DISERTASI
Diajukan Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor dalam Ilmu
Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara
dengan Wibawa Rektor Universitas Sumatera Utara
Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum
Dipertahankan Pada Tanggal 23 Februari 2018
DISERTASI
Diajukan Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor dalam Ilmu
Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara
Oleh:
NIM:138114003
MEDAN
2018
ii
Menyetujui
Komisi Pembimbing,
Mengetahui
Ketua Program Studi Doktor Ilmu Ekonomi Dekan,
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Irsad, SE, M.Soc, Sc, Ph.D Prof. Dr. Ramli, SE, M.S
NIP. 1971 0503 2003 12 1003 NIP. 1958 0612 1988 03 1001
Tanggal Lulus:
Tanggal 23 Februari 2018
iii
iv
No. 52/UN5.1.R/SK/SSA/2018
Tentang Pengangkatan Pimpinan Sidang dan Tim Penguji Ujian Terbuka Disertasi
(Promosi Doktor) Mahasiswa Program Doktor (S3) Program Studi Ilmu Ekonomi
Mahasiswa
NIM: 138114003
Hari/Tanggal :
Pukul :
Tempat :
No.222/UN.5.1.R/SK/SSA/2016
Utara
Mahasiswa
NIM: 138114003
vi
Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan
di bawah ini:
beserta perangkat (soft copies) yang ada jika diperlukan dengan hak bebas Royalti
non Eksklusif ini, dimana Universitas Sumatera Utara berhak untuk menyimpan
dalam bentuk database merawat dan mempublikasikan disertasi saya tanpa
meminta izin dari saya sebagai penulis dan pemilik hak cipta.
Dibuat di:Medan,
Pada Tanggal: Februari 2018
Yang menyatakan
vii
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang saya buat adalah asli karya
sendiri bukan plagiat dan seluruh sumber yang dikutip maupun dirujuk didalam
tulisan telah saya nyatakan dengan benar. Kemudian apabila dikemudian hari
diketahui dan terbukti Disertasi saya adalah plagiat atau akibat kesalahan saya
sendiri maka saya bersedia untuk menerima sanksi ditetapkan oleh Rektor
Universitas Sumatera Utara.
Yang menyatakan
viii
Puji dan Syukur dipanjatkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa karena
dengan Rahmat dan RidhoNya penulis dapat menyelesaikan Disertasi ini dengan
bimbingan dan bantuan terutama dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin
2. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE, M.S, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Sumatera Utara beserta staff yang telah memberi kesempatan dan
3. Bapak Irsad Lubis, SE, MSoc.Sc.PhD. selaku ketua Program Studi Doktor
penulis.
ix
7. Bapak Dr. Rujiman, MA, selaku dosen penguji yang telah banyak
8. Bapak Dr. Rahmanta, M.Si selaku dosen penguji yang telah banyak
9. Bapak Prof. Dr. Ghafar Ismail selaku dosen penguji yang telah banyak
10. Bapak Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd., Selaku Rektor Universitas Negeri
Medan, yang telah merestui dan men-suport penulis selama studi sampai
11. Kepada Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid K, M.Pd., Dr. Restu, MS., Prof. Dr.
Sahat Siagian, M.Pd, Prof. Drs. Manihar Situmorang, M.Sc., Ph.D., selaku
wakil rektor I, Wakil Rektor II, Wakil Rektor III, dan Wakil Rektor IV
Universitas Negeri Medan, yang telah memberikan izin dan kemudahan serta
13. Bapak-Ibu Dosen Program Studi Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Sumatera
disertasi sini.
14. Kepada yang terhormat Kepala Biro Umum dan Keuangan Universitas Negeri
Medan, Drs. Asfikar dan Kepala Biro Perencanaan dan Kerjasama Humas
Universitas Negeri Medan, Yon Rinaldi, SE., M.Si, serta Bapak Drs.Chairul
Azmi, M.Pd, yang telah memberikan dukungan moril kepada penulis dari
16. Rekan-rekan di Bagian Barang Milik Negara Universitas Negeri Medan yang
telah mendukung dan membantu baik moril maupun material kepada penulis.
17. Alm. Ayahanda Syukri Tanjung dan ibunda Yusnah tercinta yang selalu
Doktor Ilmu ekonomi USU. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
Kedua Mertua Sukirman dan Darmiati serta terima kasih juga kepada kakak
penulis: Yusnita, Ali Marnis dan Elidar Tanjung yang telah membantu
xi
anakku tersayang Raisah Aqilah Ahmad, Shahnaz Athifa Tanjung dan Razqa
Alri Mumtaaz Tanjung yang telah memberikan dukungan moril dan materiil
19. Berbagai pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis
menyadari bahwa ini belum sempurna dan masih ada kelemahan, penulis
dengan terbuka dan lapang dada menerima masukan dan kritik yang bersifat
Penulis,
xii
E-mail : albar@unimed.ac.id
Pendidikan:
1. Lulus SD Negeri No. 066650 Medan Tahun 1993
2. Lulus MTs N 1 Medan Tahun 1996
3. Lulus MAN 2 Medan Tahun 2000
4. Lulus S1 F I S I K A Universitas Negeri Medan Tahun 2005
5. Lulus S2 Ilmu Ekonomi Universitas Negeri Medan Tahun 2009
6. Tahun 2014 Menjadi mahasiswa Program Doktor (S3) Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara
Pekerjaan:
xiii
Ahmad Albar Tanjung, 2018, Analisis Kebijakan Moneter Dan Fiskal Pada
Perekonomian Indonesia Melalui Pendekatan Mundell-Fleming Model.
xiv
Ahmad Albar Tanjung, 2018, Monetary and Fiscal Policy Analysis of Indonesian
Economy using the Mundell - Fleming Model Approach.
This research is aimed to analyze how the mechanisms and magnitude of the effects of
fiscal policies are proportional to government spending on Indonesia's macroeconomic
activities (economic growth and inflation), and how the mechanisms and magnitude of
monetary policy influence are proportioned to interest rates, exchange rates and money
supply to Indonesia's macroeconomic indicators (economic growth and inflation).
The development of the mundell-fleming model was made to see the relationship of
monetary and fiscal policy in Indonesia with an analysis using error correction model,
which can see the short and long-term effects.
The conclusions in this research, in the short and long-term period of government
expenditure (GE) is not significant effect on the output (PDBRI), while Inflation (INFRI)
positively and significantly influence in the long term but not in the short term. in the
short and long-term periods of money supply (JUBRI) significant effect on the output
(PDBRI), while the Inflation (INFRI) positively and not significantly influence in the
long term but not with the short term, while country risk (RN) positively and significantly
effect in the short and long term on the interest rate (RRRPL). In the short and long-term
interest rate (RRRPL) significant effect on the output (PDBRI) through increasing the
money supply, while Inflation (INFRI) positively and significantly influence in the long
term but not in the short term. in the short and long-term exchange rate (EXR) significant
effect on output (PDBRI), while the Inflation (INFRI) influence is negative but not
significant in the long term whereas in the short term significant effect. Fiscal policy
through government spending has not been effective in encouraging macroeconomic
activities compared to monetary policy, in accordance with the theory with the mundell-
Fleming model that monetary policy has a greater and more effective effect on increasing
GDP, while fiscal policy has a smaller effect on improving GDP rather than monetary
policy.
xv
xvi
xvii
Tabel
2.1 Ringkasan Penelitian Sebelumnya .................................................... 58
4.1 Jenis dan Sumber Data ..................................................................... 72
5.1 Hasil Pengujian Akar-Akar ................................................................. 109
5.2 Hasil Uji Kointegrasi ........................................................................... 111
5.3 Hasil Uji Autokorelasi.......................................................................... 112
5.4 Hasil Pengujian Simultan dan Parsial Model IS .................................. 113
5.5 Hasil Pengujian Simultan dan Parsial Model GE.................................. 116
5.6 Hasil Pengujian Simultan dan Parsial Model CSRRL ........................... 118
5.7 Hasil Pengujian Simultan dan Parsial Model INFRI ............................. 121
5.8 Hasil Pengujian Simultan dan Parsial Model JUBRI ............................. 124
5.9 Hasil Pengujian Simultan dan Parsial Model RRRPL ............................ 127
5.10 Hasil Pengujian Simultan dan Parsial Model EXR ................................ 129
5.11 Hasil Pengujian Simultan dan Parsial Model BOPRI ............................ 132
5.12 Hasil Pengujian Simultan dan Parsial Model IMPRI ............................. 135
5.13 Hasil Pengujian Simultan dan Parsial Model EXPRI ............................. 136
5.14 Hasil Pengujian Simultan dan Parsial Model INVSRI ............................ 137
5.15 Hasil pengujian akurasi model RMSE, MAE, MAPE
atau U-Theil ............................................................................ 139
xviii
Gambar Hal.
1.1.a Trend Pengeluaran Pemerintah ....................................................... 5
1.1.b Trend Pertumbuhan ekonomi Indonesia (%)..................................... 5
1.2.a Jumlah uang beredar 1993-2014 ........................................................ 6
1.2.b Nilai Tukar Rupiah .............................................................................. 6
1.3.a Tingkat suku bunga US dan Indonesia 1980-2014 ............................. 6
1.3.b Inflasi di Indonesia 1990-2014 ........................................................... 6
1.4.a Balance of payment Indonesia 2000-2014 ....................................... 6
1.4.b Nilai Impor Indonesia 2000-2014 ...................................................... 6
1.5.a Nilai Ekspor Indonesia (FOB US$) ...................................................... 7
1.5.b Nilai Ekspor Menurut Negara Tujuan ................................................ 7
3.1 Kerangka Konseptual Penelitian ........................................................ 68
4.1 Desain Penelitian ............................................................................... 71
5.1 Perkembangan Pertumbuhan ekonomi 1980-2014...................... 87
5.2 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah dan Pajak 1980-2014 ....... 90
5.3 Perkembangan Jumlah uang Beredar (M1) 1980-2014 .................... 92
5.4 Perkembangan Suku Bunga 1980-2014 ............................................. 94
5.5 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap dollar AS 1980-2014 ... 97
5.6 Perkembangan Inflasi dan Ekspektasi Inflasi .................................... 99
5.7 Perkembangan Ekspor, Impor dan Balance of Payment tahun 1980-
2014 .................................................................................................. 102
xix
PENDAHULUAN
bagi seluruh rakyat Indonesia. hal ini dicapai melalui pertumbuhan ekonomi yang
tinggi dan berkelanjutan, stabilitas harga yang ditandai dengan tingkat inflasi yang
rendah dan ketersediaan lapangan kerja (M, Widodo, & R, 2008). Faktor-faktor
ketersediaan tenaga kerja yang ahli dan penggunaan teknologi (Shaheen, 2013). di
pembangunan ekonomi (Falade & Folorunso, 2015). di sisi yang lain, untuk
mencapai tingkat inflasi yang rendah dan stabil, maka Bank Indonesia selaku
menambah dan mengurangi jumlah uang beredar (Yunanto & Medyawati, 2015).
moneter berupa suku bunga untuk yang mempengaruhi sasaran antara untuk
mencapai tujuan akhir yaitu stabilitas harga (Julaihah & Insukindro, 2004).
tentunya membuat adanya saling ketergantungan antara satu negara dengan negara
dengan negara lain membuat adanya aliran keluar barang dan jasa, investasi dan
tenaga kerja dari Indonesia ke negara lain ataupun sebaliknya yang pada akhirnya
bersifat liberal tersebut membuat ekonomi dunia semakin kompleks dan tingkat
fluktuasi serta resiko dari aspek ekonomi ataupun aspek keuangan juga semakin
tinggi, apalagi krisis ekonomi dan keuangan yang terjadi di suatu negara dan
suatu negara juga menjadi semakin rumit. Hal ini disebabkan pemerintah dan
umum terdapat empat permasalahan ekonomi makro, yaitu: (1) tingkat harga
agregat (inflasi), (2) Produk Domestik Bruto, (3) penyerapan tenaga kerja, (4)
adalah kebijakan bidang ekonomi makro. Menurut (Adiningsih & Devi, 2012)
tujuan dari kebijakan ekonomi makro suatu negara adalah tercapainya kondisi
growth), artinya fluktuasi pada produksi, tingkat pengangguran, dan tingkat harga
dapat diminimalisir dan pertumbuhan potensial pada output riil dapat dicapai.
moneter dan fiskal seperti juga ekonomi dapat dibagi menjadi dua sektor yakni
sektor riil dan sektor moneter. Pertumbuhan dan stabilitas sektor riil dipengaruhi
oleh pemerintah lewat kebijakan fiskal, dan di Indonesia kebijakan fiskal ini
moneter yang berada dibawah kewenangan Bank Indonesia. Tujuan dan implikasi
masing kebijakan menjadi tidak optimal atau bahkan saling meniadakan (set-off)
(Goeltom, 2012).
Oleh karena itu koordinasi moneter dan fiskal yang baik bukan lagi
baik domestik maupun internasional. Pada masa orde lama, otoritas moneter
masih berada satu bagian dengan pemerintah karena dewan moneter diketuai oleh
Menteri Keuangan. Sehingga kebijakan fiskal dan moneter tidak begitu penting
sehingga membuat kebijakan fiskal defisit yang ”over” dimana pengeluaran tidak
diimbangi dengan pendapatan yang memadai, disisi lain kebijakan moneter yang
pemerintah sehingga hal tersebut membuat inflasi tidak dapat dikendalikan dan
Pada masa orde baru hingga tahun 1997 juga menunjukkan bahwa koordinasi
kebijakan fiskal dan moneter yang terjaga dengan baik yang ditunjukkan oleh
indikator variabel ekonomi yang terjaga dengan baik yaitu laju pertumbuhan
ekonomi yang tinggi, rata-rata 7.5 persen pertahun selama hampir tiga dekade,
namun jika tidak dikelola dengan hati-hati juga menyimpan potensi krisis
deregulasi di sektor moneter serta sektor keuangan lainnya yang luas tanpa
ekonomi yang serius. Sehingga pada saat terjadi krisis ekonomi di Asia yang
dimulai dari Thailand dengan cepat menjalar ke Indonesia. Secara internal, Krisis
moneter yang melanda Indonesia pada awal bulan Juli 1997 menyebabkan
secara eskternal menurut Firmanzah (2015) faktor yaitu kebijakan the Fed dalam
menaikkan dan atau menurunkan suku bunga, krisis utang yunani, serta kondisi
pasar saham China yang turun drastis. Sejarah pada masa orde baru ini
Krisis keuangan global 2008 yang dimulai dari krisis Amerika yang terjadi pada
tahun 2007 yang dikenal dengan ”subprime crisis” menyebar keseluruh dunia
2008. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pasar keuangan yang semakin maju,
dihadapi juga semakin besar, fluktuasi yang semakin tinggi serta pasar juga
semakin dinamis.
pembangunan ekonomi suatu kawasan atau negara maka ada 3 (tiga) variabel
2000000 10
1500000 5
1000000 0
500000
-5
0
-10
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
Gambar 1.1. a Pengeluaran Pemerintah Indonesia Gambar 1.1. b Trend Pertumbuhan ekonomi Indonesia
2003
1993
1995
1999
2001
2005
2007
2009
2011
Jumlah Uang Beredar M1 [Milyar Rp] 2013 Tren Nilai Tukar
Gambar 1.2. a Jumlah Uang Beredar 1993-2014 Gambar 1.2. b nilai tukar rupiah
40 100
30 80
60
20
40
10 20
0 0
2000
1990
1992
1994
1996
1998
2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
1980
1983
1986
1989
1992
1995
1998
2001
2004
2007
2010
2013
Gambar 1. 3. a. Tingkat Suku bungan US dan Indonesia 1980-2014 Gambar 1.3. b Inflasi di Indonesia 1990-2014
40000 40000
30000 30000
20000 20000
10000 10000
0 0
2013
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2014
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
-10000
Balance Of Payment Indonesia 2000-2014
Nilai Impor 2000-2014
Gambar 1.4.a Balance of Payment Indonesia 2000-2014 Gambar 1.4. b Nilai Impor Indonesia 2000-2014
200000
Nilai ekspor Ke Singapura Nilai Ekspor ke Amerika Serikat
40000
150000
100000 30000
50000 20000
0
10000
2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014
Nilai ekspor [FOB US$]
0
2002
2000
2001
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Linear (Nilai ekspor [FOB US$])
kenaikan yang sangat signifikan dari tahun 1990 hingga 2014 yaitu 4621,215
persen. Pada tahun 1997 pengeluaran pemerintah naik sebesar 57,97 persen
dibandingkan tahun sebelumnya namun pada tahun berikutnya yaitu tahun 1998
pada saat terjadi krisis ekonomi maka pengeluaran pemerintah juga mengalami
pada tahun 1996, maka tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 7,8
persen per tahun. Namun pada saat krisis Indonesia mengalami kontraksi
pertumbuhan dari rata-rata sekitar 7 persen sebelum krisis menjadi -13,1 persen
Berdasarkan gambar 1.2.a terlihat bahwa jumlah uang beredar di Indonesia sejak
tahun 1993 hingga 2014 mengalami peningkatan yang signifikan yaitu 2.367
persen. Kecendrungan Nilai suku bunga di Indonesia juga terlihat tinggi terutama
pada saat terjadi krisis tahun 1997 mencapai 21,82 persen seperti terlihat pada
gambar 1.3.a.
