Anda di halaman 1dari 34

ILMU BEDAH UMUM

Disusun oleh:

Luthfia Rizky Amanda


B
2014 – 11 – 095

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)
JAKARTA
2015
PENILAIAN PRABEDAH
Tujuan utama dari penilaian sebelum pembedahan adalah untuk mengenali persoalan
yang menyangkut resiko pembedahan. Perawatan di rumah sakit memberi kesempatan untuk
mengenali persoalan lain mengenai kesehatan yang perlu diperhatikan, jika menimbulkan akibat
yang tak dikehendaki dalam pembedahan darurat ini.

Tindakan bedah dapat diklasifikasikan berdasarkan keseriusan dan urgensinya.


Berdasarkan tingkat keseriusannya, pembedahan terbagi menjadi dua yakni bedah mayor dan
bedah minor. Sementara berdasarkan urgensinya, pembedahan terbagi menjadi 3 jenis, yakni
bedah elektif, bedah urgent, dan bedah emergency.

Memahami kasus bedah yang dihadapi serta didukung oleh pengetahuan tentang keadaan
fisiologis pasien secara menyeluruh adalah sangat penting. Penilaian dapat melalui anamnesis
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik yang lengkap, dan pemeriksaan laboratorium serta radiologi
yang sesuai.

1. Riwayat Penyakit
Harus di tanyakan secara lengkap, teliti, dan dalam keadaan yang menyenangkan
agar pasien tidak merasa tertekan..
Dokter diharapkan mampu menganalisa dengan cepat informasi tentang penyakit
yang pernah diderita pasien dan juga keterangan mengenai kemungkinan perdarahan,
pengobatan yang diberikan, dan alergi yang diderita.
Jika hal ini dilakukan dengan baik serta melibatkan tinjauan lengkap terhadap
seluruh system, maka akan diperoleh hasil yang relevan

2. Pemeriksaan Fisik
Seluruh bagian dari tubuh pasien sebaiknya di periksa secara sistematis meskipun
tidak ada gejala yang spesifik pada daerah tersebut.
Pemeriksaan sebaiknya meliputi pemeriksaa neurologis, pemeriksaan rectal,
pemeriksaan panggul pada wanita dewasa, dan pemeriksaan denyut nadi perifer,
beserta pemeriksaan pada daerha kepala, leher, dada, dan abdomen.
Seluruh data di catat pada status sebagai dasar guna perbandingan terhadap
perubahan yang terjadi di kemudian hari selama pasien dirawat di rumah sakit.
Penilaian status gizi yang lengkap sebaiknya dilakukan pada pasien dengan:
- Mengalami penurunan berat badan sebanyak 10 pons,
- Menderita kanker, dan
- Kadar albumin serumnya dibawah 3,5.

3. Pemeriksaan Laboratorium
Satu-satunya pemeriksaan laboratotium yang di lakukan secara rutin sebelum
suatu tindakan bedah adalah pemeriksaan jumlah sel darah merah dan urinalisis.
Pemeriksaan lainnya disesuaikan dengan keadaan dan usis pasien serta jenis operasi
yang akan di lakukan. Indikasi pemeriksaan ini di tentukan berdasarkan keadaan
penyakit pasien.

4. Penyinaran dengan Sinar X


Penyinaran sinar X pada dada atau pada bagian tubuh lain, dilakukan jika dari
anamnesa atau gambaran klinis pasien terdapat tanda-tanda mencurigakan.

5. Pemeriksaan Penunjang
Elekktrokardiogram (EKG) tidak dibutuhkan secara rutin pada orang muda yang
harus menjalani prosedur pembedahan yang tidak berat. Namun, pada operasi
emergency, monitoring EKG bersama dengan pengukuran tekanan darah sangat
diperlukan untuk menilai status hemodinamik secara keseluruhan.
PERSIAPAN PRABEDAH
Persiapan prabedah penting dilakukan guna mengurangi faktor resiko karena hasil akhir
suatu pembedahan sangat bergantung pada penilaian keadaan penderita. Persiapan ini dapat
menentukan adanya kontraindikasi operasi, toleransi penderita terhadap tindakan bedah, dan di
tetapkan waktu yang tepat untuk melaksanakan pembedahan.

Tindakan umum yang dilakukan setelah diputuskan melakukan pembedahan


dimaksudkan untuk mempersiapkan penderita agar penyulit pascabedah dapat di cegah sebanyak
mungkin . sebagian tindakan di lakukan rutin, seperti pembersihan kulit, dll. Sedangkan yang
lainnya dipilih berdasarkan keterangan yang diperoleh pada anamnesis, pemeriksaan prabedah,
dan rencana pengelolaan. Toleransi pasien terhadap pembedahan mencakup toleransi fisik dan
mental.

A. Daerah Operasi
Pasien sebaiknya tiba di ruang operasi dengan kulit yang steril pada daerah yang
akan di operasi. Pasien yang menderita peradangan kulit dianjurkan untuk menggosok
daerah operasi dengan sabun antiseptic secara periodic selama beberapa hari sebelum
operasi untuk meningkatkan kebersihan kulit.
Rumah sakit menjalankan kebijakan untuk mencukur dan membersihkan daerah
operasi pada malam hari sebelum operasi. Lalu daerah dibungkus kassa steril. Namun,
saat ini pencukuran dilakukan langsung di kamar operasi untuk menghindari terjadinya
infeksi kulit akibat pisau cukur.

B. Pasien
Pasien sebaiknya diberikan sedasi semalam sebelum operasi untuk mengurangi
rasa cemas. Dosis disesuaikan dengan umur dan keadaan umum pasien. Pasien usia
lanjut, senile, atau lemah membutuhkan dosis obat yang lebih rendah dibandingkan
dengan pasien muda yang sehat. Sedasi membuat pasien lebih rileks dan tidur nyanyak
semalam sebelum operasi.
C. Kateterisasi
Tindakan ini akan mencegah kandung kemih yang penuh mengganggu lapangan
operasi. Pasien yang akan menjalani operasi yang serius sebaiknya dipasangkan kateter
untuk memonitori produksi urine selama operasi.

