APPENDISITIS AKUT
Oleh :
Pembimbing:
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Apendisitis merupakan kegawatan abdomen paling umum hingga saat ini dan
angka kejadiannya mencapai lebih dari 40.000 kasus di rumah sakit di Inggris setiap
tahunnya. Kejadian apendisitis lebih sering pada usia dewasa muda antara 10-20 tahun,
namun tidak ada pengecualian usia. Semua usia rentan terhadap terjadinya apendisitis.
Predisposisi jenis kelamin tampaknya lebih banyak terjadi pada pria dengan rasio pria
dengan wanita berbanding 1,4 : 1 dan risiko keseluruhan pada pria mencapai 8,6% dan
pada wanita 6,7% di Amerika Serikat. Sejak tahun 1940 insiden apendisitis akut di
rumah sakit sudah menurun, dengan alasan penurunan angka kejadian yang masih
belum jelas.(1)
Apendisitis adalah peradangan akut apendik perivormis dan merupakan
penyebab abdomen akut paling sering. Peradangan pada apendiks selain mendapat
intervensi farmakologik juga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah
komplikasi. Apabila kondisi apendisitis berlanjut maka akan meningkatkna resiko
terjadi ‘perforasi’ dan pembentukan masa periapendikular. Perforasi dengan cairan
inflamasi dan bakteri masuk ke rongga abdomen lalu memberikan respon inflamasi
permukaan peritoneum atau terjadi peritonitis. Manifestasi yang khas dari perforasi
apendiks adalah nyeri hebat yang tiba-tiba datang pada abdomen kanan bawah.
Apendisitis akut memiliki gejala klinis yang khas dan ketika keadaan ini
muncul dengan gejala klinis khas tersebut, cenderung mudah bagi para klinisi untuk
menegakkan diagnosis dan merencanakan terapi. Namun, pada anak-anak (<5 tahun)
dan orang yang lebih tua (> 55 tahun) gejala klinis yang timbul dapat bervariasi
sehingga menghasilnya gejala atipikal sehingga diagnosis dapat terlambat dan terdapat
kesulitan untuk memberikan terapi.(2)
Melihat komplikasi tersebut penulis tertarik untuk membahas tentang
perawatan pada klien pre dan post operasi apendiktomi dan dapat mengaplikasikannya
dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien post operasi apendiktomi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Embriologi
Pada minggu keenam perkembangan embrio manusia, apendiks dan caecum
muncul sebagai kantung (outpouchings) dari bagian bawah midgut. Kantung
apendiks ini mulai memanjang pada bulan kelima perkembangan sampai
menyerupai bentuk vermiformis. Apendiks mempertahankan posisinya pada ujung
(apex) caecum sepanjang perkembangannya. Ketidakseimbangan pertumbuhan
apendiks ke dinding lateral caecum menyebabkan posisi apendiks saat dewasa
berotasi sehingga berada pada dinding posterior bagian medial tepat dibawah katup
ileosekal. Dasar dari apendiks dapat mengikuti taenia coli secara longitudinal
sampai kepada pertemuan dengan caecum. Ujung dari apendiks dapat berlokasi di
kuadran kanan bawah abdomen, pelvis ataupun retroperitoneum.(3)
2.2 Anatomi
Apendiks menyerupai bentuk tabung, bentuk apendiks memiliki panjang
bervariasi antara 3-15 cm dengan rata-rata ±10 cm dan berpangkal di caecum.
Lumen apendiks sempit pada bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Pada
65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal yang memungkinkan apendiks
bergerak. Sementara pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal yaitu
di belakang caecum, di belakang kolon asendens atau di tepi lateral kolon
asendens. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang
mengikuti arteri mesenterika superior dan arteri apendikularis, sedangkan saraf
simpatis berasal dari pleksus mesenterika superior (T10-L1). Maka itu, nyeri
visceral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus.(4) Pendarahan apendiks
berasal dari arteri apendikularis yang merupakan cabang dari arteri ileokolika.
Arteri ini berasal dari posterior ileum terminal dan memasuki bagian mesoapendiks
berdekatan dengan dasar dari apendiks. Drainase limfatik dari apendiks mengalir
memasuki nodus limfatikus yang berada sepanjang arteri ileokolika. Secara
histologis, apendiks terdiri dari : lapisan terluar serosa yang merupakan
perpanjangan dari peritoneum, lapisan muskularis, dan lapisan submukosa serta
mukosa.(3)
Gambar 1. Apendiks Vermiformis
A. Tunica mukosa
Tidak mempunyai villi intestinalis.