Berdasarkan gambar 1.2.b. terlihat bahwa Nilai tukar setelah tahun 1996-1999
paling tinggi pada tahun 1997-1998. Tekanan (Peningkatan) terhadap Nilai tukar
yang semakin buruk, perekembangan social politik yang memburuk, dan masalah
utang luar negeri swasta serta perkembangan kondisi moneter internasional yang
1999) . Peningkatan nilai tukar yang tajam inilah yang memacu terjadinya krisis
ekonomi Indonesia. Dan nilai tukar ini akhirnya menurun kembali di mulai tahun
2000 terjadi fluktuasi kecil beberapa kali yaitu tahun 2012, 2008 dan 2014.
Sedangkan pada gambar 1.3.b. inflasi pada tahun 1990 hingga 1996 terjaga
stabil yaitu kisaran 8,3 persen namun keadaan ini cepat membalik ketika terjadi
krisis 1997-1998. Dan pada tahun-tahun berikutnya ada beberapa titik yang
membuat inflasi mengalami lonjakan yaitu pada tahun 2005 terjadi lonjakan
inflasi dikarenakan kenaikan harga BBM dari Rp1.500,- menjadi Rp.4.500,-. Pada
tahun 2008 terjadi lonjakan inflasi dikarenakan terjadinya kenaikan harga BBM
dari Rp4.500,- menjadi Rp6.000,-. Pada tahun 2010 terjadi lonjakan inflasi
pokok. Pada tahun 2013 kembali lonjakan inflasi dikarenakan kenaikan harga
Selain variabel ekonomi di atas, variabel ekspor dan impor merupakan variabel
ekspor Indonesia memiliki nilai yang positif dari tahun 1994 hingga tahun 2014
namun karena nilai ekspor Indonesia juga hampir mendekati Nilai impor maka
Balance of Payment (BOP) tahun 2012 hingga tahun 2014 mengalami nilai
negative.
2014).
Di sisi lain, pada saat kebijakan moneter belum mampu menjaga stabilitas
perekonomian Indonesia seperti yang terjadi pada krisis global tahun 2008 telah
krisis keuangan global 2008 melalui kebijakan fiskal yang countercyclical sebagai
Interaksi yang harmonis antara kedua kebijakan ini sangat penting karena
kebijakan fiskal dan moneter yang tepat (appropriate fiscal and monetary policy).
Salah satu model ekonomi yang sesuai untuk perekonomian Indonesia adalah
dari nama penemu model tersebut yaitu, Mundell (1963) dan Fleming (1962)
dalam mempengaruhi pendapatan agregat bergantung pada regim nilai tukar yang
berlaku. Pada kurs tukar mengambang atau fleksibel (floating or flexible exchange
untuk negara yang menganut nilai tukar tetap, hanya kebijakan fiskal yang efektif
mekanisme transmisi interest rate channel, asset price channel, dan credit
bunga riil turun. Penurunan tingkat bunga riil akan meningkatkan investasi dan
menurunkan biaya modal dalam proses produksi sehingga output agregat naik.
Menurut Romer dan Romer (1990) dan Romer (1996) , mekanisme transmisi
asset price channel dari ekspansi moneter adalah peningkatan permintaan agregat
sehingga nilai tukar mata uang depresiasi, ekspor netto naik dan kemudian
Mekanisme transmisi credit channel terdiri dari bank lending channel, balance
sheet channel, cash flow channel, unanticipated price channel, dan household
ini tidak terlepas dari masalah informasi asimetris sistem perbankan sehingga
ekonomi.
pengangguran dan juga meningkatan inflasi dan juga menaikkan defisit anggaran
pemerintah. Hal inilah yang menjadi kontradiksi yaitu target kebijakan moneter
pengaruh yang lebih kecil dalam peningkatan PDB daripada kebijakan moneter.
moneter dan fiskal menjadi sangat penting dalam rangka mengantisipasi dampak
disebabkan oleh faktor internal maupun faktor eksternal serta mencari terobosan-
terobosan baru dalam peningkatan mutu dan daya saing ekonomi nasional untuk
Ada beberapa kondisi yang menjadi fenomena dalam penelitian ini yang
menjelaskan perlunya analisis kebijakan moneter dan fiskal. yaitu ketika tingkat
dengan Inflasi (INFRI) maka terlihat bahwa ketika trend tingkat suku bunga
penurunan.
yang berarti, sedangkan jika dihubungkan dengan inflasi (INFRI) maka terlihat
bahwa ketika trend jumlah uang berdar (JUBRI) meningkat maka trend inflasi
(INFRI) mengalami penurunan. berikutnya ketika trend nilai tukar Rupiah (EXR)
maka terlihat bahwa trend nilai tukar Rupiah (EXR) terdepresiasi terhadap nilai
Dollar Amerika dari periode 1980-2014 maka trend inflasi (INFRI) mengalami
penurunan.
selanjutnya trend kenaikan pengeluaran pemerintah (GE) sebesar rerata 7.4 persen
(PDBRI) maka hanya ada dikisaran 4.6 persen. dan jika dihubungkan dengan
memperparah krisis ekonomi 1997. Hal ini terlihat dari kebijakan Moneter oleh
Bank Indonesia dengan menyuntikkan dana ke perbankan, namun hal ini memicu
menyebabkan naiknya suku bunga dan secara umum menimbulkan persoalan lain
di pasar keuangan.
telah diuraikan pada latar belakang juga menunjukkan bahwa harus ada
Indonesia. Salah satu model yang dapat digunakan untuk menganalisis kebijakan
Model ini menunjukkan bahwa negara pada sistem perekonomian terbuka akan
bunga dunia sehingga mobiltas kapital dapat berjalan dengan baik. Namun, pada
kenyataannya tingkat bunga di setiap negara berbeda-beda. Untuk itu, pada model
pokok yang akan dibahas dan dijawab dalam studi ini terdiri dari:
kebijakan ekonomi dari sisi moneter (tingkat suku bunga, nilai tukar, jumlah
1.4.TUJUAN PENELITIAN
(tingkat suku bunga, nilai tukar, dan jumlah uang beredar) terhadap
1.5.MANFAAT PENELITIAN
TINJAUAN PUSTAKA
(Mankiw, 2006). Integrasi ini dapat dilihat melalui terjadinya ekspor dan impor
barang maupun jasa, serta mengalirnya modal dari suatu negara ke negara lain
melalui pasar finansial. Hal ini menyebabkan perubahan variabel ekonomi suatu
Negara akan dipengaruhi oleh perubahan variabel ekonomi Negara lain. Saat ini
dapat dikatakan hampir tidak ada negara yang menerapkan ekonomi tertutup, oleh
karena itu Model New Keynesian (IS-LM) yang menganggap bahwa guncangan
pada sisi penawaran juga penyebab fluktuasi yang penting dianggap ada beberapa
(Supriana, 2009). Hal ini mungkin disebabkan karena model New Keynesian
individu bersifat rasional dan optimis. Menurut (Romer D. , 1996) karena teori
Keynesian tidak didasari oleh fondasi ekonomi mikro maka tidak mungkin
model IS-LM kemudian dikembangkan untuk kasus ekonomi terbuka. Model IS-
17
internasional (Mankiw, 2006). Harga internasional ini bergantung pada nilai tukar
nominalnya. Nilai tukar nominal (Nominal Exchange rate) dalam hal ini,
didefinisikan sebagai nilai yang digunakan saat menukar mata uang suatu Negara
dengan mata uang Negara lain. Berdasarkan nilai tukar ini, mata uang suatu
Negara dapat meningkat (apresiasi) atau juga dapat melemah (depresiasi) terhadap
Menurut (Krugman, 1979) nilai tukar merupakan salah satu hal terpenting dalam
uang suatu Negara mengalami depreasiasi, nilai ekspornya akan menjadi murah
bagi pihak luar dan akan memicu terjadinya peningkatan permintaan atas demand
negeri. Sedangkan nilai impor bagi penduduk dalam negeri akan menjadi mahal.
Sebaiknya, jika mata uang Negara tersebut mengalami apresiasi maka akan
Berdasarkan uraian diatas, jelas bahwa nilai tukar berpengaruh langsung terhadap
(BOP) merupakan jumlah dari Neraca berjalan (Neraca Perdagangan) atau dikenal
juga sebagai Current account dan Neraca Modal atau Capital account (Scarth,
Negara pada suatu periode waktu. Cadangan devisa ini merupakan salah satu
indikator yang sangat penting untuk menunjukkan seberapa kuat atau lemahnya
netto, karena modal yang masuk (capital flow) merupakan pinjaman yang harus
Jika pada model IS-LM menjelaskan model perekonomian tertutup maka model
Bank Balance Sheet), sehingga model ini sering disebut juga dengan model IS-
disintesa menjadi Model Mundell’s dan Model Fleming’s sehingga model tersebut
Dalam perekonomian terbuka sebagian output dijual untuk domestik dan sebagian
adalah:
Diubah menjadi
Persamaan:
…………………………………. Pers.2.3
…………………Pers.2.4
domestik tidak perlu sama dengan output barang dan jasa. Jika output melebihi
pengeluaran domestik, kita mengekspor perbedaan itu: ekspor neto adalah positif.
Jika output lebih kecil dari pengeluaran domestik, kita mengimpor perbedaan itu :
perekonomian terbuka
balance), S – I adalah arus modal keluar neto (net capital outflow), terkadang
disebut juga investasi asing neto (net foreign investment). Arus modal keluar neto
dikurangi jumlah dana yang dipinjamkan orang asing kepada kita. Jika arus modal
keluar neto adalah positif, maka tabungan nasional kita melebihi investasi dan kita
meminjamkannya kepada pihak asing. Sebaliknya jika arus modal keluar neto
meminjam dari luar negeri. Jadi arus modal keluar neto ini mencerminkan arus
Model Mundell- Fleming ini menekankan interaksi antara pasar barang dan pasar
uang. Keduanya juga mengasumsikan bahwa tingkat harga adalah tetap dan
Model Mundell Fleming membuat suatu asumsi penting dan ekstrem yaitu :
di pasar keuangan dunia dan, sebagai akibatnya tingkat bunga perekonomian (r)
ditentukan oleh tingkat bunga dunia (r*). Secara matematis, kita bisa menulis
r=r* ………………………………………Pers.2.8
r=r*+ …………………………………….Pers.2.9
b. Perpotongan keynesian
Pe
Pengeluaran
ng aktual
el
ua
ra
n
Pengeluaran
yang
direncanakan
Y2 Y1
e2 e2
e1
e1
NX IS*
Kurva IS* diderivasi dari kurva ekspor-neto dan perpotongan Keynesian. Dari
gambar 2.1 di atas, (a) menunjukan kurva ekspor-neto : kenaikan kurs dari e1 ke e2
Y2. (c) menunjukkan kurva IS* yang meringkas hubungan antara kurs dan
Derivasi Kurva LM*, Dari sisi pasar uang, kondisi ekuilibrium pasar uang dan
permintaan L(r*,Y). Keseimbangan pasar uang adalah pada saat permintaan akan
a. Kurva LM
Tingkat bunga,r)
LM
r=r*
b.Kurva LM*
kurs,e)
LM*
3. Slope dari kurva BP tergantung pada level dari mobilitas Kapital (Capital
Mobility) :
5. Kita asumsikan bahwa tingkat bunga dapat diamati setiap saat sehingga
pers.2.10
pers.2.11
pers.2.12
Dengan melakukan differensial total terhadap persamaan 2.10, maka didapat hasil
sebagai berikut:
, jika
dikelompokkan menjadi:
, jika
disederhanakan menjadi:
Jika:
menjadi h. pers.2.13
Dengan melakukan differensial total terhadap persamaan 2.11, maka didapat hasil
sebagai berikut:
, sehingga menjadi:
pers.2.14.
Dengan melakukan differensial total terhadap persamaan 2.12, maka didapat hasil
sebagai berikut:
, jika
disederhanakan menjadi:
pers.2.15
Berdasarkan persamaan total differensial pada persamaan 2.13, 2.14 dan 2.15,
Pada ekonomi terbuka, jika ekspor riil lebih tinggi dari impor riil maka output
agregat lebih besar dari konsumsi. Perilaku rumahtangga dan perusahaan dalam
pajak, inflasi dan pendapatan (Blanchard and Fischer, 1989; Romer, 1996; Barro,
pajak dan tingkat harga umum atau inflasi adalah negatip. Penurunan tingkat
pajak dan harga umum atau inflasi secara langsung akan meningkatkan daya beli
Perilaku konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh besaran disposable income dan
pajak kepada Pemerintah. Sementara itu, suku bunga simpanan riil menunjukkan
opportunity cost masyarakat dalam memegang uang. Suku bunga yang meningkat
Globalisasi ekonomi dapat dijelaskan oleh arus nilai komoditas dan jasa yang
masuk dan keluar dari suatu negara. Ekspor dan impor dipisahkan antara ekspor
ke daerah lain dan impor dari daerah lain serta ekspor ke luar negeri dan impor
dari luar negeri. Nilai tukar efektif riil daerah ditentukan oleh nilai tukar mata
uang, indeks harga impor domestik dari luar negeri dan indeks harga ekspor
luar wilayah pabean, sedangkan impor adalah memasukan barang dari luar ke
dalam wilayah pabean. Sehingga ekspor dapat diartikan adalah suatu kegiatan
diperdagangkan kepada daerah atau negara lain. Suatu negara dapat mengeskpor
impor dapat diartikan sebagai kegiatan membeli barang dan jasa dari luar daerah
atau luar negeri. Sehingga dapat dikatakan bahwa ekspor- impor dapat merupakan
akibat dari adanya interaksi antara permintaan dan penawaran yang bersaing.
Permintaan (demand) dan penawaran (supply) akan tampak dalam bentuk yang
dikenal serta merupakan suatu interaksi dari kemungkinan produksi dan preferensi
murah dan mengimpor komoditas yang dihasilkan lebih mahal dalam penggunaan
pemerintah justru memberikan kerugian yang lebih besar bagi masyarakat dalam
negeri dibandingkan manfaat yang diterima. Volume ekspor suatu komoditas dari
negara tertentu ke negara lain merupakan selisih antara penawaran domestik dan
permintaan domestik yang disebut kelebihan penawaran (excess supply). Pada sisi
lain, kelebihan penawaran dari negara tersebut merupakan permintaan impor bagi
oleh faktor-faktor pasar dunia seperti harga komoditas itu sendiri, jumlah
komoditas itu sendiri dan komoditas substitusinya di pasar internasional serta hal-
hal yang dapat mempengaruhi harga baik secara langsung maupun tidak langsung
( Salvatore, 1997).
Nilai tukar adalah harga dari suatu mata uang dalam mata uang Negara lain,
misalnya nilai rupiah setelah dikonversi dalam dollar AS. Mishkin (2004)
menyatakan bahwa exchange rate is the price of one currency in terms of another.
Sedangkan menurut (Thobarry, 2009) Nilai tukar suatu mata uang atau kurs
adalah nilai tukar mata uang suatu Negara terhadap Negara asing lainnya. Nilai
depresiasi dan apresiasi. Depresiasi mata uang rupiah terhadap dollar AS artinya
uang asing seperti rupiah maka barang-barang dari Indonesia menjadi relatif
murah untuk orang-orang Amerika dan barang-barang Amerika relatif mahal bagi
bagi orang-orang Amerika dan barang-barang Amerika menjadi lebih murah bagi
orang-orang Indonesia.
Efek perubahan nilai tukar juga mempengaruhi inflasi maupun output dan
(2001) “like the price of my good or assets in free market, exchange rates are
Miskhin adalah bahwa sebagaimana halnya dengan harga suatu barang dan jasa di
dalam mekanisme pasar bebas, nilai tukar mata uang suatu Negara juga ditentukan
oleh interaksi antara permintaan dan penawaran. Menurut (Muchlas & Alamsyah,
2015) ada beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan nilai tukar yaitu:
tingkat inflasi, suku bunga, Jumlah uang beredar, Balance of Payment (BOP).