D. Persiapan Saluran Pencernaan


Jika operasi melibatkan saluran pencernaan bagian atas atau organ – organ sekitar
kantung empedu, hati, atau pancreas, sebaiknya dipasang pipa nasogastrik dan
dihubungkan dengan suction. Keluarnya isi saluran pencernaan pada usus bagian bawah
lebih berbahaya dibandingkan atas karena saluran cerna bagian bawah mengandung
beberapa bakteri.

E. Persiapan Mental
Secara mental, pasien harus dipersiapkan untuk menjalani operasi karena ada rasa
cemas atau takut terhadap penyuntikan., nyeri luka, anastesia, atau bahkan rasa terhadap
kemungkinan cacat atau mati.
Dalam hal ini, hubungan baik antara penderita, keluarga, dan dokter sangat
menentukan. Kecemasan merupakan reaksi normal yang sering terjadi.

F. Persiapan Fisik
Meliputi:
1. Berbagai Organ dan Sistem
 Pasien puasa 6 jam sebelum operasi untuk mengosongkan lambung.
 Kulit harus bebas infeksi dan pasien harus mandi dengan sabun atau larutan
antiseptic.
 Suhu badan dipertahankan agar tetap normal. Hipotermia dapat menyebabkan
metabolism berlangsung lambat sehingga pembekuan darah melambat.
 Keadaan syok harus diatasi secepat mungkin sebelum pembedahan.
 Gangguan keseimbangan elektrolit dan asam – basa harus di pulihkan.
 Perokok dianjurkan berhenti merokok minimal seminggu sebelum rencana
operasi. Karena penyulit pasca bedah banyak terjadi di paru. Merokok
melumpuhkan silia mukosa dan meningkatkan sekresi jalan napas sehingga
jalan napas terganggu dan proses pembersihan jalan napas sangat terganggu.
 Mengkoreksi gangguan faal hati yang sering ditemukan, seperti anemia,
hipoalbuminemia, dan gangguan pembekuan darah.

2. Keadaan Gizi
Kebanyakan pasien tidak membutuhkan perawatan gizi sebelum menjalani
operasi, namun tidak jarang pasien dating dalam keadaan gizi kurang baik, misalnya
pada penderita masalah saluran cerna, keganasan, infeksi kronik, dan trauma berat.
Malnutrisi mempengaruhi morbiditas karena terganggunya penyembuhan luka
dan menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi. Oleh karena itu, harus di lakukan
pemeriksaan meliputi:
o Penilaian status gizi.
o Kebutuhan gizi.
o Gizi kurang.

3. Penyulit Jantung
Penyulit jantung pasca bedah mengancam jiwa pasien. Aritmia, angina pectoris
yang tidak stabil, gangguan faal jantung, dan hipertensi berat harus segera ditangani.
Anemia dan malnutrisi dapat meningkatkan resiko terjadinya penyulit
jantung.
Anastesia umum menyebabkan depresi miokard dan beberapa anastesia
umum menyebabkan terjadinya disritmia.
Aritmia bisa terjadi saat pembedahan ataupun 3 hari pasca bedah.
Infark jantung umumnya terjadi cepat dalam waktu beberapa hari setelah
pembedahan. Tidak disertai keluhan sehingga sulit di diagnosis dan resiko
serta mortatitasnya tinggi.
4. Persiapan pada Anak
Suatu usaha agar anak tidak terganggu pertumbuhannya dan usaha
mengembalikan anatomi dan fungsi organ agar kembali normal. Hal yang harus
diperhatikan meliputi:
 Persiapan prabedah.
 Pramedikasi.
 Pengawasan saat pembedahan.
 Pengawasan pascabedah.
 Keseimbangan cairan dan elektrolit.
 Menjaga jalan napas.

5. Antibiotik
Gangguan antibiotik saat prabedah ditunjukkan untuk menangggulangi infeksi
agar resiko pembedahan dapat ditekan segera mungkin. Pemberian antibiotic
profilaksis merupakan tindakan antisepsis dan asepsis.
PENYULIT PRABEDAH
Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integritas
seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis. Menurut Long
B.C (2001), pasien preoperasi akan mengalami reaksi emosional berupa kecemasan. Berbagai
alasan yang dapat menyebabkan ketakutan/kecemasan pasien dalam menghadapi pembedahan
antara lain :
a. Takut nyeri setelah pembedahan
b. Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal (body
image)
c. Takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti)
d. Takut/cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang mempunyai penyakit
yang sama.
e. Takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas.
f. Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi.
g. Takut operasi gagal.
Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat mempengaruhi respon
fisiologis tubuh yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik seperti : meningkatnya
frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan
yang lembab, gelisah, menanyakan pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, dan sering
berkemih.
1. Umur
Penderita yang sangat muda atau lanjut usia mempunyai resiko komplikasi atau
kematian yang lebih besar. Kesalahan kecil yang dapat ditoleransi dengan baik oleh
usia muda dengan cepat menimbulkan aibat yang membahayakan pada anak-anak
atau penderita lanjut usia dan kadang mematikan.

2. Obesitas
Pasien gemuk mempunyai kecenderungan lebih besar dari orang normal terjangkit
penyakit sampingan yang berat dan kemungkinan terdapat luka sesudah operasi.
Kegemukan juga meningkatkan kesukaran teknis dalam pembedahan dan pembiusan.
Kadang-kadang disarankan untuk menangguhkan pembedahan elektif hingga berat
badan penderita turun sesuai dengan ukuran yang berlaku.

3. Keadaan Umum Pasien


Meningkatnya keadaan yang mudah dipengaruhi oleh radang dapat timbul
dari:
 Obat-obatan seperti kortikosteroid, suatu obat imunosupresif, obat
sitotoksik, dan terapi antibiotik yang lama.
 Kekurangan gizi.
 Payah ginja.
 Granuositopenia dan penyakit yang menyebabkan orang menjadi
kurang kebal (misalnya limfoma, leukemia, dan
hipogamaglobulinemia).
 Diabetes yang tidak diawasi.

