Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pengertian Luka

Luka merupakan suatu kerusakan yang abnormal pada kulit yang menghasilkan
kematian dan kerusakan sel-sel kulit (Carville K, 2007). Luka juga dapat diartikan sebagai
interupsi kontinuitas jaringan, biasanya akibat dari suatu trauma atau cedera (Wound Care
Solutions Telemedicine, 2010).

Luka dapat diklasifikasikan secara umum, yaitu; luka akut dan luka kronis (Carville
K, 2007). Luka akut adalah luka yang sesuai dengan proses penyembuhan yang normal, yang
dapat dikategorikan menjadi luka pembedahan (insisi), non pembedahan (luka bakar) dan
atau trauma. Sedangkan luka kronis adalah suatu proses penyembuhan luka yang mengalami
keterlambatan, misalnya luka dekubitus, luka diabetik, dan atau leg ulcer. Luka juga dapat
diklasifikasikan dari kedalamanan luka itu sendiri berdasarkan The UK consencious
clasiffication of pressure sores yang diadaptasikan juga untuk menggambarkan luka yang
lain, seperti pada tabel 1 (Carville K, 2007).

Tabel 1. Stadium luka berdasarkan The UK consencious

STADIUM DESKRIPSI
1 Perubahan warna pada kulit sehat,kemerahan,lapisan
epidermis masih utuh.
2 Kehilangan lapisan kulit,kehancuran pada lapisan epidermis
dan dermis
3 Kehilangan kulit yang melibatkan kerusakan atau nekrosis
jaringan subkutaneus tanpa melibatkan tulang, tendon dan
kapsul sendi (full thickness).
4 Kehilangan kulit akibat kerusakan besar yang luas dan
jaringan nekrotik dengan melibatkan tulang, tendon dan
kapsul sendi (full thickness).

2.2 Tipe Penyembuhan Luka

Menurut Carville K (2007), luka dapat juga diklasifikasikan berdasarkan dari proses
penyembuhan lukanya. Tipe penyembuhan luka dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1. Penyembuhan Primer
Penyembuhan luka dengan alat bantu seperti jaritan, klip atau tape. Pada
penyembuhan primer ini, kehilangan jaringan minimal dan pinggiran luka ditutup
dengan alat bantu. Menghasilkan skar yang minimal. Misalnya; luka operasi, laserasi
dan lainnya.
2. Penyembuhan Sekunder
Penyembuhan luka pada tepi kulit yang tidak dapat menyatu dengan cara pengisian
jaringan granulasi dan kontraksi. Pada penyembuhan ini, terdapat kehilangan jaringan
yang cukup luas, menghasilkan scar lebih luas, dan memiliki resiko terjadi infeksi.
Misalnya pada leg ulcers, multiple trauma, ulkus diabetik, dan lainnya
3. Penyembuhan Tersier
Ketika luka terinfeksi atau terdapat benda asing dan memerlukan perawatan luka/
pembersihan luka secara intensif maka luka tersebut termasuk penyembuhan primer
yang terlambat. Penyembuhan luka tersier diprioritaskan menutup dalam 3-5 hari
berikutnya. Misalnya luka terinfeksi, luka infeksi pada abdomen dibiarkan terbuka
untuk mengeluarkan drainase sebelum ditutup kembali, dan lainnya.

2.3 Proses Penyembuhan Luka


Proses penyembuhan luka merupakan proses yang dinamis (Hutchinson J, 2010).
Proses ini tidak hanya terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal, tetapi juga sangat
dipengaruhi oleh faktor endegon seperti; umur, nutrisi, imunologi, pemakaian obat-obatan,
kondisi metabolik . Fase-fase penyembuhan luka dapat dibagi menjadi tiga fase (Hutchinson
J, 2010), yaitu;
1. Fase Inflamasi
Fase yang terjadi ketika awal terjadinya luka atau cedera (0-3 hari). Pembuluh kapiler
yang cedera mengalami kontraksi dan trombosis memfasilitasi hemostasis. Iskemik
pada luka melepaskan histamin dan agen kimia vasoaktif lainnya yang menyebabakan
vasodilatasi disekitar jaringan. Aliran darah akan lebih banyak ke daerah sekitar
jaringan dan menghasilkan eritema, pembengkakan, panas dan rasa tidak nyaman
seperti rasa sensasi berdenyut. Respon pertahanan melawan patogen dilakukan oleh
PMN (Polimononuklear) atau leukosit dan makrofag ke daerah luka. PMN akan
melindungi luka dari invasi bakteri ketika makrofag membersihkan debris pada luka.