Selanjutnya adalah bagaimana nilai tukar ditentukan dalam jangka panjang dan
bagaiamana nilai tukar ditentukan dalam jangka pendek. Untuk dapat memahami
nilai tukar dalam jangka panjang maka perlu diketahui tentang penjelasan
mengenai hukum satu harga (the law of one price). Hukum ini menjelaskan
bahwa jika dua Negara menghasilkan barang yang relatif sama, dan biaya
barang seharusnya sama di seluruh dunia, tidak peduli Negara mana yang
menghasilkannya.
Menurut Mishkin (2001) misalnya harga baja di Amerika Serikat adalah $ 100 per
ton dan baja Jepang yang sama harganya 10.000 yen per ton. Jika hukum Satu
Harga terpenuhi, maka nilai tukar antara yen Jepang dan Dollar AS seharusnya
100 yen per dollar AS atau $0,01 per yen sehingga satu ton baja Amerika dijual
seharga 10.000 yen di Jepang (harga dari baja Jepang) dan satu baja Jepang dijual
dengan harga $ 100 di Amerika Serikat (harga dari baja Amerika). Jika nilai
tukar-nya berubah menjadi 200 yen per dollar AS, maka baja Jepang akan dijual
seharga $50 per ton di Amerika atau setengah dari harga baja Amerika dan baja
Amerika dijual seharga 20.000 yen per ton di Jepang atau dua kali dari harga baja
Jepang.
Teori penentuan nilai tukar dalam jangka panjang mengacu pada teori Paritas
Daya Beli (Purchasing Power Parity), “it state that exchange rates between any
two curries will adjust to reflect changes in the price levels of two countries atau
nilai tukar (kurs) antara dua mata uang akan melakukan penyesuaian yang
Menurut Miskhin (2008) teori Paritas Daya Beli (PPP) merupakan aplikasi teori
hukum satu harga pada tingkat harga secara keseluruhan, bukan harga dari satu
11.000 yen atau 10% relatif terhadap harga baja dalam dollar AS (harga tidak
berubah yakni tetap sebesar $100. Menurut Miskhin, jika hukum Satu Harga
terpenuhi, maka kurs akan naik menjadi 110 yen per dollar AS, dalam hal ini
tingkat harga di kedua Negara menghasilkan teori PPP yang menyatakan jika
tingkat harga di Jepang akan naik 10% relatif terhadap tingkat harga di AS, maka
dollar AS akan mengalami penguatan (apresiasi) sebesar 10% atau sebaliknya yen
Menurut Mishkin (2008), bahwa nilai tukar dalam jangka pendek merupakan
harga dari asset domestic (misalnya deposito bank, obligasi, saham yang
didenominasikan dalam mata uang domestik) yang dinyatakan dalam asset luar
negeri.
Implementasi Model ini bergantung pada Sistem Nilai Tukar yang dianut suatu
Berdasarkan hal tersebut ada tiga hal yang dibahas dalam teorema ini yaitu Fixed
Exchange Rate in the Impact Period (Short Run), Fixed Exchange Rate in Full
Rate dengan tidak adanya intervensi Bank Sentral pada pasar valas menunjukkan
bahwa tidak ada aset yang diperdagangkan. Sehingga, tidak ada perubahaan aset
pada suatu periode waktu, untuk itu tidak perlu membedakan antara kondisi
pers.2.16
Dari persamaan diatas terlihat bahwa model pada sistem nilai tukar tetap stabil
Adapun efek multiplier dari kebijakan Fiskal dan Moneter pada sistem nilai tukar
Dalam Kondisi Full Equilibrium, Balance Payment , hal ini karena dalam
kondisi Long Run, variabel endogen didefinisikan tetap konstan, jadi dan
menyebabkan kurva LM tidak bergerak. Variabel endogen model pada system ini
pers.2.19
Berdasarkan persamaan total differensial pada persamaan 2.13, 2.14 dan 2.19,
Kebijakan fiskal:
= pers.2.20
pers.2.22
Berdasarkan persamaan total differensial pada persamaan 2.13, 2.14 dan 2.19,
Dengan Determinan ,
sehingga beberapa efek multiplier yang dihasilkan terlihat seperti dibawah ini:
Kebijakan Fiskal = )
pers.2.23
Kebijakan moneter = )
pers.2.24
pers.2.25
pers.2.26
pers.2.27
pers.2.28
pers.2.29
pers.2.30
pers.2.31
pers.2.32
pers.2.33
pers.2.33
pertumbuhan output domestik karena depresiasi nilai mata uang lokal yang
dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat
disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas atau mengakibatkan kenaikan pada
harga barang dan jasa lainnya. Inflasi dapat terjadi karena kelebihan permintaan
terus menerus dari barang dan jasa secara umum, bukan satu jenis barang saja dan
sesaat. Oleh sebab itu peningkatan harga secara sporadis bukan inflasi
Model penawaran agregat atau Phillips curve dari Lucas banyak digunakan
sebagai alat analisis inflasi optimal untuk meminimumkan social loss function
(Lippi, 1993; Rogoff, 1985, Obstfeld and Rogoff, 1996; Romer, 1996). Dalam
dimana *t adalah core or underlying inflation atau ekspektasi inflasi yang
underlying inflation, karena sumber inflasi ini akan hilang jika deviasi tingkat
pertumbuhan ekonomi dan deviasi tingkat pengangguran tidak ada. Oleh sebab itu
baseline inflation [t] terdiri dari komponen menetap dari core or underlying
inflation [*t] dan komponen temporer dari core or underlying inflation [ (yt - y)
- (ut - u)], serta noise inflation [St] yang bersumber dari supply shock dan
demand shock.
tertimbang ekspektasi inflasi dan inflasi periode sebelumnya [et + (1-) t-1].
inertia in wage dan price inflation. Oleh sebab itu baseline inflation juga dapat
menetap dari core or underlying inflation adalah inflasi periode sebelumnya [t-1]
dan komponen temporer dari core or underlying inflation [ (yt - y) - (ut - u)],
Tiga konsep atau model (2.34)-(2.36) tentang komponen menetap dari core
inflation terdiri dari komponen menetap [*t] dan komponen temporer dari core or
core or underlying inflation terdiri dari komponen menetap [ et + (1-) t-1] dan
core or underlying inflation terdiri dari komponen menetap [t-1] dan komponen
temporer [ (yt - y) - (ut - u)]. Dari ketiga konsep ini ukuran core or underlying
teori permintaan uang yang dibahas yaitu teori permintaan uang yang
dikemukakan oleh John Maynard Keynes serta teori permintaan uang yang
John Maynard Keynes sependapat dengan para ekonom klasik tentang fungsi uang
sebagai alat tukar dan sebagai konsekuensi dari adanya permintaan uang untuk
wealth) yang jumlahnya ditentukan oleh tingkat suku bunga dan tingkat
dengan aliran klasik adalah bahwa Keynes lebih menekankan pada pentingnya
terhadap pengaruh faktor suku bunga terhadap keinginan memegang uang inilah
keuntungan.
di sisi lain, golongan moneterisme yang disponsori oleh Milton friedman memiliki
pandangan yang berbeda tentang teori permintaan uang. Menurut Friedman, teori
permintaan uang merupakan bagian integral dari teori modal atau teori tentang
potfolio asset. Menurut Friedman, teori permintaan uang dapat ditinjau dari dua
sudut pandang, yaitu (1) sudut pandang individu dan (2) sudut pandang pemilik
jika ditinjau dari sudut individu, maka permintaan uang dalam nilai riil
seseorang;
4. Utility yang diperoleh dari memegang uang relatif terhadap utilitas yang
Jika ditinjau dari pemilik perusahaan, maka fungsi permintaan uang individu akan
terhadap fungsi permintaan uang karena jumlah aset produktif yang dimiliki oleh
(tiga) hal. ketiga hal itu merupakan pandangan dari kaum klasik yang menjadi
dasar teori kuantitas uang, baik yang tradisional maupun yang modern. Pendapat
itulah yang mendapat resistansi dari aliran Keynesians. Ketiga hal yang dimaksud
peranan wealth dalam fungsi konsumsi atau dengan kata lain Keynes tidak
jangka panjang serta memiliki dua karakter, yaitu (i) mengganti proses
continue menjadi tahapan seri yang discrete dan (ii) jika terjadi gangguan
Keseimbangan baru terjadi setelah adanya gangguan pada tingkat harga baru
tapi dengan mengubah asumsi kedua. Menurut Keynes, variabel yang dapat
berubah dengan cepat adalah variabel kuantitas dan bukan tingkat harga.
Keynes in the long run we are all dead. Dalam jangka pendek tingkat harga
sukar berubah (kaku) sehingga perubahan yang cepat justru terjadi pada
variabel kuantitas.
tingkat harga pada masa akan datang dan jumlah uang yang diminta
tergantung pada hubungan antara tingkat bunga saat ini dan tingkat bunga
jumlah uang beredar akan mempengaruhi tingkat suku bunga. perubahan tingkat
suku bunga berpengaruh pada profitabilitas dan kegiatan investasi yang pada
pada elastisitas permintaan uang terhadap tingkat suku bunga dan pada
tingkat suku bunga. Peningkatan jumlah uang beredar akan menimbulkan reaksi
normal. Perubahan jumlah uang beredar akan menyebabkan harga aset meningkat
dan tingkat bunga menurun. Akibatnya, akan merangsang pengeluaran baik untuk
dan memelihara stabilitas nilai rupiah yang salah satunya tercermin dari tingkat
inflasi yang rendah dan stabil. Untuk itu Bank Indonesia Menetapkan suku bunga
dan stabil. Namun jalur atau transmisi dari sejak keputusan perubahan BI rate
sangat kompleks dan memerlukan waktu tunda (time lag) yang berbeda antara
ekonomi dan bisnis regional melalui interest rate channel, asset price channel,
dan credit channel (Mishikin, 1996; 2001). Menurut Bernanke and Blinder
(1992), mekanisme transmissi interest rate channel dari ekspansi moneter adalah
penurunan tingkat bunga riil. Penurunan tingkat bunga riil akan meningkatkan
investasi dan menurunkan biaya modal dalam proses produksi sehingga output
agregat naik.
Ada lima (5) jalur kebijakan moneter yaitu: pertama, jalur suku bunga (interest
rate channel). Jalur suku bunga menekankan peranan perubahan struktur suku
instrumen moneter (BI rate) yang akan berpengaruh pada perkembangan suku
bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB), suku bungan deposito dan suku bunga
konsumsi dan investasi. Pengaruh suku bunga terhadap konsumsi terjadi karena
effect) dan suku bunga kredit sebagai pembiayaan konsumsi (substitution effect).
Sedangkan pengaruh suku bunga terhadap investasi terjadi karena suku bunga
kredit merupakan komponen biaya modal (cost of capital). Pengaruh suku bunga
peningkatan penawaran agregat maka akan terjadi output gap, tekanan output gap
moneter.
M r i y
M E[p] r i y
dimana:
M = stok uang nominal,
r = tingkat bunga riil,
E[p] = ekspektasi tingkat harga,
i = investasi riil, dan
y = output agregat riil.
Kedua, Jalur Nilai Tukar (Exchange Rate Channel), kenaikan BI rate akan
mendorong kenaikan selisih antara suku bunga di Indonesia dan luar negari,
keuangan di Indonesia seperti sertifikat Bank Indonesia (SBI). Jika terjadi aliran
masuk modal asing (capital inflow), maka rupiah bisa mengalami penguatan
seperti SBI karena mereka akan mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih
tinggi. Aliran modal masuk asing ini pada gilirannya akan mendorong apresiasi
nilai tukar rupiah. Apresiasi rupiah mengakibatkan harga barang impor lebih
murah dan harga barang ekspor kita di luar negeri menjadi lebih mahal atau
ekonomi dan kegiatan perekonomian. Mekanime trasmisi dengan jalur nilai tukar
M r E NX y
dimana:
Ketiga, Jalur Harga Aset (Asset Price Channel), Perubahan BI rate juga dapat
suku bunga akan menurunkan harga asset seperti properti, saham dan obligasi.
konsumsi dan investasi juga akan menurun sehingga laju perekonomian yang
Keempat, Jalur Kredit (credit channel), trasmisi kebijakan moneter melalui jalur
dalam bentuk uang beredar (M1 dan M2) oleh perbankan semuanya disalurkan
sebagai kredit kepada dunia usaha. Perubahan instrumen kebijakan moneter (SBI)
dampak berikutnya terhadap sektor riil dan inflasi yang terjadi melalui dampak
kebijakan melalui jalur ekspektasi inflasi dimulai dari perubhan instrumen BI rate
akan berpengaruh terhadap nilai tukar dan selanjutnya ekspektasi inflasi (EINF).
yang terjadi karena dampaknya terhadap suku bunga riil yang menjadi
dan pengeluaran Negara, disamping pengaruh dari selisih antara penerimaan dan
Pembayaran.
dalam kondisi resesi, perekonomian yang berbasis mekanisme pasar tidak akan
mampu untuk pulih tanpa intervensi dari Pemerintah. Kebijakan moneter tidak
kepada penurunan suku bunga sementara dalam kondisi resesi tingkat suku bunga
dampak kebijakan fiskal pada ekonomi terdiri dari dampak jangka pendek dan
dampak jangka panjang. Dampak jangka pendek adalah pengaruh awal atau
langsung dari kebijakan itu sendiri, sedangkan dampak jangka panjang adalah
pengganda (multiplier effect) dari kebijakan tersebut. dalam jangka pendek, jika
subsidi BBM yang menjadi salah satu komponen pengeluaran rutin APBN, maka
akan berdampak terhadap penurunan output (Y↓). secara matematis dapat ditulis
bahwa :
pers.2.37
karena output atau PDB meningkat, namun juga berdampak terhadap peningkatan
inflasi, karena sesuai dengan hukum ekonomi bahwa jika permintaan meningkat,
sementara penawaran tetap, maka akan membuat harga naik lewat efek kelebihan
permintaan. Adapun jalur transmisi kebijakan fiskal dapat dilihat seperti dibawah
ini:
kebijakan fiskal ekspansif juga mendorong kenaikan suku bunga yang disebabkan
oleh peningkatan permintaan kredit yang didorong oleh kenaikan pendapatan. jika
kenaikan suku bunga terlalu tinggi, maka akan berdampak negatif terhadap
dari turunnya investasi dan konsumsi adalah terjadi penurunan laju pertumbuhan
PDB. Jika penurunan laju PDB akibat penurunan investasi sama besarnya dengan
maka efek dari kebijakan fiskal tersebut menjadi nol atau terjadi crowding out.
crowding out dapat terjadi melalui nilai tukar. Tingkat suku bunga yang tinggi
akan menarik capital inflow sehingga terjadi apresiasi pada nilai tukar dan
Besaran pengaruh crowding out melalui suku bunga dan nilai tukar dipengaruhi
oleh beberapa faktor dalam kerangka IS-LM. Crowding out melalui jalur suku
bunga akan lebih besar apabila investasi sensitif terhadap perubahan tingkat suku
bunga. Semakin sensitif permintaan akan uang terhadap perubahan suku bunga
dibandingkan terhadap perubahan pendapatan maka akan semakin besar pula efek
crowding out. Tingkat crowding out juga dipengaruhi oleh fleksibilitas harga.
nilai fiskal multiplier khususnya pengaruh dari rezim nilai tukar. Dalam
Sampai saat ini, formulasi yang komprehensif tentang teori country risk masih
that the country’s borrowers will default on their loan repayments because of
political or economic turmoil”. Dengan kata lain bahwa country risk adalah
pemberikan tingkat bunga pinjaman yang lebih tinggi sebagai kompensasi resiko
gagal bayar yang diakibatkan oleh kemelut ekonomi maupun politik satu Negara.
r = r* +
Premi risiko ditentukan oleh risiko politik memberi pinjaman di sebuah negara
dan perubahan yang diharapkan pada kurs riil. Premi risiko Negara berpengaruh
pada tingkat utang, bahwa kenaikan risiko Negara akan berdampak pada kenaikan
Untuk menguji signifikansi human capital, maka dapat dilihat spesifikasi dari
Yt K t H t ( At Lt )1 ; dengan 0 , 0 , 1 (2.37)
Dimana Yt, Kt, Ht, Lt adalah output, modal fisik, human capital, tenaga kerja dan
faktor penentu yang eksogen adan mengikuti aturan diminishing marginal return.
