Anda di halaman 1dari 26

Laporan Kasus Portofolio Retensio Urin ec Suspek Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dd Karsinoma Prostat

TINJAUAN PUSTAKA

1. Retensio Urin
1.1. Definisi
Beberapa pengertian tentang retensio urin adalah1:
 Retensi urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih
dan tidak mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya secara
sempurna.
 Retensio urine adalah kesulitan miksi karena kegagalan urine dari fesika
urinaria (Kapita Selekta Kedokteran).
 Retensio urine adalah tertahannya urine di dalam kandung kemih, dapat
terjadi secara akut maupun kronis (Depkes RI Pusdiknakes 1995).
 Retensio urine adalah ketidakmampuan untuk melakukan urinasi meskipun
terdapat keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut. (Brunner &
Suddarth).
 Retensio urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih
dan tidak punya kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna.
(PSIK UNIBRAW).

1.2.Etiologi
Beberapa etiologi retensio urin adalah1:
 Supra vesikal, berupa kerusakan pada pusat miksi di medullaspinalis.
Kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis baik sebagian ataupun
seluruhnya, misalnya pada operasi miles dan mesenterasi pelvis, kelainan
medulla spinalis, misalnya miningokel, tabes doraslis, atau spasmus sfinkter
yang ditandai dengan rasa sakit yang hebat.
 Vesikal, berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, , atoni pada
pasien DM atau penyakit neurologist, divertikel yang besar.
 Intravesikal, berupa pembesaran prostat, kekakuan lehervesika, batu kecil
dan tumor.
 Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran prostat,kelainan patologi
uretra, trauma, disfungsi neurogenik kandung kemih.

1
Laporan Kasus Portofolio Retensio Urin ec Suspek Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dd Karsinoma Prostat

 Beberapa obat mencakup preparat antikolinergik antispasmotik (atropine),


preparat antidepressant antipsikotik (Fenotiazin), preparat antihistamin
(Pseudoefedrin hidroklorida = Sudafed), preparat penyekat β adrenergic
(Propanolol), preparat antihipertensi (hidralasin).

1.3.Patofisiologi
Pada retensio urine, penderita tidak dapat miksi, buli-buli penuh disertai rasa sakit
yang hebat di daerah suprapubik dan hasrat ingin miksi yang hebat disertai
mengejan. Retensio urine dapat terjadi menurut lokasi, faktor obat dan faktor
lainnya seperti ansietas,kelainan patologi urethra, trauma dan lain sebagainya.
Berdasarkan lokasi bisa dibagi menjadi supra vesikal berupa kerusakan pusat miksi
di medulla spinalis menyebabkan kerusakan simpatis dan parasimpatis sebagian
atau seluruhnya sehingga tidak terjadi koneksi dengan otot detrusor yang
mengakibatkan tidak adanya atau menurunnya relaksasi otot sfingter internal,
vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, intravesikal berupa
hipertrofi prostat, tumor atau kekakuan leher vesika, striktur, batu kecil
menyebabkan obstruksi urethra sehingga urine sisa meningkat dan terjadi dilatasi
bladder kemudian distensi abdomen. Faktor obat dapat mempengaruhi proses
BAK, menurunkan tekanan darah, menurunkan filtrasi glumerolus sehingga
menyebabkan produksi urine menurun. Faktor lain berupa kecemasan, kelainan
patologi uretra, trauma dan lain sebagainya yang dapat meningkatkan tensi otot
perut, peri anal, sfingter anal eksterna tidak dapat relaksasi dengan baik.1
Dari semua faktor di atas menyebabkan urine mengalir lambat kemudian
terjadi poliuria karena pengosongan kandung kemih tidak efisien. Selanjutnya
terjadi distensi bladder dan distensi abdomen sehingga memerlukan tindakan, salah
satunya berupa kateterisasi uretra.1

1.4.Tanda dan Gejala1


 Diawali dengan urine mengalir lambat.
 Kemudian terjadi poliuria yang makin lama menjadi parah karena
pengosongan kandung kemih tidak efisien.
 Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih.

2
Laporan Kasus Portofolio Retensio Urin ec Suspek Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dd Karsinoma Prostat

 Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa ingin BAK.
 Pada retensi berat bisa mencapai 2000 -3000 cc.

1.5.Pemeriksaan Diagnostik1
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada kasus retensio urine adalah
pemeriksaan specimen urine. Pada pemeriksaan ini diambil hasil dari1 :
 Pengambilan: steril, random, midstream.
 Penagambilan umum: pH, BJ, kultur, protein, glukosa, Hb, keton, nitrit.
 Sistoskopi, IVP.