4. Alergi dan Kepekaan


Suatu riwayat tentang reaksi dari dalam atau sakit sesudah disuntik,
o Penisilin atau antibiotika lainnya, termasuk sulfonamida.
o Narkotika
o Aspirin atau obat analgetik lain
o Prikain atau obat anastesi lain
o Barbitura.
o Antitoksin tetanus atau serum lainnya
o Yodium atau antiseptik lainnya
o Obat-obatan lain
o Makanan (misalnya coklat, susu, telur)
o Pita rekat

5. Obat yang Sedang Dikonsumsi


Obat-obatan yang sedang diminum oleh penderita harus dipertimbangkan
kelanjutannya, penghentiannya atau penyesuaian dosisnya. Ahli anastesi
berhubungan dengan penggunaan depresan SSP (seperti barbiturat, candu,
alkohol) untuk jangka panjang waktu yang lama sebelum pembedahan, yang
mungkin diasosiakan dengan toleransi yang makin besar akan obat anestesi dan
dengan obat penenang (misalnya obat yang mengandung fenotiasin seperti
klorpromasin) dan obat antihipertensi (misalnya obat yang mengandung rauwolfia
seperti reserpin) yang dpat diasosiakan dengan hipotensi sebagai akibat dari
pembiusan.
PERAWATAN PASCABEDAH
Perawatan pasien pasca bedah dimulai segera setelah luka operasi ditutup. Masa pulih
sadar dimulai sejak pasien selesai ditangani secara bedah, dibawa dalam keadaan sadar atau tidak
sadar atau setengah sadar di bawa ke ruang pemulihan (recovery room), sampai ketika
kesadarannya pulih sempurna dan pasien dapat di pindahkan ke ruang rawat.

Masa pasca bedah selesai saat berakhirnya katabolisme pasca bedah. Pasien di angkut
dari ruang bedah dalam keadaan berbaring tanpa bantal dan kepala di miringkan untuk mencegah
terjadinya aspirasi cairan regurgitasi dari lambung.

Jarak ruang bedah dengan recovery room sebaiknya tidak terlalu jauh. Perlu ada tenaga
perawat khusus untuk mengatasi penderita dalam masa kritis. Dalam recovery room harus
tersedia tabung oksigen, nampan trakeostomi, perangkat pencegah syok, cairan intravena, alat
transfuse, pompa isap, perlengkapan perawatan luka.

Perintah dokter untuk perawatan penderita pasca bedah harus di tulis secara urut dan
rapih dan harus di patuhi oleh perawat lain. Instruksi pasca bedah sebaiknya diulangi secara
terperinci. Nadi, tekanan darah, dan pernafasan sebaiknya diperiksa secara berkala sampai pasien
sadar sepenuhnya dari anastesi. Frekuensi pemeriksaannya bervariasi menurut keadaan pasien
dan besar kecilnya operasi.

Pasien harus di monitori secara cermat sampai:

o Timbul refleks menelan.


o Tidak ada lagi bahaya jatuhnya lidah ke dinding belakang faring yang dapat
menutup jalur nafas, dan
o Pasien cukup sadar sehingga ia tidak akan mengaspirasi bahan hasil muntahan.

Perawatan pasca bedah secara umum meliputi :


1. Pengkajian tingkat kesadaran. Pada pasien yang mengalami anastesi general, perlu dikaji
tingkat kesadaran secara intensif sebelum dipindahkan ke ruang perawatan. Kesadaran
pasien akan kembali pulih tergantung pada jenis anastesi dan kondisi umum pasien.
2. Pengkajian suhu tubuh, frekuensi jantung/ nadi, respirasi dan tekanan darah. Tanda-tanda
vital pasien harus selalu dipantau dengan baik.
3. Mempertahankan respirasi yang sempurna. Respirasi yang sempurna akan meningkatkan
supply oksigen ke jaringan. Respirasi yang sempurna dapat dibantu dengan posisi yang
benar dan menghilangkan sumbatan pada jalan nafas pasien. Pada pasien yang
kesadarannya belum pulih seutuhnya, dapat tetap dipasang respirator.
4. Mempertahankan sirkulasi darah yang adekuat.
5. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dengan cara memonitor input serta
outputnya.
6. Mempertahankan eliminasi, dengan cara mempertahankan asupan dan output serta
mencegah terjadinya retensi urine.
7. Pemberian posisi yang tepat pada pasien, sesuai dengan tingkat kesadaran, keadaan
umum, dan jenis anastesi yang diberikan saat operasi.
8. Mengurangi kecemasan dengan cara melakukan komunikasi secara terapeutik.
9. Mengurangi rasa nyeri pada luka operasi, dengan teknik-teknik mengurangi rasa nyeri.
10. Mempertahankan aktivitas dengan cara latihan memperkuat otot sebelum ambulatory.
11. Meningkatkan proses penyembuhan luka dengan perawatan luka yang benar, ditunjang
factor lain yang dapat meningkatkan kesembuhan luka.

