Anda di halaman 1dari 8

FRAKSINASI

I. TUJUAN PERCOBAAN
a. Dapat memahami dan melakukan pemurnian suatu senyawa melalui fraksinasi
b. Ektraksi cair-cair bertujuan untuk memisahkan senyawa berdasarkan perbedaan
kepolaran dengan menggunakan dua pelarut yang tidak dapat bercampur
c. Dapat mengidentifikasi senyawa metabolit sekunder dengan menggunakan
metode kromatograsi cair vakum
II. ALAT DAN BAHAN
II.1. Alat
a. Corong pisah
b. Klem
c. Alat KCV
II.2. Bahan
a. N-heksan
b. Etil asetat
c. Methanol
d. Silica gel H
e. Ekstrak kental
III. Prosedur percobaan
III.1. Ektraksi cair-cair

Disiapkan corong pisah ukuran 250 mL dalam keadaan bersih, sebelum digunakan
bilas terlebih dahulu menggunakan etanol, dikeringkan. kemudian ditimbang 2 gram
simplisia dilarutkan dengan 10 mL methanol selanjutnya disiapkan air panas
sebanyak 100 mL dan larutkan simplisia dengan menggunakan air panas 100 mL.
Selanjutkan dilakukan ekstraksi cair-cair dengan menggunakan pelarut non polar (n-
heksan) sebanyak 100 mL. Setelah pelarut dimasukan kedalam corong pisah, corong
ditutup dengan penutup corong pisah tekan penutup dengan telunjuk tangan kanan
dan jari lain menggenggam badan corong pisah. Lakukan pengocokan dengan kuat,
sesekali keran dibuka untuk mengurangi tekanan uap yang terjadi didalam corong
pisah, setelah dilakukan beberapa kali pengocokan, corong disimpan dengan tegak
pada klem dan diamkan beberapa menit hingga kedua lapisan terpisah dengan jelas,
ditampung lapisan bawah pada wadah bersih untuk dilakukan penguapan. Prosedur
dilakukan duplo.

Kemudian dengan pelarut semi polar (etil asetat) sebanyak 100 mL dilakukan
duplo. Setelah pelarut dimasukan kedalam corong pisah, corong ditutup dengan
penutup corong pisah tekan penutup dengan telunjuk tangan kanan dan jari lain
menggenggam badan corong pisah. Lakukan pengocokan dengan kuat, sesekali keran
dibuka untuk mengurangi tekanan uap yang terjadi didalam corong pisah, setelah
dilakukan beberapa kali pengocokan, corong disimpan dengan tegak pada klem dan
diamkan beberapa menit hingga kedua lapisan terpisah dengan jelas, ditampung
lapisan bawah pada wadah bersih untuk dilakukan penguapan. Prosedur dilakukan
duplo. Kemudian ditambahakan dengan pelarut polar (methanol) sebanyak 100 mL
dilakukan duplo.

3.2 kromatografi cair vakum

Seperangkat alat KCV disiapkan. Sejumlah ekstrak kental dimasukkan dalam


mortar, ditambahkan sedikit demi sedikit serbuk adsorben (silika gel H) sambil diaduk
(maksimum penambahan serbuk silica gel untuk pembuatan serbuk ekstrak adalah
1:1), diperoleh serbuk ekstrak/ siapkan 7 vial besar yang berisi komposisi eluen.
Serbuk adsorben dimasukkan dan diratakan ke dalam kolom KCV. Alat vakum
dijalankan, diatur ketinggian serbuk adsorben sampai diperoleh sedemikian rupa tinggi
adsorben dalam kolom lebih kurang 5-6 cm. Alat vakum dimatikan.Serbuk ekstrak
dimasukkan dan diratakan di atas adsorben.diletakkan kertas saring di atas serbuk
ekstrak. Vakum dijalankan. Komposisi eluen yang pertama dimasukkan.Botol kosong
bekas tempat eluen ditaruh di bawah kran, digunakan untuk menampung eluen dan
komponen yang terekstraksi. Eluen dibiarkan terkumpul dalam kolom penampung,
sampai tidak ada lagi eluen yang menetes. Alat vakum dimatikan.Kran pada kolom
penampung dibuka.Ditampung eluen dan komponen terekstraksi. Dilakukan hal yang
sama untuk komponen eluen selanjutnya. Fraksi-fraksi yang diperoleh dipekatkan dan
dilakukan pemantauan fraksi dengan KLT.

