Anda di halaman 1dari 18

84

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan metode pre-experimental dengan one group

pre-test dan post-test design dimana pada penelitian ini untuk mengetahui tingkat

pengetahuan keluarga sebelum pemberian pendidikan kesehatan melalui

pendekatan Askep Keluarga dan setelah pemberian pendidikan kesehatan.

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Batupanga Kabupaten

Polewali Mandar 1 Juli – 30 Juli 2015. Peneliti memperoleh identitas responden

di Puskesmas Batupanga kemudian melakukan kunjungan rumah, sebelum

tindakan intervensi dilakukan, peneliti melakukan pre-test dan post-test untuk

menilai tingkat pengetahuan keluarga sesudah pemberian pendidikan kesehatan.

Penelitian ini dilakukan pada keluarga yang memiliki anggota keluarga menderita

gangguan jiwa dan dirawat di rumah yaitu sebanyak 32 orang.

Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi. Pada

penyajian hasil dibagi dalam dua bagian, yaitu: Analisis univariat menampilkan

karakteristik responden yaitu : Nama responden (inisial), umur responden, jenis

kelamin responden, agama responden, suku responden, status responden, tingkat

pendidikan responden, pekerjaan responden, nama penderita (inisial), umur

penderita, jenis kelamin penderita, hubungan responden dengan penderita. Dari

hasil pengkajian pre-test dan post-test tingkat pengetahuan keluarga maka

diperoleh data, kemudian data diolah secara univariat (deskriptif) dan bivariat

(analitik) dengan menggunakan program SPSS versi 21.0.


85

A. Hasil Penelitian

1. Analisa Univariat

a. Karakteristik Responden

Data yang menyangkut karakteristik dari responden akan

diuraikan sebagai berikut :

1) Umur Responden

Tabel 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Umur Responden (n=32)

No Umur Responden n %
1. 17 – 25 Tahun 5 15,6
2. 26 – 35 Tahun 7 21,9
3. 36 – 45 Tahun 7 21,9
4. 45 – 55 Tahun 9 28,1
5. ≥ 56 Tahun 4 12,5
Total 32 100
Sumber : Data Sekunder

Berdasarkan tabel 5.1 berdasarkan umur responden,

terdapat sebagian besar responden yang berada dalam rentang umur

45 – 55 tahun yaitu 9 orang (28,1%), dan terendah berada pada

rentang umur ≥ 56 tahun yaitu 4 orang (12,5%), dari total 32 orang

responden.

2) Jenis Kelamin
Tabel 5.2
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Responden (n=32 )
Jenis Kelamin
No n %
Responden
1. Laki – laki 20 62,5
2. Perempuan 12 37,5
Total 32 100
Sumber : Data Sekunder
86

Berdasarkan tabel 5.2 berdasarkan jenis kelamin responden,

sebagian besar responden yang berjenis kelamin laki-laki yaitu

sebanyak 20 orang (62,5%), dan terendah berjenis kelamin

perempuan yaitu sebanyak 12 orang (37,5%), dari total 32 orang

responden.

3) Agama Responden

Tabel 5.3
Distribusi Responden Berdasarkan Agama Responden (n=32)

No Agama Responden n %

1. Islam 32 100

Total 32 100
Sumber : Data Sekunder

Berdasarkan tabel 5.3 berdasarkan agama responden,

diperoleh seluruh responden adalah beragama islam yaitu 32 orang

(100%).

4) Suku Responden

Tabel 5.4
Distribusi Responden Berdasarkan Suku Responden (n=32)

No Suku Responden n %
1. Mandar 29 90,6
2. Bugis 3 9,4
Total 32 100
Sumber : Data Sekunder

Berdasarkan tabel 5.4 berdasarkan suku responden, yang

terbanyak adalah bersuku Mandar yaitu sebanyak 29 orang (90,6%)

dan yang terendah adalah bersuku bugis yaitu yaitu 3 orang (9,4%).

dari total 32 orang responden.


87

5) Status Responden

Tabel 5.5
Distribusi Responden Berdasarkan Status Responden (n=32)

No Status Responden n %
1. Menikah 22 68,7
2. Duda / Janda 3 9,4
3. Belum Menikah 7 21,9
Total 32 100
Sumber : Data Sekunder

Berdasarkan tabel 5.5 berdasarkan status responden,

sebagian besar responden berstatus menikah yaitu sebanyak 22

orang (68,7%), dan terendah berstatus duda/janda yaitu 3 orang

(9,4%), dari total 32 orang responden.