1.6.Penatalaksanaan1
 Kateterisasi urethra.
 Drainage suprapubik.
 Pungsi vesika urinaria

2. Hiperplasia Prostat
2.1. Anatomi dan Fisiologi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah
inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran,
organ ini membuntu uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran
urin keluar dari buli-buli. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada
orang dewasa ±20 gram. McNeal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa
zona, antara lain: zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler
anterior, dan zona periuretra (gambar 1). Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat
pada zona transisional; sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona
perifer.2

3
Laporan Kasus Portofolio Retensio Urin ec Suspek Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dd Karsinoma Prostat

Gambar 1. Pembesaran prostat benigna menyebabkan penyempitan uretra posterior, A. Skema


anatomi zona kelenjar prostat normal, B. Hiperplasia prostat terjadi pada zona transisional
menyebabkan penyempitan lumen uretra posterior.
Sumber: Dasar-Dasar Urologi Edisi Kedua, 2009.

Pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon testosteron, yang


di dalam sel-sel kelenjar prostat. Hormon ini akan dirubah menjadi metabolit aktif
dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan 5α-reduktase (Gambar 2).
Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel
kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu
pertumbuhan kelenjar prostat.2
Pada usia lanjut beberapa pria menagalami pembesaran prostat benigna.
Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80%
pria yang berusia 80 tahun. Pembesaran kelenjar prostat mengakibatkan
terganggunya aliran urin sehingga menimbulkan gangguan miksi. 2

2.2. Insiden dan Epidemiologi


Di seluruh dunia, hampir 30 juta pria yang menderita gejala yang berkaitan
dengan pembesaran prostat, di USA hampir 14 juta pria mengalami hal yang sama.
BPH merupakan penyakit tersering kedua di klinik urologi di Indonesia setelah batu
saluran kemih.1,4 Sebagai gambaran hospital prevalence, di RS Cipto
Mangunkusumo ditemukan 423 kasus pembesaran prostat jinak yang dirawat
selama tiga tahun (1994-1997) dan di RS Sumber Waras sebanyak 617 kasus dalam
periode yang sama. Penduduk Indonesia yang berusia tua jumlahnya semakin

4
Laporan Kasus Portofolio Retensio Urin ec Suspek Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dd Karsinoma Prostat

meningkat, diperkirakan sekitar 5% atau kira-kira 5 juta pria di Indonesia berusia


60 tahun atau lebih dan 2,5 juta pria diantaranya menderita gejala saluran kemih
bagian bawah (Lower Urinary Tract Symptoms/LUTS) akibat BPH. BPH
mempengaruhi kualitas kehidupan pada hampir 1/3 populasi pria yang berumur >
50 tahun.3

2.3. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia
prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan
proses aging (menjadi tua). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab
timbulnya hiperplasia prostat adalah2:
a. Teori dihidrotestoteron
b. Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron
c. Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat
d. Berkurangnya kematian sel (apoptosis)
e. Teori stem sel

a. Teori Dihidrotestosteron
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat
oleh enzim 5α-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH (Gambar 2). DHT yang
telah terbentuk berikatan dengan respetor androgen (RA) membentuk kompleks
DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesi protein growth factor yang
menstimulasi pertumbuhan prostat. 2

5
Laporan Kasus Portofolio Retensio Urin ec Suspek Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dd Karsinoma Prostat

Gambar 2. Perubahan testosterone menjadi dihidrotestosteron oleh enzim 5α-reduktase.


Sumber: Dasar-Dasar Urologi Edisi Kedua, 2009.

Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh
berbeda dengn kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim
5α-reduktase dan jumlah respetor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini
menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga
replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengab prostat normal. 2

b. Ketidakseimbangan antara Estrogen –Testosteron


Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen
relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosteron relatif meningkat.
Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya
proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitivitas sel-sel
porstat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor
androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoposis). Hasil akhir
dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentukya sel-sel baru
akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi se-sel prostat yang telah ada
mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar. 2

c. Interaksi Stroma-Epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat
secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth
factor) tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan
estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutya
mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakrin dan autokrin, serta

6
Laporan Kasus Portofolio Retensio Urin ec Suspek Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dd Karsinoma Prostat

mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya


proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma. 2

d. Berkurangnya Kematian Sel Prostat


Program kematian sel (apoptopsis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik
untuk mempertahan homeostatsis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi
kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis
akan difagositosis oleh sel-sel di sekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim
lisosom. 2
Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel
dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat
dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan
seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis
menyeabkan jumlah sel-sel prostar secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga
menyebabkan pertambahan massa prostat. 2
Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti faktor-faktor yang
menghambat proses apoptosis. Diduga hormon androgen berperan dalam
menghambat proses kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi
peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat. Estrogen diduga mampu
memperpanjang usia sel-sel prostat, sedangkan faktor pertumbuhan TGFβ berperan
dalam proses apoptosis. 2

e. Teori Stem Sel


Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel-sel
baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai
kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat bergantung
pada keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya menurun
seperti yang terjadi pada kastrasi menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya
proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel
stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel sroma maupun sel epitel. 2