K t s k Yt (2.38)
Sk merupakan bagian dari output yang ada pada akumulasi modal fisik, dengan
asumsi tidak ada depresiasi. Begitu juga dengan A dapat dituliskan sebagai:
A t gAt (2.40)
Dan untuk human capital dapat juga dimodel seperti akumulasi modal fisik,
sehingga menjadi:
H t s H Yt (2.41)
analisis pada model solow. Perbedaan utamanya adalah kalau pada solow yang
bersifat dinamis hanya modal fisik. Sekarang, modal fisik dan manusia dianggap
yt k t ht (2.42)
K Kt
kt t [ At Lt Lt A t ]
At Lt [ At Lt ]2
sY K L A
kt k t t [ t t ]
At Lt At Lt Lt At
k s y (n g )k
t k t t (2.43)
Dengan menggantikan yt dengan variabel modal fisik dan human capital dinamis
sebagai berikut:
Ketika ht 0 maka s H k t ht (n g )ht atau dapat juga dituliskan menjadi:
sk k * h* (n g )k * (2.47)
Kalau kedua persamaan 2.47 dan 2.48 dilogaritmakan maka akan menghasilkan
ln sk ln k * ln h* ln(n g ) ln k *
ln sk ln k * ln h* ln(n g ) ln k * (2.49)
ln s H ln k * ln h* ln(n g ) ln h* (2.50)
ln k * ln k * ln sk ln h* ln(n g ) (2.51)
ln h * ln h* ln s H ln k * ln(n g ) (2.52)
Sehingga:
1 1
ln k * ln k* ln s k [ ln s H ln k * ln( n g )] ln( n g )
1 1 1
ln k * ln k* ln s k ln s H ln k * ln( n g ) ln( n g )
1 1 1
ln k * ln k * ln k* ln s k ln s H ln( n g ) ln( n g )
1 1 1
1 1 1
ln k * ( ) ln k * ln k * ln s k ln s H
1 1 1 1 1
1
ln( n g ) ( ) ln( n g )
1 1
ln k * ln k * ln k * ln k * ln k* (1 ) ln s k ln s H
ln( n g ) ln( n g ) ln( n g )
dan jika persamaan diatas disederhanakan maka akan diperoleh:
(1 ) ln k * (1 ) ln s k ln s H ln( n g ) (2.53)
1 1
ln k * ln s k ln s H ln( n g )
1 1 1
Dengan cara yang sama dengan modal fisik maka akan diperoleh ln h*, yaitu
1 1
ln h* ln s k ln s H ln( n g ) (2.54)
1 1 1
akan menghasilkan:
ln y* ln s k ln s H ln( n g ) (2.55)
1 1 1
tabungan stok modal fisik perkapita, tabungan stok modal manusia perkapita akan
meningkatkan stok modal fisik perkapita, stok modal manusia perkapita dan
Aspek lain yang menarik untuk diamati selain alur hubungan jangka panjang,
adalah alur hubungan jangka pendek yang menunjukkan perilaku variabel yang
yang diamati selalu dalam keseimbangan, atau dalam tingkat yang diinginkan.
yang lain tidak terjadi secara langsung. Perlu proses dan waktu untuk berubah dari
Secara ekonometrik proses dan waktu untuk berubah dari keseimbangan yang satu
dalam model. Perubahan dari keseimbangan yang satu ke keseimbangan yang lain
yang membutuhkan proses dan waktu disebabkan tiga alasan pokok (Gujarati,
2003). Ketiga alasan itu adalah alasan psikologis, teknologi, dan institusional.
teknologi yang sesuai dengan kemajuan zaman pada waktu itu. Teknologi tidak
contoh adalah, bahwa aturan kontrak kerja menghambat seorang pekerja untuk
mendapatkan pekerjaan yang baru yang menawarkan gaji yang lebih tinggi dan
karier yang lebih baik, karena pekerja itu terikat kontrak kerja dengan pekerjaan
baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Metode Error
samping itu atas tiap variabel diperkirakan juga terdapat dinamika jangka pendek.
diketahui, terdapat beberapa metode untuk menguji ada atau tidaknya kointegrasi,
Bretton Woods. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi sumber
fluktuasi mata uang dalam Perekonomian Australia sejak gagalnya aliran Bretton
Woods.
Ortiz and Rodriguez (2002) telah melakukan kajian tentang country risk and the
penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana deficit fiscal dan cadangan
Model pada Ekonomi terbuka kecil dengan tujuan melihat kondisi Kroasia dari
untuk melihat pengaruh shocks kebijakan fiskal dan moneter dalam jangka
shock kebijakan fiskal bersifat permanen dan negatif terhadap inflasi dan direspon
ekonomi.
(Cui & Fang, 2010) telah melakukan kajian tenang analisis koordinasi kebijakan
Juono (2013) telah melakukan penelitian tentang model kebijakan moneter dalam
(dengan lag), disisi lain kebijakan moneter bank sentral di luar negeri diikuti oleh
analisis dan teknik peramalan yang disebut Short-term Forecasting Model for
untuk skenario kebijakan yang disebut General Equilibrium Model for Indonesia
[GEMBI].
Komparatif Model dan Variabel Penelitian Terdahulu dengan Penelitian Ini dapat
Judul Publikasi
kebijakan moneter dan moneter dan fiskal di metode dynamic pemerintah (kebijakan
fiscal di Indonesia: Indonesia dari tahun game dengan lost fiskal) dan BI
BI (kebijakan moneter
(noncooperative game)
Monetary and Fiscal efektivitas kebijakan Two State Least memberikan hasil yang
Judul Publikasi
mengoptimalkan
atau variasinya.
3 Konuki, 2000. The Bagaimana analisis Analisis yang Bahwa hasilnya ada
effect of Monetary and secara empiris digunakan adalah dua perbedaan yang sangat
small open economy: fiskal dan moneter struktural Fleming klasik dan
moneter (fiskal)
terdepresiasi (apresiasi)
tertentu, adan
permintaan agregat
akan mengalami
kontraksi untuk
selanjutnya secara
menuju jalur
keseimbangan.
and Monetary Policy kebijakan fiskal dan digunakan adalah bahwa kebijakan fiskal
Judul Publikasi
and Implication For pada saat dan pasca aktivitas quasi fiscal dominan dalam
dalam Inflation
Targeting Framework
(ITF) di Indonesia
pemerintah untuk
menjaga keberlanjutan.
Judul Publikasi
Ditemukan ada
hubungan positif
publik terhadap
GDP.
antara permintaan
uang agregat
terhadap GDP.
Ada hubungan
hutang public
rasio investasi
output gap;
Hasil empiris
menunjukkan bahwa
ekonomi brazil
dalam periode
penelitian tidak
menguatkan
hipotesis ekuivale
Ricardian.
Judul Publikasi
data since the collapse Australia sejak model diestimasi dengan ekonomi terbuka
ambruk. prediksi.
7 Javier Ortiz and Carlos Bagimana Pengaruh Model Menggunakan Kebijakan moneter
2002;Country Risk and penentu tingkat suku Model tingkat output tetapi
Argentina
kerangka teoritical
game.
Judul Publikasi
ekonomi kapitalis
Tirelli and C. Trecroci, kebijakan fiskal dan menggunakan small kebijakan moneter dan
dipengaruhi oleh
beberapa scenario
goncangan pada
dampak interaksi
fiskal terhadap
kesejahteraan social
kebijakan fiskal
bersifat eksogen.
11 Cui and Fang (2010); Bagimana hubungan Menggunakan Model Dalam Jangka Pendek;
Judul Publikasi
Fleming Model
moneter dan fiskal di kebijakan moneter struktural ekonomi pada saat menghadapi
Indonesia dan fiskal yang makro yaitu model goncangan inflasi dan
Judul Publikasi
subtitusi (kebijakan
moneter ketat-
fiskal longgar)
atau komplementer
(kebijakan moneter
ketat-fiskal ketat).
pertumbuhan penurunan
apresiasi REER
Judul Publikasi
kebijakan moneter
kenaikan BI rate,
peningkatan bunga
apresiasi FEER.
Budi (2012); Dampak terhadap output dan Vector Error terhadap hubungan
berdampak positif
terhadap pertumbuhan
ekonomi sementara
pengeluaran
pemerintah tidak.
penyesuaian jangka
pendek menunjukkan
Judul Publikasi
pengeluaran
pemerintah berdampak
sementara shock
kenaikan pajak
berdampak negatif.
Indonesia secara umum yang terdiri dari 3 (tiga) blok, yaitu (i) blok IS , (ii)
blok LM , (iii) blok BOP. Pada Gambar dibawah terlihat adanya hubungan
antara blok IS dan LM ; serta keterkaitan antara blok IS dan LM terhadap BOP.
Nilai Tukar
BI rate
Country Risk
Suku bunga
Suku bunga
dunia PDB Dunia
Disposible Income (Yd)
Human capital
(HC)
PDB(output) BOP
68
inflasi);
METODE PENELITIAN
Bentuk bagan alur proses yang dilakukan dalam penelitian ini diperlihatkan pada
Gambar 4.1. Berawal dari latar belakang, dirumuskan masalah dalam penelitian
ini. Ditunjang oleh kajian pustaka lalu ditetapkan hipotesis. Selanjutnya dilakukan
yang digunakan. Uji stasioneritas dilakukan dengan uji unit root test
model menggunakan error correction model (ECM). Dari hasil estimasi model
70
Estimasi Model
Interpretasi Hasil
Uji Hipotesis
Rekomendasi
Kebijakan
Berdasarkan desain Penelitian diatas maka data yang digunakan adalah data
Kementerian Perdagangan dan sumber lain yang terkait. Data yang digunakan
adalah data runtun waktu (time series) tahunan dengan periodel 1980-2014.
Lebih rinci, jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini
model Dharmadasa (2015) dan hanif (2010), Metode estimasi yang digunakan
adalah Two-Step Error Correction Model (ECM). Metode ECM ini relatif
sederhana, namun hasilnya terbukti relatif baik (robust). Beberapa literatur yang
dijadikan rujukan dalam penggunaan metode tersebut antara lain: Engle dan
1. Model IS:
LR:
………………………….Pers 4.3
SR:
………………………………….Pers 4.4
LR :
………………………………………Pers.4.5
SR:
4 ( 1)) ………………………………Pers.4.6
LR:
…………………………………………Pers.4.7
SR:
……………………………………….…Pers.4.8
LR:
……………Pers.4.9
SR:
………………Pers.4.10
LR: ……………..Pers.4.11
LR:
………………………………….……Pers.4.13
SR:
4 + 5 ( )
…………..…………………………….Pers.4.14
8. Persamaan Balance of Payment (BOP)
LR:
……………………………………………………………..….Pers.4.15
SR:
……………………………………….Pers.4.16
LR:
……………………………..…Pers.4.17
SR:d
……………………………...Pers.4.18
LR:
……………Pers.4.19
SR:d
…………………….…….Pers.4.20
LR:
………………………………………………………………….Pers4.21
SR:
…………………………………...Pers.4.22
yang diestimasi. Di samping itu atas tiap variabel diperkirakan juga terdapat
dinamika jangka pendek. Dengan metode ECM, kedua hal tersebut dapat
integration)-nya.
Fuller (ADF) test. Melalui pengujian tersebut, dapat diketahui jumlah unit
roots dari tiap variabel (jika ada). Mengingat kebanyakan data time series
Pada tahap ini diestimasi ‘persamaan jangka panjang’ dari berbagai variabel
dengan:
: variabel dependen
: vektor variabel penjelas
: vektor koefisien
: error term
Berdasarkan persamaan jangka panjang tersebut, dilakukan pengujian untuk
……………………………………………………….Pers. 4.24
berikut:
……………………………………………………….Pers. 4.25
Yang diuji adalah parameter . Jika kita tidak dapat menolak Ho: ,
dapat disimpulkan bahwa terdapat unit root atau tidak stasioner. Sebaliknya,
Pada tahap ini diestimasi ECM, berupa persamaan yang terdiri dari variabel-
……………..Pers.4.26
dengan:
: variabel dependen
: variabel penjelas
: koefisien error correction
: koefisien short-run dynamics
: error term
Pada tahap ini, hasil estimasi model ECM dinilai kelayakannya melalui
utama, sehingga dimungkinkan jika terdapat satu atau dua persamaan yang
tidak memenuhi uji residual tersebut. Selain itu, nilai speed of adjustment
Selain melihat hasil estimasi antar-blok yang relatif robust dan simulasi
yang konsisten, akurasi model juga penting untuk diperhatikan. Akurasi model
diukur melalui deviasi antara nilai estimasi terhadap nilai aktual. Adapun metode
dihasilkan adalah dengan Root Mean Square Error (RMSE), Mean Absolute
Error (MAE), Mean Absolute Percentage Error (MAPE) dan Theil’s Inequality
Coefficient (U-Theil). Berbagai metode ini pada dasarnya mempunyai tujuan yang
sama, yaitu untuk mengukur seberapa akurat hasil estimasi yang dilakukan
sebagai berikut:
.………………………………………………Pers.4.27
………………………………………………Pers.4.28
tersebut.
………………………………………………… Pers.4.29
………………………………Pers.4.30
dengan
Jika U-Theil = 0, maka nilai simulasi sama dengan nilai aktual (perfectly fit);
Jika U-Theil = 1, maka nilai ramalan selalu nol jika nilai aktual bukan nol;
= nilai ramalan;
4.4.Variabel Penelitian
BI rate, adalah tingkat suku bunga pinjaman /diskonto yang diberikan Bank
Indonesia kepada bank-bank umum yang mengalami kesulitan dana dalam persen.
Data diperoleh dari Bank Indonesia dalam tahunan dari tahun 1980 sampai tahun
yang terdiri dari kelompok makanan dan bukan makanan dalam Milyar Rupiah.
data di peroleh dari Badan Pusat Statistik Indonesia dalam tahunan dari tahun
sehingga siap digunakan. data diperoleh dari estimasi total penerimaan Negara
dikurangi dengan pajak. data di peroleh dari Badan Pusat Statistik Indonesia
dalam tahunan dari tahun 1980 sampai dengan tahun 2014 dalam satuan rupiah.
suku bunga deposito Indonesia. Data ini diperoleh dari data time series IMF dari
suku bunga pinjaman Indonesia. Data ini diperoleh dari data time series IMF dari
Tingkat Suku Bunga Komersial Luar Negeri (IRFRI), merupakan data tingkat
suku bunga pinjaman Amerika Serikat. Data ini diperoleh dari data time series
IMF dari tahun 1980 sampai tahun 2014, dalam satuan persen.
Nilai Tukar Rupiah (EXR), merupakan nilai tukar mata uang rupiah terhadap
dollar. Ketika EXR meningkat berarti lebih banyak jumlah rupiah yang
Data diperoleh dari data time series Bank Indonesia, dari tahun 1980 sampai
Ekspor (EXPRI), data ekspor ditentukan dari data time series ekspor Indonesia
yang diperoleh dari BPS/kemendag dalam tahunan selama tahun 1980 sampai
Impor (IMPRI), data impor ditentukan dari data time series impor Indonesia yang
diperoleh dari BPS/kemendag dalam tahunan selama tahun 1980 sampai tahun
(PMA) dan PMDN yang disetujui pemerintah. data diperoleh dari Bank Indonesia
dan Badan Pusat Statistik dalam tahunan selama tahun 1980 sampai dengan 2014,
Tingkat Inflasi (INFRI), merupakan data tingkat inflasi nasional diperoleh dari
data time series inflasi yang terjadi di Indonesia dalam tahunan dari tahun 1980
hingga tahun 2014, bersumber dari Bank Indonesia dan BPS, dalam satuan persen.
sebelumnya diperoleh dari data time series inflasi yang terjadi di Indonesia dalam
tahunan dari tahun 1980 hingga tahun 2014, bersumber dari Bank Indonesia dan
Domestik Bruto berdasarkan harga konstan dalam tahunan dari tahun 1980
hingga tahun 2014. Diperoleh dari Bank Indonesia dan BPS, dalam milyar rupiah.
Indonesia dengan negara-negara lain didunia di proxy dari net ekspor yaitu selisih
ekspor dan impor, dinyatakan dalam miyar rupiah. Data merupakan data time
series dari Bank Indonesia dalam tahunan selama tahun 1980 hingga tahun 2014.
Tingkat Resiko Negara (RN), tingkat resiko pinjaman dari suatu Negara yang
dihitung dari selisih antara tingkat bunga pinjaman Indonesia dan tingkat bunga
pinjaman U.S (Mankiew, 2009 dan Yu, 2006). Data merupakan data time series
dari tahun 1980 hingga tahun 2014 yang bersumber dari IMF.
Jumlah Uang Beredar (JUBRI), jumlah uang beredar yang mencakup uang
kartal disebut uang beredar dalam arti sempit (M1). Data ini diperoleh dari data
time series Bank Indonesia dari tahun 1980 sampai tahun 2014, dan dalam satuan
milyar rupiah .
Bekerja Selama Seminggu yang Lalu yang tamat dari diploma, S1, S2 dan S3.
Data ini diperoleh dari data BPS dari tahun 1980 sampai tahun 2014 dan dalam
satuan jiwa.
Pusat maupun transfer dana ke pemerintah daerah. data ini diperoleh dari data
BPS dari tahun 1980 sampai dengan 2014 dan dalam satuan Milyar Rupiah.