Dokter hendaknya memeriksa pasien secara berkala dan teratur untuk meyakinkan bahwa
keadaan pasien baik. Status pasien yang berisi catatan suhu tubuh, nadi, tekanan darah, dan
pernafasan sebaiknya selalu diperhatikan dan di arsipkan.
Balutan operasi diperiksa namun jangan dibuka, kecuali:
Ada perdarahan,
Balutan basah atau tampak kotor, atau
Ikatan yang terlalu kencang sehingga mungkin dapat mengganggu peredaran
darah atau pernafasan.
Daerah toraks diperiksa secara rutin untuk meyakinkan ventilasi dalam keadaan baik.
Betis diraba untuk memeriksa adanya flebitis, dan nadi perifer diperiksa pada lipat paha,
poplitea, dan kaki. Tanyakan keluhan khusus pada pasien, catat makanan yang diberikan untuk
mengantisipasi kemungkinan timbulnya komplikasi.
JENIS PERAWATAN PASCA BEDAH
Pada saat melakukan observasi di ruang pulih, agar lebih sistematis dan lebih mudah
dapat dilakukan monitoring B6, yaitu:

1. Breath (nafas) : sistem respirasi


Pasien belum sadar dilakukan evaluasi :
Pola nafas
- Tanda-tanda obstruksi
- Pernafasan cuping hidung
- Frekuensi nafas
- Pergerakan rongga dada : simetris/tidak
- Suara nafas tambahan : tidak ada pada obstruksi total
- Udara nafas yang keluar dari hidung
- Sianosis pada ekstremitas
- Auskultasi : wheezing, ronki

Pasien sadar : tanyakan adakah keluhan pernafasan.


Jika tidak ada keluhan : cukup berikan O2
Jika terdapat tanda-tanda obstruksi : terapi sesuai kondisi (aminofilin,kortikosteroid,
tindakan tri ple manuver airway).

2. Blood (darah) : sistem kardiovaskuler


- Tekanan darah
- Nadi
- Perfusi perifer
- Status hidrasi (hipotermi ± syok)
- Kadar Hb
3. Brain (otak) : sistem SSP
- Menilai kesadaran pasien dengan GCS (Glasgow Coma Scale)
- Perhatikan gejala kenaikan TIK 4.

4. Bladder (kandung kencing) : sistem urogenitalis


- Periksa kualitas, kuantitas, warna, kepekatan urine
- Untuk menilai : Apakah pasien masih dehidrasi, Apakah ada kerusakan ginjal saat
operasi, acute renal failure

5. Bowel (usus) : sistem gastrointestinalis


Periksa :
- Dilatasi lambung
- Tanda-tanda cairan bebas
- Distensi abdomen
- Perdarahan lambung post operasi
- Obstruksi atau hipoperistaltik, gangguan organ lain, misal: hepar,lien, pancreas
- Dilatasi usus halus,
Pasien operasi mayor sering mengalami kembung yang mengganggu pernafasan,
karena ia bernafas dengan diafragma.

6. Bone (tulang) : sistem musculoskeletal


Periksa :
- Tanda-tanda sianosis
- Warna kuku
- Perdarahan post operasi
Gangguan neurologis : gerakan ekstremitas
Kriteria yang digunakan umunya dinilai saat observasi di ruang pulih adalah
warna kulit, kesadaran, sirkulasi, pernafasan, dan aktivitas motorik.
KAMAR OPERASI
Kamar operasi adalah suatu unit khusus di rumah sakit, tempat untuk melakukan tindakan
pembedahan, baik elektif maupun akut, yang membutuhkan keadaan suci hama (steril).
Secara umum lingkungan kamar operasi terdiri dari 3 area:
a. Area bebas terbatas (unrestricted area)
Pada area ini petugas dan pasien tidak perlu menggunakan pakaian khusus kamar operasi.

b. Area semi ketat (semi restricted area)


Pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar operasi yang terdiri atas
topi, masker, baju dan celana operasi.

c. Area ketat/terbatas (restricted area).


Pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar operasi lengkap dan
melaksanakan prosedur aseptic. Pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus
kamar operasi lengkap yaitu : topi, masker, baju dan celana operasi serta melaksanakan
prosedur aseptic.

Alur pasien, petugas, dan peralatan:


1. Alur Pasien
a. Pintu masuk pasien pre dan pasca bedah berbeda.
b. Pintu masuk pasien dan petugas berbeda.
2. Alur Petugas
Pintu masuk dan keluar petugas melalui satu pintu.
3. Alur Peralatan
Pintu keluar masuknya peralatan bersih dan kotor berbeda.

Kamar operasi yang baik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :


1. Letak
Letak kamar operasi berada ditengah-tengah rumah sakit berdekatan dengan unit
gawat darurat (IRD), ICU dan unit radiology.
2. Bentuk dan Ukuran
a. Bentuk
Kamar operasi tidak bersudut tajam. Lantai, dinding, langit-langit berbentuk
lengkung, warna tidak mencolok. Lantai dan dinding harus terbuat dari bahan yang
rata, kedap air, mudah dibersihkan dan menampung debu.
b. Ukuran kamar operasi
Minimal 5,6 m x 5,6 m (=29,1 m2)
Khusus/besar 7,2 m x 7,8 (=56 m2)

3. Sistem Ventilasi
a. Ventilasi kamar operasi harus dapat diatur dengan alat control dan penyaringan udara
dengan menggunaKan filter. Idealnya menggunakan sentral AC.
b. Pertukaran dan sirkulasi udara harus berbeda.

4. Suhu dan Kelembaban.


a. Suhu ruangan antara 190 – 220 C.
b. Kelembaban 55 %

5. Sistem Penerangan
a. Lampu Operasi
Menggunakan lampu khusus, sehingga tidak menimbulkan panas, cahaya terang,
tidak menyilaukan dan arah sinar mudah diatur posisinya.
b. Lampu Penerangan
Menggunakan lampu pijar putih dan mudah dibersihkan.

6. Peralatan
a. Semua peralatan yang ada di dalam kamar operasi harus beroda dan mudah
dibersihkan.
b. Untuk alat elektrik, petunjuk penggunaaanya harus menempel pada alat tersebut agar
mudah dibaca.
c. Sistem pelistrikan dijamin aman dan dilengkapi dengan elektroda untuk memusatkan
arus listrik mencegah bahaya gas anestesi.

7. Sistem Instaalsi Gas Medis


Pipa (out let) dan konektor N2O dan oksigen, dibedakan warnanya, dan dijamin
tidak bocor serta dilengkapi dengan system pembuangan/penghisap udara untuk
mencegah penimbunan gas anestesi.

