Anda di halaman 1dari 11

Virtual Currency ( Mata Uang Virtual )

Istilah transaksi elektronik dalam bahasa inggris disebut dengan Electronic


Commerce atau E-Commerce yang berarti pembelian dan penjualan produk dan jasa oleh
bisnis dan konsumen melalui media elektronik, tanpa menggunakan kertas. E-commerce
secara luas dianggap sebagai pembelian dan penjualan produk melalui internet, tetapi setiap
transaksi yang selesai hanya melalui tindakan elektronik dapat dianggap sebagai e-
commerce. E-commerce dibagi menjadi tiga kategori : business to business atau B2B
(Cisco), business to consumer atau B2C (Amazon), consumer to consumer atau C2C
(eBay).
Dalam UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce with Guide to Enactment
1996 disebutkan bahwa : The term “commercial” should be given a wide interpretation so
as to covermates arising from all relathionships of a commercial nature, whether
contractual or not. Relathionship of a commercial nature include, but are not limited to,
the following transactions : any trade for the supply or exchange of goods or services;
distribution
agreement; commercial representation or agency; factoring; leasing; construction
of works; consulting; engineering; licensing; investment; financing; banking; insurance;
exploitation agreement or concessinon; joint venture and other forms of industrial or
business coorporation carriage of goods or passengers by air, sea, rail or road.
Perdagangan konvensional yang berkembang menjadi e-commerce berdampak
besar pada alat pembayaran yang digunakan, teknologi Electronic Data Intercharge (EDI),
Electronic Funds Transfer (EFT), Automatic Teller Machine (ATM) merupakan bentuk –
bentuk dari e-commerce.
Alat pembayaran yang berkembang sedemikian rupa memasuki level baru pula,
adanya transfer uang melalui bank memudahkan para pengguna internet dalam melakukan
transaksi jual-beli melalui online, muncullah E-banking untuk lebih mempermudah lagi
sehingga tidak perlu bertransaksi ke bank maupun melalui ATM, uang yang berada dalam
e-banking disebut E-money, uang yang berbentuk nominal simpan secara elektronik
didalam e-banking dan uang tersebut sesuai dengan mata uang yang berlaku dan nyata.
Beberapa tahun belakangan ini mulai bermunculan alat pembayaran yang
merupakan uang virtual, begitu banyak istilah yang digunakan untuk menyebutnya Digital
Currency, Virtual Currency, Crypto Currency dan lain – lain. Uang virtual ini merupakan
uang yang beredar dan ada dalam Cyberspace. Uang virtual ini berlaku secara universal
dan tidak mengikuti mata uang negara tertentu dan pasar penjualan uang vitual ini sesuai