Indonesia yaitu jepang, data ini diperoleh dari data world bank dari tahun 1980
suku bunga, jumlah uang beredar, nilai tukar, pengeluaran pemerintah, dan nilai
ekspor impor (Maryatmo, 2005). Data-data yang digunakan dalam penelitian ini,
diambil dari lembaga-lembaga negara, seperti Bank Indonesia (BI), Biro Pusat
Statistik, Bank Dunia (World Bank), IMF dan lembaga lain yang terkait. Data
yang digunakan adalah data time series dalam tahunan dari tahun 1980-2014.
Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai dari seluruh final goods (barang-
barang) dan jasa-jasa yang diproduksi (servives produced) di suatu Negara dalam
satu periode tertentu (Dornbusch, Rudiger, & Fisher, 1998). PDB Atas Dasar
Harga Konstan (ADHK) menunjukkan total produksi barang dan jasa yang
dihasilkan oleh penduduk Indonesia berdasar harga pada tahun dasar tertentu.
Pada saat ini harga tahun dasar yang digunakan dalam perhitungan adalah harga
pada tahun 2000 sehingga data PDB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) tahun
dasar 1973, tahun dasar 1983, tahun dasar 1993 dan tahun dasar 2010 dikonversi
85
dampak kenaikan harga. Oleh karena itu, PDB ADHK dapat digunakan untuk
per kapita riil yang berlangsung terus-menerus yang bersumber dari dalam daerah.
suatu wilayah. Hal yang lebih penting dari pertumbuhan ekonomi adalah
kenaikan PDB sektoral, sedangkan dari sisi permintaan dapat diketahui dari
10
-5
-10
-15
1980 2014
tertinggi terjadi pada tahun 1980 yaitu sebesar 9.88 persen dan terendah pada
1998 sebesar -13.12 persen. Setelah terjadi tiga kali devaluasi rupiah yaitu pada
tahun 1978, tahun 1983 dan tahun 1986 maka perekonomian Indonesia kembali
normal pada tahun 1989. Sisi positif yang boleh dikatakan menonjol dalam
perekonomian tahun 1989 adalah stabilitas sektor moneter. Hal ini ditandai
tingkat inflasi yang rendah dan terkendali, suku bunga yang cenderung turun,
serta kurs rupiah yang relative stabil (Prasetiantono, 2005). Pertumbuhan ekonomi
yaitu dari 8.2 persen tahun sebelumnya menjadi 7.8 persen. Penurunan tingkat
ASIA yang dipicu oleh naiknya upah buruh dan turunnya permintaan dunia.
Pertumbuhan ekonomi ekonomi negatif pada tahun 1998 dipicu oleh krisis
keuangan asia yang berasal dari Thailand. Ini semua akhirnya membuat Indonesia
dilanda suatu krisis ekonomi yang besar yang diawali oleh krisis nilai tukar rupiah
BBM pada bulan Mei serta krisis keuangan global ternyata memberikan dampak
tersebut berlanjut hingga tahun 2009 yang hanya mencapai pertumbuhan ekonomi
sebesar 6,56%. Hal ini dikarenakan kualitas pertumbuhan ekonomi yang masih
belum optimal setelah terjadinya krisis keuangan global, investasi yang masih
tumbuh rendah dan di sisi sektoral sektor-sektor ekonomi yang tumbuh adalah
Pada tahun 2013 Dinamika perekonomian global juga berpengaruh pada kinerja
awal, sehingga untuk keseluruhan tahun tercatat 5,6 persen, melambat dari
tersebut bersumber dari investasi yang melambat sejak awal tahun akibat
(BankIndonesia, 2013).
ekonomi domestik pada tahun 2014. Perekonomian Indonesia tahun 2014 tumbuh
sebesar 5,0 persen, melambat dibandingkan dengan 5,6 persen pada tahun 2013
dan lebih rendah dibandingkan perkiraan pada awal tahun 2014 yaitu sebesar 5,5-
5,9 persen. Dari sisi eksternal, perlambatan tersebut terutama dipengaruhi oleh
emerging markets (EM) dan harga komoditas global, serta adanya kebijakan
adalah melalui kebijakan fiskal. Hal ini dilakukan dengan menaikkan atau
pemerintah dan pajak dalam satuan Milyar Rupiah. Kebijakan fiskal memiliki dua
Milyar Rp.
2,000,000
1,800,000
1,600,000
1,400,000
1,200,000
1,000,000
800,000
600,000
400,000
200,000
0
80 82 84 86 88 90 92 94 96 98 00 02 04 06 08 10 12 14
lebih besar dari penerimaan pajak. Penurunan yang sangat signifikan terjadi akibat
penurunan pada tahun 1998 sampai 1999 sebesar -74.18 persen. namun
Pertumbuhan pengeluaran pemerintah kembali naik pada tahun 2000 yaitu sebesar
sebelum dan sesudahnya. Hal ini dilakukan akibat terjadinya kelesuan ekonomi
setelah krisis ekonomi tahun 1997-1998. Maka dalam upaya mengurangi atau
sisi lain, besarnya jumlah dana yang dikeluarkan pemerintah ini juga di sebabkan
menurunnya nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar Amerika. Sedangkan
rata 16,6 persen dari PDB. angka ini relatif tidak berbeda Jika dibandingkan
belanja pemerintah terindikasi belum maksimal. Hal ini tampak dari penyerapan
belanja pemerintah pusat yang selalu di bawah pagu yang ditetapkan sejak tahun
2008 dan bahkan mengalami tren penurunan selama tiga tahun terakhir
(BankIndonesia, 2013).
pemerintah yang besar terutama salah satu penyebabnya adalah terjadi pada
komponen belanja barang yang terdorong oleh aktivitas pemilu. Adapun kendala
Jumlah uang beredar merupakan jumlah uang yang bersumber dari uang kartal
dan uang giral (M1). Data dimulai dari tahun 1980 hingga tahun 2014.
beredar yang terdiri dari uang kartal dan giral terus mengalami peningkatan yang
signifikan. Setiap ada gejolak ekonomi, seperti pada tahun 1983 terjadi devaluasi,
tahun 1987 terjadi devaluasi, tahun 1997 terjadi krisis ekonomi, tahun 2008 terjadi
peningkatan yang sangat signifikan. Secara grafik, tren pertumbuhan nilai JUBRI
900,000
800,000
700,000
600,000
Milyar Rp.
500,000
400,000
300,000
200,000
100,000
80 82 84 86 88 90 92 94 96 98 00 02 04 06 08 10 12 14
Dari gambar 5.3 di atas terlihat bahwa kenaikan yang paling tinggi terjadi pada
tahun 1998 yaitu sebesar 48.93 persen selanjutnya tahun 1989 yaitu sebesar 39.76
persen sedangkan kenaikan terendah terjadi pada tahun 1983 sebesar 6.29 persen
disebabkan oleh inflasi, dengan adanya inflasi maka akan menurunkan nilai uang
kebutuhan uang kartal bagi masyarakat. Peningkatan kebutuhan ini terjadi pada
periode Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri selama bulan Juli sampai dengan
minggu pertama Agustus 2013, dan pada Hari Natal dan Tahun Baru pada minggu
terakhir Desember 2013. Selain itu, kecukupan ketersediaan uang kartal juga
Minyak (BBM) bersubsidi pada tanggal 21 Juni 2013 dan pemberian Bantuan
Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) pada tahap pertama bulan Juli sampai
dengan Agustus 2013 dan tahap kedua bulan September sampai dengan Oktober
2013. Sedangkan disisi lain, perkembangan suku bunga berhubungan erat dengan
bertambah dibarengi dengan tingkat suku bunga yang menurun, dan sebaliknya
tingkat suku bunga yang tinggi dibarengi dengan jumlah uang yang sedikit
(Tambunan, 2014).
besaran variabel makro ekonomi yang lain yaitu pertumbuhan ekonomi dan
inflasi. Data dimulai dari tahun 1980 hingga tahun 2014. Fluktuasi tertinggi
terutama terjadi pada tahun 1991 sampai dengan 1994 dan 1997 sampai dengan
1998. Secara grafik trend BI rate, Suku bunga simpanan domestic (RRRPL), suku
bunga pinjaman domestik dan suku bunga pinjaman luar negeri diperlihatkan pada
Gambar 5.4.
Persen
60
50
40
30
20
10
0
1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010
Bi Rate suku bung a deposito suku bung a pinj. DN suku bung a pinj. LN
masyarakat. Adapun salah satu isi kebijakan ini adalah menghapus ketentuan suku
bungan yang telah dilaksanakan sejak 1974, berikutnya bank-bank umum bebas
Sejak 1983 suku bunga terus meningkat. Kenaikan suku bunga tersebut, selain
suatu bank untuk memperoleh dana dari pasar uang antarbank. Batas tertingginya
adalah 7.5 persen dari dana rupiah yang dikumpulkan melalui pihak ketiga.
Pada tahun 1985-1986 suku bunga mulai menurun, Hal ini dikarenakan adanya
Tahun 1987, suku bunga SBI kembali mengalami peningkatan, hal ini dilakukan
guna meredam dampak isu devaluasi dan meningkatnya spekulasi valuta asing.
peningkatan permintaan kredit. Peningkatan kredit yang tinggi dan tidak dibarengi
dengan seleksi yang ketat mengakibatkan terjadinya kredit macet perbankan tahun
1992. Kredit macet pada tahun 1992 tersebut juga didorong oleh perlambatan
penurunan. Dengan adanya kredit macet ini mengakibatkan suku bunga kembali
mengalami kenaikan.
Dampak dari krisis moneter pada tahun 1997, masyarakat melakukan penarikan
dana dari bank-bank. Agar penarikan dana simpanan dari tersebut tidak berlanjut
Nilai tukar rupiah (Exchange Rate) atau kurs adalah harga satu unit mata uang
asing dalam mata uang domestik atau dapat juga dikatakan harga mata uang
domestik terhadap mata uang asing. Pada penelitian ini digunakan dolar Amerika
menjadi mata uang asing terhadap rupiah sebagai mata uang domestik. Menurut
(Handoko, 2015) nilai tukar rupiah yang stabil akan meningkatkan kepercayaan
volatilitas nilai tukar rupiah yang tinggi akan mengurangi kepercayaan investor
makronya. Oleh karena itu, maka pada saat nilai tukar rupiah jatuh pada masa
begitu tinggi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Hal ini dilakukan murni
untuk menghambat laju kejatuhan nilai rupiah saat itu. Walaupun menurut teori
bahwa nilai tukar rupiah yang lemah dapat mendorong ekspor karena daya saing
menunjukkan hal yang berbeda, ekspor Indonesia tidak naik secara signifikan
sedangkan pada waktu yang bersamaan nilai impor dalam rupiah mengalami
dikarenakan Indonesia sudah sangat bergantung pada impor sehingga pada saat
nilai dolar mahal, Indonesia tidak semudah itu bisa mengurangi volume impor.
Adapun trend Perkembangan nilai tukar Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5.5.
.
11,000
10,000
9,000
8,000
7,000
6,000
5,000
4,000
3,000
2,000
1,000
80 82 84 86 88 90 92 94 96 98 00 02 04 06 08 10 12 14
Berdasarkan gambar 5.5 diatas, terlihat bahwa nilai tukar rupiah terus mengalami
tukar dilakukan dengan memperhatikan rata-rata laju inflasi dalam negeri dan
Negara-negara mitra dagang utama, Perkembangan suku bunga dalam dan luar
Pada tahun 1983 kurs rupiah mengalami devaluasi terhadap dollar sebesar 43,67
pembayaran (Maryatmo, 2005). Pada tahun 1984 dan 1985 nilai tukar rupiah
kembali mengalami depresiasi, hal ini diakibatkan oleh adanya gejolak pasa uang
antar bank pada bulan agustus dan september 1984. Gejolak ini dipicu oleh isu
akan terjadinya devaluasi lanjutan. Peningkatan aktivitas pasar uang antar bank
spekulasi dollar. Pada tahun 1986 terjadi kembali devaluasi nilai tukar rupiah
oleh merosotnya harga minyak dunia hingga pada tingkat yang tidak terduga
sebelumnya. Harga minyak mencapai US$ 10,00 per barel sehingga memberi
buruknya harga minyak dunia masih berlanjut hingga tahun 1987-1988 sehingga
Pada tahun 1991, sebagai akibat berlangsungnya krisis teluk, ekspor migas
melonjak sekaligus, tetapi ada kekuatan lain yang menyebabkan kenaikan tingkat
harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus disebut inflasi (Boediono,
1995). Inflasi sebagai salah satu indikator stabilitas ekonomi makro selain nilai
tukar selalu menjadi perhatian investor asing karena inflasi berkaitan dengan suku
persen
60
50
40
30
20
10
0
80 82 84 86 88 90 92 94 96 98 00 02 04 06 08 10 12 14
Berdasarkan gambar 5.6 diatas terlihat bahwa perkembangan inflasi selama kurun
waktu 1980-2014 selalu berfluktuasi, dan secara umum selalu mengikuti pola
pertumbuhan ekonomi. Dari data secara keseluruhan dapat dilihat inflasi yang
terjadi di Indonesia sebagian besar tergolong inflasi ringan (kurang dari 10%
/tahun), hanya ada tiga tahun inflasi sedang (antara 10% sampai 30 % /tahun),
Selama kurun waktu 1983-1988 angka inflasi berhasil ditekan pada kisaran 4
kebijakan moneter maupun fiskal yang dijalankan dengan baik. Kurun waktu
kenaikan biaya produksi yang disebabkan kenaikan harga BBM. Tahun 1992
inflasi sempat mengalami penuruan diangka 4.94 persen. Penurunan inflasi terjadi
moneter dan disertai stabilitas penawaran aggregate. Namun pada akhir tahun
1992 dan memasuki tahun 1993 inflasi kembali mengalami kenaikan menjadi 9.77
persen. Kenaikan ini terjadi karena adanya kenaikan harga-harga bahan makanan
akibat banjir di pulau jawa. Disamping itu kenaikan harga BBM, tariff angkutan,
tarif listrik dan harga patokan gabah yang juga memicu kenaikan inflasi pada
Pada tahun 1994-1995 inflasi mengalami penurunan sedikit namun masih tinggi.
produksi dan distribusi kebutuhan pokok, serta karena adanya penguatan mata
uang yen terhadap dollar. Inflasi pada tahun 1996 kembali menurun mencapai
permintaan dalam negeri dan rendahnya kenaikan harga bahan makanan di sisi
terjadinya kenaikan inflasi menjadi 11.05 persen dan terus mencapai puncaknya
pada tahun 1998 yaitu 77.63 persen. Sejak saat itu secara perlahan tingkat inflasi
dapat ditekan kembali sehingga pada tahun 1999 inflasi sudah pada nilai 2.01
persen. Pada akhir tahun 2000 sampai awal tahun 2002 perekonomian memburuk
harga BBM, tarif dasar listrik, dan tarif telpon secara bersamaan. Selanjutnya
tingkat inflasi secara perlahan kembali turun. Namun pada tahun 2005 tingkat
inflasi kembali mengalami kenaikan menjadi 17.11 persen hal ini disebabkan oleh
tingkat inflasi secara perlahan kembali turun. Hanya kenaikan harga BBM dari
naik menjadi 11.06 persen. Selanjutnya inflasi juga mengalami kenaikan pada
tahun 2010 menjadi 6.96 persen setelah pada tahun 2009 hanya 2.78 persen, hal
ini diakibatkan oleh gangguan cuaca yang berpengaruh pada kenaikan biaya
produksi. Pada tahun 2013 inflasi kembali naik menjadi 8.34 persen yang
perdagangan ekspor, impor, dan aliran keluar masuk modal dari dan ke suatu
Secara grafik tren pertumbuhan nilai Ekspor, Impor dan BOP diperlihatkan pada
Gambar 4.7.
[Juta $]
240,000
200,000
160,000
120,000
80,000
40,000
-40,000
80 82 84 86 88 90 92 94 96 98 00 02 04 06 08 10 12 14
Gambar 5.7 Perkembangan Ekspor, Impor dan Balance Of Payment tahun 1980-2014
didominasi oleh ekspor migas. Tetapi sejak tahun 1987 terjadi pergeseran dimana
pertumbuhan didominasi oleh komoditi non migas. Pergeseran ini terjadi setelah
Pada tahun 1998 nilai ekspor non migas telah mencapai 83,9 persen dari total nilai
ekspor Indonesia. Jika dibandingkan tahun 1997 peran nilai ekspor non migas
tersebut meningkat dimana pada tahun 1997 peran ekspor non migas tercatat
sebesar 78,3 persen. Sedangkan total nilai ekspor Indonesia pada tahun 1998
sebesar 48.847,6 juta US dolar menurun 8,6 persen jika dibandingkan tahun 1997
(53.443,6 juta US dolar). Hal ini berkaitan erat dengan krisis moneter yang
melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997. Pada tahun 1998 nilai ekspor
non migas Indonesia mencapai 40.975,5 juta US dollar atau mengalami penurunan
Dampak krisis moneter sangat berpengaruh sekali terhadap nilai impor Indonesia.
