Anda di halaman 1dari 245

ANALISIS KEBIJAKAN MONETER DAN FISKAL PADA

PEREKONOMIAN INDONESIA MELALUI PENDEKATAN


MUNDELL-FLEMING MODEL

DISERTASI
Diajukan Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor dalam Ilmu
Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara
dengan Wibawa Rektor Universitas Sumatera Utara
Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum
Dipertahankan Pada Tanggal 23 Februari 2018

Nama : AHMAD ALBAR TANJUNG


NIM : 138114003
Program Studi : S3 Ilmu Ekonomi

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ANALISIS KEBIJAKAN MONETER DAN FISKAL PADA
PEREKONOMIAN INDONESIA MELALUI PENDEKATAN
MUNDELL-FLEMING MODEL

DISERTASI

Diajukan Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor dalam Ilmu
Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

Dibawah Pimpinan Rektor Universitas Sumatera Utara

Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum

Dipertahankan Pada Tanggal 23 Februari 2018

Program Studi Doktor (S3) Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

Oleh:

AHMAD ALBAR TANJUNG

NIM:138114003

PROGRAM STUDI DOKTOR ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Judul Disertasi : ANALISIS KEBIJAKAN MONETER DAN FISKAL
PADA PEREKONOMIAN INDONESIA MELALUI
PENDEKATAN MUNDELL-FLEMING MODEL

Nama Mahasiswa : Ahmad Albar Tanjung


Nomor Pokok : 138114003
Program Studi : Doktor (S3) Ilmu Ekonomi

Menyetujui

Komisi Pembimbing,

Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec


Promotor

Dr. Murni Daulay, M.Si Dr. Dede Ruslan, M.Si


Co-promotor Co-promotor

Mengetahui
Ketua Program Studi Doktor Ilmu Ekonomi Dekan,
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Fakultas Ekonomi Dan Bisnis

Irsad, SE, M.Soc, Sc, Ph.D Prof. Dr. Ramli, SE, M.S
NIP. 1971 0503 2003 12 1003 NIP. 1958 0612 1988 03 1001

Tanggal Lulus:
Tanggal 23 Februari 2018

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENGESAHAN DISERTASI

Nama Mahasiswa : Ahmad Albar Tanjung

Nomor Pokok : 138114003

Program Studi : Doktor (S3) Ilmu Ekonomi

Judul Disertasi : ANALISIS KEBIJAKAN MONETER DAN FISKAL


PADA PEREKONOMIAN INDONESIA MELALUI
PENDEKATAN MUNDELL-FLEMING MODEL

telah diuji dan dinyatakan lulus didepan tim penguji

Pada hari Jumat tanggal 23 Februari 2018

Tim Penguji Disertasi:

Pimpinan Sidang : Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum

Ketua Penguji Promotor : Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec

Penguji/Co-Promotor : Dr. Murni daulay, M.Si

Penguji/Co-Promotor : Dr. Dede Ruslan, M.Si

Penguji : Prof. Dr. Ramli, SE, M.S

Penguji : Prof. Dr. Ghafar Ismail

Penguji : Irsad, SE, M.Soc, Sc, Ph.D

Penguji : Dr. Rujiman, MA

Penguji : Dr. Rahmanta, M.Si

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Surat Keputusan Rektor Universitas Sumatera Utara

No. 52/UN5.1.R/SK/SSA/2018

Tanggal, 16 Januari 2018

Tentang Pengangkatan Pimpinan Sidang dan Tim Penguji Ujian Terbuka Disertasi

(Promosi Doktor) Mahasiswa Program Doktor (S3) Program Studi Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

Mahasiswa

Nama : Ahmad Albar Tanjung

NIM: 138114003

Pimpinan Sidang : Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum

Ketua Penguji Promotor : Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec

Penguji/Co-Promotor : Dr. Murni daulay, M.Si

Penguji/Co-Promotor : Dr. Dede Ruslan, M.Si

Penguji : Prof. Dr. Ramli, SE, M.S

Penguji : Prof. Dr. Ghafar Ismail

Penguji : Irsad, SE, M.Soc, Sc, Ph.D

Penguji : Dr. Rujiman, MA

Penguji : Dr. Rahmanta, M.Si

Hari/Tanggal :

Pukul :

Tempat :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Surat Keputusan Rektor Universitas Sumatera Utara

No.222/UN.5.1.R/SK/SSA/2016

Tanggal, 16 Februari 2016

Tentang Pengangkatan Tim Promotor dan Co Promotor Mahasiswa Program

Doktor (S3)Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera

Utara

Mahasiswa

Nama : Ahmad Albar Tanjung

NIM: 138114003

Promotor : Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec

Ko Promotor : Dr. Murni daulay, M.Si

Ko Promotor : Dr. Dede Ruslan, M.Si

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan

di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Ahmad Albar Tanjung

Nomor Pokok : 138114003

Program Studi : Doktor (S3) Ilmu Ekonomi

Jenis Karya : Disertasi.

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Sumatera Utara, hak bebas Royalti non Eksklusif (Non Exclusive
royalty free right) atas disertasi saya yang berjudul:

ANALISIS KEBIJAKAN MONETER DAN FISKAL PADA PEREKONOMIAN


INDONESIA MELALUI PENDEKATAN MUNDELL-FLEMING MODEL

beserta perangkat (soft copies) yang ada jika diperlukan dengan hak bebas Royalti
non Eksklusif ini, dimana Universitas Sumatera Utara berhak untuk menyimpan
dalam bentuk database merawat dan mempublikasikan disertasi saya tanpa
meminta izin dari saya sebagai penulis dan pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya.

Dibuat di:Medan,
Pada Tanggal: Februari 2018
Yang menyatakan

(Ahmad Albar Tanjung)


NIM:138114003

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Ahmad Albar Tanjung

Nomor Pokok : 138114003

Program Studi : Doktor (S3) Ilmu Ekonomi

Judul Disertasi : ANALISIS KEBIJAKAN MONETER DAN FISKAL


PADA PEREKONOMIAN INDONESIA MELALUI
PENDEKATAN MUNDELL-FLEMING MODEL

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang saya buat adalah asli karya
sendiri bukan plagiat dan seluruh sumber yang dikutip maupun dirujuk didalam
tulisan telah saya nyatakan dengan benar. Kemudian apabila dikemudian hari
diketahui dan terbukti Disertasi saya adalah plagiat atau akibat kesalahan saya
sendiri maka saya bersedia untuk menerima sanksi ditetapkan oleh Rektor
Universitas Sumatera Utara.

Demikian surat pernyataan ini saya perbuat.

Medan, Februari 2018

Yang menyatakan

(Ahmad Albar Tanjung)


NIM:138114003

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur dipanjatkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa karena

dengan Rahmat dan RidhoNya penulis dapat menyelesaikan Disertasi ini dengan

baik. Adapun judul Disertasi ini adalah “ANALISIS KEBIJAKAN MONETER

DAN FISKAL PADA PEREKONOMIAN INDONESIA MELALUI

PENDEKATAN MUNDELL-FLEMING MODEL”. Selama dalam

penelitian, pengolahan data sampai dengan penulisan, penulis banyak mendapat

bimbingan dan bantuan terutama dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin

mengucapkan terimakasih yang setinggi-tingginya terutama kepada:

1. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr Runtung Sitepu,

SH.M.Hum, beserta staff yang telah memberi kesempatan kepada penulis

menjadi peserta, Program Studi Doktor Ilmu Ekonomi.

2. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE, M.S, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Sumatera Utara beserta staff yang telah memberi kesempatan dan

dukungan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi

3. Bapak Irsad Lubis, SE, MSoc.Sc.PhD. selaku ketua Program Studi Doktor

Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

beserta staff yang telah memfasilistasi dan memberikan dukungan kepada

penulis.

4. Bapak Prof.Dr.Sya’ad Afifuddin, SE, M.Ec selaku Promotor dan juga

Sekretaris Program Studi Doktor Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi

Universitas Sumatera Utara yang banyak memberi dorongan dan arahan

kepada penulis sehingga tulisan ini dapat selesai.

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5. Ibu Dr. Murni Daulay, SE, M.Si, selaku Co-Promotor yang telah banyak

memberikan arahan, bimbingan dan dorongan, meluangkan waktu berkualitas

kepada penulis sehingga tulisan ini dapat selesai.

6. Bapak Dr.Dede Ruslan, M.Si, selaku Co-Promotor yang telah banyak

memberikan arahan, bimbingan dan dorongan kepada penulis sehingga

tulisan ini dapat selesai.

7. Bapak Dr. Rujiman, MA, selaku dosen penguji yang telah banyak

memberikan arahan, bimbingan dan dorongan kepada penulis sehingga

tulisan ini dapat selesai.

8. Bapak Dr. Rahmanta, M.Si selaku dosen penguji yang telah banyak

memberikan arahan, bimbingan dan dorongan kepada penulis sehingga

tulisan ini dapat selesai.

9. Bapak Prof. Dr. Ghafar Ismail selaku dosen penguji yang telah banyak

memberikan arahan, bimbingan dan dorongan kepada penulis sehingga

tulisan ini dapat selesai.

10. Bapak Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd., Selaku Rektor Universitas Negeri

Medan, yang telah merestui dan men-suport penulis selama studi sampai

dengan penyelesaian disertasi.

11. Kepada Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid K, M.Pd., Dr. Restu, MS., Prof. Dr.

Sahat Siagian, M.Pd, Prof. Drs. Manihar Situmorang, M.Sc., Ph.D., selaku

wakil rektor I, Wakil Rektor II, Wakil Rektor III, dan Wakil Rektor IV

Universitas Negeri Medan, yang telah memberikan izin dan kemudahan serta

motivasi dalam menyelesaikan Studi dan Disertasi Doktoral.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12. Kepada ibu Dekan dan Wakil Dekan FIS Unimed, yang telah memberikan

izin kepada saya dalam menyelesaiankan disertasi ini.

13. Bapak-Ibu Dosen Program Studi Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Sumatera

Utara,yang telah membekali penulis sejak perkuliahan sampai penulisan

disertasi sini.

14. Kepada yang terhormat Kepala Biro Umum dan Keuangan Universitas Negeri

Medan, Drs. Asfikar dan Kepala Biro Perencanaan dan Kerjasama Humas

Universitas Negeri Medan, Yon Rinaldi, SE., M.Si, serta Bapak Drs.Chairul

Azmi, M.Pd, yang telah memberikan dukungan moril kepada penulis dari

awal studi sampai dengan penyelesaian Studi.

15. Rekan-Rekan mahasiswa S3 Ilmu ekonomi USU yang telah memberikan

dukungan dalam penyelesaian penelitian disertasi ini.

16. Rekan-rekan di Bagian Barang Milik Negara Universitas Negeri Medan yang

telah mendukung dan membantu baik moril maupun material kepada penulis.