6) Tingkat Pendidikan Responden

Tabel 5.6
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Responden (n=32)

Tingkat Pendidikan
No n %
Responden
1. Tidak Tamat SD 4 12,5
2. SD / Sederajat 11 34,3
3. SMP / Sederajat 5 15,6
4. SMA / Sederajat 6 18,8
5 Diploma / Sarjana 6 18,8
Total 32 100
Sumber : Data Sekunder

Berdasarkan tabel 5.6 berdasarkan tingkat pendidikan

responden, sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan

SD/Sederajat yaitu sebanyak 11 orang (34,4%), dan tingkat

pendidikan responden terendah adalah tidak tamat SD yaitu 4 orang

(12,5%), dari total 32 orang responden.


88

7) Pekerjaan Responden

Tabel 5.7
Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Responden (n=32)

No Pekerjaan Responden n %
1. Tani 15 46,8
2. PNS 1 3,1
3. Wiraswasta 6 18,8
4. Honorer 4 12,5
5. Tidak Bekerja/IRT 6 18,8
Total 32 100
Sumber : Data Sekunder

Berdasarkan tabel 5.7 berdasarkan pekerjaan responden,

sebagian besar responden bekerja sebagai Tani yaitu sebanyak 15

orang (46,8%), dan terendah bekerja sebagai PNS atau Pegawai

Negeri Sipil yaitu 1 orang (3,1%), dari total 32 orang responden.

b. Karakteristik Klien

1) Umur Penderita

Tabel 5.8
Distribusi Responden Berdasarkan Umur Klien (n=32)

No Umur Penderita n %
1. 17 – 25 Tahun 7 21,9
2. 26 – 35 Tahun 12 37,5
3. 36 – 45 Tahun 9 28,1
4. 45 – 55 Tahun 4 12,5
Total 32 100
Sumber : Data Sekunder

Berdasarkan tabel 5.8 berdasarkan umur klien, sebagian

besar responden yang berada dalam rentang umur 26 – 35 tahun

yaitu sebanyak 12 orang (37,5%), dan terendah berada pada

rentang umur 45 – 55 Tahun tahun yaitu 4 orang (12,5%), dari total

32 orang klien.
89

2) Jenis Kelamin Klien

Tabel 5.9
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Klien (n=32)

Jenis Kelamin
No n %
Penderita
1. Laki – laki 17 53,1
2. Perempuan 15 46,9
Total 32 100
Sumber : Data Sekunder

Berdasarkan tabel 5.9 berdasarkan jenis kelamin klien,

sebagian besar klien berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 17

orang (53,1%), dan terendah berjenis kelamin perempuan yaitu

sebanyak 15 orang (46,9%), dari total 32 orang klien.

c. Hubungan Responden Dengan Penderita

Tabel 5.10
Distribusi Berdasarkan Hubungan Responden Dengan Klien (n=32)

Hubungan Responden
No n %
Dengan Penderita
1. Suami 4 12,5
2. Istri 2 6,2
3. Orang Tua 10 31,2
4. Anak 4 12,5
5. Saudara 12 37,5
Total 32 100
Sumber : Data Sekunder

Berdasarkan tabel 5.10 berdasarkan hubungan responden

dengan klien, sebagian besar hubungan responden dengan klien yaitu

sebagai saudara sebanyak 12 orang (37,5%), dan terendah yaitu

hubungan sebagai istri 2 orang (6,2%).


90

d. Variabel Penelitian

1) Tingkat Pengetahuan Keluarga

a) Tingkat Pengetahuan Keluarga Pre Test

Tabel 5.11
Distribusi Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Keluarga
Pre Test (n=32)
Pendidikan Kesehatan
No n %
Pre Test
1. Baik 11 34,4
2. Cukup 9 28,1
3. Kurang 12 37,5
Total 32 100
Sumber : Data Sekunder

Berdasarkan tabel 5.11 berdasarkan tingkat

pengetahuan keluarga pre test, sebagian besar pengetahuan

keluarga memiliki pengetahuan kurang yaitu sebanyak 12

orang (37,5%), dan terendah pada tingkat pengetahuan cukup

yaitu 9 orang (28,1%).