Nilai impor Indonesia yang selama ini selalu menunjukkan peningkatan pada
tahun 1997 mulai menurun. Pada tahun 1996 nilai impor tercatat sebesar 42.928,5
juta US dolar, pada tahun 1997 sedikit menurun menjadi 41.679,8 juta US dolar.
Pada tahun 1998 nilai impor tersebut kembali mengalami penurunan yang cukup
tajam menjadi 27.336,9 juta US dolar atau mengalami penurunan sebesar 34,4
Sejalan dengan pengaruh kuat kontraksi ekonomi global, ekspor barang pada
tahun 2009 mengalami penurunan tajam. Pada tahun 2009, ekspor barang tercatat
119,5 miliar dolar AS, atau mengalami pertumbuhan negatif 14,97 persen
dibandingkan dengan tahun 2008. Pertumbuhan negatif ekspor barang itu terjadi
baik di ekspor migas maupun ekspor nonmigas. Pada tahun 2009, Impor mencatat
impor barang itu terjadi baik pada migas dan nonmigas. Di sisi lain,
Perkembangan neraca transaksi berjalan serta neraca transaksi modal dan finansial
mencatat surplus 15,4 miliar dolar AS, jauh lebih baik dibandingkan kinerja pada
tahun 2008 yang mencatat defisit 1,7 miliar dolar AS (BankIndonesia, 2009).
semakin berkurang karena pada saat yang bersamaan terms of trade Indonesia
memburuk sejalan dengan kondisi harga komoditas global yang masih turun. Di
kinerja ekspor komoditi Indonesia menurun. Sementara itu, impor masih besar
berteknologi tinggi. Impor minyak juga tetap besar seiring dengan struktur
pasokan energi nasional yang masih sangat tergantung pada minyak, sedangkan
ekspor gas menunjukkan tren menurun. Secara keseluruhan, kondisi ini kemudian
investasi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh para penanam modal sebagai
Investasi Swasta
50,000
40,000
30,000
Juta US$
20,000
10,000
0
1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010
yang sangat pesat, hal ini disebabkan oleh, di satu pihak sebagai hasil dari
pertama tahun 1980-an, dan di pihak lain sebagai respons dari investor-onvestor
kebangkrutan masal terhadap perusahaan baik yang bersumber dari PMA maupun
PMDN. Hampir 20 juta tenaga kerja di PHK dan menglami pertumbuhan minus
perusahaan yang tercatat di pasar modal juga insolvent atau notabene bangkrut.
Sektor yang paling terpukul terutama adalah sektor konstruksi, manufaktur, dan
Periode tahun 2013, Investasi langsung asing di Indonesia turun dari 19,1 miliar
dolar AS pada tahun 2012 menjadi 18,4 miliar dolar AS. Faktor global dan
akuisisi saham asing pada perusahaan retail serta perusahaan minyak dan gas di
Indonesia. Adapun sektor utama yang menarik minat investor asing untuk
dan sektor transportasi. adapun penyebab tingginya minat investor asing pada tiga
sektor tersebut adalah tidak terlepas dari masih tingginya konsumsi domestik dan
Stok modal manusia (human capital) merupakan sumber daya produksi yang
sangat penting. Keadaan ekonomi suatu kawasan dalam banyak hal sangat
tergantung pada sumber daya manusianya. Stok modal manusia yang terdidik dan
ekonomi yang sangat penting bagi pembangunan. Stok modal manusia (human
capital) terdiri dari tenaga kerja untuk menghasilkan komoditas akhir atau
konsumsi dan tenaga kerja untuk riset dan pengembangan (Romer D. , 1996).
10,000,000
8,000,000
6,000,000
4,000,000
2,000,000
0
1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010
berdasarkan gambar 5.8 di atas terlihat bahwa kecendrungan stok modal manusia
baiknya kondisi perusahaan. Biasanya para pekerja yang dikurangi ini berasal dari
S1, S2 dan S3 dikarena gaji mereka semakin mahal. Hal ini berdampak terhadap
stasioneritas terhadap seluruh variabel yang diuji. Data PDB riil, nilai tukar,
Capital, BOP, Ekspor, Impor, yang digunakan adalah dalam bentuk natural log
dasar bilangan alam yang berguna untuk memecahkan persamaan yang tidak
diketahuinya merupakan pangkat dari variabel lain. Dimana log sendiri adalah
inflasi, ekspektasi inflasi dan resiko negara sudah dalam bentuk persentase
Uji stasioneritas dapat dilakukan dengan uji akar-akar unit yang dikembangkan
oleh Dickey Fuller. Alternatif dari uji Dickey Fuller adalah Augmented Dickey
Fuller (ADF) yang berusaha meminimumkan autokorelasi. Uji ini berisi regresi
dari diferensi pertama data runtut waktu terhadap lag variabel tersebut, lagged
difference terms, konstanta dan variabel trend. Penelitian ini dimulai dengan uji
stasioner terhadap variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: Produk
disposable (YDRI), tingkat suku bunga BI (SBI), tingkat suku bunga simpanan
(RRRPL), jumlah uang beredar (JUBRI), tingkat suku bunga pinjaman domestik
(IRDRI), tingkat suku bunga pinjaman luar NEgeri (IRF) nilai tukar rupiah
(EXR), nilai ekspor (EXPRI), nilai impor (IMPRI), nilai investasi (INVSRI),
Pengeluaran Pemerintah (GE), Resiko Negara (RN), Human Capital (HC). Uji
stasioneritas data dimulai dengan tingkat level, kemudian apabila data tersebut
masih belum stasioner diuji dengan tingkatan 1st first difference, 2nd differences.
Hasil pengujian stasioneritas data time series untuk semua variabel yang diteliti
Dari Tabel 5.1 Di atas dapat menunjukkan bahwa ada tiga data variabel
stasioner pada tingkat level yaitu INFRI dan EXINFRI dan GWJPG, karena nilai
Augmented Dickey fuller lebih besar dari nilai kritis Mc Kinnon pada derajat
tingkat level karena nilai Augmented Dickey Fuller statistiknya lebih kecil dari
nilai kritis Mc.Kinnon, seperti variabel PDBRI, CSRRL, JUBRI, IRDRI, IRF,
EXR, EXPRI, IMPRI, INVSRI, HC, YDRI, GE, RN dan SBI. Solusi yang dapat
melakukan uji pada tingkat first difference, lalu dilakukan uji ADF kembali.
Berdasarkan table 5.1 diatas terlihat bahwa variabel CSRRL, JUBRI, IRDRI, IRF,
EXR, EXPRI, IMPRI, INVSRI, HC, YDRI, RN dan SBI sudah stasioner pada
tingkat first difference, karena nilai Augmented Dickey fuller lebih besar dari nilai
GE dan BOPRI stasioner pada 2nd Difference. Untuk melihat stasioneritas suatu
data variabel juga bisa dilihat dari nilai probabilitas. Jika nilai probabilitasnya
lebih kecil dari 0,01, berarti data variabelnya stasioner, dan sebaliknya jika nilai
probabilitasnya lebih besar dari 0,01 maka dapat disimpulkan variabel data tidak
sehingga dengan data yang stasioner maka hasil yang diperoleh tidak bias.
Uji kointegrasi bertujuan untuk menguji apakah residual regresi yang dihasilkan
stasioner atau tidak dan juga untuk mengetahui apakah dalam jangka panjang
tindak lanjut terjadinya data yang tidak stasioner pada tingkat level. Hasil uji
kointegrasi dengan alat bantu e-views 4.1 ditampilkan pada tabel 5.2 dibawah ini.
Berdasarkan tabel 5.2 diatas terlihat bahwa seluruh persamaan prilaku dalam
pada risiko 1 persen. Dengan hasil uji kointegrasi ini dapatlah disimpulkan bahwa
bentuk persamaan jangka panjang atau ECM menjadi valid untuk diterapkan.
Test dengan alat bantu e-views 4.1 ditampilkan pada tabel 5.3 dibawah ini:
Berdasarkan tabel 5.3 untuk uji serial correlation dapat diketahui nilai Obs*R-
memiliki nilai probabilitas yang lebih besar dari taraf signifikansi 1% (Prob >
0,01) sehingga menghasilkan keputusan terima H0 Hal ini berarti dalam model
menunjukkan arah faktor determinan yang sejalan dengan teori dan siginifikan
secara statistik.
variabel dependen (PDB riil). Hal ini ditunjukkan dari nilai Prob(F-statistic) yang
kurang dari nilai signifikansi 5 persen (prob.F s-statistic < 0,05). Sedangkan dari
hasil uji parsial menunjukkan bahwa semua variabel independen yang digunakan
Dari output persamaan jangka pendek pada tabel 5.4 terlihat bahwa
koefisien ECM signifikan secara statistik. Dari hasil regresi variabel ECM
diketahui besarnya Nilai Koefisien ECM sebesar -1,028027. Tanda negatif pada
berada diatas nilai keseimbangan, maka Produk Domestik Bruto (PDBRI) akan
Dari hasil uji yang dilakukan terhadap regresi ECM didapatkan bahwa koefisien
Bruto pada tingkat keyakinan 1 persen, 5 persen, dan 10 persen. Hal ini
tahun. Dengan demikian, spesifikasi model ECM yang dipakai dalam penelitian
ini adalah tepat dan mampu menjelaskan hubungan jangka panjang antara variabel
independen dan variabel dependen. Persamaan tersebut sudah sahih dan tidak
dapat ditolak.
Pemerintah (GE), Human capital (HCRI), Jumlah Uang Beredar (JUBRI), Nilai
Tukar (EXR) dan Balance of Payment (BOPRI), serta penyesuaian karena adanya
dalam jangka panjang setiap peningkatan human capital sebesar 1 persen akan
human capital ini berasal dari masuknya tenaga terampil tamatan D3, S1, S2, S3
dalam dunia kerja, dengan asumsi variabel lainnya dianggap tidak berubah.
sebesar 0,12 persen, dengan asumsi variabel lainnya dianggap tidak berubah.
sedangkan dalam jangka panjang setiap pelemahan nilai tukar domestik sebesar 1
dan 0,000026 persen dalam jangka panjang, dengan asumsi variabel lainnya
Pemerintah (GE) menunjukkan arah faktor determinan yang sejalan dengan teori
dependen (GE). Hal ini ditunjukkan dari nilai Prob(F-statistic) yang kurang dari
nilai signifikansi 5% (prob.F s-statistic < 0,05). Sedangkan dari hasil uji parsial
variabel Pertumbuhan Ekonomi (PDBRI), Nilai Tukar (EXR) dan Inflasi (INFRI) .
Dari output persamaan jangka pendek pada tabel 5.5 terlihat bahwa
koefisien ECM signifikan secara statistik. Dari hasil regresi variabel ECM
diketahui besarnya Nilai Koefisien ECM sebesar -1,012157. Tanda negatif pada
Dari hasil uji yang dilakukan terhadap regresi ECM didapatkan bahwa koefisien
Pemerintah pada tingkat keyakinan 1 persen, 5 persen, dan 10 persen. Hal ini
waktu satu tahun. Dengan demikian, spesifikasi model ECM yang dipakai dalam
penelitian ini adalah tepat dan mampu menjelaskan hubungan jangka panjang
Domestik Bruto (PDBRI), Jumlah Uang Beredar (JUBRI), Nilai Tukar (EXR) dan
Dalam jangka pendek pelemahan nilai tukar (EXR) sebesar 1 persen akan
Hasil estimasi persamaan konsumsi rumah tangga pada tabel 5.6 menunjukkan
arah faktor determinan yang sejalan dengan teori dan signifikan secara statistik.
Dari hasil pengolahan data yang ditampilkan pada tabel 5.6 diatas, dalam jangka
Prob(F-statistic) yang kurang dari nilai signifikansi 5% (prob.F s-statistic < 0,05).
Sedangkan dari hasil uji parsial menunjukkan bahwa semua variabel independen
Dari output persamaan jangka pendek pada table 5.6 terlihat bahwa
koefisien ECM signifikan secara statistik. Dari hasil regresi variabel ECM
diketahui besarnya Nilai Koefisien ECM sebesar -0,804246. Tanda negatif pada
keseimbangan. Dari hasil uji yang dilakukan terhadap regresi ECM didapatkan
persen. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan antara nilai aktual Konsumsi
akan disesuaikan selama waktu satu tahun. Dengan demikian, spesifikasi model
ECM yang dipakai dalam penelitian ini adalah tepat dan mampu menjelaskan
Income (YDRI), Tingkat Suku Bunga (RRRPL), dan Konsumsi Rumah Tangga
tingkat suku bunga simpanan (RRRPL) sebesar 1 persen akan akan menurunkan
sebesar 0,875749 Milyar, dengan asumsi variabel lainnya dianggap tidak berubah.
Hasil estimasi persamaan inflasi pada tabel 5.7 menunjukkan arah faktor
Dari hasil pengolahan data yang ditampilkan pada tabel 4.16 diatas, dalam jangka
dependen Inflasi (INFRI). Hal ini ditunjukkan dari nilai Prob.(F-statistic) yang
kurang dari nilai signifikansi 5% (prob.F s-statistic < 0,05). Sedangkan dari hasil
Dari output persamaan jangka pendek pada table 5.7 terlihat bahwa
koefisien ECM signifikan secara statistik. Dari hasil regresi variabel ECM
diketahui besarnya Nilai Koefisien ECM sebesar -0,615790. Tanda negatif pada
diatas nilai keseimbangan, maka tingkat Inflasi (INFRI) akan menurun pada
periode berikutnya untuk mengoreksi kesalahan keseimbangan. Dari hasil uji yang
tahun. Dengan demikian, spesifikasi model ECM yang dipakai dalam penelitian
ini adalah tepat dan mampu menjelaskan hubungan jangka panjang antara variabel
independen dan variabel dependen. Persamaan tersebut sudah sahih dan tidak
dapat ditolak.
Nilai Tukar (EXR) dan Tingkat suku bunga (RRRPL), serta penyesuaian karena
persen akan mendorong kenaikan tingkat Inflasi (INFRI) sebesar 0,08 persen.
1 persen akan mendorong kenaikan tingkat Inflasi (INFRI) sebesar 4,90 persen.
persen akan mendorong kenaikan tingkat Inflasi (INFRI) sebesar 2,33 persen.
(GE) sebesar 1 persen akan mendorong peningkatan Inflasi (INFRI) sebesar 10,39
sebesar 1 persen akan mendorong penurunan tingkat Inflasi (INFRI) sebesar 5,75
Inflasi (INFRI) sebesar 4,35 persen. Sebaliknya, baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang, jika terjadi penguatan nilai tukar rupiah/apresiasi (EXR)
persen akan mendorong kenaikan tingkat Inflasi (INFRI) sebesar 2,33 persen,
(GE) sebesar 1 persen akan mendorong peningkatan Inflasi (INFRI) sebesar 10,39
persen akan mendorong kenaikan tingkat Inflasi (INFRI) sebesar 1,38 persen,
arah faktor determinan yang sejalan dengan teori dan signifikan secara statistik.
Dari hasil pengolahan data yang ditampilkan pada tabel 5.8 diatas, dalam jangka
variabel dependen Jumlah Uang Beredar(JUBRI). Hal ini ditunjukkan dari nilai
Prob.(F-statistic) yang kurang dari nilai signifikansi 5% (prob.F s-statistic < 0,05),
Sedangkan dari hasil uji parsial menunjukkan bahwa semua variabel independen
jangka panjang.
Dari output persamaan jangka pendek pada table 5.8 terlihat bahwa
koefisien ECM signifikan secara statistik. Dari hasil regresi variabel ECM
diketahui besarnya Nilai Koefisien ECM sebesar -0,587267. Tanda negatif pada
berada diatas nilai keseimbangan, maka Jumlah Uang Beredar (JUBRI) akan
Dari hasil uji yang dilakukan terhadap regresi ECM didapatkan bahwa koefisien
Beredar pada tingkat keyakinan 1 persen, 5 persen, dan 10 persen. Hal ini
menunjukkan bahwa perbedaan antara nilai aktual Jumlah Uang Beredar (JUBRI)
waktu satu tahun. Dengan demikian, spesifikasi model ECM yang dipakai dalam
penelitian ini adalah tepat dan mampu menjelaskan hubungan jangka panjang
Inflasi (INFRI) dan Tingkat Suku bunga (RRRPL), serta penyesuaian karena
Jumlah Uang Beredar (JUBRI) sebesar 2,009171 Milyar, dengan asumsi variabel
Jumlah Uang Beredar (JUBRI) sebesar 0,120200 Milyar, dengan asumsi variabel
Uang Beredar (JUBRI) sebesar 0,445501 Milyar, dengan asumsi variabel lainnya
menunjukkan arah faktor determinan yang sejalan dengan teori dan siginifikan
secara statistik.