1
dengan demand (permintaan) dari penggunanya sehingga kurs dari uang virtual ini sangat
fluktuatif. Uang virtual ini dikatakan spesial karena uang ini besarnya tidak ada dan tidak
nyata.
Menurut European Central Bank (2012) Virtual Currency adalah “a type of
unregulated, digital money, which is issued and usually controlled by it’s developers, and
used and accepted among the members of a specific virtual community”. Sederhananya
virtual currency (mata uang virtual ) adalah mata uang yang peredarannya tidak dikontrol
oleh bank sentral dan penggunaannya terbatas hanya pada pihak yang mengakuinya (tidak
memiliki legal tender). Berbeda dengan e-money yang menggunakan fiat currency
misalnya rupiah atau dollar, mata uang virtual memiliki satuan mata uang sendiri.
Berdasarkan alirannya, mata uang virtual dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu :
closed (non convertible), open with one flow direction dan convertible. Mata uang virtual
yang bersifat closed biasa digunakan dalam dunia game online, dimana uang tersebut tidak
bisa secara langsung digunakan untuk membeli barang dan jasa di dunia nyata, walaupun
praktek tersebut ada namun tidak dilegalkan oleh providernya dan biasa berakibat sanksi
berupa penutupan akun oleh administrator. Mata uang virtual yang bersifat open with one
flow direction adalah Facebook Credit, Nintendo Poin yang penggunaannya hanya terbatas
utuk barang/jasa yang disediakan oleh provider dan sirkulasi serta regulasinya diatur oleh
provider. Sedangkan untuk convertible virtual currecy, adalah mata uang virtual yang dapat
digunakan untuk membeli barang dan jasa di dunia nyata dan juga dapat ditukarkan dengan
fiat currency. Convertible virtual currency bisa dibagi menjadi dua yaitu bersifat
centralized dan decentralized. Centralized apabila memiliki otoritas atau administrator
pusat yang berperan seperti bank sentral dalam dunia perbankan sedangkan decentralized
yaitu sebaliknya, ketika tidak ada administrator pusat yang berfungsi sebagai intermediary,
transaksi yang terjadi diverifikasi oleh para pengguna dari mata uang virtual itu sendiri.
Contoh dari mata uang virtual adalah bitcoin yang merupakan mata uang virtual dengan
kapitalisasi market terbesar.
Mata uang virtual dianggap memberikan berbagai kemudahan, seperti bitcoin
misalnya yang dianggap mampu mengurangi waku dan biaya yang dibutuhkan dalam
melakukan transfer ke luar negeri terutama dalam bentuk remmitance. Hal ini dikarenakan
transfer dilakukan secara langsung kepada pengirim dari penerima, sehingga lebih cepat
dan tidak perlu mengeluarkan fee kepada perantara. Pada tahun 2014, Bank Dunia mencatat
rata – rata biaya yang dibutuhkan untuk mengirim remittance sekitar 8%, bitcoin mampu
mengirim remittance dua kali lebih cepat dan 75% lebih murah.

2
Meskipun begitu, mata uang virtual juga dipercaya memiliki resiko yang cukup
besar. Mata uang virtual terutama yang bersifat decentralized biasanya akan sulit untuk
dikontrol dan dipantau oleh pemerintah karena sistemnya yang bersifat peer to peer,
dimana verifikasi dilakukan oleh para pengguna. Sebagian besar mata uang virtual juga
memiliki fitur anonimiti dimana para pengguna dapat mendaftar dengan identitas yang
berbeda dengan identitas yang sebenarnya sehingga sulit bagi pemerintah untuk melacak
siapa saja yang bertransaksi menggunakan mata uang virtual tersebut. Hal ini menyebabkan
mata uang virtual biasanya dijadikan sarang pencucian uang, penggelapan pajak, dan
perdagangan ilegal seperti perdagangan manusia dan narkoba. Jika dilihat dari sejarahnya
saja, cukup banyak mata uang virtual yang harus ditutup oleh pemerintah berbagai negara
karena bermasalah seperti E-gold pada tahun 2009 dan yang terbaru Liberty Reserved pada
tahun 2013.
Dengan melihat berbagai karakteristik di atas, mata uang virtual lebih berpotensi
untuk dijadikan sebagai alat untuk melakukan money laundry dan tax evasion dibandingkan
dengan instrumen lain seperti properti dan emas terutama apabila Automatic Exchange of
Information telah diimplementasikan. Hal ini disebabkan karena mata uang virtual lebih
fleksibel untuk digunakan sebagai alat pertukaran/transaksi, dan bahkan dengan mata uang
virtual, pengguna bisa membeli properti dan emas.
Melihat berbagai resiko tersebut, penting bagi pemerintah untuk mulai membuat
keputusan yag lebih tegas terhadap mata uang virtual. Bank Indonesia sendiri telah
mengeluarkan pernyataan bahwa mata uang virtual bukan merupakan mata uang atau alat
pembayaran yang sah dan menghimbau masyarakat untuk berhati – hati serta tidak
menanggung kerugian dan permasalahan yang muncul dari adanya mata uang virtual.
Pernyataan tersebut ditafsirkan oleh para pengguna mata uang virtual di Indonesia sebagai
himbauan agar masyarakat mengerti resiko menggunakan mata uang virtual, bukan sebagai
bentuk pelarangan. Bagaimana otoritas perpajakan untuk segera bertindak menghadapi
resiko terjadinya tax evasion melalui mata uang virtual. Cara yang paling mudah untuk
ditempuh oleh pemerintah dengan melarang penggunaan bitcoin, seperti yang dilakukan
beberapa salah satunya Rusia. Namun hal ini tentu saja akan dianggap sebagai sebuah
bentuk pembatasan terhadap perkembangan teknologi.
Menyusun regulasi khusus terkait dengan mata uang virtual sebenarnya merupakan
langkah penting. Di negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Singapura telah
disusun regulasi perpajakan terkait dengan mata uang virtual. Apalagi saat ini,
perkembangan teknologi terutama sistem digital atau virtual sangat pesat. Jadi bisa
diprediksi bahwa berbagai mata uang virtual baru yang serupa atau bahkan lebih canggih