17. Alm. Ayahanda Syukri Tanjung dan ibunda Yusnah tercinta yang selalu

mengantarkan do’a, selalu membimbing dan merestui penulis dalam

menimba ilmu dari mulai buaian hingga menyelesaikan pendidikan program

Doktor Ilmu ekonomi USU. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

Kedua Mertua Sukirman dan Darmiati serta terima kasih juga kepada kakak

dan abang Salihati, Muhammad Taufik, Bahriman, Suratna dan adik-adik

penulis: Yusnita, Ali Marnis dan Elidar Tanjung yang telah membantu

memberikan dorongan moril dan menyemangati penulis.

xi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18. Terkhususnya buat Istri tercinta Riny Apriani, S.Kep., M.Kep., dan anak-

anakku tersayang Raisah Aqilah Ahmad, Shahnaz Athifa Tanjung dan Razqa

Alri Mumtaaz Tanjung yang telah memberikan dukungan moril dan materiil

kepada penulis sehingga tulisan ini dapat selesai.

19. Berbagai pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis

menyadari bahwa ini belum sempurna dan masih ada kelemahan, penulis

dengan terbuka dan lapang dada menerima masukan dan kritik yang bersifat

membangun. Akhirnya, semoga disertasi ini dapat bermanfaat bagi

pemngembangan ilmu pengetahuan.

Penulis,

Ahmad Albar Tanjung

xii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


RIWAYAT HIDUP

Nama : Ahmad Albar Tanjung

Tempat/Tanggal lahir : Medan/20 Januari 1981

Alamat : Jl. Air Bersih Gang Aman No.198 c Medan

E-mail : albar@unimed.ac.id

Pendidikan:
1. Lulus SD Negeri No. 066650 Medan Tahun 1993
2. Lulus MTs N 1 Medan Tahun 1996
3. Lulus MAN 2 Medan Tahun 2000
4. Lulus S1 F I S I K A Universitas Negeri Medan Tahun 2005
5. Lulus S2 Ilmu Ekonomi Universitas Negeri Medan Tahun 2009
6. Tahun 2014 Menjadi mahasiswa Program Doktor (S3) Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

Pekerjaan:

1. Staf Pelaksana pada Subbagian Perlengkapan UHTP Universitas Negeri


Medan, tahun 2009-2011
2. Kepala Subbagian Perlengkapan UHTP Universitas Negeri Medan, tahun
2011-2017
3. Kepala Bagian Barang Milik Negara Universitas Negeri Medan, tahun
2017-2018
4. Kepala Bagian Tata Usaha Fakulta Ilmu Sosial, tahun 2018-Sekarang

xiii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRAK

Ahmad Albar Tanjung, 2018, Analisis Kebijakan Moneter Dan Fiskal Pada
Perekonomian Indonesia Melalui Pendekatan Mundell-Fleming Model.

Penelitian ini menganalisis bagaimana mekanisme dan besar pengaruh kebijakan


fiscal yang diproxi dengan pengeluaran pemerintah terhadap kegiatan
makroekonomi Indonesia( pertumbuhan ekonomi dan inflasi), dan bagaimana
mekanisme dan besar pengaruh kebijakan moneter yang diproxi dengan suku
bunga, nilai tukar dan jumlah uang beredar terhadap indikator makroekonomi
Indonesia (pertumbuhan ekonomi dan inflasi).

Pengembangan model mundell-fleming dibuat untuk melihat hubungan kebijakan


moneter dan fiskal di Indonesia dengan analisis menggunakan error correction
model, yang dapat melihat pengaruh jangka pendek dan jangka panjang.
Kesimpulan dalam penelitian ini, pada periode jangka pendek dan jangka panjang
pengeluaran pemerintah (GE) tidak signifikan pengaruhnya terhadap output
(PDBRI), sedangkan terhadap Inflasi (INFRI) pengaruhnya positif dan signifikan
dalam jangka panjang namun tidak dengan jangka pendek. pada periode jangka
pendek dan jangka panjang jumlah uang beredar (JUBRI) signifikan pengaruhnya
terhadap output (PDBRI), sedangkan terhadap Inflasi (INFRI) pengaruhnya
positif dan namun tidak signifikan dalam jangka panjang namun tidak dengan
jangka pendek. Resiko Negara/country risk (RN) pengaruhnya positif dan
signifikan dalam periode jangka pendek dan jangka panjang terhadap Suku Bunga
(RRRPL). pada periode jangka pendek dan jangka panjang Suku bunga (RRRPL)
signifikan pengaruhnya terhadap output (PDBRI) melalui kenaikan jumlah uang
beredar, sedangkan terhadap Inflasi (INFRI) pengaruhnya positif dan signifikan
dalam jangka panjang namun tidak dengan jangka pendek. pada periode jangka
pendek dan jangka panjang nilai tukar (EXR) signifikan pengaruhnya terhadap
output (PDBRI), sedangkan terhadap Inflasi (INFRI) pengaruhnya negatif namun
tidak signifikan dalam jangka panjang sedangkan dalam jangka pendek
signifikan pengaruhnya. Kebijakan fiskal melalui pengeluaran pemerintah belum
efektif dalam mendorong kegiatan makroekonomi dibandingkan dengan kebijakan
moneter, hal ini sesuai dengan teori dengan model mundell-Fleming yaitu bahwa
kebijakan moneter memberikan pengaruh lebih besar dan efektif dalam
meningkatkan PDB, sementara kebijakan fiskal memberikan pengaruh yang lebih
kecil dalam meningkatkan PDB dari pada kebijakan moneter.

Kata Kunci : mundell-Fleming, kebijakan fiskal, kebijakan moneter, ECM, resiko


Negara, Indikator Ekonomi Makro.

xiv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRACT

Ahmad Albar Tanjung, 2018, Monetary and Fiscal Policy Analysis of Indonesian
Economy using the Mundell - Fleming Model Approach.

This research is aimed to analyze how the mechanisms and magnitude of the effects of
fiscal policies are proportional to government spending on Indonesia's macroeconomic
activities (economic growth and inflation), and how the mechanisms and magnitude of
monetary policy influence are proportioned to interest rates, exchange rates and money
supply to Indonesia's macroeconomic indicators (economic growth and inflation).

The development of the mundell-fleming model was made to see the relationship of
monetary and fiscal policy in Indonesia with an analysis using error correction model,
which can see the short and long-term effects.

The conclusions in this research, in the short and long-term period of government
expenditure (GE) is not significant effect on the output (PDBRI), while Inflation (INFRI)
positively and significantly influence in the long term but not in the short term. in the
short and long-term periods of money supply (JUBRI) significant effect on the output
(PDBRI), while the Inflation (INFRI) positively and not significantly influence in the
long term but not with the short term, while country risk (RN) positively and significantly
effect in the short and long term on the interest rate (RRRPL). In the short and long-term
interest rate (RRRPL) significant effect on the output (PDBRI) through increasing the
money supply, while Inflation (INFRI) positively and significantly influence in the long
term but not in the short term. in the short and long-term exchange rate (EXR) significant
effect on output (PDBRI), while the Inflation (INFRI) influence is negative but not
significant in the long term whereas in the short term significant effect. Fiscal policy
through government spending has not been effective in encouraging macroeconomic
activities compared to monetary policy, in accordance with the theory with the mundell-
Fleming model that monetary policy has a greater and more effective effect on increasing
GDP, while fiscal policy has a smaller effect on improving GDP rather than monetary
policy.

Key words : mundell-Fleming, Fiscal Policy, Monetary Policy, ECM, country


risk, marcoeconomic indicators

xv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan Program Studi ...................................................................... iii


Lember Pengesahan Disertasi ............................................................................... iv
Surat Keputusan Rektor Universitas Sumatera Utara tentang Pengangkatan tim
ujian terbuka .......................................................................................................... v
Surat Keputusan Rektor Universitas Sumatera Utara tentang pengangkatan tim
promotor ................................................................................................................ vi
Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah ................................................... vii
Pernyataan Orisinalitas.......................................................................................... viii
Kata Pengantar ...................................................................................................... ix
Riwayat Hidup ...................................................................................................... xiii
Abstrak .................................................................................................................. xiv
Daftar isi ................................................................................................................ xvi
Daftar tabel ............................................................................................................ xviii
Daftar gambar........................................................................................................ xix
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2. Pernyataan Masalah ................................................................................ 12
1.3. Perumusan Masalah ................................................................................ 14
1.4. Tujuan Penelitian .................................................................................... 15
1.5. Manfaat Penelitian .................................................................................. 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 17


2.1. Landasan Teori........................................................................................ 17
2.2. Landasan Peneliti Terdahulu................................................................... 56

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS .......................... 68


3.1. Kerangka Konseptual .............................................................................. 68
3.2. Hipotesis ................................................................................................. 69

BAB IV METODE PENELITIAN .................................................................... 70


4.1. Desaian Penelitian ................................................................................... 70
4.2. Jenis dan Sumber Data ............................................................................ 72
4.3. Metode Analisis Data .............................................................................. 73

xvi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.4. Variabel Penelitian .................................................................................. 81

BAB V ANALISIS HASIL PENELITIAN ...................................................... 85


5.1. Profil Perekonomian Indonesia ............................................................... 85
5.2. Hasil Analisis .......................................................................................... 108
5.3. Hasil Estimasi Model .............................................................................. 113
BAB VI PEMBAHASAN................................................................................... 140
6.1. Pembahasan Hasil ................................................................................... 140
6.2. Temuan Penelitian .................................................................................. 157
6.3. Implikasi Kebijakan ................................................................................ 158
6.4. Kelemahan Penelitian ............................................................................. 160
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 161
7.1. Kesimpulan ............................................................................................. 161
7.2. Saran ....................................................................................................... 162
Daftar Pustaka

xvii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR TABEL

Tabel
2.1 Ringkasan Penelitian Sebelumnya .................................................... 58
4.1 Jenis dan Sumber Data ..................................................................... 72
5.1 Hasil Pengujian Akar-Akar ................................................................. 109
5.2 Hasil Uji Kointegrasi ........................................................................... 111
5.3 Hasil Uji Autokorelasi.......................................................................... 112
5.4 Hasil Pengujian Simultan dan Parsial Model IS .................................. 113
5.5 Hasil Pengujian Simultan dan Parsial Model GE.................................. 116
5.6 Hasil Pengujian Simultan dan Parsial Model CSRRL ........................... 118
5.7 Hasil Pengujian Simultan dan Parsial Model INFRI ............................. 121
5.8 Hasil Pengujian Simultan dan Parsial Model JUBRI ............................. 124
5.9 Hasil Pengujian Simultan dan Parsial Model RRRPL ............................ 127
5.10 Hasil Pengujian Simultan dan Parsial Model EXR ................................ 129
5.11 Hasil Pengujian Simultan dan Parsial Model BOPRI ............................ 132
5.12 Hasil Pengujian Simultan dan Parsial Model IMPRI ............................. 135
5.13 Hasil Pengujian Simultan dan Parsial Model EXPRI ............................. 136
5.14 Hasil Pengujian Simultan dan Parsial Model INVSRI ............................ 137
5.15 Hasil pengujian akurasi model RMSE, MAE, MAPE
atau U-Theil ............................................................................ 139

xviii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal.
1.1.a Trend Pengeluaran Pemerintah ....................................................... 5
1.1.b Trend Pertumbuhan ekonomi Indonesia (%)..................................... 5
1.2.a Jumlah uang beredar 1993-2014 ........................................................ 6
1.2.b Nilai Tukar Rupiah .............................................................................. 6
1.3.a Tingkat suku bunga US dan Indonesia 1980-2014 ............................. 6
1.3.b Inflasi di Indonesia 1990-2014 ........................................................... 6
1.4.a Balance of payment Indonesia 2000-2014 ....................................... 6
1.4.b Nilai Impor Indonesia 2000-2014 ...................................................... 6
1.5.a Nilai Ekspor Indonesia (FOB US$) ...................................................... 7
1.5.b Nilai Ekspor Menurut Negara Tujuan ................................................ 7
3.1 Kerangka Konseptual Penelitian ........................................................ 68
4.1 Desain Penelitian ............................................................................... 71
5.1 Perkembangan Pertumbuhan ekonomi 1980-2014...................... 87
5.2 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah dan Pajak 1980-2014 ....... 90
5.3 Perkembangan Jumlah uang Beredar (M1) 1980-2014 .................... 92
5.4 Perkembangan Suku Bunga 1980-2014 ............................................. 94
5.5 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap dollar AS 1980-2014 ... 97
5.6 Perkembangan Inflasi dan Ekspektasi Inflasi .................................... 99
5.7 Perkembangan Ekspor, Impor dan Balance of Payment tahun 1980-
2014 .................................................................................................. 102