b) Tingkat Pengetahuan Keluarga Post Test

Tabel 5.12
Distribusi Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Keluarga
Post Test (n=32)

Pendidikan Kesehatan
No n %
Post Test
1. Baik 13 40,6
2. Cukup 14 43,8
3. Kurang 5 15,6
Total 32 100
Sumber : Data Sekunder

Berdasarkan tabel 5.12 berdasarkan tingkat

pengetahuan keluarga post test, sebagian besar tingkat

pengetahuan keluarga cukup yaitu sebanyak 14 orang (43,8%),


91

dan tingkat pengetahuan keluarga terendah yaitu kurang

sebanyak 5 orang (15,5%).

c) Perubahan Tingkat Pengetahuan Keluarga Pre Test dan Post

Test

Tabel 5.13
Distribusi Berdasarkan Perubahan Tingkat Kemandirian
Keluarga Pre Test dan Post Test (n=32)
Kemandirian
No Keluarga Pre Test dan n %
Post Test
1. Meningkat 9 28,1
2. Tetap 23 71,9
Total 32 100
Sumber : Data Sekunder

Berdasarkan tabel 5.13 berdasarkan perubahan tingkat

pengetahuan keluarga pre test dan post test, diperolah yang

tertinggi adalah tingkat tingkat pengetahuan keluarga tetap

yaitu sebanyak 23 orang (71,9%) dan yang terendah tingkat

pengetahuan keluarga tetap 9 orang (28,1%).

Tabel 5.14
Distribusi Berdasarkan Nilai Rata-rata Tingkat Pengetahuan
Keluarga Pre Test dan Post Test (n=32)
Std.
No Variabel n % Mean Median df Sig.
Deviation
1. Pre Test 12 37,5 2,03 2,00 0.861 31 0.000
2. Post Test 14 43,8 1,75 2,00 0,718 31 0,000
Sumber : Data Sekunder

Berdasarkan tabel 5.14 diperoleh hasil tingkat

pengetahuan keluarga pre test kurang sebanyak 12 orang

(37,5%) nilai mean rata-rata 2,03 dengan tingkat signifikasi

p=0,000. Sedangkan tingkat pengetahuan keluarga post test


92

cukup sebanyak 14 orang (43,8%) dengan tingkat signifikasi

p=0,000.

2. Analisa Bivariat

Pengaruh Penyuluhan Perawatan Pasien Jiwa Terhadap Tingkat

Pengetahuan Keluarga Dalam Merawat Pasien Gangguan Jiwa Di Wilayah

Kerja Puskesmas Batupanga Kecamatan Luyo Kabupaten Polewali

Mandar

Tabel 5.15
Pengaruh Penyuluhan Perawatan Pasien Jiwa Terhadap Tingkat
Pengetahuan Keluarga Dalam Merawat Pasien Gangguan
Jiwa Di Wilayah Kerja Puskesmas Batupanga Kecamatan
Luyo Kabupaten Polewali Mandar (n=32)
Std. 95% CI
Std.
Pendidikan Mean Eror t df Sig
Deviation Lower Upper
Kesehatan Mean
Pre Test –
Post Test 0,281 0,457 0,081 0,117 0,446 3,483 31 0,002

Sumber : Data Sekunder

Tabel 5.15 diperoleh hasil analisis dengan menggunakan

Pirated T Test maka diperoleh nilai p = 0,002 yang menunjukkan p<α

(0,05). Hal ini berarti ada pengaruh Pengaruh Penyuluhan Perawatan

Pasien Jiwa Terhadap Tingkat Pengetahuan Keluarga Dalam Merawat

Pasien Gangguan Jiwa Di Wilayah Kerja Puskesmas Batupanga

Kecamatan Luyo.
93

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakukan dengan

menggunakan program SPSS versi 21,0 dan disesuaikan dengan tujuan

penelitian yaitu untuk mengetahui tingkat pengetahuan keluarga sebelum dan

setelah pemberian penyuluhan kesehatan, maka hasil penelitian ini dapat

disajikan sebagai berikut:

1. Tingkat Pengetahuan Keluarga

Hasil penelitian diperoleh tingkat pengetahuan keluarga pre test,

sebagian besar pengetahuan keluarga memiliki pengetahuan kurang yaitu

sebanyak 12 orang (37,5%), dan terendah pada tingkat pengetahuan cukup

yaitu 9 orang (28,1%), dan berdasarkan tingkat pengetahuan keluarga post

test, sebagian besar tingkat pengetahuan keluarga cukup yaitu sebanyak 14

orang (43,8%), dan tingkat pengetahuan keluarga terendah yaitu kurang

sebanyak 5 orang (15,5%), sedangkang perubahan tingkat pengetahuan

keluarga pre test dan post test, diperolah yang tertinggi adalah tingkat

tingkat pengetahuan keluarga tetap yaitu sebanyak 23 orang (71,9%) dan

yang terendah tingkat pengetahuan keluarga tetap 9 orang (28,1%).