7
Laporan Kasus Portofolio Retensio Urin ec Suspek Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dd Karsinoma Prostat

2.4. Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikal. Untuk dapat megeluakan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat
guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan
perubahan anatomik buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan pada struktur buli-
buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah
bawah atau Lower Urinary Tract Symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan
gejala prostatismus. 2
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli
tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini
dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks
vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal (gambar 3 dan 4).2

Gambar 3. Bagan pengaruh hiperplasia prostat pada saluran kemih.


Sumber: Dasar-Dasar Urologi Edisi Kedua, 2009.

Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat benigna tidak hanya


disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga

8
Laporan Kasus Portofolio Retensio Urin ec Suspek Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dd Karsinoma Prostat

disebabkan oleh tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat dan
otot polos pada leher buli-buli. Otot polos itu dipersarafi oleh serabut simpatis yang
berasal dari nervus pudendus. 2
Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel.
Kalau pada prostat normal rasio stroma dibanding dengan epitel adalah 2: 1, pada
BPH rasionya meningkat menjadi 4:1, hal ini menyebabkan pada BPH terjadi
peningkatan tonus otot polos prostat dibandingkan dengan prostat normal. Dalam
hal ini massa prostat yang menyebabkn obstruksi komponen statik sedangkan tonus
otot polos yang merupakan komponen dinamik sebagai penyebab obstruksi
prostat.2

2.5.Gambaran Klinis
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan
di luar saluran kemih. 2

a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah


Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS) terdiri atas gejala obstruksi dan
gejala iritatif seperti terlihat pada tabel 1. 2
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah
bawah, beberapa ahli/organisasi urologi membuat sistem skoring yang secara
subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien. Sistem skoring yang
dianjurkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHI) adalah Skor Internasional
Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom Score), seperti terlihat
pada gambar 7. 2
Tabel 1. Gejala Obstruksi dan Iritasi
Obstruksi Iritasi
 Hesitansi  Frekuensi
 Pancaran miksi lemah  Nokturi
 Intermitensi  Urgensi
 Miksi tidak puas  Disuri
 Menetes setelah miksi
Sumber: Dasar-Dasar Urologi Edisi Kedua, 2009.

9
Laporan Kasus Portofolio Retensio Urin ec Suspek Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dd Karsinoma Prostat

Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan


dengan keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan
kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi
diberi nilai dari 0 sampai dengan 5, dengan keluhan yang menyangkut kualitas
hidup pasien diberi nilai dari 1 hingga 7. 2
Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat,
yaitu2:
 Ringan : skor 0-7
 Sedang : skor 8-19
 Berat : skor 20-35
Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli
untuk mengeluakan urin. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan
(fatique) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam
bentuk retensi urin akut. 2

Faktor pencetus

Kompensasi Dekompensasi
(LUTS) Retensi urin
Inkontinensi paradoksa
Skema 1. Manifestasi kompensasi dan dekompensasi
Sumber: Dasar-Dasar Urologi Edisi Kedua, 2009.

Timbulnya dekompesasi buli-buli biasanya didahului oleh beberapa faktor


pencetus antara lain2:
 Volume buli-buli tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin,
menahan kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau
minuman yang mengandung diuretikum (alcohol, kopi), dan minum
air dalam jumlah yang berlebihan,
 Massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas
seksual atau mengalami infeksi prostat akut, dan

10
Laporan Kasus Portofolio Retensio Urin ec Suspek Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dd Karsinoma Prostat

 Setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan


kontraksi detrusor atau yang dapat mempersempit leher buli-buli,
antara lain: golongan antikolinergik atau adrenergik alfa.

Gambar 4. Penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih.


Sumber: Dasar-Dasar Urologi Edisi Kedua, 2009.

b. Gejala pada saluran kemih bagian atas


Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas berupa
gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan
tanda dari hidronefrosis) atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau
urosepsis. 2

c. Gejala di luar saluran kemih


Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis
atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering megejan pada saat
miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal. 2
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan
teraba massa kistus di daerah supra sifisis akibat retensi urin. Kadang-kadang