8. Pintu
a. Pintu masuk dan keluar pasien harus berbeda.
b. Pintu masuk dan keluar petugas tersendiri
c. Setiap pintu menggunakan door closer (bila memungkinkan)
d. Setiap pintu diberi kaca pengintai untuk melihat kegiatan kamar tanpa membuka
pintu.

9. Pembagian Area
a. Ada batas tegas antara area bebas terbatas, semi ketat dan area ketat.
b. Ada ruangan persiapan untuk serah terima pasien dari perawat ruangan kepada
perawat kamar operasi.

10. Air Bersih


Air bersih harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Tidak berwarna, berbau dan berasa.
b. Tidak mengandung kuman pathogen.
c. Tidak mengandung zat kimia.
d. Tidak mengandung zat beracun.

11. Pembagian Ruangan


a. Ruang Persiapan Pasien.
b. Ruang Induksi
c. Ruang Penyiapan Peralatan/Instrumen Bedah.
d. Kamar bedah.
e. Ruang Pemulihan (Recovery).
f. Ruang ganti pakaian (Loker).
g. Ruang Dokter.
h. Scrub Station.
i. Ruang Utilitas Kotor (Spoel Hoek, Disposal).
j. Ruang Linen.
k. Ruang Penyimpanan Perlengkapan Bedah
l. Ruang Penyimpanan Peralatan Kebersihan (Janitor).
MANAGEMENT PASCA BEDAH
Pada prinsipnya dalam penatalaksananaan anestesi pada suatu operasi, terdapat beberapa
tahap yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi, tahap penatalaksana ananestesi dan
pemeliharaan serta tahap pemulihan dan perawatan pasca anestesi.
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan anestesi yang biasa
dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room, yaitu ruangan untuk observasi pasien pasca
bedah atau anestesi. Ruang pulih sadar adalah batu loncatan sebelum pasien dipindahkan ke
bangsal atau masih memerlukan perawatan intensif ICU. Dengan demikian pasien pasca operasi
dan anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh
anestesinya.
Pulih dari anestesi umum atau dari analgesia regional secara rutin dikelola dikamar pulih
atau Unit Perawatan Pasca Anestesi (RR, Recovery Room atau PACU, Post Anestesia Care
Unit). Idealnya bangun dari anestesi secara bertahap, tanpa keluhan dan mulus. Kenyataannya
sering dijumpai hal-hal yang tidak menyenangkan akibat stres pasca bedah atau pasca anestesi
yang berupa gangguan napas, gangguan kardiovaskular, gelisah, kesakitan, mual-muntah,
menggigil dan kadang-kadang pendarahan.
Recovery room atau ruang pemulihan adalah sebuah ruangan di rumah sakit, dimana
pasien dirawat setelah mereka telah menjalani operasi bedah dan pulih dari efek anestesi. Pasien
yang baru saja di operasi atau prosedur diagnostik yang menuntut anestesi atau obat penenang
dipindahkan ke ruang pemulihan, dimana keadaan vital sign pasien (nadi, tekanan darah, suhu
badan dan saturasi oksigen) diawasi ketat setelah efek dari obat anestesi menghilang.
Pasien biasanya akan mengalami disorientasi setelah mereka sadar kembali, dan di ruang
pemulihan ini pasien ditenangkan apabila menjadi anxietas dan dipastikan kalau fisik dan
emosional mereka terkendali.
Pengawasan ketat di ruang pemulihan atau UPPA harus seperti sewaktu berada di kamar
bedah sampai pasien bebas dari bahaya, karena itu peralatan monitor yang baik harus disediakan.
Tensimeter, oksimeter denyut (pulse oxymeter), EKG,peralatan resusitasi jantung-paru dan
obatnya harus disediakan tersendiri, terpisah dari kamar bedah.
Personil dalam UPPA sebaiknya sudah terlatih dalam penanganan pasien gawat, mahir
menjaga jalan napas tetap paten, tanggap terhadap perubahan dini tanda vital yang
membahayakan pasien.
Setelah dilakukan pembedahan pasien dirawat diruang pulih sadar. Pasien yang dikelola
adalah pasien pasca anestesi umum ataupun anestesi regional. Di ruang pulih sadar dimonitor
jalan nafasnya apakah bebas atau tidak, ventilasinya cukup atau tidak dan sirkulasinya sudah
baik atau tidak. Pasien dengan gangguan jalan nafas dan ventilasi harus ditangani secara dini.
Selain obstruksi jalan nafas karena lidah yang jatuh ke belakang atau spasme laring, pasca bedah
dini kemungkinan terjadi mual-muntah yang dapat berakibat aspirasi. Anestesi yang masih
dalam, dan sisa pengaruh obat pelumpuh otot akan berakibat penurunan ventilasi.
Pasien yang belum sadar diberikan oksigen dengan kanul nasal atau masker sampai
pasien sadar betul. Pasien yang sudah keluar dari pengaruh obat anestesi akan sadar kembali.
Kartu observasi selama di ruang pulih sadar harus ditulis dengan jelas, sehingga dapat dibaca
bila pasien sudah kembali ke bangsal. Bila keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien normal
dan stabil, maka pasien dapat dipindahkan ke ruangan dengan pemberian instruksi pasca operasi.
Tingkat perawatan pasca anestesi pada setiap pasien tidak selalu sama, bergantung pada
kondisi fisik pasien, teknik anestesi, dan jenis operasi, monitoring lebih ketat dilakukan pada
pasien dengan risiko tinggi seperti:
 Kelainan organ
 Syok yang lama
 Dehidrasi berat
 Sepsis
 Trauma multiple
 Trauma kapitis
 Gangguan organ penting, misalnya : otak
KOMPLIKASI – KOMPLIKASI PASCA BEDAH

A. Perdarahan Eksternal

Perdarahan merupakan komplikasi yang paling dini dan mungkin terjadi setelah
operasi. Perdarahan bisa langsung tampak atau bahkan tersembunyi dan tidak diketahui
letaknya. Salah satu tempat yang paling sering mengalami perdarahan eksternal adalah
daerah drainase. Pipa drainase biasanya keluar dari lubang insisi yang terpisah ( a
separate stab incision), dan mungkin terjadi rembesan darah yang terus – menerus dari
pembuluh darah kulit atau tepat di bawah kulit. Jika insisi di buat segera sebelum operasi
selesai, maka memungkinkan perdarahan yang terjadi tidak tampak.