1. Epitel, berbentuk silindris selapis dengan sel piala. Banyak ditemukan
selargentafin dan kadang-kadang sel paneth.
2 . Lamina propria, hampir seluruhnya terisi oleh jaringan limfoid dengan
adanya pula nodulus limfatikus yang tersusun berderet sekeliling lumen.
Diantaranya terdapat crypta lieberkuhn.
3. Lamina muscularis mucosa, sangat tipis dan terdesak oleh jaringan
limfoid dan kadang-kadang terputus-putus
B. Tunica submucosa
Tebal, biasanya mengandung sel-sel lemak dan infiltrasi limfosit yang merata.
Di dalam jariangan tunica submucosa terdapat anyaman pembuluh darah dan
saraf.
C. Tunica muscularis
Walaupun tipis, tapi masih dapat dibedakan adanya lapisan dua lapisan.
D. Tunica serosa
Tunica serosanya mempunyai struktur yang tidak pada intestinum tenue.
Kadang-kadang pada potongan melintang dapat diikuti pula mesoappendix
yang merupakan alat penggantung sebagai lanjutan peritoneum viserale.
2.4 Fisiologi
2.5 Definisi
2.6 Epidemiologi
2.7 Etiologi
Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendiks. Fekalit merupakan
penyebab tersering dari obstruksi apendiks. Penyebab lainnya adalah hipertrofi
jaringan limfoid, diet rendah serat, cacing usus termasuk ascaris. Trauma tumpul
atau trauma karena colonoscopy dapat mencetus inflamasi pada appendiks.
Frekuensi obstruksi meningkat dengan memberatnya proses inflamasi. Fekalit
ditemukan pada 40% dari kasus appendiks akut, sekitar 65% merupakan appendiks
gangrenous tanpa rupture dan sekitar 90% kasus appendiks gangrenous dengan
rupture.(8)
Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan appendiks adalah erosi
mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histolytica. Penelitian epidemiologi
menunjukan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh
konstipasi terhadap timbulnya appendiks. Konstipasi akan meningkatkan tekanan
intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional appendiks, dan
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya akan
mempengaruhi terjadinya appendisitis akut. Flora normal kolon memainkan
peranan penting pada perubahan appendisitis akut ke appendisitis gangrenosa, dan
appendisitis perforata. Bakteri yng umumnya terdapat di appendiks akut dan
appendisitis perforasi adalah Eschericia coli dan Bacteriodes fragilis. Namun
berbagai variasi dari bakteri fakultatif, anaerob, dan Mycobacteria dapat
ditemukan.(9)
Tabel 1. Organisme yang ditemukan pada appendsitis akut(9)
Bakteri Aerob dan Bakteri Anaerob
Fakultatif
Batang gram (-) Batang Gram (-)
Eschericia Coli Bacteroides fragilis
Pseudomonas Aeruginosa Bacteroides sp.
Klebsiella sp. Fusobacterium sp.
Coccus Gr (+) Batang Gram (-)
Streptococus Aenginosus Clostridium sp.
Streptococcus sp. Coccus gram (+)
Enteococcus sp. Peptostreptococcus sp.
2.8 Patofisiologi
Perkembangan penyakit apendisitis didahului oleh keadaan obstruksi pada
lumen apendiks yang dihasilkan dari faktor pencetus. Pencetus yang sering
dianggap berpengaruh terhadap obstruksi lumen apendiks antara lain : fecalith,
hiperplasia limfoid, corpus alienum, neoplasma, dan striktur akut (kinking) yang
disebabkan dari fibrosis pada peradangan sebelumnya. Beberapa faktor yang
berpengaruh terhadap obstruksi apendiks adalah : isi lumen, derajat obstruksi,
sekresi mukosa dan inelastisitas dinding. Patofisiologi terjadinya apendisitis akut
dibagi menjadi 4 stadium. Stadium 1 disebut sebagai stadium apendisitis akut fokal
(kataral), dimana proses dimulai dengan adanya obstruksi pada lumen apendiks
disertai dengan sekresi mukus pada lumen yang terjadi terus menerus
menyebabkan jumlah mukus dalam lumen apendiks meningkat menghasilkan
tekanan intralumen meningkat sehingga terjadi distensi lumen apendiks. Adanya
obstruksi pada lumen apendiks menimbulkan perkembangan bakteri yang memicu
inflamasi. Inelastisitas dinding apendiks dikombinasi dengan tekanan intralumen
apendiks yang meningkat serta proses inflamasi menghasilkan hambatan aliran
limfe yang memibulkan edema pada apendiks (appendiceal edema). Selain itu
terjadi juga diapedesis bakteri seperti E.coli ataupun pseudomonas dan ulserasi
mukosa. Gejala klinis yang ditimbulkan pada stadium ini adalah timbulnya nyeri
epigastrium (periumbilikal) akibat merangsang persarafan plx. coeliacus, mual
muntah dan kembung.