11
Laporan Kasus Portofolio Retensio Urin ec Suspek Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dd Karsinoma Prostat

didapatkan urin yang selalu menetes tanpa disadari oleh pasien yaitu merupakan
pertanda dari inkontinensia paradoksa. Pada colok dubur diperhatikan2:
 Tonus sfiger ani/refleks bulbokavenosus untuk menyingkirkan
adanya kelainan buli-buli neurogenik
 Mukosa rektum
 Keadaan postat, antara lain: kemungkinan adanya nodul, krepitasi
konsistensi prostat, simteri antar lobus dan batas prostat.
Colok dubur pada pembesaran prostat benigna menunjukkan konsistensi
prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak
didapatkan nodul; sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat
keras/teraba nodul dan mungkin di antara lobus prostat tidak simetri. 2

2.6.Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau
inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksan kultur urin berguna dalam mencari jenis
kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitivitas kuman
terhadap beberapa antimikroba yang diujikan. 2
Faal ginjal diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya penyulit yang
mengenai saluran kemih bagian atas, sedangkan gula darah dimaksudkan untuk
mencari kemungkinan adanya penyakit diabetes mellitus yang dapat menimbulkan
kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenic). Jika dicurigai adanya
keganasan prostat perlu diperiksa kadar penanda tumor PSA. 2

b. Pencitraan
Foto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya
batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan buli-buli yang
penuh terisi urin, yang merupakan tanda dari suatu retensi urin. Pemeriksaan PIV
dapat menerangkan kemungkinan adanya2:
 Kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis,

12
Laporan Kasus Portofolio Retensio Urin ec Suspek Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dd Karsinoma Prostat

 Memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh adanya


indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter di
sebelah distal yang berbentuk sepeerti mata kail atau hooked fish, dan
 Penyulit yang terjadi pada buli-buli yaitu adanya trabekulasi, divertikel, atau
sakulasi buli-buli,
Pemeriksaan PIV sekarang tidak direkomendasikan pada BPH.
Pemeriksaan ultrasonografi transrektal atau TRU, dimaksudkan untuk
mengetahui: besar atau volume kelenjar prostat, adanya kemungkinan pembesaran
prostat maligna, sebagai guidance (petunjuk) untuk melakukan biopsi aspirasi
prostat, menentukan jumlah residual urin, dan mencari kelainan lain yang mungkin
ada di dalam buli-buli. Di samping ultrasonografi transabdominal mampu untuk
mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH
yang lama. 2

c. Pemeriksaan lain
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur2:
 Residual urin yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa urin ini dapat
dihitung dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi atau ditentukan
dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi.
 Pancaran urin atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu dengan
menghitung urin dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau
dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin
(gambar 5). Pemeriksan yang lebih teliti adalah dengan pemeriksaan
urodinamika.

13
Laporan Kasus Portofolio Retensio Urin ec Suspek Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dd Karsinoma Prostat

Gambar 5. Gambaran pancaran urin pada uroflometri. A. Pancaran normal, B. Pada pasien BPH.
Sumber: Dasar-Dasar Urologi Edisi Kedua, 2009.

Dari uroflometri dapat diketahui lama waktu miksi, lama pancaran, waktu
yang dibutuhkan untuk mencapai pancaran maksimum, rerata pancaran, maksimum
pancaran, dan volume urin yang dikemihkan. Pancaran yang mendekati normal
berbentuk seperti gambar 5A, sedangkan pada BPH dengan pancaran lemah dan
lama ditunjukkan seperti gambar 5B. 2

3. Pengobatan
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik. Kadang-
kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa
mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat dan konsultasi saja. Namun
di antara mereka akhirnya ada yang membutuhkan terapi medikamentosa atau
tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah. 2
Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah2:
 Memperbaiki keluhan miksi,
 Meningkatkan kualitas hidup,
 Mengurangi obstruksi infravesika,
 Mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal,

14
Laporan Kasus Portofolio Retensio Urin ec Suspek Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dd Karsinoma Prostat

 Mengurangi volume residu urin setelah miksi, dan


 Mencegah progresivitas penyakit.
Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan, atau tindakan
endourologi yang kurang invasif, seperti terlihat pada tabel 2. 2

a. Watchfull Waiting
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS di
bawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien
tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal
yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya2:
 Jangan mengkonsumsi alkohol atau kopi setelah makan malam,
 Kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi
atau cokelat),
 Batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung
fenilpropanolamin,
 Kurangi makananan pedas dan asin,
 Jangan menahan kencing terlalu lama.
Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya
keluhannya apakah menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku), di
samping iu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika
keluahan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan
untuk memilih terapi lain. 2

b. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk2:
 Mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik
penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergik
alfa (adrenergik alfa blocker) dan
 Mengurangi volume prostat sebagai komponen statik dengan cara
menurunkan kadar hormone testosterone/ dihidrotestosteron (DHT) melalui
penghambat 5α-reduktase.