Perdarahan ini biasanya di temukan pertama kali saat balutan bekas operasi di
periksa. Jika balutan penuh dengan darah, sebaiknya segera periksa luka yang ada. Darah
yang terdapat pada balutan kemungkinan adalah darah yang berasal dari luka itu sendiri
melalui pipa drainase. Jika perdarahan tetap terjadi dan keadaan umum pasien tidak dapat
di atasi, maka harus dilakukan operasi ulang untuk menghentikan perdarahan. Terdapat
dua daerah perdarahan eksternal yang perlu mendapatkan pertimbangan khusus, yaitu:
daerah tiroid dan hemoroid.

1. Perdarahan Pasca Tiroidektomi

Perdarahan ke dalam luka pada pasien setelah tindakan tiroidektomi cenderung


membentuk hematom, yang jika tidak segera di angkat dapat menimbulkan asfiksia.
Tindakan yang aman dalam mengatasi perdarahan ini adalah membuka kembali luka
dengan segera dan menekan hematom. Tindakan ini di lakukan di bangsal pasien jika
kondisi pasien cukup kritis. Lalu, pasien masuk ruang operasi kembali untuk mengangkat
bekuan darah dan mengatasi perdarahan.

Seringkali, setelah seluruh bekuan darah diangkat dari luka akan tidak tampak lagi
daerah yang berdarah, dan jika luka tetap kering maka dapat di tutup tanpa akan terjadi
perdarahan kembali.
2. Perdarahan Hemoroid

Perdarahan yang hebat dapat terjadi setelah hemoroidektomi. Jika perdarahan


terjadi, maka pasien harus di kembalikan ke ruang operasi dan dalam keadaan teranastesi,
pembuluh darah yang berdarah ditekan dan diikat. Terkadang, perdarahan ini di sebabkan
karena adanya gangguan hemoragik. Pasien harus diberi transfusi darah, dan harus
diobati bila terdapat kelainan yang spesifik.

B. Perdarahan Internal

Perdarahan internal sulit terdeteksi karena manifestasi kliniknya lambat. Tanda –


tanda klasik dari perdarahan ini adalah pucat, menurunnya tekanan darah, nadi yang
cepat, lemah, berkeringat, dan rasa haus. Tanda – tanda ini tidak segera muncul setelah
adanya perdarahan. Kesalahan yang paling sering dilakukan adalah menganggap
perdarahan sebagai renjatan bedah yang terlambat.
Jika pasien kembali dari ruang operasi dengan keadaan tekanan darah dan nadi
normal, namun setelah itu tekanan darahnya turun serta nadinya menjadi cepat, ini
merupakan suatu tanda bahwa sedang terjadi perdarahan internal yang tidak terdeteksi
saat di ruang operasi. Satu – satunya pengecualian dari keadaan ini adalah serangan
kardiovaskular atau pulmonar yang mendadak.
Perdarahan dapat terjadi saat operasi atau dalam periode pasca bedah. Keadaan ini
dapat di sebabkan oleh ulkus yang berdarah (ulkus pasca bedah). Trauma psikologik
akibat operasi dapat memperberat atau memperparah suatu ulkus, sehingga terjadi
perdarahan. Apapun sebabnya, pengobatannya adalah dengan menghentikan perdarahan
dan jika adarah yang keluar melebihi 500ml, maka harus transfusi darah.
System kardiovaskular harus di pertahankan dengan memberikan cairan yang
sesuai, seperti glukosa dalam air, saline, plasma, atau cairan pengganti plasma (plasma
expander). Semua tindakan ini hanya bersifat sementara. Jika perdarahan tidak kunjung
berhenti, maka harus di lakukan operasi ulang.
c. Renjatan
Renjatan terjadi akibat:
1. Trauma operasi,
2. Perdarahan,
3. Trauma intracranial, dan
4. Gangguan ventilasi.

Beberapa penyebab harus dipertimbangkan, dikesampingkan, atau diatasi. Jika


narkotik diperlukan untuk mengatasi rasa nyeri, pemberiannya secara intravena
dengan dosis yang kecil dan bijak.

d. Komplikasi – komplikasi Pulmoner

Merupakan kemungkinan selanjutnya dari komplikasi pasca bedah. Awalnya


komplikasi terjadi karena secret tertahan dan atelektasis. Komplikasi dapat terjadi
setelah operasi, paling sering setelah tindakan pada toraks atau abdomen bagian atas.
Karena rasa sakit pada luka bekas operasi, pasien menahan gerakan dadanya dan
tidak dapat menahan napas secara dalam, keadaan ini memungkinkan terkumpulnya
secret. Keadaan ini akan menyebabkan hilangnya cairan dari tubuh.

e. Kandung Kemih Penuh

Hal ini terjadi karena rembesan dari kandung kemih yang penuh (overflow
from a distended bladder). Dibutuhkan drainase kateter.

f. Distensi Abdomen

Disebabkan oleh salah satu dari beberapa kemungkinan. Penyebab yang lebih
serius adalah peritonitis dan obstruksi gastrointestinal. Penyebab paling seringnya
adalah distensi lambung akut yang merupakan gangguan iatrogenik. Hal ini terjadi
karena pasien diberi makan sebelum saluran pencernaan bekerja dengan baik.
g. Gangguan Defeksi

Yang paling sering terjadi adalah pada pasien yang menjalani pemeriksaan
sinar x dengan barium pada saluran pencernaannya untuk mengobati ulkus. Terjadi
juga pada penderita kanker. Gejala yang paling sering terjadi adalah diare.

h. Infeksi

Komplikasi pasca bedah yang paling sering terjadi. Manifestasi pertama yang
sering timbul adalah meningkatnya suhu tubuh karena secret pulmoner tertahan.