3
dan lebih kompleks dari yang ada sekarang akan terus bermunculan di masa mendatang.
Saat ini saja sudah banyak mata uang virtual yang berniat menggantikan posisi bitcoin yang
saat ini merupakan mata uang virtual yang paling sering digunakan seperti etherim dan
litecoin.
Menetapkan dasar pengenaan pajak untuk mata uang virtual perlu ditentukan
apakah berdasarkan satuan mata uang virtual tersebut atau berdasarkan nilainya apabila
dikonversikan ke sovereign currency semisal rupiah atau dollar. Selain itu, perlu
diklasifikasikan juga jenis pajak yang akan dikenakan pada mata uang virtual, apakah akan
menjadi objek pajak penghasilan (PPh 21), pajak pendapatan laba atas selisih kurs, atau
pajak pendapatan atas capital gain (PPh pasal 4 ayat 2) atau PPN.
Selain menetapkan regulasi, pemerintah juga sebaiknya mulai meningkatkan
kapabilitas dalam melakukan pemantauan dan pemeriksaan termasuk melaksanakan tax
enforcement dalam bisnis dan industri teknologi, terutama komunikasi mengingat
perkembangan era yang semakin terdigitalisasi. Bukan hanya mata uang virtual, melainkan
juga bisnins umum seperti e-commerce, atau perdagangan forex melalui internet yang
kemungkinan memiliki potensi penerimaan pajak yang besar. Dengan meningkatkan
kemampuan pemerintah untuk melakukan pengawasan diharapkan dapat meningkatkan
penerimaan negara di masa mendatang dan mengurangi tingkat penyelewengan pajak.

Hubungan dan dampaknya terhadap perekonomian


Meskipun mata uang virtual bukan mata uang nasional, namun mata uang virtual
dapat melakukan fungsi yang sama dengan uang konvensional, yaitu mentransfer nilai
antar pihak. Mata uang virtual bisa ditukar dengan barang dan jasa dan dapat dikonversikan
menjadi uang kertas (uang tunai), hal ini bisa dikatakan hampir identik dengan penukaran
mata uang asing.
Meskipun ada banyak jenis skema mata uang virtual yang telah gagal, skema baru
terus tumbuh. Penggunaan mata uang virtual ini berinteraksi dengan perekonomian, yang
dapat berakibat pada resiko ekonomi dan sistem keuangan jika penggunaan mata uang
virtual tidak diatur dari segi moneter. Mata uang virtual seperti bitcoin bisa mengancam
perekonomian jika tersebar luas. Dalam kasus yang paling ekstrim, sistem pembayaran
terdesentralisasi dari bitcoin dan pasokan yang terbatas bisa membuat bank sentral menjadi
rapuh, menciptakan resiko ekonomi yang besar dan dapat memicu terjadinya deflasi.
Bahkan jika mata uangnya terbatas, volatilitas nilai yang signifikan dapat mengancam
stabilitas keuangan.