5.8 Perkembangan Investasi Swasta tahun 1980-2014 ........................... 105


5.9 Perkembangan human capital tahun 1980-2014 .............................. 107
6.1 Hasil Shock bi Rate dan transmisinya …………………………………………….. 154

xix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Tujuan utama pembangunan ekonomi di Indonesia adalah kesejahteraan sosial

bagi seluruh rakyat Indonesia. hal ini dicapai melalui pertumbuhan ekonomi yang

tinggi dan berkelanjutan, stabilitas harga yang ditandai dengan tingkat inflasi yang

rendah dan ketersediaan lapangan kerja (M, Widodo, & R, 2008). Faktor-faktor

yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi diantaranya ketersediaan modal,

ketersediaan tenaga kerja yang ahli dan penggunaan teknologi (Shaheen, 2013). di

satu sisi pemerintah menggunakan kebijakan fiskal untuk mendorong terjadinya

pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan tersebut. instrumen yang

digunakan adalah pajak, anggaran dan subsidi yang akan mempengarui

pendapatan dan pengeluaran pemerintah dengan maksud untuk mencapai tujuan

pembangunan ekonomi (Falade & Folorunso, 2015). di sisi yang lain, untuk

mencapai tingkat inflasi yang rendah dan stabil, maka Bank Indonesia selaku

otoritas moneter menggunakan kebijakan moneter dalam menjaga inflasi tersebut.

cakupan kebijakan moneter adalah seluruh kegiatan otoritas moneter dalam

menambah dan mengurangi jumlah uang beredar (Yunanto & Medyawati, 2015).

Mengingat kemampuan kemampuan otoritas moneter dalam mengendalikan

kuantitas uang semakin sulit, maka otoritas moneter menggunakan instrumen

moneter berupa suku bunga untuk yang mempengaruhi sasaran antara untuk

mencapai tujuan akhir yaitu stabilitas harga (Julaihah & Insukindro, 2004).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2

Perkembangan perekonomian dunia yang sangat dinamis dewasa ini

tentunya membuat adanya saling ketergantungan antara satu negara dengan negara

lain termasuk Indonesia. Adanya interaksi kegiatan perekonomian Indonesia

dengan negara lain membuat adanya aliran keluar barang dan jasa, investasi dan

tenaga kerja dari Indonesia ke negara lain ataupun sebaliknya yang pada akhirnya

membuat perekonomian dunia mengalami perubahan yang positif.

Namun dengan adanya koneksi dan integrasi perekonomian dunia yang

bersifat liberal tersebut membuat ekonomi dunia semakin kompleks dan tingkat

fluktuasi serta resiko dari aspek ekonomi ataupun aspek keuangan juga semakin

tinggi, apalagi krisis ekonomi dan keuangan yang terjadi di suatu negara dan

berdampak global sering terjadi belakangan ini, sehingga mengatur perekonomian

suatu negara juga menjadi semakin rumit. Hal ini disebabkan pemerintah dan

otoritas lainnya yang mengurusi bidang ekonomi menghadapi masalah dan

tantangan yang semakin berat untuk menjaga stabilitas perekonomian. Secara

umum terdapat empat permasalahan ekonomi makro, yaitu: (1) tingkat harga

agregat (inflasi), (2) Produk Domestik Bruto, (3) penyerapan tenaga kerja, (4)

neraca pembayaran atau Balance of payment (BOP) (Djojosubroto, 2004).

Kebijakan untuk mengelola perekonomian suatu negara salah satunya

adalah kebijakan bidang ekonomi makro. Menurut (Adiningsih & Devi, 2012)

tujuan dari kebijakan ekonomi makro suatu negara adalah tercapainya kondisi

perekonomian yang ”bebas inflasi” (noninflationary) dan tumbuh stabil (stable

growth), artinya fluktuasi pada produksi, tingkat pengangguran, dan tingkat harga

dapat diminimalisir dan pertumbuhan potensial pada output riil dapat dicapai.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

Menurut (Tambunan, 2014) kebijakan ekonomi makro terdiri dari kebijakan

moneter dan fiskal seperti juga ekonomi dapat dibagi menjadi dua sektor yakni

sektor riil dan sektor moneter. Pertumbuhan dan stabilitas sektor riil dipengaruhi

oleh pemerintah lewat kebijakan fiskal, dan di Indonesia kebijakan fiskal ini

berada dibawah kewenangan Kementerian Keuangan. Sedangkan pertumbuhan

dan stabilitas sektor moneter dipengaruhi oleh pemerintah lewat kebijakan

moneter yang berada dibawah kewenangan Bank Indonesia. Tujuan dan implikasi

dari dua kebijakan tersebut seringkali bertolakbelakang dan bahkan saling

melemahkan. Perbedaan tujuan tersebut dapat mengakibatkan hasil dari masing-

masing kebijakan menjadi tidak optimal atau bahkan saling meniadakan (set-off)

(Goeltom, 2012).

Oleh karena itu koordinasi moneter dan fiskal yang baik bukan lagi

merupakan suatu pilihan alternatif kebijakan tetapi sudah menjadi keharusan.

hubungan kebijakan moneter dan fiskal di Indonesia mengalami perkembangan

yang menarik. Berkembang menyesuaikan dengan kondisi ekonomi dan politik,

baik domestik maupun internasional. Pada masa orde lama, otoritas moneter

masih berada satu bagian dengan pemerintah karena dewan moneter diketuai oleh

Menteri Keuangan. Sehingga kebijakan fiskal dan moneter tidak begitu penting

serta menyebabkan lemahnya pengawasan dan pertanggungjawaban kepada

masyarakat baik secara langsung maupun lewat Dewan Perwakilan Rakyat

sehingga membuat kebijakan fiskal defisit yang ”over” dimana pengeluaran tidak

diimbangi dengan pendapatan yang memadai, disisi lain kebijakan moneter yang

diterapkan sangat longgar yang digunakan untuk membiayai defisit anggaran

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

pemerintah sehingga hal tersebut membuat inflasi tidak dapat dikendalikan dan

ujungnya membuat perekonomian menjadi stagnan.

Pada masa orde baru hingga tahun 1997 juga menunjukkan bahwa koordinasi

kebijakan fiskal dan moneter yang terjaga dengan baik yang ditunjukkan oleh

indikator variabel ekonomi yang terjaga dengan baik yaitu laju pertumbuhan

ekonomi yang tinggi, rata-rata 7.5 persen pertahun selama hampir tiga dekade,

namun jika tidak dikelola dengan hati-hati juga menyimpan potensi krisis

ekonomi yang serius. Meskipun kebijakan fiskal berimbang disertai dengan

deregulasi di sektor moneter serta sektor keuangan lainnya yang luas tanpa

pengawasan dan pengaturan yang maksimal telah menimpan potensi krisis

ekonomi yang serius. Sehingga pada saat terjadi krisis ekonomi di Asia yang

dimulai dari Thailand dengan cepat menjalar ke Indonesia. Secara internal, Krisis

moneter yang melanda Indonesia pada awal bulan Juli 1997 menyebabkan

beberapa hal, yakni lumpuhnya kegiatan perekonomian karena semakin banyak

perusahaan yang tutup dan meningkatnya jumlah pengangguran. Sedangkan

secara eskternal menurut Firmanzah (2015) faktor yaitu kebijakan the Fed dalam

menaikkan dan atau menurunkan suku bunga, krisis utang yunani, serta kondisi

pasar saham China yang turun drastis. Sejarah pada masa orde baru ini

menunjukkan bahwa koordinasi kebijakan fiskal dan moneter menjadi penting.

Krisis keuangan global 2008 yang dimulai dari krisis Amerika yang terjadi pada

tahun 2007 yang dikenal dengan ”subprime crisis” menyebar keseluruh dunia

termasuk Indonesia yang menyebabkan terjadinya krisis di Indonesia pada tahun

2008. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pasar keuangan yang semakin maju,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

dan banyak produk-produk keuangan canggih bermunculan dipasar serta semakin

terintegrasinya pasar keuangan global menyebabkan resiko ekonomi yang

dihadapi juga semakin besar, fluktuasi yang semakin tinggi serta pasar juga

semakin dinamis.

Krisis ekonomi yang dialami Indonesia berkali-kali ini menimbulkan

pertanyaan apakah fundamental ekonomi Indonesia rapuh?. Dalam melihat

pembangunan ekonomi suatu kawasan atau negara maka ada 3 (tiga) variabel

fundamental ekonomi yang menjadi indikator yaitu dinamisasi pertumbuhan

ekonomi, stabilisasi inflasi dan penurunan pengangguran (Manurung, 2008).