Dari hasil pengolahan data yang ditampilkan pada tabel 5.9 diatas, dalam jangka
Panjang menunjukkan bahwa secara serentak semua variabel bebas (SBIRI) dan
simpanan domestic (RRRPL). Hal ini ditunjukkan dari nilai Prob(F-statistic) yang
kurang dari nilai signifikansi 5 persen (prob.F s-statistic < 0,05). Sedangkan dari
hasil uji parsial menunjukkan bahwa semua variabel independen yang digunakan
jangka panjang.
Dari output persamaan jangka pendek pada tabel 5.9 terlihat bahwa
tingkat suku bunga (RRRPL) berada diatas nilai keseimbangan, maka tingkat suku
yang signifikan terhadap tingkat suku bunga pada tingkat keyakinan 1 persen, 5
persen, dan 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan antara nilai aktual
panjang akan disesuaikan selama waktu satu tahun. Dengan demikian, spesifikasi
model ECM yang dipakai dalam penelitian ini adalah tepat dan mampu
Bank Indonesia (SBIRI), dan Resiko Negara/Country risk (RN), serta penyesuaian
suku bunga (RRRPL) sebesar 0,831097 persen, dengan asumsi variabel lainnya
Hasil estimasi nilai tukar rupiah pada tabel 5.10 menunjukkan arah faktor
Dari hasil pengolahan data yang ditampilkan pada tabel 5.10 diatas menunjukkan
bahwa secara serentak semua variabel bebas LOG. (PDBRI(-2), (INFRI), RRRPL,
(EXR). Pengaruhnya sangat signifikan, Hal ini ditunjukkan dari nilai Prob.(F-
statistic) yang lebih kecil dari nilai signifikansi 5 persen (prob.F s-statistic < 0,05).
Sedangkan dari hasil uji parsial juga menunjukkan bahwa variabel independen
pada jangka panjang, Sedangkan variabel independen lainnya yaitu INFRI, INFRI
Dari output persamaan jangka pendek pada table 5.10 terlihat bahwa
koefisien ECM signifikan secara statistik. Dari hasil regresi variabel ECM_EXR
pada koefisien ECM memberikan penjelasan bahwa nilai tukar (EXR) berada
diatas nilai keseimbangan, maka nilai tukar (EXR) akan menurun pada periode
tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar pada tingkat
perbedaan antara nilai aktual nilai tukar (EXR) dengan nilai keseimbangannya
dalam jangka panjang akan disesuaikan selama waktu satu tahun. Dengan
demikian, spesifikasi model ECM yang dipakai dalam penelitian ini adalah tepat
dan variabel dependen. Persamaan tersebut sudah sahih dan tidak dapat ditolak.
Bruto dua periode yang lalu (PDBRI(-2)), Inflasi (INFRI), tingkat suku bunga
(RRRPL), tingkat suku bunga luar negeri (IRF) dan Nilai Impor (IMPRI), serta
setiap peningkatan Produk Domestik Bruto dua periode yang lalu (PDBRI(-2))
Peningkatan tingkat suku bunga luar negeri (IRF) dalam jangka pendek
suku bunga luar negeri (IRF) sebesar 1 persen akan mendorong pelemahan nilai
dependen pada tabel 5.11 menunjukkan arah faktor determinan yang sejalan
Dari hasil pengolahan data yang ditampilkan pada tabel 5.11 diatas menunjukkan
bahwa secara serentak semua variabel bebas LOG(EXR), LOG(GE), dan GWJPG,
nilai Prob(F-statistic) yang lebih kecil dari nilai signifikansi 5 persen (prob.F s-
statistic < 0,05). Sedangkan dari hasil uji parsial juga menunjukkan bahwa
kecil dari nilai signifikansi 1 persen (prob.F s-statistic < 0,1) . Sedangkan variabel
Dari output persamaan jangka pendek pada table 5.11 terlihat bahwa koefisien
ECM signifikan secara statistik. Ini berarti bahwa model spesifikasi ECM yang
tingkat keyakinan 1 persen, 5 persen, dan 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa
tahun. Dengan demikian, spesifikasi model ECM yang dipakai dalam penelitian
ini adalah tepat dan mampu menjelaskan hubungan jangka panjang antara variabel
independen dan variabel dependen. Persamaan tersebut sudah sahih dan tidak
dapat ditolak.
23676,12 Juta USD$, dengan asumsi variabel lainnya dianggap tidak berubah.
Payment (BOPRI) sebesar 198,7861 Juta USD$, sedangkan dalam jangka panjang
224,0008 Juta USD$, dengan asumsi variabel lainnya dianggap tidak berubah.
67408,78 Juta USD$, sedangkan dalam jangka panjang setiap Peningkatan tingkat
suku bunga (SBIRI) sebesar 1 persen akan mendorong penurunan nilai Balance
Hasil estimasi Impor (IMPRI) sebagai variabel dependen pada tabel 5.12
menunjukkan arah faktor determinan yang sejalan dengan teori dan signifikan
secara statistik.
Dari hasil pengolahan data yang ditampilkan pada tabel 5.12 di atas menunjukkan
impor (IMPRI). Pengaruhnya sangat signifikan, Hal ini ditunjukkan dari nilai
Prob(F-statistic) yang lebih kecil dari nilai signifikansi 5% (prob.F s-statistic <
0,05). Sedangkan dari hasil uji parsial juga menunjukkan bahwa variabel
Dari output persamaan pada tabel 5.12 terlihat bahwa koefisien ecm signifikan
secara statistic. Ini berarti bahwa model spesifikasi ECM yang digunakan adalah
panjang, dimana sekitar 57,9339 persen proses adjustmentnya terjadi pada periode
pertama.
Hasil estimasi Ekspor (EXPRI) sebagai variabel dependen pada tabel 5.13
menunjukkan arah faktor determinan yang sejalan dengan teori dan signifikan
secara statistik.
Dari hasil pengolahan data yang ditampilkan pada tabel 5.13 di atas menunjukkan
dari nilai Prob(F-statistic) yang lebih kecil dari nilai signifikansi 5% (prob.F s-
statistic < 0,05). Sedangkan dari hasil uji parsial juga menunjukkan bahwa
GWJPG dan KRISRI yang digunakan tidak signifikan mempengaruhi pada jangka
panjang.
Dari output persamaan terlihat bahwa koefisien ECM signifikan secara statistik.
Ini berarti bahwa model spesifikasi ECM yang digunakan adalah valid. Nilai
Hasil estimasi Investasi (EXPRI) sebagai variabel dependen pada tabel 5.14
menunjukkan arah faktor determinan yang sejalan dengan teori dan signifikan
secara statistik.
(INVSRI). Pengaruhnya sangat signifikan, Hal ini ditunjukkan dari nilai Prob(F-
statistic) yang lebih kecil dari nilai signifikansi 5 persen (prob.F s-statistic < 0,05).
Sedangkan dari hasil uji parsial juga menunjukkan bahwa variabel independen
panjang dengan nilai Prob(F-statistic) yang lebih kecil dari nilai signifikansi 10
persen (prob.F s-statistic < 0,1). sedangkan variabel independen PDBRI dan EXR
Dari output persamaan terlihat bahwa koefisien ECM signifikan secara statistik.
Ini berarti bahwa model spesifikasi ECM yang digunakan adalah valid. Nilai
Selain melihat hasil estimasi antar-blok yang relatif robust dan simulasi
yang konsisten, akurasi model juga penting untuk diperhatikan. Akurasi model
diukur melalui deviasi antara nilai estimasi terhadap nilai aktual yang bergantung
pada:
atau U-Theil akan menghasilkan deviasi dalam bentuk persentase. Hasil pengujian
5.15 dibawah:
Tabel 5.15 Hasil pengujian akurasi model RMSE, MAE, MAPE atau U-Theil
VARIABEL
RMSE MAE MAPE Utheil
Dari tabel di atas terlihat bahwa model untuk simulasi memenuhi syarat yaitu
0>U-Theil <1. Semakin mendekati nol maka nilai simulasi akan mendekati nilai
actual.
PEMBAHASAN
penelitian, hal ini sejalan dengan teori dalam konsep mundell-fleming, Pada saat
(PDB) serta tingkat bunga domestik diatas tingkat bunga luar negeri secara
bersamaan. Hal ini sejalan dengan penelitian (Junaidi, 2010) yang menyatakan
yang diatur khusus dengan sistem sehingga besarnya relatif stabil, dengan
fluktuasi sesuai dengan kondisi perekonomian dan social budaya serta politi yang
terjadi. Serta sejalan juga dengan temuan (Surjaningsih, Utari, & Trisnanto,
berdampak positif terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). hal ini juga sejalan
serupa oleh (Attari & Javed, 2013) dalam jangka pendek dan jangka panjang ada
140
Pakistan. di sisi lain, hasil pengujian ini bertolak belakang dengan temuan
(Deverajan, Swaroop, & Zou, 1993) yang menyatakan bahwa ada hubungan
pengujian ini sesuai dengan teori Human capital oleh Mankiew, Romer dan Weil
bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi output adalah Human capital (Romer
D. , 1996). Hasil pengujian ini juga sejalan dengan temuan (Hanushek, 2013)
yang menyatakan bahwa banyak motivasi untuk kebijakan human capital akan
terhadap pertumbuhan Ekonomi Indonesia. hal ini sejalan dengan teori dalam
tingkat suku bunga domestik lebih kecil dari tingkat suku bunga dunia,
selanjtunya Output akan naik. hal ini sejalan dengan teori menurut pandangan
golongan monetaris, bahwa perubahan penawaran uang riil (jumlah uang beredar
riil), akan menyebabkan perubahan yang lebih nyata ke atas pendapatan nasional.
Hal ini sejalan dengan temuan (Huh, 1999) bahwa jika terjadi kenaikan jumlah
uang beredar maka akan menaikkan output secara temporer. Namun temuan ini
bertolak belakang dengan hasil penelitian (Insukindro & Julaihah, 2004) yang
standard deviasi dari jumlah uang beredar, yang artinya bahwa ekspansi moneter
negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Hal ini sejalan
tinggi kurs maka kurva IS akan bergeser ke kiri, akan mengurangi ekspor
pengujian ini sejalan dengan temuan (Khondker, Bidisha, & Razzague, 2012)
yang menyatakan bahwa dalam jangka panjang 10 persen depresiasi nilai tukar
akan berdampak terhadap kenaikan 3.2 persen output. namun dalam jangka
pendek, 10 persen depresiasi nilai tukar akan berdampak terhadap penurunan 0,5
persen GDP.
pengeluaran pemerintah. hal ini sejalan dengan teori dalam konsep mundell-
pemerintah juga akan meningkat. Hasil pengujian ini sejalan dengan temuan
Pemerintah.
terhadap pengeluaran pemerintah. Hal ini sejalan dengan teori dalam konsep
maka pengeluaran pemerintah juga akan meningkat. Hal ini sejalan dengan
ini tidak sejalan dengan temuan (Dharmadasa, 2015) yang menyatakan bahwa
dengan pengeluaran pemerintah, namun dalam jangka pendek, inflasi yang tinggi
menyebabkan pengeluaran pemerintah naik. Hal ini sesuai dengan teori yang
signifikan terhadap konsumsi rumah tangga. hasil pengujian ini telah sesuai
dengan teori dimana menurut Keynes bahwa fungsi konsumsi ditentukan oleh
(Firdayetti & Ardianto, 2011) dan (Persaulian, Aimon, & Anis, 2013) yang
dan signifikan terhadap konsumsi rumah tangga. Hal ini sejalan dengan teori
(Mankiw N. G., 2010) yang menyatakan bahwa pada tingkat bunga lebih tinggi
maka masyarakat akan lebih tertarik mengorbankan konsumsi masa sekarang dan
pengujian ini juga sejalan dengan temuan (Persaulian, Aimon, & Anis, 2013)
Variabel ekspektasi inflasi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang
berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap kenaikan inflasi. Hal ini
sejalan dengan teori inflasi tentang Phillips curve (Mankiw N. G., 2010) yang
mempengaruhi inflasi secara searah. Hasil pengujian ini sejalan dengan temuan
(Fuest & Schmidt, 2017) yang menemukan bahwa ekspektasi inflasi memiliki
pengaruh positif dengan tingkat inflasi. (Natsir, 2014) juga menyatakan bahwa
yang terjadi karena dampaknya terhadap suku bunga riil yang menjadi
Variabel Jumlah Uang beredar secara jangka pendek dan jangka panjang
berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap inflasi. Hal senada juga
disampaikan (Likukela, 2007) bahwa dalam jangka pendek dan jangka panjang
jumlah uang beredar tidak dapat digunakan untuk mengontrol inflasi, hal ini
disebabkan pengaruh antara jumlah uang beredar dan inflasi tidak signifikan.
Hasil pengujian ini juga sejalan dengan temuan (Sutawijaya & Zulfahmi, 2012)
inflasi, dimana kenaikan jumlah uang beredar akan memicu kenaikan harga-harga,
terhadap inflasi dalam jangka panjang, namun dalam jangka pendek pengeluaran
menurunnya nilai inflasi secara signifikan. hasil pengujian ini sejalan dengan
temuan (Sutawijaya & Zulfahmi, 2012) yang menyatakan bahwa apabila nilai
tukar mengalami apresiasi sebesar Rp.1 maka akan meningkatkan variabel inflasi
Variabel tingkat suku bunga dalam jangka pendek dan jangka panjang
memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap inflasi. Hal ini sejalan
dengan teori efek Fisher, bahwa ada hubungan satu untuk satu antara inflasi dan
tingkat bunga, dan ini telah dibuktikan dalam perekonomian Amerika Serikat
selama emat puluh tahun terakhir yang menunjukkan apabila inflasi tinggi maka
tingka bunga juga tinggi, dan ketika inflasi rendah maka tingkat bunga juga
rendah (Mankiw N. G., 2010). Namun hasil pengujian ini bertolak belakang
dengan temuan (Insukindro & Julaihah, 2004) yang menyatakan bahwa perubahan
Jumlah Uang Beredar, namun dalam jangka pendek Pengeluaran pemerintah tidak
dapat digunakan untuk mengontrol Jumlah Uang beredar, hal ini disebabkan
Beredar secara signifikan baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka
panjang.
jumlah uang beredar baik dalam jangka pendek mapun dalam jangka panjang.
signifikan terhadap suku bunga simpanan domestik dalam jangka panjang, namun
dalam jangka pendek suku bunga bank Indonesia tidak dapat digunakan untuk
mengontrol suku bunga simpanan domestik hal ini disebabkan hubungan suku
bunga bank Indonesia dan suku bunga simpanan domestik tidak signifikan.
terhadap suku bunga simpanan dan suku bunga kredit perbankan. Kebijakan
moneter ini berawal dari perubahan instrument moneter yaitu BI rate yang akan
berpengaruh pada perkembangan suku bunga PUAB, suku bunga simpanan dan
suku bunga kredit. Proses transmisi ini memerlukan tenggat waktu (time lag)
tertentu. Hal senada juga disampaikan oleh (Insukindro & Julaihah, 2004) yang
bunga bank Indonesia (SBIRI) akan direspon positif oleh suku bunga jangka
bunga SBI tersebut agar perbankan tidak kehilangan nasabah (deposan) karena
beralih ke SBI yang menawarkan suku bunga yang lebih tinggi dan memiliki
jaminan resiko.
tingkat suku bunga simpanan domestik, baik dalam jangka pendek maupun dalam
jangka panjang. hal ini sesuai dengan teori dengan model mundell-Fleming
(Mankiw N. G., 2006) yaitu Kenaikan premi risiko suatu negara mendorong naik
tingkat bunganya. Karena tingkat bunga lebih tinggi mengurangi investasi, kurva
IS* bergeser ke kiri. Karena ini juga mengurangi permintaan uang, kurva LM*
pengujian ini juga sejalan dengan temuan (Ortiz & Rodriguez, 2002; Rose, 2009)
suku bunga.
tukar/depresiasi.
disebabkan hubungan inflasi dan nilai tukar tidak signifikan. Hal ini tidak sejalan
dengan temuan (Muchlas & Alamsyah, 2015) yang menyatakan bahwa pengaruh
perubahan suku bunga juga dapat mempengaruhi nilai tukar, kenaikan suku bunga
domestic akan mendorong kenaikan selisih antara suku bunga di Indonesia dan
terjadi aliran masuk modal asing (capital flow) maka rupiah akan mengalami
baik dalam jangka panjang maupun dalam jangka pendek suku bunga domestik
berhubungan sercara negatif terhadap kurs. jika suku bunga domestik meningkat,
maka akan terdapat arus dana jangka pendek dari luar negeri. Pembelian rupiah
meningkat, sehingga kurs mata uang asing melemah, kurs mata uang domestik
menguat.
peningkatan nilai tukar/depresiasi. Namun tingkat suku bunga luar negeri tidak
dapat mengontrol nilai tukar disebabkan hubungan tingkat suku bunga luar negeri
tidak signifikan. Jika suku bunga luar negeri meningkat, yang berarti rate of
return mata uang asing lebih tinggi dari mata uang domestik, maka ada
kecenderungan masyarakat akan menabung dalam bentuk mata uang asing untuk
memperoleh rate of return yang lebih tinggi. pembelian mata uang asing
peningkatan nilai tukar/apresiasi disebabkan hubungan impor dan nilai tukar tidak
signifikan.