IV. Data pengamatan dan perhitungan


IV.1. Ektraksi cair-cair
Pelarut Jumlah
Aquadest 450 mL
Ekstrak 2 gram n-heksan 900 mL
Etil asetat 900 mL

IV.2. Kromatografi cair vakum

Vial n-heksan etil asetat Methanol


1 30 mL 0 0
2 18 mL 12 mL 0
3 12 mL 18 mL 0
4 0 mL 30 mL 0
5 0 18 mL 12 mL
6 0 12 mL 18 mL
7 0 0 30 mL

V. PEMBAHASAN

Partisi ekstrak (ekstraksi cair-cair) adalah proses pemisahan zat terlarut di dalam dua

macam zat pelarut yang tidak saling bercampur, dengan kata lain perbandingan konsentrasi

zat terlarut dalam pelarut organik dan pelarut air. Hal tersebut memungkinkan karena adanya

sifat senyawa yang dapat larut dalam air dan ada pula yang dapat terlarut dalam pelarut

organik. Sedangkan ekstraksi padat-cair adalah proses pemisahan untuk memperoleh

komponen zat terlarut dari campurannya dalam padatan dengan menggunakan pelarut yang
sesuai. Pada umumnya metode ini digunakan untuk sampel yang tidak larut dalam

air(Anonim. 2014)

Tujuan dilakukannya partisi yaitu untuk memisahkan komponen kimia dari sampel

berdasarkan tingkat kepolarannya. Proses partisi sebenarnya dapat dilakukan dengan partisi

cair-cair ataupun partisi padat cair, namun pada praktikum kali ini hanya dilakukan partisi

cair-cair.

Prinsip dari proses partisi yaitu digunakannya dua pelarut yang tidak saling bercampur

untuk melarutkan zat-zat yang ada dalam ekstrak. Ekstrak yang digunakan dalam percobaan

ini adalah ficus ardisioides. Pelarut yang digunakan yaitu pelarut yang bersifat polar dan

nonpolar.

Pada pengerjaan awal, partisi dilakukan dengan menggunakan pelarut non polar (n-

Heksan), hal ini disebabkan karena jika pada pengerjaan awal digunakan pelarut polar, maka

dikhawatirkan adanya senyawa nonpolar yang ikut terlarut, sebagaimana kita ketahui bahwa

pelarut polar, selain mampu melarutkan senyawa yang bersifat polar juga mampu melarutkan

senyawa yang bersifat nonpolar.

Tahap-tahap dalam melakukan proses partisi yaitu pertama-tama ekstrak metanol

dilarutkan dalam air. Setelah larut, kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah dan

ditambahkan 100 mL n-heksan dan dikocok pada satu arah hingga homogen. Sesekali membuka

keran corong pisah untuk mengeluarkan udara dari hasil pengocokan. Dipisahkan hingga terlihat

adanya dua lapisan, dimana lapisan atas adalah lapisan n-heksan, sedangkan lapisan bawah

adalah lapisan air. Hal ini disebabkan karena air memiliki massa jenis yang lebih besar daripada

n-heksan.
Selanjutnya untuk lapisan ekstrak n-heksan ditampung dan diuapkan sehingga di

dapatkan ekstrak kering. Sedangkan untuk lapisan air, dimasukkan ke dalam corong pisah dan

ditambahkan lagi n-heksan dan dikocok hingga homogen, prosedur ini dilakukan sama halnya

pada prosedur awal, dan dilakukan terus-menerus hingga lapisan atas kelihatan jernih dilakukan

duplo.