i. Infeksi Pulmoner
j. Infeksi Luka

Manifestasi awalnya adalah kenaikan suhu tubuh. Daerah yang paling sering
terkena infeksi ini adalah jaringan lemak superficial dekat fascia, namun sepsis dapat
terjadi pada setiap jaringan. Ditemukan pus pada pemeriksaan..

k. Infeksi pada Saluran Kemih

Penyembuhannya adalah dengan memberikan antibiotic yang spesifik. Bila


tidak segera diatasi, dapat menimbulkan obstruksi saluran kemih.

l. Peritonitis

Merupakan proses radang dalam rongga peritoneum yang disebabkan oleh


bakteri. Penyebab paling sering adalah pecahnya lubang viskus atau karena rusaknya
anastomosis saluran gastrointestinal. Pengobatannya dengan pemberian antibiotic
yang spesifik, penghisapan gastrointestinal, oksigen, perbaiki ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit, posisi berbaring harus setengah tidur untuk menghindari
pengendapan pus, dan lakukan drainase jika ada kumpulan pus.

m. Abses Subfrenik

Disebabkan oleh berkumpulnya pus dibawah dinding diafragma. Pemeriksaan


pertama untuk mendiagnosis keadaan ini adalah dengan roentgen toraks.
n. Septicemia

Infeksi menyebabkan bakteri masuk ke aliran darah. Ditandai dengan


meningkatnya suhu tubuh, menggigil dan terjadi penurunan tekanan darah.

o. Flebotrombosis

Ditandai dengan tidak adanya kemerahan, namun tungkai pasien terasa berat
(fullness) dan terdapat edema di sepanjang tibia. Bekuan darah pada tungkai melekat
secara longgar, mudah lepas, dan menimbulkan emboli paru.

p. Emboli Paru – Paru

Pasien mengeluh nyeri dada disertai dengan hemomptisis dan sesak napas.
Bisa menyebabkan kematian.

q. Penyambuhan Luka yang Terlambat

Sering terjadi setelah tindakan bedah pada abdomen bagian atas dan sering
dihubungkan dengan insisi vertical. Gangguan penyembuhan luka dapat disebabkan
oleh batuk, muntah, cegukan, atau infeksi pada luka bekas operasi. Penyebab yang
sering terjadi namun tidak diperhatikan adalah sumbatan parsial pada usus yang
menaikan tekanan intraabdominal.

Biasanya baru timbul setelah hari ketujuh sampai kesepuluh pasca bedah.
Tanda awal gangguan ini adalah keluarnya sejumlah besar serum yang berwarna
merah muda. Bersifat patognomonik.

r. Uremia

Sebagai akibat dari ekskresi ginjal yang tidak adekuat terhadap pembongkaran
nitrogen. Paling sering terjadi setelah operasi pada pasien lanjut usia dengan fungsi
ginjal yang tidak baik, peritonitis atau obstruksi usus, ginjal kronis atau ikterus
obstruktif yang lama. Diagnosis di tegakkan dengan pemeriksaan kadar urea dalam
darah.
s. Obstruksi Intestinal

Tanda awalnya adalah distensi abdomen. Saat dilakukan auskultasi, akan


terdengar gerakan peristaltic yang ramai dan bunyi gemerincing dengan nada tinggi.
Jenis obstruksi pasca bedah yang biasa timbul merupakan gabungan dari beberapa
faktor penyebab dari faktor yang sering adalah edema.
PENYULIT PASCA BEDAH

1. Takikardia

Penyebabnya adalah hipovolemia, kelainan jantung, atau sepsis. Kelainan terletak


di miokardium (miokarditis) yang biasa disertai dengan aritmia. Kemungkinan utama
terjadinya adalah karena perdarahan, muntah, diare, dan asupan kurang.

2. Batuk dan Sesak Napas


Distensi perut pasca bedah mengakibatkan bendungan sirkulasi paru yang
menyebabkan sesak napas. Yang paling sering terjadi adalah pneumonia karena
pernapasan tidak bebas sewaktu anastesi/operasi sehingga refleks batuk terganggu saat
pasca bedah.
3. Kolaps dan Perburukan Mendadak
Penyebab utamanya adalah syok hipovolemik karena perdarahan. Infeksi luka,
infeksi paru, dan sepsis memperburuk keadaan.
4. Mual dan Muntah
Disebabkan oleh obat – obatan, ileus obstruktiva, distensi lambung, peninggian
tekanan intracranial, gangguan keseimbangan elektrolit, dan uremia.
5. Gangguan Berkemih
Berupa retensi urine atau berupa oliguria.
6. Perubahan Keadaan Mental
Faktor pentingnya adalah faktor somatic, seperti dehidrasi, hiponatremia,
hipoksia, infeksi, uremia, dan hipoglikemia.
7. Ikterus
Oleh hemolisis, operasi pembedahan saluran empedu atau hati, infeksi, atau obat
hepatotoksik.
8. Luka Operasi
Tanda khasnya adalah keluarnya cairan serosanguinolen dari luka.
9. Hematom
10.Perotitis
Pada penderita pipa trakea atau pipa lambung lebih dari satu hari.
11.Adult Respiratory Distress Syndrome / Sindroma Emboli Lemak
Karena operasi besar, rudapaksa berat – besar – luas, trauma majemuk, infeksi,
dan sepsis.
12.Penyulit Jantung
Akibat kelebihan cairan atau kekurangan cairan.
13.Insufisiensi Ginjal Akut
Akibat buruknya perfusi jaringan ginjal setelah syok hipovolemik saat
pembedahan, trauma, atau sepsis.
14.Gangguan Peristalsis
Terjadi pada penggunaan obat – obatan sedative atau narkotik.
15.Dilatasi Akut Lambung
Oleh keadaan adinamik. Cepat memburuk dan menyebabkan pasien kolaps
dengan hipotensi dan syok.
16.Sedera Saraf
Mengakibatkan paralisis maupun gangguan sensibilitas.
17.Thrombosis Vena Dalam
Oleh pembiusan lama sehingga aliran darah tidak berlangsung baik.
18.Dekubitus
Terjadi di lapoisan dalam antar kulit.
19.Cedera Fisik Lain
20.Diabetes Melitus
21.Ulkus Karena Stress
PENANGGUNG JAWAB
Sebelum pasien dipindahkan ke ruangan (bangsal) setelah dilakukan operasi terutama
yang mengguanakan anesthesia, harus melakukan penilaian terlebih dahulu untuk menentukan
apakah pasien sudah dapat dipindahkan ke ruangan atau masih perlu di observasi di ruang
pemulihan atau recovery room.