Perubahan peningkatan tingkat pengetauan keluarga ini disebabkan

karena setelah pemberian penyuluhan, terjadi peningkatan pengetahuan

dan perubahan perilaku ke arah yang lebih positif dari dalam diri keluarga

dan penderita. Hal ini juga dibuktikan oleh Rogers (1974) dikutip oleh

Notoatmodjo (2007) mengungkapkan bahwa apabila penerimaan perilaku

baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, yaitu didasari oleh
94

pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut

akan bersifat langgeng (long lasting). Hal ini juga ditunjukkan dengan

peningkatan pengetahuan dan perubahan perilaku dari keluarga, dimana

terjadi peningkatan pengetahuan dalam hal pengenalan gangguan jiwa

(tanda dan gejala, penyebab, cara pencegahan kekambuhan, dan perawatan

penderita gangguan jiwa).

Pengetahuan adalah merupakan hasil proses dari pembelajaran

dengan menggunakan indera penglihatan, indera pendengaran, indera

penciuman dan indera pengecap. Pengetahuan akan memberikan

penguatan terhadap individu dalam setiap pengambilan keputusan dan

dalam berperilaku.

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan pemngindraan terhadap objek tertentu. Pengetahuan menurut

winkel adalah mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari dan

disimpan dalam bentuk ingatan. Pengetahuan atau kognitif merupakan

domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata prilaku yang didasarkan

oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada prilaku yang tidak didasari

pengetahuan.

Dari hasil penelitian juga diperoleh hanya ada 5 orang yang tingkat

pengetahuannya tetap/tidak meningkat, yaitu keluarga dengan tingkat

pengetahuan kurang. Hal ini disebabkan karena kurangnya adanya

motivasi dan kesadaran dari dalam keluarga sehingga keluarga hanya


95

terjadi sedikit perubahan pengetahuan dan perilaku, dan itupun tidak

berlangsung lama (sebelum internalisasi semua dalam keadaan aman,

tetapi setelah internalisasi semua kembali ke awal). Hal ini juga

dinyatakan oleh Rogers (1974) dikutip oleh Notoatmodjo (2007) yaitu

apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran, maka

perilaku itu tidak akan berlangsung lama. Hal ini juga ditunjukkan dengan

pengetahuan keluarga yang hanya meningkat sedikit dan ditunjang dengan

perilaku penderita.

2. Pengaruh Penyuluhan Perawatan Pasien Jiwa Terhadap Tingkat

Pengetahuan Keluarga Dalam Merawat Pasien Gangguan Jiwa Di Wilayah

Kerja Puskesmas Batupanga Kecamatan Luyo Kabupaten Polewali

Mandar

Hasil uji Pirated T-Test didapatkan hasil p = 0,001 yang

menunjukkan p>α (0,05), dari analisis tersebut dapat diartikan bahwa ada

pengaruh antara tingkat pengetahuan keluarga terhadap merawat klien

yang menderita gangguan jiwa dirumah.

Pengetahuan keluarga tentang kesehatan jiwa adalah bagaimana

keluarga memahami proses gangguan jiwa dan mengetahui perawatannya,

meningkatkan kemampuan dan keterampilan keluarga dalam perawatan

klien dirumah dengan tujuan lain adalah agar sesama anggota keluarga

klien bisa bertukar pengalaman dalam menghadapi klien gangguan jiwa di

lingkungan keluarganya
96

Tingkat pengetahuan keluarga merupakan gambaran kemampuan

sebuah keluarga dalam melakukan tindakan dalam mencapai status

kesehatan. Pemberdayaan keluarga memiliki makna bagaimana keluarga

memampukan dirinya sendiri dengan fasilitasi orang lain untuk

meningkatkan atau mengontrol status kesehatan keluarga (Nurhaeni,

2011).