Setelah dipartisi dengan menggunakan n-heksan, kemudian dilanjutkan dengan

menggunakan pelarut etil asetat, dengan melakukan proses yang sama dengan penggunaan

pelarut n-heksan.

Penggunaan etil asetat pada partisi cair yaitu sebagai pelarut semi polar, Tahap-tahap

dalam melakukan proses partisi yaitu pertama-tama ekstrak metanol dilarutkan dalam air. Setelah

larut, kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah dan ditambahkan 100 mL etil asetat. dan

dikocok pada satu arah hingga homogen. Sesekali membuka keran corong pisah untuk

mengeluarkan udara dari hasil pengocokan. Dipisahkan hingga terlihat adanya dua lapisan,

dimana lapisan atas adalah lapisan etil asetat, sedangkan lapisan bawah adalah lapisan air. Hal ini

disebabkan karena air memiliki massa jenis yang lebih besar daripada etil asetat, dan dilakukan

duplo.

Pada percobaan ini, ficus ardisioides dari hasil ekstraksi setelah diuapkan diatas

penangas air selanjutnya dimurnikan dengan metode fraksinasi menggunakan kromatografi cair

vakum. Fraksinasi merupakan proses pemisahan komponen-komponen dalam ekstrak

berdasarkan perbedaan tingkat kepolarannya. Salah satu metode yang digunakan dalam

fraksinasi ini adalah kromatografi cair vakum (KCV). Prinsip dasar kromatografi ini adalah

pemisahan secara adsorpsi dan partisi yang dipercepat dengan bantuan pompa vakum

(Adijuwana, Nur M.A. 1989). Keuntungan KCV dibandingkan dengan kromatografi


konvensional terletak pada jumlah fase gerak yang digunakan. Pada percobaan ini,

kromatografi cair vakum menggunakan silica gel H sebagai fase diam. Saat memasukkan silica

gel ke dalam kolom, silica gel harus padat dan kompak agar terbentuk fase diam yang baik.

Penggunaan pelarut secara gradien agar tidak merusak sistem fase diam. Apabila pelarut yang

dimasukkan ke dalam fase diam tidak secara gradien dapat merusak sistem. Sampel yang

digunakan pun harus dilarutkan ke dalam fase diamnya agar memiliki kondisi yang sama dengan

fase diamnya. Bila dibandingkan, kromatografi kolom dengan kromatografi cair vakum yang

dapat memisahkan lebih baik ada kromatografi kolom. Karena kromatografi kolom

memisahkannya bergantung pada gravitasi. Sedangkan kromatografi cair vakum terjadi

pemisahan yang dipaksakan yaitu dengan menurunkan tekanan di dalam sistem (Stahl, E. 1985).