2. Fase Rekontruksi
Fase ini akan dimulai dari hari ke-2 sampai 24 hari (6 minggu). Fase ini dibagi
menjadi fase destruktif dan fase proliferasi atau fibroblastik fase. Ini merupakan fase
dengan aktivitas yang tinggi yaitu suatu metode pembersihan dan penggantian
jaringan sementara. PMN akan membunuh bakteri patogen dan makrofag memfagosit
bakteri yang mati dan debris dalam usaha membersihkan luka. Selain itu, makrofag
juga sangat penting dalam proses penyembuhan luka karena dapat menstimulasi
fibriblastik sel untuk membuat kolagen
Angiogenesis akan terjadi untuk membangun jaringan pembuluh darah baru. Kapiler
baru yang terbentuk akan terlihat pada kemerahan (ruddy), jaringan granulasi tidak
rata atau bergelombang (bumpy). Migrasi sel epitel terjadi diatas dasar luka yang
bergranulasi. Sel epitel bergranulasi dari tepi sekitar luka atau dari folikel rambut,
kelenjar keringat atau kelejar sebasea dalam luka. Mereka nampak tipis, mengkilap
(translucent film) melewati luka. Sel tersebut sangat rapuh dan mudah dihilangkan
dengan sesuatu yang lain daripada pembersihan dengan hati-hati. Migrasi berhenti
ketika luka menutup dan mitosis epetilium menebal ke lapisan ke 4-5 yang diperlukan
untuk membentuk epidermis
Fase kontraksi terjadi selama proses rekonstruksi yang menggambarkan tepi luka
secara bersamaan dalam usaha mengurangi daerah permukaan luka, sehingga
pengurangan jumlah jaringan pengganti diperlukan. Kontraksi luka terlihat baik
diikuti dengan pelepasan selang drainase luka. Pada umumnya, 24-48 jam diikuti
dengan pelepasan selang drain, tepi dari sinus dalam keadaan tertutup.

3. Fase Maturasi
Merupakan fase remodeling, dimana fungsi utamanya adalah meningkatkan kekuatan
regangan pada luka. Kolagen asli akan diproduksi selama fase rekonstruksi yang
diorganisir dengan kekuatan regangan yang minimal. Selama masa maturasi, kolagen
akan perlahan-lahan digantikan dengan bentuk yang lebih terorganisasi, menghasilkan
peningkatan kekuatan regangan. Ini bertepatan dengan penurunan dalam vaskularisasi
dan ukuran skar. Fase ini biasanya membutuhkan waktu antara 24 hari sampai 1
tahun.
Penyembuhan luka adalah suatu proses yang kompleks dengan melibatkan banyak sel.
Proses dasar biokimia dan selular yang sama terjadi dalam penyembuhan semua
cedera jaringan lunak, baik luka ulseratif kronik (dekubitus dan ulkus tungkai), luka
traumatis (laserasi, abrasi, luka bakar atau luka akibat pembedahan. Pada gambar 3
dapat dilihat proses penyembuhan luka dari fase inflamasi, fase proliferatif dan fase
maturasi dan pada bagan 1 dapat dilihat bagaimana fisiologi penyembuhan luka.

2.4 Manajemen Penyembuhan Luka


Manajemen luka sebelumnya tidak mengenal adanya lingkungan luka yang lembab.
Manajemen perawatan luka yang lama atau disebut metode konvensional hanya
membersihkan luka dengan normal salin atau ditambahkan dengan iodin povidine, kemudian
di tutup dengan kasa kering. Tujuan manajemen luka ini adalah untuk melindungi luka dari
infeksi (Carville, 2010). Ketika akan merawat luka di hari berikutnya, kasa tersebut
menempel pada luka dan menyebabkan rasa sakit pada klien, disamping itu juga sel-sel yang
baru tumbuh pada luka juga rusak.
Menurut Carville K (2007) manajemen luka yang dilakukan tidak hanya melakukan
aplikasi sebuah balutan atau dressing tetapi bagaimana melakukan perawatan total pada klien
dengan luka. Manajemen luka ditentukan dari pengkajian klien, luka klien dan lingkungannya
serta bagaimana kolaborasi klien dengan tim kesehatan. Tujuan dari manajemen luka, yaitu:
1. Mencapai hemostasis
2. Mendukung pengendalian infeksi
3. Membersihkan (debride) devaskularisasi atau material infeksi
4. Membuang benda asing
5. Mempersiapkan dasar luka untuk graft atau konstruksi flap.
6. Mempertahankan sinus terbuka untuk memfasilitasi drainase
7. Mempertahankan keseimbangan kelembaban
8. Melindungi kulit sekitar luka
9. Mendorong kesembuhan luka dengan penyembuhan primer dan penyembuhan
sekunder.