Penelitian ini terdapat 23 keluarga (71,9%) yang tidak mengalami

kenaikan atau tetap tingkat pengetahuannya, peneliti memperkirakan

ketidakberubahan Tingkat pengetahuan Keluarga disebabkan karena

kurangnya dukungan anggota keluarga lainnya yang baik serta lingkungan,

keadaan ekonomi yang kurang memadai, budaya, serta pengalaman sakit

sebelumnya yang diderita oleh anggota keluarga.

Sejalan dengan Stuart dan Laraia (2005), yang mengatakan

memberikan pendidikan pada keluarga dapat meningkatkan kemampuan

kognitif karena mendapatkan pengetahuan baru tentang sebuah penyakit,

mendapatkan pengajaran keterampilan teknik yang dapat membantu

keluarga untuk mengetahui gejala-gejala penyimpangan perilaku, serta

secara tidak langsung keluarga mendapatkan dukungan dari pihak luar.

Hasil uji ini diperkuat dengan adanya peningkatan pengetahuan

keluarga dalam melakukan tindakan untuk meningkatkan kualitas

kesehatan anggota keluarga. Pada hasil penelitian sebanyak 9 keluarga

(28,1%) mengalami peningkatan Tingkat pengetahuan keluarga.


97

Peningkatan terjadi setelah dilakukan pendidikan kesehatan pada

keluarga yang di dalamnya diberikan pendidikan serta keterampilan dalam

merawat anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa secara benar dan

tepat dan konseling untuk memecahkan permasalahan yang terdapat di

dalam keluarga. Peningkatan terjadi pada aspek pengetahuan keluarga

mengenai gangguan jiwa, awalnya keluarga hanya mengetahui bahwa

gangguan jiwa merupakan penyakit syaraf dan guna-guna atau ilmu hitam.

Setelah dilakukan penyuluhan dan pengetahuan kesehatan keluarga,

keluarga jadi memahami penyebab dari gangguan jiwa, dampak kesehatan

apabila gangguan, tanda-tanda secara umum apabila gangguan jiwa,

perawatan penderita gangguan jiwa serta pencegahan kekambuhan

gangguan jiwa.

Kemampuan Keluarga Dalam Merawat Klien Gangguan Jiwa

dengan halusinasi, Keluarga merupakan unit yang paling dekat dengan

klien dan merupakan “perawat utama” bagi klien. Keluarga berperan

dalam menentukan cara atau asuhan yang diperlukan klien di rumah.

Keberhasilan perawat di rumah sakit dapat sia-sia jika tidak diteruskan di

rumah yang kemudian mengakibatkan klien harus dirawat kembali

(kambuh). Peran serta keluarga sejak awal asuhan di RS akan

meningkatkan kemampuan keluarga merawat klien di rumah sehingga

kemungkinan dapat dicegah.

Pentingnya peran serta keluarga dalam klien gangguan jiwa dapat

dipandang dari berbagai segi. Pertama, keluarga merupakan tempat dimana


98

individu memulai hubungan interpersonal dengan lingkungannya, kedua

keluarga merupakan institusi pendidikan utama bagi individu untuk belajar

dan mengembangkan nilai, keyakinan, sikap dan perilaku.

Jika keluarga dipandang sebagai suatu sistem maka gangguan yang

terjadi pada salah satu anggota merupakan dapat mempengaruhi seluruh

sistem, sebaliknya disfungsi keluarga merupakan salah satu penyebab

gangguan pada anggota. Bila ayah sakit maka akan mempengaruhi

perilaku anak, dan istrinya, termasuk keluarga lainnya. Salah satu faktor

penyebab kambuh gangguan jiwa adalah; keluarga yang tidak tahu cara

menangani perilaku klien di rumah

Selain diberikan pendidikan, penyuluhan dan keterampilan dalam

melakukan perawatan dan penanganan pada penderita gangguan jiwa,

keluarga juga diberikan pengetahuan mengenai pentingnya dilakukan

pencegahan dan peningkatan kesehatan.

Berbagai fakta ini menunjukkan pengaruh pendidikan dan

penyuluhan kesehatan keluarga yang diberikan pada keluarga dengan

anggota keluarga penderita gangguan jiwa. Kegiatan pendidikan kesehatan

keluarga dilaksanakan dengan metode pemberian pendidikan kesehatan

dan pengembangan keterampilan penderita gangguan jiwa dalam merawat

penderita gangguan jiwa. Metode tersebut mampu meningkatkan

pengetahuan serta keterampilan keluarga, meskipun kegiatan tersebut

dilakukan 1 kali kunjungan saja.


