan biaya yang dapat dihindari adalah manfaat.

Keterlibatan masyarakat akan diperhitungkan dalam konteks pelestarian hutan ini. Di


Indonesia terdapat suatu upaya membangun masyarakat untuk peduli akan kelestarian hutan karena
melihan peran hutan sangat krusial. Pengembangan masyarakat adalah suatu proses membangun
atau membangun kembali struktur masyarakat dengan cara baru yang lebih memungkinkan untuk
menghubungkan, mengorganisasikan kehidupan sosial dan memenuhi kebutuhan manusia serta
berkaitan dengan lingkungan. Secara umum, pengembangan masyarakat akan kesadaran lingkungan
adalah proses partisipatif yang terencana untuk meningkatkan kualitas hidup lingkungan.

Nilai ekonomi total dan metode penilaian ekonomi berupa WTP dan WTA akan
memberikan “nilai” terhadap seluruh manfaat yang dihasilkan hutan baik yang bersifat
diperdagangkan dan memiliki harga pasar maupun yang tidak memiliki harga pasar seperti halnya
oksigen maupun kayu yang dihasilkan. Hal tersebut sangat dibutuhkan mengingat masalah yang
timbul pada saat pengambil kebijakan berusaha untuk menyeimbangkan antara dua tujuan dalam
pengelolaan hutan yaitu manfaat produksi dan manfaat lingkungan, membutuhkan suatu dasar dan
rekomendasi untuk menentukan alokasi sumberdaya alam yang adil.
Penilaian ekonomi, khususnya untuk penilaian manfaat barang dan jasa hasil hutan
non kayu seperti oksigen yang tidak memiliki harga pasar dalam satuan moneter ini, sangat
membantu dalam perumusan kebijakan pengelolaan hutan dan sistem pengelolaan hutan.
Karakteristik manfaat hutan yang spesifik ini membutuhkan pendekatan teknik penilaian yang
berbeda dengan manfaat hutan yang memiliki harga pasar dan diperdagangkan.Kemudian, dengan
diketahuinya nilai ekonomi total dari sumberdaya hutan, diharapkan akan menciptakan masyarakat
yang sadar akan pelestarian lingkungan dan pemanfaatan sumberdaya hutan yang lebih efisien
karena manfaat hutan telah diperhitungkan secara memuaskan dalam perhitungan ekonomis.

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Faktor-faktor manfaat dan nilai ekonomis hutan, sumber daya yang dihasilkan hutan, dan
kelestarian hutan dalam jangka panjang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap (willingness to
pay) pada upaya kelestarian hutan. Faktor yang memiliki pengaruh terbesar terhadap (willingness to
pay) kelestarian hutan adalah nilai ekonomis hutan, dimana nilai ekonomis ini akan mendatangkan
banyak manfaat bagi masyarakat terutama ketersediaan oksigen yang bersih. Dapat diketahui bahwa
adanya keinginan membayar (Willingness To Pay) dari masyarakat terhadap perbaikan sumber daya
hutan untuk menghasilkan oksigen bersih dan keinginan menerima kompensasi (Willingness To
Accept) dari kerusakan lingkungan. Konsumen memiliki respon dalam hal kesediaannya untuk
membayar lebih pada pelestarian hutan, hal ini akan terlihat pada kesediaan konsumen dalam
membayar dan mengikuti program-program pelestarian hutan, yaitu paling banyak responden
bersedia untuk membayar lebih dan menerima kompensasi dari kerusakan lingkungan jika
melakukan eksploitasi berlebih.

3.2 SARAN
Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kelestarian sumber daya hutan
sebagai pengahasil oksigen yang sangat potensial dan memiliki manfaat serta nilai ekonomi yang
tinggi sehingga masyarakat dapat berperan serta lebih lagi dalam program pelestarian sumber daya
hutan dan medukung pihak pengelola agar program pelestarian yang telah direncanakan dan
dilakukan dapat berjalan dengan baik. Kemudian dengan meningkatkan manajemen pengelolaan
sumber daya hutan yang baik dan terorganisir, sehingga dana yang terkumpul dari masyarakat untuk
pelaksanaan pelestarian hutan teroptimalkan serta dapat berjalan dengan baik. Harusnya hal ini
ditambah dengan adanya campur tangan dari pemerintahan setempat dalam pengelolaan sumber
daya hutan agar manfaat dan nilai ekonomis hutan dapat dirasakan masyarakat secara agregat.

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipwdia.org/wiki/karbondioksida, Diakses pada 03 Maret 2015.

Achmad Fahrudin (2008), Valuasi Ekonomi dan


Pemberdayaan Masyarakat di Kawasan
Konservasi Terumbu Karang (online).
https://coastaleco.wordpress.com/2008/04/2
5/valuasi-ekonomi-dan-pemberdayaan-
ekonomi-masyarakat-di-kawasan-
konservasi-terumbu-karang/, Diakses pada
02 Maret 2015.

Hong-Xia, DUAN and LÄU Yan-Li, LI Yan (2014), Chinese Public's Willingness to Pay for CO2 Emissions
Reductions: A Case Study from Four
Provinces/Cities, VOL 5(2): 100-110.

Revin Suhermanto (2014), KONSEP EKONOMI TOTAL DAN METODE PENILAIAN SUMBERDAYA HUTAN
(online).
http://www.academia.edu/8005351/Tugas_Ekonomi_Sumber_Daya_H
utan, Diakses pada 03 Maret 2015.

Ellys Yuliarti (2014), PELESTARIAN HUTAN MEMBERI


MANFAAT BAGI EKONOMI RAKYAT
DAN LINGKUNGAN (online).
http://tugasmakalahproposal.blogspot.com/201
4/03/makalah-pelestarian-hutan.html, Diakses
pada 02 Maret 2015

Solomon, B.D., Johnson, N.H., (2009). Valuing climate protection through willingness to pay for
biomass ethanol. Ecological Economics. 68, 2137- 2144.

Viscusi, W.K., Zeckhauser, R.J., (2006). The percep-tion and valuation of the risks of climate change: A
rational and behavioral blend. Climatic Change. 77, 151-
177.

Anda mungkin juga menyukai