Perkembangan indikator makro ekonomi Indonesia dari tahun-ketahun

dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Pengeluaran Pemerintah (Milyar Rp) Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

2000000 10
1500000 5
1000000 0
500000
-5
0
-10
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014

-15 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia


Pengeluaran Pemerintah (Milyar Rp) Linear (Pertumbuhan Ekonomi Indonesia)

Gambar 1.1. a Pengeluaran Pemerintah Indonesia Gambar 1.1. b Trend Pertumbuhan ekonomi Indonesia

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

Jumlah Uang Beredar M1 [Milyar Rp] 14000


1000000 12000
10000
800000
8000
600000 6000
400000 4000
200000 2000
0
0
1997

2003
1993
1995

1999
2001

2005
2007
2009
2011
Jumlah Uang Beredar M1 [Milyar Rp] 2013 Tren Nilai Tukar

Gambar 1.2. a Jumlah Uang Beredar 1993-2014 Gambar 1.2. b nilai tukar rupiah

Tingkat suku bunga US dan Indonesia


Inflasi Di Indonesia 1990-2014

40 100

30 80
60
20
40
10 20
0 0
2000
1990
1992
1994
1996
1998

2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
1980
1983
1986
1989
1992
1995
1998
2001
2004
2007
2010
2013

Lending Rate_US Lending rate_Indonesia Inflasi Di Indonesia 1990-2014

Gambar 1. 3. a. Tingkat Suku bungan US dan Indonesia 1980-2014 Gambar 1.3. b Inflasi di Indonesia 1990-2014

Balance Of Payment Indonesia 2000-2014 Nilai Impor 2000-2014

40000 40000

30000 30000

20000 20000

10000 10000

0 0
2013
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012

2014
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014

-10000
Balance Of Payment Indonesia 2000-2014
Nilai Impor 2000-2014

Linear (Balance Of Payment Indonesia 2000-2014) Linear (Nilai Impor 2000-2014)

Gambar 1.4.a Balance of Payment Indonesia 2000-2014 Gambar 1.4. b Nilai Impor Indonesia 2000-2014

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

Nilai ekspor Indonesia[FOB US$] Nilai Ekspor Menurut Negara Tujuan


250000 Nilai Ekspor ke Jepang Nilai Ekspor Ke Tiongkok

200000
Nilai ekspor Ke Singapura Nilai Ekspor ke Amerika Serikat
40000
150000
100000 30000
50000 20000
0
10000
2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014
Nilai ekspor [FOB US$]
0

2002
2000
2001

2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Linear (Nilai ekspor [FOB US$])

Gambar 1.5.a Nilai Ekspor Indonesia (FOB US$)


Gambar 1.5.b Nilai Ekspor Menurut Negara Tujuan

Pada Gambar 1.1.a terlihat bahwa Pengeluaran Pemerintah cenderung mengalami

kenaikan yang sangat signifikan dari tahun 1990 hingga 2014 yaitu 4621,215

persen. Pada tahun 1997 pengeluaran pemerintah naik sebesar 57,97 persen

dibandingkan tahun sebelumnya namun pada tahun berikutnya yaitu tahun 1998

pada saat terjadi krisis ekonomi maka pengeluaran pemerintah juga mengalami

penurunan menjadi -74,18 persen. seiring pengeluaran pemerintah yang stabil

pada tahun 1996, maka tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 7,8

persen per tahun. Namun pada saat krisis Indonesia mengalami kontraksi

pertumbuhan dari rata-rata sekitar 7 persen sebelum krisis menjadi -13,1 persen

pada tahun 1998 seperti terlihat pada gambar 1.1.b.

Berdasarkan gambar 1.2.a terlihat bahwa jumlah uang beredar di Indonesia sejak

tahun 1993 hingga 2014 mengalami peningkatan yang signifikan yaitu 2.367

persen. Kecendrungan Nilai suku bunga di Indonesia juga terlihat tinggi terutama

pada saat terjadi krisis tahun 1997 mencapai 21,82 persen seperti terlihat pada

gambar 1.3.a.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

Berdasarkan gambar 1.2.b. terlihat bahwa Nilai tukar setelah tahun 1996-1999

mengalami peningkatan yang tajam. Dan akhirnya terdepresiasi pada tingkat

paling tinggi pada tahun 1997-1998. Tekanan (Peningkatan) terhadap Nilai tukar

Rupiah tersebut antara lain disebabkan oleh kondisi fundamental perekonomian

yang semakin buruk, perekembangan social politik yang memburuk, dan masalah

utang luar negeri swasta serta perkembangan kondisi moneter internasional yang

kurang menguntungkan, seperti melemahnya nilai tukar yen (BankIndonesia,

1999) . Peningkatan nilai tukar yang tajam inilah yang memacu terjadinya krisis

ekonomi Indonesia. Dan nilai tukar ini akhirnya menurun kembali di mulai tahun

2000 terjadi fluktuasi kecil beberapa kali yaitu tahun 2012, 2008 dan 2014.

Sedangkan pada gambar 1.3.b. inflasi pada tahun 1990 hingga 1996 terjaga

stabil yaitu kisaran 8,3 persen namun keadaan ini cepat membalik ketika terjadi

krisis 1997-1998. Dan pada tahun-tahun berikutnya ada beberapa titik yang

membuat inflasi mengalami lonjakan yaitu pada tahun 2005 terjadi lonjakan

inflasi dikarenakan kenaikan harga BBM dari Rp1.500,- menjadi Rp.4.500,-. Pada

tahun 2008 terjadi lonjakan inflasi dikarenakan terjadinya kenaikan harga BBM

dari Rp4.500,- menjadi Rp6.000,-. Pada tahun 2010 terjadi lonjakan inflasi

dikarenakan terjadinya anomali iklim yang berpengaruh pada harga kebutuhan

pokok. Pada tahun 2013 kembali lonjakan inflasi dikarenakan kenaikan harga

BBM menjadi Rp6.500,-.

Selain variabel ekonomi di atas, variabel ekspor dan impor merupakan variabel

yang menunjukkan terbukanya ekonomi Indonesia dengan Negara lain. Nilai

ekspor Indonesia memiliki nilai yang positif dari tahun 1994 hingga tahun 2014

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

namun karena nilai ekspor Indonesia juga hampir mendekati Nilai impor maka

Balance of Payment (BOP) tahun 2012 hingga tahun 2014 mengalami nilai

negative.

Perkembangan ini menandakan bahwa pada saat ekonomi Indonesia

mengalami krisis tersebut, membuat pertumbuhan ekonomi negatif pada tahun

1998, pemerintah menerapkan kebijakan fiscal ekspansif, dan memang sangat

diperlukan untuk menggairahkan kembali perekonomian nasional (Tambunan,

2014).

Di sisi lain, pada saat kebijakan moneter belum mampu menjaga stabilitas

perekonomian Indonesia seperti yang terjadi pada krisis global tahun 2008 telah

memaksa pemerintah di hampir setiap negara termasuk pemerintah Indonesia

untuk mengambil tindakan diskresi berupa kebijakan fiskal yang countercyclical.

Dalam penyampaian Nota Keuangan dan RAPBN 2010, Presiden SBY

menegaskan kembali komitmen pemerintah dalam rangka menanggulangi dampak

krisis keuangan global 2008 melalui kebijakan fiskal yang countercyclical sebagai

kelanjutan program stimulus fiskal yang telah digulirkan.

Interaksi yang harmonis antara kedua kebijakan ini sangat penting karena

akan menciptakan suatu stabilisasi di dalam perekonomian dengan pertumbuhan

berkelanjutan. Menurut Keynes, stabilisasi ekonomi dapat dicapai dengan

kebijakan fiskal dan moneter yang tepat (appropriate fiscal and monetary policy).

Untuk melihat kebijakan ekonomi makro bekerja biasanya digunakan

model makroekonomi yang dapat digunakan untuk menganalisis bagaimana

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

interaksi kebijakan moneter dan fiskal mempengaruhi variabel ekonomi bekerja.

Salah satu model ekonomi yang sesuai untuk perekonomian Indonesia adalah

Model ekonomi terbuka Mundell-Fleming. Model Mundell-Fleming diabadikan

dari nama penemu model tersebut yaitu, Mundell (1963) dan Fleming (1962)

Menurut Mundell-Fleming, efektif tidaknya kebijakan fiskal dan moneter

dalam mempengaruhi pendapatan agregat bergantung pada regim nilai tukar yang

berlaku. Pada kurs tukar mengambang atau fleksibel (floating or flexible exchange

rate), kebijakan moneter efektif mempengaruhi pendapatan nasional. Sebaliknya

untuk negara yang menganut nilai tukar tetap, hanya kebijakan fiskal yang efektif

mempengaruhi pendapatan nasional (Mankiw N. G., 2010).

Kebijakan moneter dapat mempengaruhi aktifitas ekonomi agregat melalui

mekanisme transmisi interest rate channel, asset price channel, dan credit

channel (Mishkin, 1996). Menurut Bernanke and Blinder (1992), mekanisme

transmisi interest rate channel dari ekspansi moneter adalah peningkatan

permintaan agregat sebagai akibat peningkatan ekspektasi inflasi sehingga tingkat

bunga riil turun. Penurunan tingkat bunga riil akan meningkatkan investasi dan

menurunkan biaya modal dalam proses produksi sehingga output agregat naik.

Menurut Romer dan Romer (1990) dan Romer (1996) , mekanisme transmisi

asset price channel dari ekspansi moneter adalah peningkatan permintaan agregat

sebagai akibat peningkatan ekspektasi inflasi, nilai perusahaan dan kekayaan

individu. Peningkatan ekspektasi inflasi akan menurunkan tingkat bunga riil

sehingga nilai tukar mata uang depresiasi, ekspor netto naik dan kemudian

meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

Mekanisme transmisi credit channel terdiri dari bank lending channel, balance

sheet channel, cash flow channel, unanticipated price channel, dan household

liquidity channel (Ramey, 1993; Mishkin, 2001). Mekanisme transmisi credit

channel adalah peningkatan permintaan karena peningkatan kredit perbankan

sebagai akibat peningkatan investasi dan konsumsi. Peningkatan investasi dan

konsumsi akan mendorong aktifitas ekonomi di Indonesia. Mekanisme transmisi

ini tidak terlepas dari masalah informasi asimetris sistem perbankan sehingga

instabilitas sistem keuangan dapat menganggu stabilitas dan pertumbuhan

ekonomi.

Kebijakan moneter dengan Money supply akan menurunkan pengangguran

namun menaikkan inflasi namun tidak berdampak pada anggaran pemerintah.

Sedangkan peningkatan pengeluaran pemerintah juga akan menurunkan

pengangguran dan juga meningkatan inflasi dan juga menaikkan defisit anggaran

pemerintah. Hal inilah yang menjadi kontradiksi yaitu target kebijakan moneter

adalah meminimalkan inflasi sedangkan target kebijakan fiskal adalah

menurunkan penangguran dan menurunkan defisit anggaran (Carlberg, 2010).

Hasil penelitian (Santoso W., 2012) menunjukkan bahwa interaksi

kebijakan moneter dan fiskal belum optimal berdasarkan kombinasi parameter,

dalam menghadapi goncangan output kombinasi parameter kebijakan fiskal

(pengeluaran pemerintah) ternyata memberikan fungsi kerugian yang jauh lebih

kecil dibandingkan kombinasi parameter kebijakan moneter (suku bunga).

Sebaliknya dalam menghadapi goncangan inflasi kombinasi parameter kebijakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

moneter ternyata memberikan fungsi kerugian yang lebih kecil dibandingkan

kombinasi parameter kebijakan fiskal.

Di sisi lain, Menurut (Santoso & Basuki, 2009) bahwa di Indonesia

kebijakan fiskal melalui variabel pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi namun dengan tingkat kepercayaan

lebih besar daripada kebijakan moneter yakni 10 persen, sehingga disimpulkan

bahwa kebijakan moneter memberikan pengaruh lebih besar dan efektif

meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi, sementera kebijakan fiskal memberikan

pengaruh yang lebih kecil dalam peningkatan PDB daripada kebijakan moneter.

1.2. Pernyataan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, analisis kebijakan

moneter dan fiskal menjadi sangat penting dalam rangka mengantisipasi dampak

goncangan-goncangan yang terjadi dalam perekonomian Indonesia, baik yang

disebabkan oleh faktor internal maupun faktor eksternal serta mencari terobosan-

terobosan baru dalam peningkatan mutu dan daya saing ekonomi nasional untuk

mencapai tujuan pembangunan yaitu mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia.