15
Laporan Kasus Portofolio Retensio Urin ec Suspek Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dd Karsinoma Prostat

Selain kedua cara di atas, sekarang banyak dipakai terapi menggunakan


fitofarmaka yang mekanisme kerjanya masih belum jelas. 2
 Penghambat reseptor adrenergik-α
Caine adalah yang pertama kali melaporkan penggunaan obat penghambat
adrenergik alfa sebagai salah satu terapi BPH. Pada saat itu dipakai
fenoksibenzamin, yaitu penghambat alfa yang tidak selektif yang ternyata mampu
memperbaiki laju pancaran miksi dan mengurangi keluhan miksi. Sayangnya obat
ini tidak disenangi oleh pasien karena menyebabkan komplikasi sistemik yang tidak
diharapkan, di antaranya adalah hipotensi postural dan kelainan kardiovaskuler
lain.2
Diketemukannya obat penghambat adrenergik-α1 dapat mengurangi
penyulit sistemik yang diakibatkan oleh efek hambatan pada α2 dari
fenoksibenzamin. Beberapa golongan obat penghambat adrenergik-α1 adalah:
prasozin yang diberikan dua kali sehari, terasozin, aflusozin, dan doksazosin yang
diberikan sekali sehari. Obat-obatan golongan ini dilaporkan dapat memeperbaiki
keluhan miksi dan laju pancaran urin. 1
Akhir-akhir ini telah diketemukan pula golongan penghambat adrenergik-
α1A, yaitu tamulosin yang sangat efektif terhadap otot polos prosat. Dilaporkan
bahwa obat ini mampu memperbaiki pancaran miksi tanpa menimbulkan efek
terhadap tekanan darah maupun denyut jantung.1

Tabel 2. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna


Observasi Medikamentosa Operasi Invasif Minimal
Watchfull waiting  Penghambat  Prostatektomi  TUMT
adrenergik-α terbuka  TUBD
 Penghambat  Endourologi  Stent uretra
reduktase-α 1. TURP  TUNA
 Fitoterapi 2. TUIP
 Hormonal 3. TULP
 Elektrovaporisasi

Sumber: Dasar-Dasar Urologi Edisi Kedua, 2009.

16
Laporan Kasus Portofolio Retensio Urin ec Suspek Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dd Karsinoma Prostat

 Penghambat 5α-reduktase
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT)
dari testosterone yang dikatatlisis oleh enzim 5α-redukase di dalam sel-sel prostat.
Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat
menurun. 2
Dilaporkan bahwa pemberian obat ini (finasteride) 5 mg sehari yang
diberikan sekali setelah enam bulan mampu menyebabkan penurunan prostat
hingga 28%; hal ini memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi. 2

 Fitofarmaka
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki
gejala akibat obstruksi prostat, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan zat
aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi sampai saat ini belum
diketahui dengan pasti. Kemungkinan fitoterapi bekerja sebagai: anti-estrogen,
anti-androgen, menuunkan kadar sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi
basic fibroblast gowth factor (bFGF) dan epidermal growth factor (EGF),
mengacaukan metabolisme prostaglandin, efek anti-inflamasi, menurunkan outflow
resistance, dan memperkecil volume prostat. 2
Di antar fitoterapi yang banyak dipasarkan adalah: Pygeum africanum,
Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya. 2

c. Operasi
Pembedahan
Penyelesaian masalah pasien hiperplasia prostat jangka panjang yang paling baik
saat ini adalah pembedahan, karena pemberian obat-obatan atau terapi non-invasif
lainnya membutuhkan jangka waktu yang sangat lama untuk melihat hasil terapi. 2
Desobstruksi kelenjar prostat akan menyembuhkan gejala obstruksi dan
miksi yang tidak lampias. Hal ini dapat dikerjakan dengan cara operasi terbuka,
reseksi prostat transuretra (TURP), atau insisi prostat transuretra (TUIP atau BNI).
Pembedahan direkomendasikan pada pasien-pasien BPH yang2:
 Tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa

17
Laporan Kasus Portofolio Retensio Urin ec Suspek Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dd Karsinoma Prostat

 Mengalami retensi urin


 Infeksi saluran kemih berulang
 Hematuria
 Gagal ginjal
 Timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran
kemih bagian bawah.