4
Perlindungan terhadap konsumen
Fokus utama terhadap mata uang virtual adalah perlindungan terhadap konsumen.
Sistem pembayaran tradisional mampu melindungi konsumen dari berbagai resiko. Mata
uang virtual memiliki potensi memperluas pilihan konsumen dan memacu pengembangan
teknologi baru dan investasi. Namun, karena mata uang virtual tunduk pada regulasi yang
terbatas karena aspek struktural mata uang virtual, perlindungan terhadap konsumen saat
ini tidak ada. Resiko kosumen yang signifika terkait dengan penggunaan dan kepemilikan
mata uang virtual dirangkum di bawah ini :
Rugi atau dicuri : Mata uang virtual bisa hilang melalui pelanggaran keamanan,
kesalahan pengguna, atau kegagalan teknologi pada penyimpanan atau pada pertukaran
mata uang virtual. Setelah hilang, mata uang virtual tidak bisa diperoleh kembali.
Penipuan atau penggunaan yang tidak sah : Umumnya mata uang virtual dapat
dihabiskan oleh siapapun yang memiliki kredensial. Kepemilikan terkait transaksi dalam
mata uang tidak reversibel, bahkan jika hasil peipuan atau penggunaan yang tidak sah.
Kesalahan pemrosesan dalam transaksi : Jika terjadi pembayaran yang salah,
jumlah nominal yang salah akan ditransfer atau transaksi tidak selesai pada waktu yang
tepat karena kesalahan oleh penyimpanan virtual, pertukaran mata uang, atau prosesor,
dalam kebanyakam mata uang transaksi tidak reversibel, kesalahannya tidak bisa diperbaiki
dan konsumen tidak memiliki jalan lain untuk mengubah penyimpanan, pertukaran, atau
prosesor.
Gagal menyimpan dan penukaran : Tidak ada mekanisme asuransi untuk
membuat keseluruhan penghitungan dalam penyimpanan uang virtual atau operator gagal
dan akun menjadi tidak bisa diakses.
Laporan yang tidak memadai : Peyimpanan dan operator pertukaran tidak
berkewajiban untuk menyediakan laporan terhadap konsumen terkait dengan transaksi
mata uang virtual.
Resiko yag signifikan dari konsumen terkait dengan penggunaan dan kepemilikan
mata uang virtual adalah resiko kehilangan atau dicuri. Di sinilah mata uang virtual bisa
hilang atau dicuri melalui pelanggaran keamanan, kesalahan penggunaan, atau kegagalan
teknologi pada penyimpanan mata uang virtual atau pada penukaran. Setelah mata uang
virtual hilang, maka tidak bisa diperoleh kembali. Penipuan atau penggunaan yang tidak
sah adalah faktor lain untuk dipertimbangkan. Tidak seperti mata uang yang legal, penerbit
(yaitu bank sentral) akan bisa menjamin nilai nominal mata uang. Umumnya, mata uang
virtual dapat dihabiskan oleh siapa saja yang memiliki kepemilikan terhadap mata uang
tersebut. Namun, transaksi yang tidak reversibel, bahkan jika ada kecurangan atau

5
penggunaan yang tidak sah. Berbagai kesalahan terhadap pemrosesan saat bertransaksi
mata uang virtual seperti pembayaran yang salah arah, jumlah yang salah saat transfer, atau
bila transaksi tidak selesai pada waktu yang tepat karena kesalahan, dan juga tidak
reversibel dan konsumen tidak meiliki jalan lain mengubah penyimpanan, pertukaran, atau
prosesor. Tidak seperti skema penyimpanan asuransi, yang ada di kebanyakan negara di
bawah sistem perbankan, tidak ada mekanisme asuransi yang ada untuk melindungi
konsumen jika terjadi kegagalan penyimpanan atau operator pertukaran yang gagal dan
akun menjadi tidak dapat diakses. Dengan tidak adanya kerangka peraturan, penyimpanan
dan operator tidak berkewajiban memberikan laporan kepada konsumen atas biaya layanan
atau biaya terkait dengan transaksi mata uang virtual. Nilai mata uang virtual juga tunduk
pada volatilitas yang dapat membuat para konsumen tidak bisa menarik sebagai
penyimpanan nilai karena kurangnya stabilitas harga. Hal tersebut merupakan transaksi
mata uang virtual yang juga menjadi perhatian para konsumen.