Ada beberapa kondisi yang menjadi fenomena dalam penelitian ini yang

menjelaskan perlunya analisis kebijakan moneter dan fiskal. yaitu ketika tingkat

Suku Bunga (RRRPL) mengalami trend penurunan maka trend pertumbuhan

ekonomi (PDBRI) juga mengalami penurunan. selanjutnya, jika dihubungkan

dengan Inflasi (INFRI) maka terlihat bahwa ketika trend tingkat suku bunga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

(RRRPL) mengalami penurunan maka trend Inflasi (INFRI) juga mengalami

penurunan.

Fenomena selanjutnya adalah ketika Jumlah Uang beredar (JUBRI) mengalami

trend naik maka pertumbuhan ekonomi (PDBRI) tidak mengalami perubahan

yang berarti, sedangkan jika dihubungkan dengan inflasi (INFRI) maka terlihat

bahwa ketika trend jumlah uang berdar (JUBRI) meningkat maka trend inflasi

(INFRI) mengalami penurunan. berikutnya ketika trend nilai tukar Rupiah (EXR)

mengalami depresiasi terhadap nilai Dollar Amerika maka trend pertumbuhan

ekonomi (PDBRI) mengalami stagnan kecuali pada krisis 1997-1998 yang

mengalami pertumbuhan negative. sedangkan jika dihubungan dengan inflasi

maka terlihat bahwa trend nilai tukar Rupiah (EXR) terdepresiasi terhadap nilai

Dollar Amerika dari periode 1980-2014 maka trend inflasi (INFRI) mengalami

penurunan.

selanjutnya trend kenaikan pengeluaran pemerintah (GE) sebesar rerata 7.4 persen

selama periode 1980-2014, dan jika dihubungan dengan pertumbuhan ekonomi

(PDBRI) maka hanya ada dikisaran 4.6 persen. dan jika dihubungkan dengan

inflasi (INFRI) maka terlihat bahwa ketika trend kenaikan pengeluaran

pemerintah (GE) maka inflasi (INFRI) mengalami penurunan.

Fenomena lainnya adalah tidak konsistennya kebijakan fiskal dan moneter

memperparah krisis ekonomi 1997. Hal ini terlihat dari kebijakan Moneter oleh

Bank Indonesia dengan menyuntikkan dana ke perbankan, namun hal ini memicu

kenaikan laju inflasi. Di sisi lain, BI harus menyerap kelebihan likuiditas di

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

Masyarakat dengan memberlakukan kebijakan moneter kontraktif, yang kemudian

menyebabkan naiknya suku bunga dan secara umum menimbulkan persoalan lain

di pasar keuangan.

Selain berdasarkan data/informasi diatas, beberapa hasil penelitian yang

telah diuraikan pada latar belakang juga menunjukkan bahwa harus ada

sinkronisasi kebijakan moneter dan fiskal yang baik.

Persoalan yang muncul kemudian adalah bagaimana mencari model

keterkaitan antara kebijakan fiskal dan moneter dalam perekonomian di

Indonesia. Salah satu model yang dapat digunakan untuk menganalisis kebijakan

moneter dan fiskal adalah Mundell-Fleming Model tentang ekonomi terbuka.

Model ini menunjukkan bahwa negara pada sistem perekonomian terbuka akan

berusaha untuk menyesuaikan tingkat suku bunga domestiknya dengan suku

bunga dunia sehingga mobiltas kapital dapat berjalan dengan baik. Namun, pada

kenyataannya tingkat bunga di setiap negara berbeda-beda. Untuk itu, pada model

mundell-flemming sebaiknya ditambahkan tingkat resiko suatu Negara (hanif,

2010). Dari fenomena di atas muncul pertanyaan bagaimana analisis kebijakan

moneter dan fiskal pada perekonomian Indonesia melalui pendekatan Mundell-

Fleming Model dengan memasukkan tingkat resiko Negara (country risk).

1.3. PERUMUSAN MASALAH

Dari uraian latar belakang di atas, pembentukan model merupakan

penjelasan integrasi kegiatan ekonomi nasional dengan internasional. Masalah

pokok yang akan dibahas dan dijawab dalam studi ini terdiri dari:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

1. Bagaimana proses mekanisme dan besar pengaruh perubahan kebijakan

ekonomi dari sisi fiskal (pengeluaran pemerintah terhadap kegiatan

makroekonomi Indonesia (pertumbuhan ekonomi dan inflasi)?

2. Bagaimana proses mekansime transmisi dan besar pengaruh perubahan

kebijakan ekonomi dari sisi moneter (tingkat suku bunga, nilai tukar, jumlah

uang beredar) terhadap kegiatan makroekonomi Indonesia (pertumbuhan

ekonomi dan inflasi ?

1.4.TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis proses mekanisme dan besar

pengaruh perubahan kebijakan ekonomi dari sisi fiskal (Pengeluaran

Pemerintah) terhadap kegiatan makroekonomi Indonesia (Pertumbuhan

ekonomi dan Inflasi)

2. Untuk Mengetahui dan menganalisis proses mekanisme transmisi dan

besar pengaruh perubahan kebijakan makroekonomi dari sisi Moneter

(tingkat suku bunga, nilai tukar, dan jumlah uang beredar) terhadap

kegiatan makroekonomi Indonesia (Pertumbuhan ekonomi dan Inflasi ).

1.5.MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan pengetahuan baru

sebagai sumbangan kepada teori ekonomi yang berkaitan dengan

makroekonomi khususnya terkait dengan kebijakan fiskal dan kebijakan

moneter baik dalam memperkuat maupun memantapkan teori tersebut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

2. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan pada

stakeholders (Pemerintah, lembaga legislatif, dan lainnya) terutama dalam

rangka penyusunan asumsi makroekonomi Nasional yang selanjutnya akan

digunakan sebagai basis sasaran/proyeksi fiskal Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah

(RPJM) nasional ke depan sehingga tujuan penerapan kebijakan

makroekonomi dapat tercapai.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LANDASAN TEORI

2.1.1. TEORI EKONOMI TERBUKA

Sistem ekonomi terbuka (open economy) menunjukkan terintegrasinya

perekonomian suatu negara dengan perekonomian negara lainnya di dunia

(Mankiw, 2006). Integrasi ini dapat dilihat melalui terjadinya ekspor dan impor

barang maupun jasa, serta mengalirnya modal dari suatu negara ke negara lain

melalui pasar finansial. Hal ini menyebabkan perubahan variabel ekonomi suatu

Negara akan dipengaruhi oleh perubahan variabel ekonomi Negara lain. Saat ini

dapat dikatakan hampir tidak ada negara yang menerapkan ekonomi tertutup, oleh

karena itu Model New Keynesian (IS-LM) yang menganggap bahwa guncangan

pada sisi penawaran juga penyebab fluktuasi yang penting dianggap ada beberapa

kelemahan yaitu cenderung memiliki kekurangan dalam konsistensi internal

(Supriana, 2009). Hal ini mungkin disebabkan karena model New Keynesian

sering menolak beberapa fondasi ekonomi mikro, misalnya aksioma bahwa

individu bersifat rasional dan optimis. Menurut (Romer D. , 1996) karena teori

Keynesian tidak didasari oleh fondasi ekonomi mikro maka tidak mungkin

dilakukan analisis kesejahteraan. Berdasarkan kekurangan tersebut sehingga

model IS-LM kemudian dikembangkan untuk kasus ekonomi terbuka. Model IS-

LM Keynesian untuk ekonomi terbuka ini dinamakan dengan model Mundell

Fleming. Dalam ekonomi terbuka, nilai tukar dan perdagangan internasional

penyebab pentinya terjadi fluktuasi ekonomi.

17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

Dalam perdagangan internasional, harga berperan penting dalam mengkoordinasi

keputusan produsen dan konsumen ketika mereka berinteraksi dipasar

internasional (Mankiw, 2006). Harga internasional ini bergantung pada nilai tukar

nominalnya. Nilai tukar nominal (Nominal Exchange rate) dalam hal ini,

didefinisikan sebagai nilai yang digunakan saat menukar mata uang suatu Negara

dengan mata uang Negara lain. Berdasarkan nilai tukar ini, mata uang suatu

Negara dapat meningkat (apresiasi) atau juga dapat melemah (depresiasi) terhadap

mata uang Negara lain.

Menurut (Krugman, 1979) nilai tukar merupakan salah satu hal terpenting dalam

perdagangan internasional mengingat pengaruhnya yang sedemikian besar

terhadap neraca perdagangan dan variabel-variabel ekonomi lainnya. Bila mata

uang suatu Negara mengalami depreasiasi, nilai ekspornya akan menjadi murah

bagi pihak luar dan akan memicu terjadinya peningkatan permintaan atas demand

ekspor. Kenaikan demand ekspor akan mendorong pertumbuhan produksi dalam

negeri. Sedangkan nilai impor bagi penduduk dalam negeri akan menjadi mahal.

Sebaiknya, jika mata uang Negara tersebut mengalami apresiasi maka akan

menimbulkan pengaruh berlawanan.

Berdasarkan uraian diatas, jelas bahwa nilai tukar berpengaruh langsung terhadap

Neraca Pembayaran (BOP) suatu Negara. Sesuai definisi, Neraca Pembayaran

(BOP) merupakan jumlah dari Neraca berjalan (Neraca Perdagangan) atau dikenal

juga sebagai Current account dan Neraca Modal atau Capital account (Scarth,

1996). Neraca pembayaran ini menunjukkan perubahan cadangan devisa suatu

Negara pada suatu periode waktu. Cadangan devisa ini merupakan salah satu

indikator yang sangat penting untuk menunjukkan seberapa kuat atau lemahnya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

fundamental perekonomian suatu Negara. Hal yang terpenting dalam penambahan

cadangan devisa adalah dengan mengandalkan peningkatan pendapatan ekspor

netto, karena modal yang masuk (capital flow) merupakan pinjaman yang harus

dibayar kembali berikut bunganya (interest payment).

2.1.2 Model Mundell Fleming

Pada dasarnya model Mundell-Fleming merupakan perluasan dari model IS-LM.

Jika pada model IS-LM menjelaskan model perekonomian tertutup maka model

Mundell Fleming menjelaskan perekonomian terbuka. Pada model ini

ditambahkan perdagangan (Balance of Payment) dan Keuangan (The Central

Bank Balance Sheet), sehingga model ini sering disebut juga dengan model IS-

LM-BP. Model ini dikembangkan secara terpisah oleh Robert Mundell

(1960,1963) , Marcus Fleming (1962) dan Dornbusch R.(1976,1980), selanjutnya

disintesa menjadi Model Mundell’s dan Model Fleming’s sehingga model tersebut

menjadi satu dan disebut Model Mundell-Fleming.

Dalam perekonomian terbuka sebagian output dijual untuk domestik dan sebagian

lagi diekspor ke luar negeri. Adapun standard dari model Mundell-Fleming

adalah:

, persamaan ini dikatakan

persamaan keseimbangan di pasar barang dengan menunjukkan efek

pendapatan akibat perubahan nilai kurs (Laursen/Metzler effect).