Pembedahan Terbuka
Beberapa macam teknik operasi prostatektomi terbuka adalah metode dari Millin
yaitu melakukan enukleasi kelenjar prostat melalui pendekatan retropubik
infraveska, Freyer melalui pendekatan suprapubik transvesika, atau transperineal
(gambar 6). Prostatektomi terbuka adalah tindakan yang paling tua yang masih
banyak dikerjakan saat ini, paling inasif, dan paling efisien sebagai terapi BPH.
Prostatektomi terbuka dapat dilakukan melalui pendekatan suprapubik tarnsvesikal
(Freyer) atau retropubik infravesikal (Millin). Prostatektomi terbuka dianjurkan
untuk prostat yang sangat besar (>100gram). 2
Penyulit yang dapat terjadi setelah prostatektomi terbuka adalah:
inkontinensia urin (3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograde (60-80%), dan
kontraktur leher buli-buli (3-5%). Dibandingkan dengan TURP dan BNI, penyulit
yang terjadi berupa striktur uretra dan ejakulasi retrograde lebih banyak dijumpai
pada prostatektomi terbuka. Perbaikan gejala klinis sebanyak 85-100%, dan angka
mortalitas sebanyak 2%.2

Pembedahan Endourologi
Saat ini tindakan TURP merupakan operasi paling banyak dikerjakan di seluruh
dunia. Operasi ini lebih disenangi karena tidak diperlukan insisi pada kulit perut,
massa mondok lebih cepat, dan memberikan hasil yang tidak banyak berbeda
dengan tindakan operasi terbuka. Pembedahan endourologi transuretra dapat
dilakukan dengan memakai tenaga elektrik TURP (Transurethreal Resection od the
Prostate) atau dengan memakai energi laser operasi terhadap prsotat berupa reseksi
(TURP), insisi (TUIP), atau evaporasi. 2

18
Laporan Kasus Portofolio Retensio Urin ec Suspek Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dd Karsinoma Prostat

Gambar 6. Berbagai tekni prostatektomi.


Sumber: Dasar-Dasar Urologi Edisi Kedua, 2009.

TURP (Reseksi Prostat Transuretra)


Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan memepergunakan cairan
irigasi (pembilas) agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup
oleh darah. Cairan yang diperguakan adalah berupa larutan non-ionik, yang
dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering
dipakai dan harganya cukup murah yaitu H2O steril (aquades). 2
Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga
cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang
terbuka pada saat reseksi. Kelebihan dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia
relatif atau gejala intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma TURP. Sindroma
ini ditandai dengan pasien yang gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah
meningkat, dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien akan
mengalami edema otak yang akhirnya jatuh ke dalam koma dan meninggal. Angka
mortalitas sindroma TURP ini adalah sebear 0,99%.2
Untuk mengurangi resiko timbulnya sindroma TURP operator harus
membtasi diri untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam. Di samping iu,
beberapa operator memasang sistostomi suprapubik terlebih dahulu sebelum
reseksi, diharapkan dapat mengurangi penyerapan air ke sirkulasi sistemik.

19
Laporan Kasus Portofolio Retensio Urin ec Suspek Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dd Karsinoma Prostat

Penggunaan cairan non-ionik lain selain H2O yatu glisin dapat mengurangi resiko
hiponatremia pada TURP, tetapi karena harganya cukup mahal beberapa klinik
urologi di Indonesia lebih memilih memakai aquades sebagai cairan irigasi. 2
Selain sinroma TURP beberapa penyulit bisa terjadi pada aat operasi, pasca
bedah dini, maupun pasca bedah lanjut seperti tampak pada tabel 3.

Tabel 3. Berbagai Penyulit TURP, Selama Maupun Setelah Pembedahan


Selama Operasi Pasca Bedah Dini Pasca Bedah Lanjut
 Perdarahan  Perdarahan  Inkontinensi
 Sindroma TURP  Infeksi local atau  Disfungsi ereksi
 Perforasi sistemik  Ejakulasi
retrograde
 Striktur uretra
Sumber: Dasar-Dasar Urologi Edisi Kedua, 2009.

Pada hiperplasia prostat yang tidak begitu besar, tanpa ada pembesaran
lobus medius, dan pada pasien yang umurnya masih muda hanya diperlukan insisi
kelenjar prosat atau TUIP (Transurethral Insicion of The Prostate) atau insisi leher
buli-buli atau BNI (Bladder Neck Incision). Sebelum melakukan tindakan ini, harus
disingkirkan kemungkinan adanya karsinoma prostat dengan melakukan colok
dubur, melaukkan pemeriksaan ultrasonografi transrektal, dan pengukuran kadar
PSA. 2

Elektrivaporisasi Prostat
Cara elektrovaporisasi prostat adalah sama denga TURP, hanya saja teknik ini
memakai roller ball yang spesifik dan dengan mesin diatermi yang cukup kuat,
sehingga mampu membuat vaporisasi kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman,
tidak banyak menimbulkan perdarahan pada saat operasi, dan masa mondok di
rumah sakit lebih singkat. Namun teknik ini hanya diperuntukkan pada prostat yang
tdiak terlalu bsar (<50gram) dan membutuhkan waktu operasi yang lebih lama. 2