Apabila penyakit berlanjut maka akan masuk kedalam stadium II yang
disebut stadium apendisitis supuratif akut (phlegmous appendicitis). Proses
berlanjut akibat sekresi cairan semakin banyak dan proses inflamasi yang terjadi
maka tekanan intralumen apendiks bertambah tinggi dan menyebabkan obstruksi
vena (kongesti vaskular). Obstruksi akibat kongesti ini membuat trombosis dan
memperparah edema pada apendiks. Keadaan ini memudahkan terjadinya
translokasi bakteri dan membuat perluasan peradangan. Gejala yang ditimbulkan
pada stadium II ini antara lain : nyeri perut kanan bawah, peritonitis lokal, defens
muskuler lokal, nyeri tekan dan nyeri lepas, serta pada pemeriksaan rectal toucher
didapatkan nyeri pada jam 9 (sebelah kanan).
Stadium III yang disebut sebagai apendisitis gangrenosa, dengan perjalanan
penyakit yang berlanjut sehingga menimbulkan disfungsi sirkulasi lokalis (aliran
darah arteri terganggu). Obstruksi arterial akibat infark antara junction dan
membuat aliran darah inadekuat ini mengarahkan kepada keadaan infark apendiks
(iskemi) yang pada akhirnya menjadi gangren apendiks (gangrenous appendicitis).
Gejala pada stadium ini masih berupa nyeri perut kanan bawah dengan tanda-tanda
peritonitis lokal yang semakin kuat disertai dengan keluhan mual dan muntah
hebat. Stadium IV, stadium terakhir disebut sebagai apendisitis perforata dimana
akibat dinding apendiks yang nekrotik, lama kelamaan terjadi kerapuhan sehingga
rentan terjadi perforasi. Apabila sudah sampai ke tahap ini, gejala klinis yang
ditimbulkan sebagai akibat dari isiperut yang keluar ke rongga abdomen adalah
nyeri perut menyeluruh, dengan defens muskular difus. Hal ini merupakan
kejadian peritonitis umum yang memerlukan penanganan laparotomi segera.
Apabila proses peradangan yang terjadi lambat, disertai sistem imun dan
keadaan umum yang baik maka proses peradangan ini dengan mobilisasi omentum
serta usus halus sebagai mekanisme proteksi alamiah (barrier) akan membungkus
apendiks yang terinflamasi sebagai usaha untuk mencegah penyebaran infeksi
dengan cara mengisolasi organ yang terinflamasi dari organ-organ lain di dalam
rongga abdomen menimbulkan keadaan yang disebut sebagai infiltrat
apendikularis / periappendicular (appendiceal mass : massa periapendikuler).
Massa pada apendisitis infiltrat ini berkembang 48 jam setelah barrier berhasil dan
tidak ditemukan perforasi. Massa ini berisikan campuran dari apendiks yang
terinflamasi serta jaringan granulasi. Namun jika barrier ini tidak dapat menahan
inflamasi sehingga apendiks perforasi maka massa apendikuler yang timbul
disebut dengan phlegmon. Obstuksi pada lumen rentan menyebabkan perforasi
apendiks yang diikuti dengan iskemik, nekrosis dan gangren dinding apendiks.(10)
Mual-muntah
Disebabkan karena rangsangan viseral akibat aktivasi N. vagus. Hampir
75% penderita disertai dengan muntah dengan frekuensi 1-2 kali, dan jarang
berlanjut menjadi berat.(2)
Demam
Demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,50 – 38,50C tetapi
bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.
2.10 Diagnosis
1. Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan gambaran apendisitis akut, nyeri perut akut
pertama di bagian paraumbilikal yang kemudian berpindah ke regio kanan bawah.