Dari Persamaan Identitas Y= C(Yd) + I(r) + G + (EX-IM) ………………. Pers.2.1

Diubah menjadi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

(EX-IM) =Y-(C(Yd))+I(r) + G ……………………pers.2.2

Ekspor Netto =Output – Pengeluaran Domestik

Persamaan:

…………………………………. Pers.2.3

…………………Pers.2.4

Persamaan ini menunjukkan bahwa dalam perekonomian terbuka, pengeluaran

domestik tidak perlu sama dengan output barang dan jasa. Jika output melebihi

pengeluaran domestik, kita mengekspor perbedaan itu: ekspor neto adalah positif.

Jika output lebih kecil dari pengeluaran domestik, kita mengimpor perbedaan itu :

ekspor neto adalah negatif.

Dari: Y-C-G =S ………………………………….Pers.2.5

Dimana S adalah tabungan nasional. Didapatkan identitas untuk sistem

perekonomian terbuka

S=I + (EX-IM) …………………………….Pers.2.6

Menjadi: S-I=(EX-IM) ……………………………….Pers.2.7

Dari persamaan (2.7) di atas, EX – IM adalah neraca perdagangan (trade

balance), S – I adalah arus modal keluar neto (net capital outflow), terkadang

disebut juga investasi asing neto (net foreign investment). Arus modal keluar neto

adalah jumlah dana yang dipinjamkan penduduk domestik ke luar negeri

dikurangi jumlah dana yang dipinjamkan orang asing kepada kita. Jika arus modal

keluar neto adalah positif, maka tabungan nasional kita melebihi investasi dan kita

meminjamkannya kepada pihak asing. Sebaliknya jika arus modal keluar neto

adalah negatif, perekonomian kita mengalami arus modal masuk : investasi

melebihi tabungan, dan perekonomian membiayai investasi ekstra ini dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

meminjam dari luar negeri. Jadi arus modal keluar neto ini mencerminkan arus

dana internasional untuk membiayai akumulasi modal.

Model Mundell- Fleming ini menekankan interaksi antara pasar barang dan pasar

uang. Keduanya juga mengasumsikan bahwa tingkat harga adalah tetap dan

menunjukkan apa yang menyebabkan fluktuasi jangka pendek dalam pendapatan

agregat (atau, sama dengan pergeseran dalam kurva permintaan agregat).

Perbedaaan pentingnya adalah bahwa model IS-LM mengasumsikan

perekonomian tertutup, sedangkan model Mundell Fleming mengasumsikan

perekonomian terbuka (IS*-LM*).

Model Mundell Fleming membuat suatu asumsi penting dan ekstrem yaitu :

model ini mengasumsikan bahwa perekonomian yang sedang dipelajari adalah

perekonomian terbuka kecil dengan mobilitas modal sempurna. Artinya,

perekonomian bisa meminjam atau memberi pinjaman sebanyak yang ia inginkan

di pasar keuangan dunia dan, sebagai akibatnya tingkat bunga perekonomian (r)

ditentukan oleh tingkat bunga dunia (r*). Secara matematis, kita bisa menulis

asumsi ini sebagai:

r=r* ………………………………………Pers.2.8

dengan memasukkan variabel country risk ( ) terhadap tingkat bunga domestic

maka diperoleh persamaan baru yaitu:

r=r*+ …………………………………….Pers.2.9

Derivasi Kurva IS*

Hubungan antara tingkat suku bunga dengan pendapatan yang memperlihatkan

keseimbangan antara investasi dan tabungan, diwakili oleh kurva IS*.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

b. Perpotongan keynesian
Pe
Pengeluaran
ng aktual
el
ua
ra
n
Pengeluaran
yang
direncanakan

Y2 Y1

Kurs (e) a. Kurva ekspor netto c. Kurva IS*


Kurs (e)

e2 e2

e1
e1

NX IS*

NX (e2) NX (e1) Ekspor Neto (NX) Y2 Y1 Pendapatan, output (Y)

Gambar 2.1. Derivasi Kurva IS*

Kurva IS* diderivasi dari kurva ekspor-neto dan perpotongan Keynesian. Dari

gambar 2.1 di atas, (a) menunjukan kurva ekspor-neto : kenaikan kurs dari e1 ke e2

mengurangi ekspor-neto dari NX(e1) ke NX(e2). (b) menunjukkan perpotongan

Keynesian : penurunan ekspor neto dari NX(e1) ke NX(e2) menggeser kurva

pengeluaran yang direncanakan ke bawah dan menurunkan pendapatan dari Y1 ke

Y2. (c) menunjukkan kurva IS* yang meringkas hubungan antara kurs dan

pendapatan : semakin tinggi kurs, semakin rendah tingkat pendapatan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

Derivasi Kurva LM*, Dari sisi pasar uang, kondisi ekuilibrium pasar uang dan

tingkat suku bunga dunia menentukan tingkat pendapatan. Persamaan ini

menyatakan bahwa penawaran keseimbangan uang riil M/P sama dengan

permintaan L(r*,Y). Keseimbangan pasar uang adalah pada saat permintaan akan

uang sama dengan tingkat penawarannya (M/P)=L(r*,Y).

a. Kurva LM
Tingkat bunga,r)
LM

r=r*

Pendapatan, output (Y)

b.Kurva LM*
kurs,e)

LM*

Pendapatan, output (Y)

Gambar 2.2 Derivasi kurva LM*

2.1.2.1 Asumsi Model

Berikut ini adalah beberapa asumsi dari model Mundell-Fleming:

1. Asumsi dasar dari model Mundell-Fleming adalah ekonomi domestik

“kecil” dalam kaitannya dengan dunia internasional (small & open

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

economy). Asumsi ini menekankan bahwa variabel dunia (Pendapatan,

Harga dan Suku bunga) adalah exogeneous.

2. Capital flow dapat berupa Perfect Capital Mobility, Imperfect Capital

Mobility, atau No Capital Mobility. Pada asumsi Perfect Capital Mobility,

terjadi ketika , artinya Negara dapat meminjam atau

meminjamkan capital sebanyak yang diinginkan dalam pasar keuangan

dunia. (Perfect Capital Mobility) dapat terjadi hanya jika

=0 atau = ) (tingkat bunga domestic = tingkat bunga dunia).

3. Slope dari kurva BP tergantung pada level dari mobilitas Kapital (Capital

Mobility) :

4. Capital account (Neraca Modal) dalam Balance of Payment diasumsikan

tergantung secara positif pada ekspektasi perbedaan “Yield” antara obligasi

domestik dengan asing.

5. Kita asumsikan bahwa tingkat bunga dapat diamati setiap saat sehingga

tidak perlu agents untuk meramalkannya.

6. Fungsi K pada Kapital account harus diinterpretasikan sebagai permintaan

asing terhadap obligasi domestik. Untuk itu, kita asumsikan bahwa

penduduk domestik hanya memegang uang dan obligasinya, sedangkan

asing memegang uang dan obligasinya beserta obligasi domestik kita.

Dengan menerapkan asumsi-asumsi di atas, maka dapat diperoleh bentuk

persamaan structural yang lebih sederhana yaitu:

pers.2.10

pers.2.11

pers.2.12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

Dengan melakukan differensial total terhadap persamaan 2.10, maka didapat hasil

sebagai berikut:

Dengan menyederhanakan persamaan diatas maka diperoleh:

, jika

dikelompokkan menjadi:

, jika

disederhanakan menjadi:

Jika:

dan maka persamaan diatas

menjadi h. pers.2.13

Dengan melakukan differensial total terhadap persamaan 2.11, maka didapat hasil

sebagai berikut:

, sehingga menjadi:

pers.2.14.

Dengan melakukan differensial total terhadap persamaan 2.12, maka didapat hasil

sebagai berikut:

, jika

disederhanakan menjadi:

pers.2.15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

Berdasarkan persamaan total differensial pada persamaan 2.13, 2.14 dan 2.15,

maka dapat dibentuk matriks seperti dibawah ini:

A. Konsumsi Rumah tangga dan perusahaan

Pada ekonomi terbuka, jika ekspor riil lebih tinggi dari impor riil maka output

agregat lebih besar dari konsumsi. Perilaku rumahtangga dan perusahaan dalam

menentukan konsumsi ditentukan oleh tiga faktor fundamental, yaitu tingkat

pajak, inflasi dan pendapatan (Blanchard and Fischer, 1989; Romer, 1996; Barro,

1997; Doepke, Lehnert and Sellgren, 1998). Tujuan rumahtangga adalah

maksimalkan utilitas pada kendala anggaran tertentu, sehingga respons konsumsi

rumahtangga terhadap output adalah positip, sebaliknya respons terhadap tingkat

pajak dan tingkat harga umum atau inflasi adalah negatip. Penurunan tingkat

pajak dan harga umum atau inflasi secara langsung akan meningkatkan daya beli

dari pendapatan rumahtangga karena biaya konsumsi semakin rendah, dan

kemudian mendorong peningkatan konsumsi rumahtangga. Peningkatan output

agregat merupakan peningkatan kemampuan kendala anggaran rumahtangga

dalam memaksimalkan utilitas, sehingga peningkatan output agregat akan

meningkatkan konsumsi rumahtangga.

Perilaku konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh besaran disposable income dan

suku bunga simpanan riil. Disposable income menggambarkan pendapatan bersih

masyarakat yang dapat dibelanjakan setelah dikurangkan dengan pembayaran

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

pajak kepada Pemerintah. Sementara itu, suku bunga simpanan riil menunjukkan

opportunity cost masyarakat dalam memegang uang. Suku bunga yang meningkat

menjadi insentif bagi masyarakat untuk menyimpan uangnya di bank, sehingga

cenderung menurunkan tingkat konsumsi. Sedangkan peningkatan disposable

income akan mendorong peningkatan konsumsi.

B. Ekspor dan Impor

Globalisasi ekonomi dapat dijelaskan oleh arus nilai komoditas dan jasa yang

masuk dan keluar dari suatu negara. Ekspor dan impor dipisahkan antara ekspor

ke daerah lain dan impor dari daerah lain serta ekspor ke luar negeri dan impor

dari luar negeri. Nilai tukar efektif riil daerah ditentukan oleh nilai tukar mata

uang, indeks harga impor domestik dari luar negeri dan indeks harga ekspor

domestik ke luar negeri (Batiz & Batiz, 1994). Menurut Undang-Undang

Kepabeanan Nomor 17/2006, ekspor adalah mengeluarkan barang dari dalam ke

luar wilayah pabean, sedangkan impor adalah memasukan barang dari luar ke

dalam wilayah pabean. Sehingga ekspor dapat diartikan adalah suatu kegiatan

penjualan komoditas yang dihasilkan oleh suatu negara selanjutnya

diperdagangkan kepada daerah atau negara lain. Suatu negara dapat mengeskpor

barang-barang yang dihasilkannya ke negara lain yang tidak menghasilkan

barang-barang yang dihasilkan negara pengekspor (Lipsey, 1995). Di sisi lain,

impor dapat diartikan sebagai kegiatan membeli barang dan jasa dari luar daerah

atau luar negeri. Sehingga dapat dikatakan bahwa ekspor- impor dapat merupakan

perdagangan internasional. Perdagangan internasional dianggap sebagai suatu

akibat dari adanya interaksi antara permintaan dan penawaran yang bersaing.