20
Laporan Kasus Portofolio Retensio Urin ec Suspek Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dd Karsinoma Prostat

Laser Prostatektomi
Energi laser mulai dipakai sebagai terapi BPH seja tahun 1986, yang dari tahun ke
tahun mengalami penyempurnaan, terapat 4 jenis energi yang dipakai yaitu:
Nd:YAG, Holmium: YAG, KTP:YAG, dan diode yang dapat dipancarkan melalui
bare fibre, reight angle fibre, atau interstitial ibre. Kelenjar prostat pada suhu 60-
650C akan mengalami koagulasi dan pada suhu yang lebih dari 1000C mengalami
vaporisasi. 2
Jika dibandinkan dengan pembedahan, pemakaian laser ternyata lebih
sedikit menimbulkan komplikasi, dapat dikerjakan secara poliklinis, penyembuhan
lebih cepat, dan dengan hasil yang kurang lebih sama. Sayangnya terapi ini
membutuhkan terapi ulang 2% setiap tahun. Kekurangannya adalah: tidak dapat
diperoleh jaringan untuk pemeriksan patologi (keculi pada Ho:YAG), sering
banyak menimbulkan disuria pasca bedah yang dapat berlangsung sampai 2 bulan,
tidak langsung dapat miksi spontan setelah operasi, dan peak flow rate lebih rendah
daripada pasca TURP. 2
Penggunaan pembedahan dengan energi laser telah berkembang dengan
pesat akhir-akhir ini. Penelitian klinis memakai Nd: YAG menunjukkan hasil yang
hampir sama dengan cara deobstruksi TURP, terutama dalam perbaikan skor miksi
dan pancaran urin. Meskipun demikian efek lebih lanjut dari laser masih belum
diketahui dengan pasti. Teknik ini dianjurkan pdaa pasien yang memakai terapi
antikoagulan dalam jangka waktu lama atau tidak mungkin dilakukan tindakan
TURP karena kesehatannya. 2

d. Tindakan invasif minimal


Selain tindakan invasif seperti yang telah disebutkan di aatas, saat ini sedang
dikembangkan tindakan invasif minimal yang terutama ditujukan untuk pasien yang
mempunyai resiko tinggi terhadap pembedahan. Tindakan invasif minimal ini
diantaranya adalah: 2
 Termoterapi
 TUNA (Transurethral Needle Ablation of the Prostate)
 Pemasangan stent (prostacath)
 HIFU (High Intensituy Focused Ultrasound)

21
Laporan Kasus Portofolio Retensio Urin ec Suspek Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dd Karsinoma Prostat

 Dilatasi dengan balon (Transurethral Balloon Dilatation)

Termoterapi
Termoterapi kelenjar prostat adalah pemanasan dengan gelombang mikro pada
frekuensi 915-1296 Mhz yang dipancarkan melalui antena yang diletakkan di dalam
uretra. Dengan pemanasan yang melebihi 440C menyebabkan destruksi jaringan
pada zona transisional prostat karena nekrosis koagulasi. Prosedur ini dapat
dikerjakan secaraa poliklinis tanpa pembiusan. 2
Energi panas yang bersamaan dengan gelombang mikro dipancarkan
melalui kateter yang terpasang di dalam uretra. Besar dan arah pancaran energi
diatur melalui sebuah komponen sehingga data melunakkan jaringan prostat yang
membuntu uretra. Morbiditasnya relatif rendah, dapat dilakukan tanpa anestesi, dan
dapat dijlaani oleh pasien yang kondisinya kurang baik jika menjalani pembedahan.
Cara ini direkoemndaiskan bagi prostat yang ukurannya kecil. 2

TUNA (Transurethral Needle Ablation of The Prostat)


Teknik ini memakai energi dari ferkuensi radio yang menimbulkan panas sampai
1000C, shingga menyebabkan nekrois jaringan prostat. Sistem ini terdiri atas kateter
TUNA yang dihubungkan dengan generator yang dapat membangkitkan energi
pada frekuensi radio 490 Hz. Kateter dimasukan ke dalam uretra melalui sistoskopi
dengan pemberian anatetsi topikal xylocaine sehingga jarum yang terletak pada
ujung kateter teletak pada kelenjar prostat. Pasien sering kali mengeluh hematuria,
disuria, kadang-kadang retensi urin, dan epididimo-orditis. 2

Stent
Stent prostat dipasasng ada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena
pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal di antara leher buli-buli dan di
sebelah proksimal verumontanum sehingga urin dapat leluasa melewati lumen
uretra prostatika. Stent dapat dipasang secara temporer dan permanen. Yang
temporer dipasang selama 6-36 bulan dan terbuat dari bahan yang tidak diserap dan
tidak mengadakan reaksi dengan jaringan. Alat ini dipasang dan dilepas kembali
secara endoskopi.