Beberapa dekade ini, metode konvensional sudah tidak digunakan lagi, walaupun
masih ada rumah sakit tertentu terutama di daerah yang jauh dari kota masih menerapkannya.
Manajemen luka yang lama diganti dengan manajemen luka terbaru yang memiliki tujuan
salah satunya yaitu menciptakan lingkungan luka yang lembab untuk mempercepat proses
penyembuhan luka (moist wound healing).
Perkembangan moist wound healing diawali pada tahun 1962 oleh Winter, yang
melakukan penelitian eksperimen menggunakan luka superfisial pada babi (Rainey J, 2002).
Setengah dari luka ini dilakukan teknik perawatan luka kering dan sebagian ditutupi
polythene sehingga lingkungan luka lembab. Hasilnya menunjukkan bahwa perawatan luka
dengan polythene terjadi epitelisasi dua kali lebih cepat dari pada perawatan luka kering. Hal
tersebut menunjukkan bahwa lingkungan luka yang kering menghalangi sel epitel yang
migrasi di permukaan luka, sedangkan dengan lingkungan lembab sel-sel epitel lebih cepat
migrasinya untuk membentuk proses epitelisasi (Carville K, 2007).
Moist wound healing merupakan suatu metode yang mempertahankan lingkungan
luka tetap lembab untuk memfasilitasi proses penyembuhan luka (Carville K, 2007).
Lingkungan luka yang lembab dapat diciptakan dengan occlusive dressing/ semi-occlusive
dressing. Dengan perawatan luka tertutup (occlusive dressing) maka keadaan yang lembab
dapat tercapai dan hal tersebut telah diterima secara universal sebagai standar baku untuk
berbagai tipe luka. Alasan yang rasional teori perawatan luka dengan lingkungan luka yang
lembab adalah:
1. Fibrinolisis; Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dengan cepat
dihilangkan (fibrinolitik) oleh netrofil dan sel endotel dalam suasana lembab.
2. Angiogenesis; Keadaan hipoksi pada perawatan tertutup akan lebih
merangsang lebih cepat angiogenesis dan mutu pembuluh kapiler.
Angiogenesis akan bertambah dengan terbentuknya heparin dan tumor
nekrosis faktor – alpha (TNF-alpha)
3. Kejadian infeksi lebih rendah dibandingkan dengan perawatan kering (2,6% vs
7,1%)
4. Pembentukan growth factors yang berperan pada proses penyembuhan
dipercepat pada suasana lembab. Epidermal Growth Factor (EGF), Fibroblast
Growth Factor (FGF) dan Interleukin 1/Inter-1 adalah substansi yang
dikeluarkan oleh magrofag yang berperan pada angiogenesis dan pembentukan
stratum korneum. Platelet Derived Growth Factor (PDGF) dan Transforming
Growth Factor- beta (TGF-beta) yang dibentuk oleh platelet berfungsi pada
proliferasi fibroblast
5. Percepatan pembentukan sel aktif; Invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag,
monosit, dan limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini.
Keuntungan lainnya menggunakan moist wound healing juga akan mengurangi biaya
perawatan pada klien dan mengefektifkan jam perawatan perawat di rumah sakit (Rainey J,
2002). Untuk menciptakan kelembaban lingkungan luka maka diperlukan pemilihan balutan
luka atau dressing yang tepat. Dressing yang ideal digunakan untuk menciptakan lingkungan
lembab, yaitu occlusive dressing/ semi-occlusive dressing .
Occlusive dressing adalah penutupan luka dengan menggunakan balutan tertentu
seperti transparan film atau hidrokoloid untuk menciptakan lingkungan luka yang lembab.
Occlusive dressing memberikan pengaruh pada luka dengan menjaga kelembaban di dasar
luka. Kelembaban tersebut akan melindungi permukaan luka dengan mencegah kekeringan
(desiccation) dan cedera tambahan . Selain itu, balutan tertutup juga dapat mengurangi risiko
infeksi. Menurut penelitian Holm (1998) pada luka pembedahan abdominal ditemukan