Permintaan (demand) dan penawaran (supply) akan tampak dalam bentuk yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

dikenal serta merupakan suatu interaksi dari kemungkinan produksi dan preferensi

konsumen. Suatu negara akan mengekspor komoditas yang dihasilkan lebih

murah dan mengimpor komoditas yang dihasilkan lebih mahal dalam penggunaan

sumber daya (Lindert & Kindleberger, 1995).

Perdagangan internasional akan mendorong peningkatan konsumsi dan

memberikan keuntungan. Sebaliknya kebijakan pembatasan perdagangan oleh

pemerintah justru memberikan kerugian yang lebih besar bagi masyarakat dalam

negeri dibandingkan manfaat yang diterima. Volume ekspor suatu komoditas dari

negara tertentu ke negara lain merupakan selisih antara penawaran domestik dan

permintaan domestik yang disebut kelebihan penawaran (excess supply). Pada sisi

lain, kelebihan penawaran dari negara tersebut merupakan permintaan impor bagi

negara lain atau merupakan kelebihan permintaan (excess demand). Selain

dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran domestik, ekspor juga dipengaruhi

oleh faktor-faktor pasar dunia seperti harga komoditas itu sendiri, jumlah

komoditas itu sendiri dan komoditas substitusinya di pasar internasional serta hal-

hal yang dapat mempengaruhi harga baik secara langsung maupun tidak langsung

( Salvatore, 1997).

C. Nilai Tukar Mata Uang (Exchange Rates)

Nilai tukar adalah harga dari suatu mata uang dalam mata uang Negara lain,

misalnya nilai rupiah setelah dikonversi dalam dollar AS. Mishkin (2004)

menyatakan bahwa exchange rate is the price of one currency in terms of another.

Sedangkan menurut (Thobarry, 2009) Nilai tukar suatu mata uang atau kurs

adalah nilai tukar mata uang suatu Negara terhadap Negara asing lainnya. Nilai

tukar biasanya mengalami perubahan, perubahan nilai tukar dapat berupa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

depresiasi dan apresiasi. Depresiasi mata uang rupiah terhadap dollar AS artinya

suatu penurunan harga dollar AS terhadap rupiah. Sedangkan apresiasi rupiah

terhadap dollar AS adalah kenaikan harga rupiah terhadap USD.

Perubahan nilai tukar akan berpengaruh terhadap perekonomian dan kehidupan

masyrakat sehari-hari. Karena jika dollar AS menguat (apresiasi) terhadap mata

uang asing seperti rupiah maka barang-barang dari Indonesia menjadi relatif

murah untuk orang-orang Amerika dan barang-barang Amerika relatif mahal bagi

orang-orang Indonesia. jika terjadi sebaliknya, jika dollar AS melemah

(depresiasi) terhadap rupiah, maka barang-barang Indonesia menjadi lebih mahal

bagi orang-orang Amerika dan barang-barang Amerika menjadi lebih murah bagi

orang-orang Indonesia.

Efek perubahan nilai tukar juga mempengaruhi inflasi maupun output dan

menjadi pertimbangan bagi pengambil kebijakan moneter. Menurut Mishkin

(2001) “like the price of my good or assets in free market, exchange rates are

determined by interaction of supply $ demand. Jika diartikan maka yang dimaksud

Miskhin adalah bahwa sebagaimana halnya dengan harga suatu barang dan jasa di

dalam mekanisme pasar bebas, nilai tukar mata uang suatu Negara juga ditentukan

oleh interaksi antara permintaan dan penawaran. Menurut (Muchlas & Alamsyah,

2015) ada beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan nilai tukar yaitu:

tingkat inflasi, suku bunga, Jumlah uang beredar, Balance of Payment (BOP).

Selanjutnya adalah bagaimana nilai tukar ditentukan dalam jangka panjang dan

bagaiamana nilai tukar ditentukan dalam jangka pendek. Untuk dapat memahami

nilai tukar dalam jangka panjang maka perlu diketahui tentang penjelasan

mengenai hukum satu harga (the law of one price). Hukum ini menjelaskan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

bahwa jika dua Negara menghasilkan barang yang relatif sama, dan biaya

transportasi serta hambatan perdagangan internasional sangat rendah, maka harga

barang seharusnya sama di seluruh dunia, tidak peduli Negara mana yang

menghasilkannya.

Menurut Mishkin (2001) misalnya harga baja di Amerika Serikat adalah $ 100 per

ton dan baja Jepang yang sama harganya 10.000 yen per ton. Jika hukum Satu

Harga terpenuhi, maka nilai tukar antara yen Jepang dan Dollar AS seharusnya

100 yen per dollar AS atau $0,01 per yen sehingga satu ton baja Amerika dijual

seharga 10.000 yen di Jepang (harga dari baja Jepang) dan satu baja Jepang dijual

dengan harga $ 100 di Amerika Serikat (harga dari baja Amerika). Jika nilai

tukar-nya berubah menjadi 200 yen per dollar AS, maka baja Jepang akan dijual

seharga $50 per ton di Amerika atau setengah dari harga baja Amerika dan baja

Amerika dijual seharga 20.000 yen per ton di Jepang atau dua kali dari harga baja

Jepang.

Teori penentuan nilai tukar dalam jangka panjang mengacu pada teori Paritas

Daya Beli (Purchasing Power Parity), “it state that exchange rates between any

two curries will adjust to reflect changes in the price levels of two countries atau

nilai tukar (kurs) antara dua mata uang akan melakukan penyesuaian yang

mencerminkan perubahan tingkat harga dari kedua Negara.

Menurut Miskhin (2008) teori Paritas Daya Beli (PPP) merupakan aplikasi teori

hukum satu harga pada tingkat harga secara keseluruhan, bukan harga dari satu

komoditas/barang. Misalnya harga baja dalam yen Jepang meningkat menjadi

11.000 yen atau 10% relatif terhadap harga baja dalam dollar AS (harga tidak

berubah yakni tetap sebesar $100. Menurut Miskhin, jika hukum Satu Harga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

terpenuhi, maka kurs akan naik menjadi 110 yen per dollar AS, dalam hal ini

dollar AS mengalami apresiasi sebesar 10%. Penerapan hukum tersebut terhadap

tingkat harga di kedua Negara menghasilkan teori PPP yang menyatakan jika

tingkat harga di Jepang akan naik 10% relatif terhadap tingkat harga di AS, maka

dollar AS akan mengalami penguatan (apresiasi) sebesar 10% atau sebaliknya yen

Jepang mengalami pelemahan (depresiasi) sebesar 10%.

Menurut Mishkin (2008), bahwa nilai tukar dalam jangka pendek merupakan

harga dari asset domestic (misalnya deposito bank, obligasi, saham yang

didenominasikan dalam mata uang domestik) yang dinyatakan dalam asset luar

negeri.

Implementasi Model ini bergantung pada Sistem Nilai Tukar yang dianut suatu

Negara Tetap (Fixed Exchange Rates dan Flexible/floating Exchange Rate.

Berdasarkan hal tersebut ada tiga hal yang dibahas dalam teorema ini yaitu Fixed

Exchange Rate in the Impact Period (Short Run), Fixed Exchange Rate in Full

Equilibrium (Long-Run) dan Flexible Exchange Rate. Pada Flexible Exchange

Rate dengan tidak adanya intervensi Bank Sentral pada pasar valas menunjukkan

bahwa tidak ada aset yang diperdagangkan. Sehingga, tidak ada perubahaan aset

pada suatu periode waktu, untuk itu tidak perlu membedakan antara kondisi

impact periode dan full equilibrium.

pers.2.16

Uji stabilitas menunjukkan bahwa:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

Dari persamaan diatas terlihat bahwa model pada sistem nilai tukar tetap stabil

dalam impact period, dan dapat mencapai multiplier full equilibrium.

Adapun efek multiplier dari kebijakan Fiskal dan Moneter pada sistem nilai tukar

tetap (impact period) adalah:

Kebijakan Fiskal= pers.2.17

Kebijakan Moneter= pers.2.18

Fixed Exchange Rate (Full Equilibrium)

Dalam Kondisi Full Equilibrium, Balance Payment , hal ini karena dalam

kondisi Long Run, variabel endogen didefinisikan tetap konstan, jadi dan

menyebabkan kurva LM tidak bergerak. Variabel endogen model pada system ini

adalah Y,r, R. sehingga persamaan total diferensial untuk berubah menjadi

seperti dibawah ini:

pers.2.19

Berdasarkan persamaan total differensial pada persamaan 2.13, 2.14 dan 2.19,

maka dapat dibentuk matriks seperti dibawah ini:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

Dengan Determinan , sehingga beberapa

efek multiplier yang dihasilkan terlihat seperti dibawah ini:

Kebijakan fiskal:

= pers.2.20

Kebijakan moneter = pers.2.21

pers.2.22

Flexible Exchange Rate

Variabel endogen model pada sistem ini adalah Y,r,E.

Berdasarkan persamaan total differensial pada persamaan 2.13, 2.14 dan 2.19,

maka dapat dibentuk matriks seperti dibawah ini:

Dengan Determinan ,

sehingga beberapa efek multiplier yang dihasilkan terlihat seperti dibawah ini:

Kebijakan Fiskal = )

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

pers.2.23

Kebijakan moneter = )

pers.2.24

pers.2.25

pers.2.26

pers.2.27

pers.2.28

pers.2.29

pers.2.30

pers.2.31

pers.2.32

pers.2.33

pers.2.33

Dalam kasus perfect capital mobility ,

sehingga kebijakan fiskal tidak efektif dibanding dengan kebijakan moneter.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

Sedangkan kenaikan suku bunga luar negeri berdampak pada kenaikan

pertumbuhan output domestik karena depresiasi nilai mata uang lokal yang

berakibat pada kenaikan ekspor dan penurunan impor.

2.1.2. Inflasi dan Ekspektasi Inflasi

Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk meningkatkan secara umum

dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat

disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas atau mengakibatkan kenaikan pada

harga barang dan jasa lainnya. Inflasi dapat terjadi karena kelebihan permintaan

atau excess demand terhadap barang-barang dalam perekonomian secara

keseluruhan (Gunawan, 1991). Inflasi juga merupakan kenaikan harga-harga yang

terus menerus dari barang dan jasa secara umum, bukan satu jenis barang saja dan

sesaat. Oleh sebab itu peningkatan harga secara sporadis bukan inflasi

(Iswardono, 2001). Menurut (Boediono, 1995) inflasi adalah kecenderungan dari

harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus.