Nyeri biasanya dirasakan hilang timbul dan apabila sudah mencapai regio kanan
bawah, nyeri dirasa tajam. Apabila perjalanan penyakit mencapai beberapa
minggu, pasien dapat mengeluhkan nyeri berkurang. Keluhan demam dapat
menyertai namun tidak selalu ditemukan. Mual dan muntah serta anoreksia lebih
sering ditemui pada kasus sierta keluhan diare dapat muncul. Pada anamnesis,
jarang ditemukan hal signifikan yang membedakan apendisitis infiltrat dengan
apendisitis akut. Dapat ditanyakan juga apakah terasa adanya massa pada regio
kanan bawah yang muncul 48-72 jam pasca nyeri akut pertama kali dirasakan.(10)
2. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
Apabila pasien datang dalam keadaan kesakitan, maka observasi dari
cara berjalan sudah terlihat gambaran yang khas yaitu pasien jalan
membungkuk ke arah yang sakit sambil memegangi perut. Pada inspeksi
perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Pada massa yang cukup besar,
penonjolan perut kanan bawah sudah dapat terlihat dan dari situ kita bisa
mencurigai adanya massa periapendikuler.
2) Auskultasi
Peristaltik usus seringkali normal. Namun, peristaltik dapat menghilang
pada ileus paralitik akibat peritonitis generalisata karena apendisitis
perforata.
3) Palpasi
Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda
peritonitis lokal yaitu:
o Nyeri tekan (+) Mc Burney
Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran bawah atau titik
Mc Burney, ini merupakan tanda kunci diagnosis.
o Nyeri lepas (+) akibat rangsangan peritoneum
Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah rasa nyeri yang hebat
(dapat dengan melihat mimik wajah) di abdomen kanan bawah saat
tekanan secara tiba-tiba dilepaskan, setelah sebelumnya dilakukan
penekanan yang perlahan dan dalam dititik Mc Burney.
o Defens muskuler (+) karena rangsangan m. rektus abdominis
Defens muskuler adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal. Pada
apendiks letak retroperitoneal, defens muskuler bisa tidak ada,
namun digantikan dengan nyeri pinggang.
o Pemeriksaan fisik yang paling khas pada apendisitis infiltrat adalah
terabanya massa (tender mass) pada regio fossa iliaka kanan.
Pemeriksaan Rectal Toucher
Akan didapatkan nyeri pada jam 9-12. Pada apendisitis pelvis
didapatkan nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur.
a. Pemeriksaan khusus
Rovsing sign
Penekanan perut kiri bawah terjadi nyeri perut kanan bawah, karena
tekanan merangsang peristaltik dan udara usus, sehingga menggerakkan
peritoneum sekitar apendiks yang meradang (somatic pain).
Blumberg sign
Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada kuadran kiri bawah dari
yang sakit kemudian dilepaskan tiba-tiba, akan terasa nyeri pada
kuadran kanan bawah karena iritasi peritoneal pada sisi yang
berlawanan.
Psoas sign
Dilakukan dengan rangsangan muskulus psoas. Ada 2 cara memeriksa:
1. Aktif : Pasien telentang, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa,
pasien memfleksikan articulation coxae kanan, psoas sign (+) bila
terasa nyeri perut kanan bawah.
2. Pasif: Pasien miring kekiri, paha kanan dihiperekstensikan
pemeriksa, psoas sign (+) bila terasa nyeri perut kanan bawah.
Obturator sign
Dilakukan dengan menyuruh pasien
tidur telentang, lalu dilakukan
gerakan fleksi dan endorotasi sendi
panggul atau artikulasio koksae.
Obturator sign (+) bila terasa nyeri
di perut kanan bawah.
3. Pemeriksaan penunjang
o Laboratorium : pada pemeriksaan darah terdapat leukositosis
ringan (10.000 – 18.000/mm3) yang didominasi >75% oleh sel
polimorfonuklear (PMN), neutrofil (shift to the left) dimana terjadi
pada 90% pasien. Hal ini biasanya terdapat pada pasien dengan
akut appendisitis dan apendisitis tanpa komplikasi. Sedangkan
leukosit >18.000/ mm3 meningkatkan kemungkinan terjadinya
perforasi apendiks dengan atau tanpa abses.
Nyeri berpindah 1
Anoreksia 1
Mual muntah 1
Nyeri fossa iliaka kanan 2
Nyeri lepas 1
Keterangan
Peningkatan suhu ≥37,50C 1
Alvarado skor :
Jumlah leukosit ≥ 10X103/L 2
Jumlah neutrofil ≥ 75% 1
Total skor 10
2.12 Penatalaksanaan
Appendektomi
- Cito : akut , abses, dan perforasi
- Elektif : kronik
Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalh
appendektomi dan merupakan pilihan terbaik. Penundaan apendektomi sambil
memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.
Masa appendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya
dilakukan tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena
dikuatirkan akan terjadi abses appendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan
pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih
tinggi daripada pembedahan pada appendiks sederhana tanpa perforasi.(11)
Pada periapendikular infiltrat dilarang keras membuka perut, tindakan
bedah apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, terlebih bila
massa appendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut.
Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau
tanpa peritonitis umum. Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif
saja. Pada anak kecil, ibu hamil, dan lansia, jika secara konservatif tidak membaik
atau berkembang jadi abses dianjurkan operasi secepatnya. Bila pada waktu
membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka luka operasi ditutup lagi.(3)
Terapi konservatif pada periapendikular infiltrat:
1. total bed rest posisi fawler agar pust terkumpul di cavum douglass.
2. Diet lunak bubur saring.
3. Antibiotik parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif
terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru stelah keadaan tenang, sekitar 6-8
minggu kemudian dilakukan appendiktomi. Bila sudah terjadi abses, dianjurkan
drainase saja, appendektomi dilakukan setelah 6-8 minggu kemudian.
2.13 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi. Perforasi dapat
menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis generalisata.
peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk kerongga
abdomen dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian. Tanda terjadi
perforasi :6
Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen
menyeluruh
Suhu tubuh sangat tinggi
Nadi makin cepat
Defence muskular yang menyeluruh
Bising usus berkurang
Perut distensi
2.14 Prognosis
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan tingkat mortalitas dan
morbiditas penyekit ini sangat kecil. Serangan berulang dapat terjadi bila
appendiks tidak diangkat.
BAB III
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Nyeri perut kanan bawah sejak 4 hari SMRS
Riwayat Pengobatan :
Pasien sudah pernah memeriksakan keluhannya ke klinik sebelumnya.
Pasien mendapatkan obat paracetamol.
Riwayat Kebiasaan :
Pasien menyangkal merokok, minum minuman beralkohol, minum obat-
obatan ataupun jamu.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Kesan Umum : Tampak nyeri (Skala nyeri 3)
Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
Berat Badan : 62 Kg
Tinggi Badan : 163 Cm
Status Gizi : BMI 22,9 (normal weight)
Tanda vital
Suhu : 38,7 0C
Pernapasan : 20 kali/menit
Nadi : 100 kali/menit
Tekanan darah : 100/60 mmHg
STATUS GENERALIS
Mata : Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Hidung : Napas cuping hidung (-), epistaksis(-)
Mulut : Kering (-), sianosis (-),Tonsil T1 – T1, tenang, hiperemis (-)
Telinga : Sekret (-/-)
Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba
Thorax : Suara nafas vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-
: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Supel, bising usus (+), nyeri tekan (+)
Ekstremitas : akral hangat (+/+), oedem (-/-)
STATUS LOKALIS
Pada daerah perut kanan bawah (titik mc.Burney) terdapat nyeri tekan (+),
nyeri lepas (+), obturator sign (+).
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
F. DIAGNOSIS BANDING
1. Infeksi Saluran Kencing
2. Gastroenteritis akut
3. adnecitis
G. PENATALAKSANAAN DI IGD
Advis dr Aussie Sp.B (23.40)
IVFD Ringer Laktat 18 tpm
Cefoperason 2x1 gr IV
Paracetamol fls 1x
USG Abdomen
Puasa sampai dokter visit
H. PLANING
Informed consent
EKG
I. SARAN
PA BSA
betadine
Insisi linier
Buka peritoneum
Operasi selesai
K. FOLLOW UP PASIEN
Sebelum operasi
Tanggal S O A p
Sesudah operasi
Tanggal S O A P
5/8/2018 Nyeri pada luka KU: tampak sakit sedang Post IVFD RL 20
Kesadaran: compos mentis tpm,
bekas operasi, appendektomi
TD : 100/70 mmHg cefoperazon
pusing (+), flatus S :360C, e.c 2x1gr,
(-)
HR : 70x/m
eppendisitis analgetic
RR : 20x/m drip (D 5%
skala nyeri 2 akut hari 1, + ketorolak
Abd : BU (+) 60mg/Petidi
hari rawat II
Status lokalis regio iliaka ne 175 mg)
dextra : tampak luka Diet bubur
tertutup kasa, rembesan bila sudah
darah (-), nyeri (+) flatus
6/3/201 Nyeri luka KU: tampak sakit sedang Post IVFD RL 20
Kesadaran: compos mentis tpm,
8 operasi,flatus appendektomi
TD : 100/60 mmHg cefoperazon
S :36,70C, e.c 2x1gr,
(+) HR : 80x/m
eppendisitis analgetic
RR : 18x/m drip (D 5%
skala nyeri 2 akut hari 2, + ketorolak
Abd : BU (+) 60mg/Petidi
hari rawat III
Status lokalis regio iliaka ne 175 mg)
dextra : tampak luka Diet bubur
L. PROGNOSIS