Tidakan kriminal : penipuan, pencucian, pencucian uang dan pendanaan teroris


Sifat dan multifungsi dari mata uang virtual mengandung resiko pada
penggunaannya. Seperti untuk tujuan penipuan karena kemajuan dalam kegiatan kriminal
baru sehubungan dengan mata uang virtual, kerangka kerja pada badan legislatif dan
peraturan perlu diperbarui dan disesuaikan untuk menanggapi tantangan baru tersebut,
terutama sehubungan dengan perang melawan kecurangan, pencucian uang, dan
pembiayaan teroris. Ketika melakukan penipuan, anonimitas yang diberikan oleh mata
uang virtual memungkinkan penipu untuk megumpulkan uang tanpa meninggalkan jejak
transaksi. Hal ini mirip dengan cash-based transaction. Misalnya, penipu bisa mendirikan
situs e-commerce palsu yang menerima pembayaran secara mata uang virtual, kemudian
menutup situs dan memiliki akses ke dana yang dikumpulkan di negara manapun, tanpa
meninggalkan sedikitpun jejak transaksi apapun. Resiko pencucian uang yang tinggi karena
operasi dibagi menjadi tiga tahap :
1. Membeli mata uang virtual dengan uang tunai
2. Membuat situs e-commrce untuk pembelian barang fiktif dilakukan dari
sebuah komputer yang menggunakan mata uang virtual sebagai alat
pembayaran
3. Mengumpulkan mata uang virtual dalam jumlah besar, yang kemudian bisa
ditukar dengan mata uang yang legal.
Penggunaan mata uang virtual dapat membuat teknik pencucian uag berbasis
internet lebih banyak lagi dan sulit untuk dilihat. Contohnya termasuk game online,

6
transaksi e-niaga yang curang, lelang online atau proyek palsu yang terdaftar di situs
pendanaan orang asing.

Mata uang virtual untuk diatur atau tidak untuk diatur ?


1. Mata uang virtual dapat diidentifikasi dengan karakteritiknya. Ini adalah
representasi digital dari nilai yang tidak diatur atau dikendalikan oleh pemerintah
dan digunakan serta diterima secara virtual oleh masyarakat tertentu. Ini berbeda
dengan e-money.
2. Penggunaan mata uang virtual secara luas dapat menimbulkan resiko terhadap
stabilitas moneter dan keuangan jika dibiarkan tidak diatur.
3. Jika dibiarkan tidak diatur, masyarakat umum akan terkena resiko karena tidak
adanya perlindungan konsumen.
4. Penggunaan mata uang virtual yag tidak diatur dapat menimbulkan masalah dalam
hal penipuan, pencucian uang, dan pembiayaan teroris.
5. Potensi keuangan islam tentang mata uang virtual belum sepenuhnya dieksplorasi.
Mata uang virtual harus diatur karena ketiadaan satu mata uang akan muncul yang
lainnya, dan ini akan terus menimbulkan masalah regulasi. Upaya mengatur mata uang
virtual sekarang sedang berlangsung di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, FinCEN
mengeluarkan panduan mata uang virtual, yang menggambarkan keadaan dimana orang –
orang yang terlibat dalam transaksi mata uang virtual diklasifikasikan sebagai pengedar
uang untuk tujuan Undang – Undang Rahasia Perbankan (BSA) sebagai pelaksanaan dari
peraturan tersebut. FinCEN mengkategorikan banyak pertukaran mata uang virtual,
penyimpanan pada operator, dan penambang (istilah dalam komputasi) yang beroperasi di
Amerika Serikat karena pengedar uang dan entitas tersebut diperlukan untuk mematuhi
peraturan BSA dan untuk mengetahui praktek pencucian uang. FinCEN hanyalah regulator
keuangan federal Amerika Serikat yang mengambil posisi resmi sehubungan dengan
peraturan mata uang virtual. Di luar konteks peraturan keuangan, Internal Revenue Service
(IRS) mengeluarkan panduan di 2014, yang menyatakan bahwa mata uang virtual
diperlakukan sebagai properti untuk pajak federal. Regulator keuangan negara di New
York, Texas, dan Washington juga telah memberikan panduan megenai pengobatan mata
uang virtual di bawah hukum negara.
Bank Sentral China melarang pedagang menerima bitcoin sebagai pembayaran dan
dilarang untuk pembayaran dari konversi bitcoin menjadi Yuan. Badan keuangan Kanada
yang bertanggung jawab untuk memerangi pencucian uang menyatakan pada akhir 2013
bahwa pertukaran mata uang virtual tidak tunduk pada peraturan anti money laundering