99

Bahkan dampak dari pemberian pendidikan peningkatan

pengetahuan kesehatan keluarga dimana keluarga yang memiliki anggota

keluarga mengalami gangguan jiwa yang awalnya tidak mau atau menolak

merujuk ke Rumah Sakit Jiwa, beberapa diantara mengungkapkan kepada

peneliti dan petugas kesehatan untuk mau dan bersedia merujuk anggota

keluarganya yang menderita gangguan jiwa ke Rumah Sakit Jiwa. Hal ini

merupakan respon yang baik dan positif terhadap penerimaan oleh

keluarga dari apa yang telah dilakukan oleh peneliti bersama dengan

petugas kesehatan di Puskesmas, bahwa dengan pemberian informasi

langsung dengan metode yang digunakan akan dapat merubah

pemahaman, penerimaan dan perlakukan keluarga terhadap penderita

gangguan jiwa.

Susanto (2010) membuktikan bahwa pendidikan kesehatan

keluarga dengan metode pemberian pendidikan kesehatan, coaching dan

conseling. Mampu mengembangan dan meningkatkan keterampilan hidup

remaja dan mengembangan keterampilan orangtua dalam berkomunikasi

secara efektif dengan remaja. Peningkatan hal-hal tersebut secara langsung

mempengaruhi tingkat kemandirian keluarga. Sehingga dengan

meningkatnya pengetahuan dan keterampilan, meningkat pula tingkat

kemandirian keluarga tersebut.

Pendapat di atas diperkuat berdasarkan pendapat (Palestin, 2002

dalam Nugraini 2009) yang menyimpulkan bahwa pemberian komunikasi

terapeutik pada keluarga ternyata mempengaruhi secara signifikan


100

terhadap meningkatnya pengetahuan tentang penyakit yang diderita.

Redhead et al, (1993) dalam Notoatmojo (2007) mengatakan bahwa

pendidikan kesehatan yang efektif pada keluarga dan penderita merupakan

dasar kontrol metabolisme yang baik dimana dapat meningkatkan hasil

klinis dengan jalan meningkatkan pengertian dan kemampuan pengelolaan

penyakit secara mandiri.

Penyakit gangguan jiwa, bahwa penyakit tersebut meskipun sulit

disembuhkan, diharapkan keluarga dan penderita memiliki kesadaran yang

tinggi untuk mengelola penyakitnya. Selain itu tinggal bersama dengan

anggota keluarga yang sakit dan memberikan bantuan, menyediakan

waktu, mendorong untuk terus belajar dan mencari tambahan pengetahuan

tentang gangguan jiwa merupakan bentuk-bentuk kegiatan yang bisa

dilakukan keluarga dalam rangka memberi dukungan pada anggota

keluarga yang sakit.


101

C. Keterbatasan Penelitian

Beberapa kendala yang ditemukan dalam penelitian ini turut berperan

dalam memperoleh informasi secara lengkap. Kendala yang dimaksud adalah

merupakan keterbatasan dalam ini, antara lain :

1. Sulitnya menemukan alamat responden/keluarga khususnya yang tinggal

di kebun yang jauh dari Puskesmas.

2. Faktor bahasa merupakan hal yang penting, karena kurangnya pemahaman

responden dalam mengisi kuesioner

3. Intrumen pengumpulan data dengan kuesioner memungkinkan responden

menjawab pertanyaan dengan tidak jujur atau tidak mengerti dengan

pertanyaan yang dimaksud sehingga hasilnya kurang mewakili.

4. Kesulitan mendapatkan responden tepat waktu.

5. Kesulitan komunikasi dengan responden yang tidak bisa berbahasa

Indonesia sehingga harus ditemani oleh anggota keluarga yang lancar

berbahasa daerah setempat.

6. Sulitnya akses transportasi ke beberapa rumah responden.

7. Sulitnya mandapatkan rumah responden dengan pasti karena ada kesan

keluarga tersebut disembunyikan karena malu.

8. Frekuensi jumlah kunjungan dalam yang masih kurang dalam memberikan

pendidikan dan penyuluhan kesehatan tentang gangguan jiwa.

Anda mungkin juga menyukai