Pemindahan dari ruang operasi ke unit perawatan pasca – anesthesia (PACU) atau biasa
disebut ruang pasca – anesthesia (PARR). Memindahkan pasien pasca – operative dari ruang
operasi ke unit perawatan pasca – ansthesia (PACU) adalah tanggung jawab ahli anastesi,
perawat, dan ahli bedah yang bertugas. PACU biasanya terletak berdekatan dengan ruang
operasi.
RUANG PERAWATAN
ICU ( Intensive Care Unit )
Layanan rumah sakit yang memberikan asuhan keperawatan secara terkonsentrasi dan
lengkap. Unit ini memiliki tenaga perawat yang terlatih khusus dan berisi peralatan pemantauan
dan dukungan khusus untuk pasien yang membutuhkan perawatan dan observasi intensif dan
komprehensif, karena syok, trauma, atau kondisi yang mengancam jiwa.
Pasien yang masuk ICU adalah pasien yang dalam keadaan terancam jiwanya sewaktu-
waktu karena kegagalan atau disfungsi satu atau multiple organ atau sistem dan masih ada
kemungkinan dapat disembuhkan kembali melalui perawatan, pemantauan dan pengobatan
intensif. Selain adanya indikasi medik tersebut, masih ada indikasi sosial yang memungkinkan
seorang pasien dengan kekritisan dapat dirawat di ICU.
Yang mutlak tidak boleh masuk ICU adalah pasien dengan penyakit yang sangat
menular, misalnya gas gangren. Pada prinsipnya pasien yang masuk ICU tidak boleh ada yang
mempunyai riwayat penyakit menular.

ICCU ( Intensif Coronary Care Unit )


Merupakan unit perawatan intensif untuk penyakit jantung, terutama penyakit jantung
koroner, serangan jantung, gangguan irama jantung yang berat, gagal jantung.
PICU ( Paediatric Intensive Care Unit )
Merupakan unit perawatan intensif untuk anak anak. Anak yang harus dirawat di PICU
adalah mereka yang mengalami:
- Masalah pernafasan akut
- Kecelakaan berat
- Komplikasi
- Kelainan fungsi organ

NICU ( Neonate Intensive Care Unit )


Merupakan unit perawatan intensif untuk bayi baru lahir ( neonatus ) yang memerlukan
perawatan khusus misalnya berat badan rendah, fungsi pernafasan kurang sempurna, prematur,
mengalami kesulitan dalam persalinan, menunjukkan tanda tanda mengkuatirkan dalam beberapa
hari pertama kehidupan.
Bayi-bayi yang baru lahir dan bermasalah dengan kesehatannya tidak boleh dibawa
pulang, namun harus dirawat di ruang NICU. Selain bayi-bayi prematur, ruang NICU juga diisi
dengan bayi-bayi yang lahir normal, sudah dibawa pulang namun perlu dirawat karena ada
gangguan kesehatan serius.
HCU ( High Care Unit )
Ruang perawatan untuk para pasien yang memerlukan pengamatan secara dekat, serta
perawatan yang tidak tersedia di bangsal biasa, namun tidak cukup kritis untuk ditempatkan di
ICU.

IW ( Intermediate Ward )
Merupakan ruang perawatan intensif setelah HCU sebelum bisa dipindahkan ke kamar
perawatan biasa. Ruangan ini merupakan ruang perawatan sementara. Pasien yang setelah
dibawa dari IGD, ketika hendak dibawa ke ruang perawatan tapi penuh, dirawat di ruangan ini.
Jadi, ini merupakan ruang perawatan sementara.
SUMBER / REFRENSI
1. Win de Jong, R. Sjamsuhidajat. 2005. Buku – Ajar ILMU BEDAH Edisi II.
EGC.
2. William H. Nealon, Thomas F. Nealon. 1996. KETERAMPILAN POKOK
ILMU BEDAH Edisi IV. EGC.
3. Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Operasi Kementerian
Kesehatan RI Tahun 2012.
4. http://roby-murora.blogspot.co.id/2012/11/dokumentasi-unit-perawatan-
pasca-bedah.html?m=1
5. https://books.google.co.id/books?id=qgdPlhd-
lc0C&pg=PA94&lpg=PA94&dq=masalah+yang+sering+terjadi+sebelum+dil
akukan+pembedahan&source=bl&ots=YKVjZrqfJH&sig=HmjGumc6-
FJ6KbFyEo2R8TqF4Cs&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjE6JLJp6vJAhVTcY
4KHd0uBAsQ6AEIIzAB#v=onepage&q=masalah%20yang%20sering%20ter
jadi%20sebelum%20dilakukan%20pembedahan&f=false
6. http://dokumen.tips/documents/persiapan-pra-bedah-55c381b61ef5e.html
7. Wikipedia.
8. Google Image
9. https://abrorshodiq.wordpress.com/kamar-operasi-1/
10. http://blogjoss-ridwan.blogspot.co.id/2010/10/pengertian-ruang-
perawatan.html
11. http://kamuskesehatan.com/arti/icu/
12. https://dwaney.wordpress.com/2011/05/09/konsep-dasar-icu/
13. http://www.kompasiana.com/wienndy/apa-itu-
nicu_55298e3e6ea8348773552d1f

Anda mungkin juga menyukai