LP RDN
LP RDN
NEWBORN)
A. Definisi
Respiratory Distress of the Newborn (RDN) atau biasa juga disebut Respiratory
Distress Syndrome (RDS) biasa juga disebut Hyaline Membrane Disease (HMD) Adalah
gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue
(>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar yang menetap atau memburuk pada
48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik, sekitar 60% bayi yang lahir
sebelum gestasi 29 minggu mengalami RDS.
RDS menurut Bernard et.al (2009) apabila onset akut, ada infiltrat bilateral pada
foto thorak, tekanan arteri pulmonal =18mmHg dan tidak ada bukti secara klinik adanya
hipertensi atrium kiri, adanya kerusakan paru akut dengan PaO2 : FiO2 kurang atau sama
dengan 300, adanya sindrom gawat napas akut yang ditandai PaO2 : FiO2 kurang atau
sama dengan 200,disebut sebagai RDS Respiratory Distress Syndrome Adalah gangguan
pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60
x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada
48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai
dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah
melalui PDA (Stark 2011).
Menurut Petty dan Asbaugh (2010), definisi dan kriteria RDS bila didapatkan sesak
nafas berat (dyspnea ), frekuensi nafas meningkat (tachypnea ), sianosis yang menetap
dengan terapi oksigen, penurunan daya pengembangan paru,adanya gambaran infiltrat
alveolar yang merata pada foto thorak dan adanya atelektasis, kongesti vascular,
perdarahan, edema paru, dan adanya hyaline membran pada saat otopsi.
B. Anatomi Dan Fisiologi
C. Etiologi
Penyebab utama terjadinya RDN atau RDS adalah defesiensi atau kerusakan
surfaktan. Faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu:
1. Premature (Usia gestasi dibawah 32 minggu)
2. Asfiksia perinatal
3. Maternal diabetes,
4. Bayi prematur yang lahir dengan operasi caesar
Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) etiologi dari RDS yaitu:
1. Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.
2. Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan pengembangan
kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap
berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih
belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan
mengalami sesak nafas.
3. Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap dalam
proteinaceous filtrat serum (saringan serum protein), di fagosit oleh makrofag.
4. Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.
5. Adanya kelainan di dalam dan di luar paru
Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah
pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH).
6. Bayi prematur atau kurang bulan
Diakibatkan oleh kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai
sejak kehamilan minggu ke-22, semakin muda usia kehamilan, maka semakin besar
pula kemungkinan terjadi RDS.
D. Manifestasi Klinis
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh
tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat
gejala klinis yang ditujukan. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli,
edema, dan kerosakan sel dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein ke
dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang timbul yaitu :
adanya sesak nafas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea
(> 60 x/menit), pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis,
dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir.
Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu:
1. Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara.
2. Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran udara
terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan
penurunan aerasi paru.
3. Alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque dan
bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas. keempat, seluruh
thorax sangat opaque (white lung) sehingga jantung tak dapat dilihat.
Tanda dan gejala yang muncul dari RDS adalah:
1. Pernapasan cepat
2. Pernapasan terlihat parodaks
3. Cuping hidung
4. Apnea
5. Murmur
6. Sianosis pusat
F. Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2007) dan Surasmi,dkk (2009) tindakan untuk
mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :
1. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
2. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
5. Mencegah hipotermia.
6. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
Penatalaksanaan secara umum :
1. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan bila
bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
2. Pantau selalu tanda vital
3. Jaga kepatenan jalan nafas
4. Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal) Jika bayi mengalami apneu
5. Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
6. Bila terjadi kejang segera periksa kadar gula darah
7. Pemberian nutrisi adekuat Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen
lanjut sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas.
Menajemen spesifik atau menajemen lanjut :
a. Gangguan nafas ringan
beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada
waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tacypnea of the Newborn”
(TTN). Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan
membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa
kasus. Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.
b. Gangguan nafas sedang
1) Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih sesak
dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup
2) Bayi jangan diberi minum
3) Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi
kemungkinan besar sepsis.
Suhu aksiler <> 39˚C
Air ketuban bercampur mekonium
4) Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini
(> 18 jam) .
5) Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C tangani untuk masalah suhu
abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:
Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan,
berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar seposis
Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal ulangi
tahapan tersebut diatas.
6) Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam Apabila
bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2 jam,
terapi untuk kemungkinan besar sepsis
7) Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi o2secara
bertahap . Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat
menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu cara pemberian minum
8) Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi
kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik dan
tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan .
D. EVALUASI
Evaluasi yang dilakukan mengacu kepada tujuan yang diharapkan :
1. Pertukaran gas menjadi efektif,
2. Menunjukkan fungsi paru yang normal dan bebas dari tanda-tanda distres pernafasan.
3. Ventilasi/oksigenasi adekuat untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
4. Jalan nafas kembali efektif.
5. Pola nafas kembali efektif.
6. Tidak ada distress respirasi.
7. Bayi tidak menggigiL.
8. Bayi tidak gelisah.
9. Bayi tidak letargi
DAFTAR PUSTAKA