Payment dalam jangka panjang, namun dalam jangka pendek peningkatan nilai
tidak signfikan.
of payment. Namun dalam jangka pendek maupun panjang tidak dapat mengontrol
dengan balance of payment dalam jangka panjang, namun dalam jangka pendek
jangka pendek maupun jangka panjang, namun inflasi tidak dapat mengontrol
pendapatan nasional tetap, nilai impor akan meningkat jika terjadi inflasi di dalam
negeri. Inflasi menyebabkan barang produksi dalam negeri menjadi relatif lebih
mahal dibandingkan dengan barang luar negeri. Hal ini mendorong masyarakat
membeli lebih banyak barang impor dibanding dengan produk dalam negeri yang
mahal.
dengan impor baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. menurut
teori (Supriana, 2013) jika nilai tukar dalam negeri terdepresiasi maka barang-
barang dalam negeri lebih relatif murah dibandingkan dengan harga barang luar
dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Menurut teori (Supriana,
Variabel nilai ekspor periode yang lalu berpengaruh positif dan signifikan
ekspor. namun dalam jangka pendek peningkatan nilai tukar/depresiasi tidak dapat
variabel tingkat suku bunga berpengaruh negatif terhadap nilai ekspor. namun
dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang tingkat suku bunga tidak
mengontrol nilai ekspor disebabkan hubungan keduanya tidak signifikan. hal ini
sejalan dengan teori (Supriana, 2013) bahwa pertumbuhan ekonomi dari Negara
pengaruhnya tidak signifikan baik dalam jangka panjang maupun dalam jangka
pendek. hal ini menunjukkan bahwa meskipun terjadi krisis ekonomi maka
pengaruhnya tidak signifikan terhadap penurunan nilai ekspor. hal ini terjadi
dengan argumen bahwa yang banyak terdampak dari krisis ekonomi adalah
perusahaan skala besar besar. Tetapi, tidak demikian halnya dengan perusahaan
berskala mikro dan kecil (UMK) yang, secara rata-rata masih mampu tumbuh
sebesar 7,06 persen pertahun selama periode 1997-2003, sedangkan usaha besar
hanya tumbuh sebesar 0,91 persen (Ruslan, Tanjung, Fitrawati, & Hidayat, 2009).
terhadap investasi. hasil temuan ini sejalan dengan teori akselerasi dalam
inventasi oleh Bickerdike dan clark (1990), teori ini menyatakan bahwa inventasi
memiliki hubungan rigid dan kaku di antara jumlah modal (capital stock) dengan
diciptakan pada masa lalu dan investasi yang terus menerus dilakukan pada masa
variabel output berpengaruh positif terhadap nilai investasi, namun output, baik
dalam jangka pendek maupun jangka panjang tidak dapat mengontrol investasi
dalam jangka panjang variabel tingkat suku bunga berpengaruh negative dan
signifikan dengan nilai investasi, namun dalam jangka pendek tingkat suku bunga
berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap investasi. hal ini sejalan dengan
teori (Dadkhah, 2009) bahwa tingkat suku bunga berpengaruh negative dengan
mendorong kenaikan selisih antara suku bunga di Indonesia dan luar negeri,
keuangan Indonesia (Natsir, 2014). temuan oleh (Moreira, Soares, Sachsida, &
Loureiro, 2011) juga menyatakan bahwa tingkat suku bunga yang lebih tinggi
mengurangi output.
perekonomian Indonesia:
2
1.9
1.8
1.7
1.6
1.5
1.4
1.3
1.2
1.1
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
-0.1 1983 1985 1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009 2011 2013
Gambar 6.1 hasil Shock Bi Rate dan transmisinya ke variabel ekonomi Indonesia
secara empiris pengaruh shock Suku bunga Bank Indonesia (SBIRI) sebesar 2
(RRRPL) naik sebesar 10,62 persen. Kenaikan tingkat suku bunga domestik yaitu
suku bunga simpanan dan suku bunga kredit menyebabkan permintaan kredit akan
investasi sehingga investasi akan turun, turunnya investasi akan berdampak pada
Beredar (JUBRI) turun rata-rata sebesar 0,04594 Milyar. Kenaikan tingkat suku
bunga Bank Indonesia juga akan direspon oleh penurunan output rerata sebesar
0,00048 Milyar. kenaikan tingkat suku bunga Bank Indonesia juga direspon oleh
kenaikan Bi Rate yang menyebabkan tingkat suku bunga domestik (RRRPL) naik
sebesar 10,62 persen akan berdampak pada terjadinya kenaikan selisih antara suku
bunga di Indonesia dengan suku bunga luar negeri. Dengan melebarnya selisih
akan mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi. Aliran modal masuk
asing ini pada gilirannya akan mendorong apresiasi nilai tukar Rupiah rerata
Dari uraian di atas terlihat bahwa kebijakan moneter yang diproxi dengan
variabel jumlah uang beredar (permintaan uang) dan tingkat suku bunga Bank
output. Sementara disisi lain, kebijakan fiskal yang diproxi dengan variabel
output, namun dengan derajat kepercayaan yang lebih besar yaitu sebesar 8 persen
dalam jangka pendek dan sebesar 21 persen dalam jangka panjang. Menurut
kecil adalah sebagai berikut: 1. Ada efek crowding out karena pengeluaran
kenaikan suku bunga dan apresiasi nilai tukar akibat ekspansi fiskal. 2. Proposisi
(borrowing constraints), penurunan pajak saat ini tidak mempunyai dampak pada
kesinambungan utang (debt sustainability) dan premi resiko suku bunga, sehingga
kontraksi fiskal yang kredibel dapat menurunkan premi suku bunga. 4. Kebijakan
selama periode 1980 hingga 2014 lebih banyak dihabiskan untuk pengeluaran
dimana pada sistem nilai tukar fleksibel, maka multiplier efek dari kebijakan
temuan ini sesuai dengan kondisi riil, menurut Firmanzah dalam (kompas.com,
tidak realistis, padahal penerimaan negara saat ini semakin jauh dibawah target,
defisit tembus 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) alias Indonesia gagal
2014 dan 2015 makin memprihatinkan. Penerimaan semakin jauh di bawah target,
sementara belanja negara cenderung stabil. Defisit sampai akhir tahun bisa
mencapai Rp450 triliun atau dengan APBN sebelum perubahan 4,1 persen dari
PDB alias gagal fiskal. disisi lain, pengeluaran pemerintah banyak menyerap
anggaran yang belakangan ini fokus pada pembangunan infrastruktur, tidak akan
belakang dengan kondisi fiskal dan moneter di Brazil, menurut (Moreira, Soares,
Sachsida, & Loureiro, 2011) bahwa kebijakan fiskal bersifat aktif sedangkan
makroekonomi di Indonesia;
nilai tukar (EXR) dan variabel jumlah uang beredar (JUBRI) memiliki
makroekonomi di Indonesia.
1. Hasil temuan empiris tentang pengaruh resiko Negara terhadap tingkat suku
resiko Negara. Adapun salah satu cara yang dapat dilakukan pemerintah
menghambat pertumbuhan.
3. Hasil temuan empiris tentang pengaruh positif kebijakan fiskal namun tidak
perizinan terpadu.
2) Model ini juga tidak dapat menentukan dengan pasti batas antara jangka
kebijakan fiscal.
yaitu periode Managed Floating Exchange rate system dan Free Floating
5) Variabel yang digunakan di dalam studi, dinilai masih minim yaitu belum
Buffer). Beberapa factor lain yang tidak disertakan adalah variabel non
7.1 Kesimpulan
disimpulkan dari hasil penelitian ini secara umum adalah berdasarkan hasil uji
kointegrasi dan error correction model (ECM), secara umum diperoleh bahwa
dalam jangka panjang ada pengaruh variabel moneter dan fisKal dengan indikator
dengan variabel suku bunga (RRRPL), Nilai Tukar (EXR), dan variabel
signifikan terhadap variabel Inflasi (INFRI) dan variabel Nilai Tukar (EXR)
dan variabel Jumlah Uang beredar (JUBRI) memiliki pengaruh yang tidak
161
7.2 Saran
kebijakan fiskal serta serta memisahkan periode penerapan rezim nilai tukar
ini banyak dipengaruhi oleh kebijakan politik suatu kawasan maka untuk
Uni Eropa serta kondisi sosial dan keamanan masyrakat baik dalam maupun
luar negeri.
DAFTAR PUSTAKA
Attari, M. I., & Javed, A. Y. (2013). Inflation, economic Growth and Goverment
Expenditure Pakistan:1980-2010. Procedia Economics and Finance 5, 58-
67.
Batiz, F. L., & Batiz, L. A. (1994). International Finance and Open Economy
Macroeconomics. Second Edition. New York: Macmillan Publishing
Company.
Cui, & Fang. (2010). Analysis of the Coordination of International Policies Based
on the Mundell-Fleming Model. International Journal of business and
Management, vol.5, No.9.
Deverajan, S., Swaroop, V., & Zou, H. (1993). What do goverment buy? the
composition of public spending and economic perfomance. World Bank
Policy Research Working Paper WPS.
Enders, W. (2004). Apllied Econometric Time Series. New York: Jhon Wiley &
Sons, Inc.
Falade, O. E., & Folorunso, B. A. (2015). Fiscal and Monetary Policy Instruments
and Economic Growth Sustainability in Nigeria. American Journal of
Economics, 587-594.
Fuest, A., & Schmidt, T. (2017). Inflation Expectation Encertainty, Inflation and
the Output Gap. Ruhr Economic papers, 1-22.
Huh, H. S. (1999). How Well Does the Mundell-Fleming Model fit Australian
data since the collapse of Breton woods. Applied Economics, 397-407.
Khondker, B. H., Bidisha, S. H., & Razzague, M. A. (2012). The Exchange Rate
and Economic Growth: An Empirical Assessment on Bangladesh.
Bangladesh: International Growth Centre.
Moreira, T. B., Soares, F. A., Sachsida, A., & Loureiro, P. R. (2011). The
Interaction of Monetary and Fiscal Policy: The Brazilian Case. Modern
Economy, 114-123.
Mundell, R. (1963). Capital Mobility and Stabilisation Policy under Fixed and
Flexible Exchange Rates. Canadian Journal of Economics and Political
Sience, vol.29, no.4, p.475-485.
Ortiz, J., & Rodriguez, C. (2002). country Risk and The Mundell-Fleming Model
Applied to The 1999-2000 Argentine Experience. Journal of Applied
Economics, Vol.V, No.2, 327-348.
Persaulian, b., Aimon, H., & Anis, A. (2013). Analisis Konsumsi Masyarakat di
Indonesia. Jurnal kajian Ekonomi Vo.I, No.02, 1-23.
Persaulian, B., Aimon, H., & Anis, A. (2013). Analisis Konsumsi Masyarakat di
Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi Vol.I.02, 1-23.
Rose, D. (2009). Overseas Indebtedness, Country Risk and Interest Rates. Policy
Quarterly, Volume 5, Issue 1, 3-8.
Santoso, T., & Basuki, M. U. (2009). Dampak Kebijakan Fiskal dan Moneter
dalam Perekonomian Indonesia:Aplikasi Model Mundell-Fleming. Jurnal
Organisasi dan Manajemen, Volume 5, Nomor 2, 108-126.
Surjaningsih, N., Utari, D., & Trisnanto, B. (2012). Dampak Kebijakan Fiskal
Terhadap Output dan Inflasi. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan,
390-420.
Thobarry, A. (2009). Analisis pengaruh nilai tukar, suku bunga, laju inflais dan
pertumbuhan GDP terhadap indeks harga saham sektor properti (kajian
empiris pada bursa efek Indonesia Periode Pengamatan tahun 2000-
2008). Semarang: Program Studi Magister Manajemen Program
Pascasarjana. Universitas Diponegoro.
Yunanto, M., & Medyawati, H. (2015). Fiscal Policy and Monetary Policy :
Sensitivity Analysis. ternational Journal of Trade, economics and finance,
79-84.
Lampiran I Data
Pengeluaran Pemerintah
Nilai Tukar:
INFLASI
1980 17.11 0
1981 7.32 -0.57
1982 10.03 0.37
1983 11.97 0.19
1984 9.07 -0.24
1985 4.31 -0.52
1986 8.83 1.05
1987 8.9 0.01
1988 5.47 -0.39
1989 5.97 0.09
1990 9.53 0.60
1991 9.52 0.00
1992 4.94 -0.48
1993 9.77 0.98
1994 9.24 -0.05
1995 8.64 -0.06
1996 6.47 -0.25
1997 11.05 0.71
1998 77.63 6.03
1999 2.01 -0.97
2000 9.35 3.65
2001 12.55 0.34
2002 10.03 -0.20
2003 5.06 -0.50
2004 6.4 0.26
2005 17.11 1.67
2006 6.6 -0.61
2007 6.59 0.00
2008 11.06 0.68
2009 2.78 -0.75
2010 6.96 1.50
2011 3.79 -0.46
2012 4.3 0.13
2013 8.38 0.95
2014 8.36 0.00
t-Statistic Prob.*
t-Statistic Prob.*
t-Statistic Prob.*
Variabel Ekspor
t-Statistic Prob.*
t-Statistic Prob.*
t-Statistic Prob.*
t-Statistic Prob.*
t-Statistic Prob.*
t-Statistic Prob.*
t-Statistic Prob.*
t-Statistic Prob.*
t-Statistic Prob.*
t-Statistic Prob.*
Variabel Bi rate
t-Statistic Prob.*
t-Statistic Prob.*
Lampiran III
Uji Kointegrasi
1. Persamaan log(PDBRI)
t-Statistic Prob.*
2. Persamaan Log(GE)
t-Statistic Prob.*
3. Persamaan log(CSRRL)
t-Statistic Prob.*
4. Persamaan INFRI
t-Statistic Prob.*
5. Persamaan log(JUBRI)
t-Statistic Prob.*
6. Persamaan RRRPL
t-Statistic Prob.*
7. Persamaan log(EXR)
t-Statistic Prob.*
8. Persamaan BOPRI
t-Statistic Prob.*
t-Statistic Prob.*
t-Statistic Prob.*
t-Statistic Prob.*
LAMPIRAN IV
Uji autokorelasi
1. Persamaan log(PDBRI)
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 02/03/17 Time: 14:45
Sample: 1980 2014
Included observations: 35
Presample missing value lagged residuals set to zero.
2. Persamaan log(GE)
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 01/09/17 Time: 22:06
Sample: 1980 2014
Included observations: 35
Presample missing value lagged residuals set to zero.
3. Persamaan log(CSRRL)
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 01/09/17 Time: 22:07
Sample: 1981 2014
Included observations: 34
Presample missing value lagged residuals set to zero.
4. Persamaan INFRI
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 03/14/17 Time: 10:29
Sample: 1980 2014
Included observations: 35
Presample missing value lagged residuals set to zero.
5. Persamaan log(JUBRI)
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 01/24/17 Time: 09:09
Sample: 1980 2014
Included observations: 35
Presample missing value lagged residuals set to zero.
6. Persamaan RRRPL
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 03/14/17 Time: 10:30
Sample: 1980 2014
Included observations: 35
Presample missing value lagged residuals set to zero.
7. Persamaan Log(EXR)
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 03/14/17 Time: 10:31
Sample: 1982 2014
Included observations: 33
Presample missing value lagged residuals set to zero.
8. Persamaan BOPRI
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 03/14/17 Time: 10:31
Sample: 1980 2014
Included observations: 35
Presample missing value lagged residuals set to zero.
9. Persamaan log(IMPRI)
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 03/14/17 Time: 10:32
Sample: 1980 2014
Included observations: 35
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 03/14/17 Time: 10:32
Sample: 1981 2014
Included observations: 34
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 03/14/17 Time: 10:33
Sample: 1981 2014
Included observations: 34
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Lampiran V
Hasil Estimasi Long Run dan Short Run
1. Persamaan Long Run PDBRI