7
yang ada, namun pada pertengahan Februari 2014, pemerintah Kanada mengumumkan
rencana untuk memperluas cakupan peraturan tersebut untuk memperhitungkan mata uang
virtual. Finlandia mengatur mata uang virtual sebagai komoditas, sementara Swedia
menganggapnya sebagai aset dengan kelas yang sama dengan seni rupa.
Pada bulan Maret 2014, otoritas moneter Singapura mengeluarkan siaran pers yang
menyatakan niatnya untuk mengatur perantara mata uang virtual untuk mengatasi masalah
pencucian uang dan resiko pendanaan teroris. Strategi pengaturan akan dimodelkan untuk
penukar uang dan agen pengriman uang melalui verifikasi identitas nasabah dan pelaporan
transaksi mencurigakan.
Sementara itu, Bitcoin berkembang sangat pesat di dunia, dalam waktu 5 tahun
sudah banyak yang menggunakannya dan beberapa orang menganggapnya sebagai mata
uang universal karena bitcoin merupakan mata uang di cyberspace. Terjadi kekhawatiran
oleh banyak orang dimana bitcoin tersebut apakah uang virtual yang kita beli memakai
uang nyata dan ada kemudian berubah menjadi uang virtual dan menggunakannya bebas
dan tidak terbatas, bila dilihat sekilas sifat bitcoin tidak ada bedanya dengan uang yang ada
di e-banking, sama – sama disimpan secara elektronik, namun bila diperhatikan uang yang
berada di e-banking merupakan tabungan di bank yang jelas dan resmi, dalam arti lain
menyimpan uang ditempat yang legal sedangkan bitcoin hanyalah uang virtual yang
wujudnya tidak berbentuk. Bitcoin merupakan salah satu mata uang digital
(cryptocurrencies) yang siapa saja boleh menggunakannya tanpa perlu mengungkapka
identitas asli dan tanpa perlu kontrol dari otoritas semacam banka= sentral. Inilah alasannya
kenapa hacker penyebar WannaCry menginginkan bitcoin.
Berbeda dengan mata uang pada umumnya yang penerbitan dan peredarannya
diatur oleh bank sentral dan negara, bitcoin didapatkan dengan memecahkan angka – angka
matematis (algoritma) atau komputasi. Karena hadir secara digital dan ditransaksikan
secara online, bukan berarti bitcoin tidak memiliki nilai tukar. Bitcoin bisa ditukarkan ke
mata uang yang selama ini umum digunakan masyarakat. Penukarannya diwadahi website
Bitcoin exchange. Dibuka dengan harga US$84,1 pada 2013, nilai tukar terakhir bitcoin
terhadap dollar telah menyentuh angka US$2.216,20.
Tercatat sejumlah merchants telah menerima pembayaran dengan bitcoin.
Beberapa nama yang sudah terkonfirmasi diantaranya PayPal, Microsoft, Dell, Newegg,
Overstock.com, Expedia, TigerDirect, Dish Network, Zynga, Time Inc, PrivateFly, Virgin
Galactic, Dynamite Entertainment, Clearly Canadian, dan Sacramento Kings.
Kelebihan bitcoin : 1. Tidak kenal batas, baik wilayah maupun batas berupa aturan
perbankan dan negara. Artinya transaksi dengan menggunakan