22
Laporan Kasus Portofolio Retensio Urin ec Suspek Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dd Karsinoma Prostat

Stent yang permanen terbuat dari anyaman dari bahan logam super
alloy,nikel, atau titanium. Dalam jangka waktu lama bahan ini akan diliputi oleh
urotelium sehingga jika suatu saat ingin dilepas harus membutuhkan anestesi umum
atau regional. 2
Pemasangan alat ini diperuntukkan bagi pasien yang tidak mungkin
menjalani operasi karena resiko pembedahan yang cukup tinggi. Seringkali stent
dapat terlepas dari insersinya di uretra posterior atau mengalami enkrustasi.
Sayangnya setelah pemasangan kateter ini, pasien masih merasakan keluhan miksi
berupa gejaa iritatif, perdarahan uretra, atau rasa tidak enak di daerah penis. 2

HIFU(High Intensity Focused Ultrasound)


Energi panas yang ditujukan untuk menimbulkan nekrosis pada protat berasal dari
gelombang ultrasonografi dari transduser piezokeramik yang mempunyai frekuensi
0,5-10 MHz. energi dipancarkan melalui alat yang diletakkan transrektal dan
difokuskan ke kelenjar prostat. Teknik ini memerlukan anestesi umum. Data klinis
menunjukkan tejadi perbaikan gejala kklinis 50-60% dan Qmax rata-rata meningkat
40-50%. Efek lebih lanjut dari tindakan belum diketahui, dan sementara tercatat
bahwa kegagalan terapi terjadi sebanyak 10% setiap tahun.

Meskipun sudah banyak modalitas yang telah diketemukan untuk


mengobati pembesaran prostat, sampai saat ini terapi yang memberikan hasil paling
memuaskan adalah TUR Prostat. 2

2.7.Kontrol Berkala
Setiap pasien hiperplasia prostat yang telah mendapatkan pengobatan perlu kontrol
secara teratur untuk mengetahui perkembangan penyakitnya. Jadwal kontrol
tergantung pada tindakan apa yang sudah dijalaninya. 2
Pasien yang hanya mendapatkan pengawasan (watchfull waiting)
dianjurkan kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah
terjadi perbaikan klinis. Penilaian dilakuakan dengan pemeriksaan skor IPSS,
uroflometri, dan residu urin pasca miksi. 2

23
Laporan Kasus Portofolio Retensio Urin ec Suspek Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dd Karsinoma Prostat

Pasien yang mendapatkan terapi penghambat 5α-reduktase harus dikontrol


pada miggu ke-12 dan bulan ke-6 untuk menilai respon terhadap terapi. Kemudian
setiap tahun untuk menilai perubahan gejala miksi. Pasien yang menjalani
pengobatan penghambat 5α-adrenergik haus dinilai respon terhadap pengobatan
setelah 6 minggu dengan melakukan pemeriksaan IPSS, uroflometri, dan residu
urin pasca miksi. Kalau terjadi perbaikan gejala tanpa menunjukkan penyulit yang
berarti, pengobatan dapat diterukan. Selanjutnya kontrol dilakukan setelah 6 bulan
dan kemudian setiap tahun. Pasien setelah menerima pengobatan secara
medikamentosa dan tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan perlu dipikirkan
tindakan pembedahan atau terapi intervensi yang lain. 2
Setelah pembedahan, pasien harus menjalani kontrol paling lambat 6
minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyulit. Kontrol
selanjutnya setelah 3 bulan untuk mengetahui hasil akhir operasi. 2
Pasien yang mendapatkan terapi invasif minimal harus menjalani kontrol
secara teratur dalam jangka waktu lama, yaitu setelah 6 minggu, 3 bulan, 6 bulan,
dan setiap tahun. Pada pasien yang mendapatkan terapi invasif minimal, selain
dilakukan penilaian terhadap miksi, dilakukan pemeriksan kultur urin. 2

24
Laporan Kasus Portofolio Retensio Urin ec Suspek Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dd Karsinoma Prostat

Gambar 7. Skor Internasional Gejala Prostat.


Sumber: Dasar-Dasar Urologi Edisi Kedua, 2009.

25
Laporan Kasus Portofolio Retensio Urin ec Suspek Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dd Karsinoma Prostat

DAFTAR PUSTAKA

1. Citra, Dewi. 2009. Benign Prostate Hyperplasia. FK Unri.


2. Purnomo, Basuki B.2009. Dasar-Dasar Urologi, Edisi Kedua. Jakarta: Sagung
Seto.
3. Buku Panduan Skill Lab Gadar 3. Retensio Urin.

26

Anda mungkin juga menyukai