perbedaan signifikan angka kejadian infeksi pada perawatan luka dengan occlusive dressing
(3%) dan perawatan luka konvensional (14%) (Burrows E, 2010). Penelitian yang dilakukan
oleh Kim et al pada tahun 1996, menunjukkan bahwa balutan hidrokoloid dengan occlusive
dressing lebih efektif, efisiensi waktu dan cost efektif daripada kasa basah dan kering.
Tujuan manajemen luka selain mempertahankan keseimbangan kelembaban (moist
wound healing) dengan occlusive dressing adalah mempersiapkan dasar luka sebelum
dilakukan pemasangan graft atau flap konstruksi. Menurut Scnultz et al (2003),
mempersiapkan dasar luka atau disebut wound bed preparation adalah manajemen luka untuk
mempercepat penyembuhan endogenous atau untuk memfasilitasi keefektifan pengukuran
terapeutik lainnya (Carville K, 2007). Sedangkan Falanga (2004) menyatakan bahwa
manajemen luka dengan wound bed preparation memiliki tahapan-tahapan yang disingkat
dengan TIME, yaitu; tissue management (manajemen jaringan), infection or inflammation
control (pengendalian infeksi), moisture balance (keseimbangan kelembaban), dan edge of
wound (pinggiran luka) (Carville K, 2007). Pelaksanaan wound bed preparation dengan
TIME, yaitu;
1. Manajemen Jaringan
Cara melakukan manajemen jaringan adalah dengan debridemen surgikal (sharp
debridement), conservative sharp wound debridement (CSWD), enzimatik debridemen,
autolitik debridemen, mekanik debridemen, kimiawi debridemen dan biologikal atau parasit
debridemen
2. Mengendalikan Infeksi dan Inflamasi
Dapat mengenal dan mengatasi tanda inflamasi (tumor, rubor, calor, dolor) dan tanda
infeksi (eksudat purulen). Balutan yang dapat digunakan untuk mengembalikan
keseimbangan bakteri yaitu; cadexomer iodine powder/paste/sheet dressing, povidine iodine
impregnated tulle gras, chlorhexidine impregnated tulle gras, madu luka, silver impregnated
dressing.
3. Mempertahankan Keseimbangan Kelembaban
Berdasarkan penelitian Winter tahun 1962, menyatakan kelembaban pada lingkungan
luka akan mempercepat proses penyembuhan luka. Dengan demikian, untuk menciptakan
lingkungan luka yang lembab maka diperlukan pemilihan balutan atau dressing yang tepat.
Pemilihan balutan akan dipengaruhi oleh hasil pengkajian luka yang dilakukan, seperti;
apakah luka kering, eksudat minimal, sedang atau berat, oedem yang tidak terkontrol. Berikut
balutan yang dapat mengoptimalkan keseimbangan kelembaban yang dapat digunakan secara
occlusive/ tertutup atau compression/ kompresi;
a. Luka kering; hidrogel, hidrokoloid, interaktif balutan basah
b. Minimal eksudat; hidrogel, hidrokoloid, semipermeabel film, kalsium alginate
c. Eksudat sedang; kalsium alginat, hidrofiber, hidrokoloid pasta, powder dan sheet,
foams
d. Eksudat berat; balutan hidrofiber, foam sheet/cavity, ektra balutan absorben
kering, kantung luka/ostomi.

4. Kemajuan Tepi Luka


Epitelisasi pada tepi luka memerlukan perhatian khusus terhadap adanya pertumbuhan
kuman dan hipergranulasi yang dapat menghambat epitelisasi dan penutupan luka. Beberapa
cara yang dapat digunakan untuk mengontrol hipergranulasi sehingga tepi luka dapat
menyatu, antara lain;
a. Pemberian topikal antimikroba untuk mengtasi keseimbangan bakteri
b. Hipertonik impregnated dressing untuk mengendalikan edema dan
keseimbangan bakteri
c. Tekanan lokal menggunakan foam dressing dan perban kompresi atau tape
fiksasi
d. Konservatif debridemen luka tajam (CSWD)
e. Kimiawi debridemen dengan silver nitrat atau cooper sulfate (dapat
menimbulkan ketidaknyamanan dan nekrosis jika tidak digunakan hati-hati)
f. Topikal kortikosteroid

Anda mungkin juga menyukai