8
bitcoin bisa dilakukan lintas wilayah dan benua tanpa terikat aturan
perbankan dan negara.
2. Layanan transaksinya berbiaya rendah.
3. Relatif aman dan efisien. Modus penipuan semisal pemalsuan
uang tidak akan dialami pengguna. Selain itu, konsensusnya
meminimalkan dari resiko.
4. Transparan karena semua informasi terkait bitcoin dapat dilihat
semua pengguna.
5. Tidak terpegaruh inflasi.
6. Bebas dari keharusan untuk memberikan identitas pribadi.
Kekurangan bitcoin :1. Penerimaan bitcoin sebagai alat bayar masih minim.
2. Fluktuatif atau nilai tukarnya naik turun. Beberapa faktor yang
mempengaruhi diantaranya jumlah bitcoin yang beredar, jumlah
pengguna yang lebih sedikit ketimbang trader, berita, dan peretasan.
3. Software bitcoin belum final sehingga sewaktu – waktu
mengalami perubahan.
4. Memberi peluang besar bagi pelaku kejahatan atau yang enggan
membayar pajak untuk melakukan pencucian uang.
5. Rentan terhadap akibat human error semisal hilangnya hak
tempat menyimpan bitcoin. Otomatis bitcoin pun juga ikut hilang.
Bitcoin merupakan sebuah konsep, teknologi maupun mata uang yang mengatur
sejumlah aturan dan prosedur. Bitcoin mengatur sejumlah prosedur terkait dengan :
1. Memastikan bahwa transaksi yang terjadi dilakukan oleh pengguna yang sah.
2. Mencegah terjadinya double spending oleh pengguna yang sama (terjadinya selisih
perhitungan nominal saldo).
3. Melakukan pencatatan untuk setiap transaksi yang sedang berlangsung maupun
yang telah berlangsung.
4. Mencegah terjadinya perubahan catatan transaksi (ledger) yang dilakukan oleh
pihak yang tidak bertanggung jawab.
Peran bank sangat penting sebagai pihak yang akan membantu melakukan
validasi transaksi melalui proses mining. Setiap bank akan bertindak sebagai miner yang
memiliki tugas untuk menjaga validasi transaksi.
Teknologi cryptocurrency menggunakan bitcoin menawarkan alternatif teknologi
yang cukup canggih, sehingga apabila berhasil diterapkan maka efisiensi dapat tercapai.

9
Berikut tabel perbandingan antara sistem uang elektronik yang saat ini digunakan dengan
konsep uang elektronik menggunakan teknologi cryptocurrency
Faktor Uang Elektronik
Uang Elektronik
Penilaian Menggunakan cryptocurrency
Rentan terjadi manipulasi data,
Cukup aman, karena
Keamanan tergantung teknologi masing –
menggunakan kriptografi
masing penyedia layanan
Cenderung lebih lama
Relatif terhadap penyedia dibadingkan uang elektronik
Kecepatan layanan namun cenderung lebih umumnya seluruh perbankan
cepat yang terdaftar pada Bank
Indonesia
Biaya cenderung lebih murah
karena penyedia tidak perlu
Biaya Biaya setiap penyedia beragam
membangun infrastruktur
masing - masing
Semua penyedia layanan
Tidak semua penyedia layanan perbankan dapat saling
Kompatibilitas bisa saling mendukung transaksi sinkronisasi data nasabah
finansial menggunakan konsep shared
ledger
Cukup mudah dan cepat untuk
Lebih cepat dari uang elektronik
melakukan transaksi, karena alat
saat ini, cukup memasukkan
Kemudahan pembayaran cukup didekatkan
public addres tujuan pengiriman
dengan terminal akses
data
pembayaran

Sebagai sebuah sistem transaksi keuangan yang baru, cryptocurrency dengan


menggunakan bitcoin merupakan teknologi yang relatif baru dan perlu pengkajian lebih
lanjut. Masih banyak aspek didalam dunia perbankan yang perlu dipelajari, sistem
perbankan merupakan sistem yang rumit dengan banyak sekali parameter pengendali
keuangan. Belum adanya standarisasi protokolsistem pembayaran di Indonesia, membuat
pihak ketiga (bank dan non bank) membuat infrastuktur pembayaran masing – masing. Dari
beberapa uang elektronik di Indonesia, didapat perbandingan antara teknologi uang
elektronik yang menggunakan konsep store value maupun acces product dengan uang

10
elektronik yang menggunakan standar protokol bitcoin. Dari hasil tersebut didapatkan
beberapa kriteria penilaian. Apabila teknologi bitcoin ini diterapkan maka dapat
dimungkinkan untuk menggabungkan sumber daya komputasi (bank dan non bank) untuk
menciptakan sebuah jaringan decentralized peer to peer network sehingga penyedia
memiliki sebuah sistem shared access data. Dampaknya bagi masyarakat yaitu cukup
dengan memiliki satu macam uang elektronik baik yang berbentuk fisik maupun digital
sehingga dapat dikenali oleh beragam terminal baca dari setiap penyedia layanan.

11

Anda mungkin juga menyukai