Keuntungan dari kromatografii cair vakum adalah membutuhkan waktu yang


singkat, tidak memerlukan persiapan yang lama seperti kromatografi kolom.
Sedangkan kerugian pada kromatografi cair vakum adalah membutuhkan pelarut
yang banyak dan pemisahan tidak terjadi secara sempurna karena penarikan pelarut
secara paksa dapat menyebabkan sampel yang dipisahkan tidak tertarik
seluruhnya(Stahl, E. 1985).Silica gel dilakukan penggerusan sampai homogen,
dikeringkan dan dimasukkan ke dalam tabung vakum, lalu diratakan dan dipadatkan
dengan bantuan vakum. Selanjutnya, di lapisan paling atas ditutup dengan kertas
saring.Sementara untuk penyiapan fase gerak menggunakan campuran eluen dengan
perbandingan volume yang berbeda. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan perbedaan
interaksi sampel yang terjerap dan perbedaan hasil dalam uji kualitatif dengan KLT
selanjutnya. Apabila senyawa sampel tersebut memilliki polaritas yang mendekati
bahkan mirip dengan polaritas fase gerak, maka hal ini akan menyebabkan senyawa
sampel banyak yang akan ikut teradsorpsi oleh fase gerak dan fase gerak yang
ditampung tersebut akan banyak mengandung kandungan aktif sampel dan fase gerak
tersebut cocok untuk melarutkan senyawa sampel tersebut. Campuran fase gerak ini
digunakan sebanyak 7 vial besar dengan perbandingan volume yang berbeda-beda.
Setiap fraksi hasil KCV ditampung ke dalam botol bekas penampung masing-masing
campuran eluen. Selanjutnya dipekatkan dengan cara penguapan pada suhu kamar
dalam keadaan tutup botol yang terbuka dan fraksi yang telah pekat tersebut dianalisis
dengan menggunakan KLT. Analisis KLT dilakukan dengan menggunakan fase diam
lempeng silica gel GF254 untuk setiap fraksi dan fase gerak. Pada analisis KLT ini
untuk setiap fraksi dibuat 7 spot menggunakan eluen yang sesuai yang telah
dijenuhkan dalam gelas chamber yaitu etil asetat : methanol sejumlah 10 ml dengan
perbandingan volume 5:5 ml. Selanjutnya, warna bercak dari hasil elusi dilihat
dibawah sinar UV 254 nm atau UV 366 nm.Elusi dilakukan dengan fase gerak yang
berbeda tiap fraksinya sampai mencapai batas akhir. Dari hasil pengamatan fraksi
hasil KCV dan ekstrak, yang terlihat warna spotnya hanya pada fraksi etil asetat:
metanol (5:5) yang bersifat nonpolar yaitu yang berisi hasil fraksi vial besar nomor 6 ,
sehingga hanya dapat melarutkan komponen senyawa di dalamnya yang bersifat
nonpolar juga. Warna bercak yang terlihat menunjukkan hasil positif, karena spot
yang diperoleh berwarna kuning di bawah sinar tampak dan berpendar di UV 366 nm.
Hal ini menunjukkan bahwa dimungkinkan adanya kandungan flavonoid pada fraksi
ini. Fraksi yang terdapat pada fraksi etil asetat:mtanol diduga merupakan flavonoid
dalam bentuk bebas dan bukan dalam bentuk glikosidanya karena tersari oleh fase
gerak dari KCV yang relatif nonpolar yaitu etil asetat:methanol (5:5). Jika dalam
bentuk glikosida akan bersifat polar dan akan tersari dengan pelarut polar (like
dissolve like).

VI. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan ini, dapat diperoleh bahwa Pemisahan komponen ardisioides
melalui fraksinasi menggunakan kromatografi cair-vakum (KCV) dapat bekerja berdasarkan
adsorpsi dan partisi antara fase diam dan fase gerak. Fraksi hasil KCV menunjukkan bahwa
di dalamnya mengandung komponen senyawa-senyawa yang bersifat relatif nonpolar, karena
senyawa-senyawa tersebut lebih terlarut pada fraksi-fraksi yang menggunakan campuran
eluen yang bersifat non polar pula. Hal ini disebabkan senyawa sampel tersebut memilliki
polaritas yang mendekati bahkan mirip dengan polaritas fase gerak, maka hal ini akan
menyebabkan senyawa sampel banyak yang akan ikut teradsorpsi oleh fase gerak
VII. Daftar pustaka
Adijuwana, Nur M.A. 1989. Teknik Spektroskopi dalam Analisis Biologi.Bogor : pusat antar
universitas IPB.
Stahl, E. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Bandung : Penerbit ITB.
Anonim. 2014. Penuntun dan Buku Kerja Praktikum Fitokimia I. Universitas Muslim
Indonesia : Makassar

Anda mungkin juga menyukai