Model penawaran agregat atau Phillips curve dari Lucas banyak digunakan

sebagai alat analisis inflasi optimal untuk meminimumkan social loss function

(Lippi, 1993; Rogoff, 1985, Obstfeld and Rogoff, 1996; Romer, 1996). Dalam

studi ekonomimakro, penawaran agregat jangka panjang juga disebut the

expected-augmented Phillips curve (Romer D. , 1996), yaitu:

pt = pt-1 + *t +  [yt - y] -  [ut - u] + St

pt - pt-1 = *t +  [yt - y] -  [ut - u] + St

t = *t +  [yt - y] -  [ut - u] + St (2.34)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

dimana *t adalah core or underlying inflation atau ekspektasi inflasi yang

bersumber dari perubahan permintaan dan penawaran agregat. Di lain pihak,

deviasi tingkat pertumbuhan ekonomi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi

alamiah [yt - y] juga memberikan tekanan terhadap inflasi, sebaliknya peningkatan

deviasi tingkat pengangguran [ut - u] akan menurunkan tingkat inflasi.

Karateristik inflasi akibat perubahan deviasi tingkat pertumbuhan ekonomi dan

deviasi tingkat pengangguran merupakan komponen temporer dari core or

underlying inflation, karena sumber inflasi ini akan hilang jika deviasi tingkat

pertumbuhan ekonomi dan deviasi tingkat pengangguran tidak ada. Oleh sebab itu

baseline inflation [t] terdiri dari komponen menetap dari core or underlying

inflation [*t] dan komponen temporer dari core or underlying inflation [ (yt - y)

-  (ut - u)], serta noise inflation [St] yang bersumber dari supply shock dan

demand shock.

Core or underlying inflation juga dikarakteristikkan sebagai rata-rata

tertimbang ekspektasi inflasi dan inflasi periode sebelumnya [et + (1-) t-1].

Rata-rata tertimbang ekspektasi inflasi dan inflasi periode sebelumnya disebut

inertia in wage dan price inflation. Oleh sebab itu baseline inflation juga dapat

dirumuskan sebagai berikut:

t = et +  [yt - y] -  [ut - u] + St

t =  et + (1-) t-1 +  [yt - y] -  [ut - u] + St (2.35)

Core or underlying inflation juga dapat dikarakteristikkan sebagai inflasi periode

sebelumnya [t-1], sehingga baseline inflation dirumuskan menjadi:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

t = t-1 +  [yt - y] -  [ut - u] + St (2.36)

Artinya peningkatan pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan inflasi, sebaliknya

peningkatan tingkat pengangguran akan menurunkan tingkat inflasi. Komponen

menetap dari core or underlying inflation adalah inflasi periode sebelumnya [t-1]

dan komponen temporer dari core or underlying inflation [ (yt - y) -  (ut - u)],

serta noise inflation [St].

Tiga konsep atau model (2.34)-(2.36) tentang komponen menetap dari core

or underlying inflation dan komponen temporer memunculkan tiga pilihan tentang

karakteristik inflasi. Persamaan (2.34) menjelaskan bahwa core or underlying

inflation terdiri dari komponen menetap [*t] dan komponen temporer dari core or

underlying inflation [ (yt - y) -  (ut - u)]. Persamaan (2.35) menjelaskan bahwa

core or underlying inflation terdiri dari komponen menetap [ et + (1-) t-1] dan

komponen temporer [ (yt - y) -  (ut - u)]. Persamaan (2.36) menjelaskan bahwa

core or underlying inflation terdiri dari komponen menetap [t-1] dan komponen

temporer [ (yt - y) -  (ut - u)]. Dari ketiga konsep ini ukuran core or underlying

inflation komponen menetap adalah ekspektasi inflasi. Ekspektasi inflasi

merupakan penomena moneter sehingga pembentukan ekspektasi inflasi

ditentukan oleh kebijakan moneter.

2.1.3. Teori Permintaan Uang

teori permintaan uang yang dibahas yaitu teori permintaan uang yang

dikemukakan oleh John Maynard Keynes serta teori permintaan uang yang

dikemukakan oleh Milton Friedman atau Kaum Monetarist.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

John Maynard Keynes sependapat dengan para ekonom klasik tentang fungsi uang

sebagai alat tukar dan sebagai konsekuensi dari adanya permintaan uang untuk

kebutuhan transaksi. Keynes juga sependapat dengan ekonom Cambridge yang

berpandangan bahwa uang berfungsi sebagai alat penyimpan kekayaan (store of

wealth) yang jumlahnya ditentukan oleh tingkat suku bunga dan tingkat

pengembalian (return) yang diharapkan. Namun, sedikit yang membedakan

dengan aliran klasik adalah bahwa Keynes lebih menekankan pada pentingnya

suku bunga dalam mempengaruhi perilaku masyarakat untuk memilih memegang

uang tunai atau membeli surat-surat berharga (khususnya obligasi). Penekanan

terhadap pengaruh faktor suku bunga terhadap keinginan memegang uang inilah

yang memungkinkan analisis permintaan uang sebagai alat untuk memperoleh

keuntungan.

di sisi lain, golongan moneterisme yang disponsori oleh Milton friedman memiliki

pandangan yang berbeda tentang teori permintaan uang. Menurut Friedman, teori

permintaan uang merupakan bagian integral dari teori modal atau teori tentang

kemakmuran yang dipengaruhi oleh komposisi neraca pembayaran atau komposisi

potfolio asset. Menurut Friedman, teori permintaan uang dapat ditinjau dari dua

sudut pandang, yaitu (1) sudut pandang individu dan (2) sudut pandang pemilik

perusahaan (Natsir, 2014).

jika ditinjau dari sudut individu, maka permintaan uang dalam nilai riil

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Jumlah kemakmuran total merupakan kontrain. Friedman menggunakan

konsep pendapatan permanen untuk mengukur indeks kemakmuran

seseorang;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

2. Perbandingan antara kekayaan dalam bentuk human wealth dengan

kekayaan dalam bentuk non-human wealth. Human wealth adalah kapasitas

seseorang untuk menghasilkan pendapatan.

3. Tingkat pendapatan yang diharapkan (expected rate of return)

4. Utility yang diperoleh dari memegang uang relatif terhadap utilitas yang

diperoleh dari penggunaan bentuk aset lainnya.

Jika ditinjau dari pemilik perusahaan, maka fungsi permintaan uang individu akan

mengalami perubahan. Total kemakmuran bukan merupakan faktor pembatas

terhadap fungsi permintaan uang karena jumlah aset produktif yang dimiliki oleh

perusahaan untuk tujuan maksimasi keuntungan.

Adapun perbedaan pandangan antara Friedman dan Keynes adalah menyangkut 3

(tiga) hal. ketiga hal itu merupakan pandangan dari kaum klasik yang menjadi

dasar teori kuantitas uang, baik yang tradisional maupun yang modern. Pendapat

itulah yang mendapat resistansi dari aliran Keynesians. Ketiga hal yang dimaksud

adalah sebagai berikut:

1) Asumsi Full Employment dalam jangka panjang

Friedman melihat kelemahan utama teori Keynes yang tidak memperhatikan

peranan wealth dalam fungsi konsumsi atau dengan kata lain Keynes tidak

memperhatikan adanya keinginan seseorang untuk membentuk stock wealth

sebagai tujuan menabung. Friedman menyatakan bahwa dengan adanya

pergeseran atau kekakuan harga mungkin mempengaruhi tercapainya

keseimbangan full employment dalam jangka panjang. tapi

ketidaksempurnaan mekanisme pada sistem harga tersebut tidak akan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

menyebabkan mekanisme pasar yang berlaku akan menghasilkan dampak

pengangguran (Indrawati dalam Natsir, 2014).

2) Kekakuan Harga dalam jangka pendek

Analisis penyesuaian dinamis dalam system pasar akibat perubahan

permintaan dan penawaran, teori Kuantitas uang menggunakan piranti

Alfred Marshall yang membedakan antara analisis jangka pendek dan

jangka panjang serta memiliki dua karakter, yaitu (i) mengganti proses

continue menjadi tahapan seri yang discrete dan (ii) jika terjadi gangguan

pada keseimbangan, maka harus ada suatu variabel yang dapat

menyesuaikan dengan cepat. Variabel yang dimaksud adalah variabel

tingkat harga yang mudah berubah dibandingkan dengan tingkat output.

Keseimbangan baru terjadi setelah adanya gangguan pada tingkat harga baru

dengan tingkat output yang tetap.

Asumsi di atas membawa implikasi bahwa teori Kuantitas uang menyatakan

bahwa perubahan jumlah uang beredar akan menyebabkan variabel harga

berubah secara proporsional dalam persamaan M=k.PY. Perubahan Jumlah

uang beredar tidak akan mempengaruhi variabel-variabel riil. Akibatnya

variabel k dan Y tidak akan mengalami perubahan karena perubahan k dan

Y hanya dipengaruhi oleh factor-faktor riil.

Sementara itu, Keynes juga menggunakan piranti analisis Alfred Marshall,

tapi dengan mengubah asumsi kedua. Menurut Keynes, variabel yang dapat

berubah dengan cepat adalah variabel kuantitas dan bukan tingkat harga.

Keynes hanya menganalisa keseimbangan jangka pendek, karena menurut

Keynes in the long run we are all dead. Dalam jangka pendek tingkat harga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

sukar berubah (kaku) sehingga perubahan yang cepat justru terjadi pada

variabel kuantitas.

3) Kecenderungan likuiditas Absolut

Menurut Keynes permintaan uang dibedkan menurut: M1 yaitu permintaan

uang berdasarkan motif transaksi dan berjaga-jaga dan M2 yaitu permintaan

uang berdasarkan motif spekulasi. M2 timbul karena adanya ketidak pastian

tingkat harga pada masa akan datang dan jumlah uang yang diminta

tergantung pada hubungan antara tingkat bunga saat ini dan tingkat bunga

yang diharapkan pada masa yang akan datang.

Perbedaan antara Keynes dan Friedman adalah penjelasan tentang mekanisme

trasmisi kebijakan moneter yang menghubungkan perubahan jumlah uang beredar

dengan perubahan pengeluaran total. Keynes menyatakan bahwa perubahan

jumlah uang beredar akan mempengaruhi tingkat suku bunga. perubahan tingkat

suku bunga berpengaruh pada profitabilitas dan kegiatan investasi yang pada

gilirannya berpengaruh pada kenaikan pendapatan melalui efek pengganda.

Keynes berpandangan bahwa terhadap hubungan tidak langsung antara jumlah

uang beredar dengan kenaikan harga-harga (inflasi) serta menekankan analisanya

pada elastisitas permintaan uang terhadap tingkat suku bunga dan pada

pengeluaran investasi. sebaliknya, Friedman berpandangan lain yaitu menekankan

pengaruh langsung, bahwa melalui neraca keseimbangan dan melalui perubahan

tingkat suku bunga. Peningkatan jumlah uang beredar akan menimbulkan reaksi

masyarakat untuk dapat mengembalikan keseimbangan neracanya pada tingkat

normal. Perubahan jumlah uang beredar akan menyebabkan harga aset meningkat

dan tingkat bunga menurun. Akibatnya, akan merangsang pengeluaran baik untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

memproduksi asset maupun untuk pengeluaran lainnya. Melalui efek pengganda,

perubahan pada neraca keseimbangan akan ditransformasikan pada perubahan

tingkat pendapatan atau pengeluaran.

2.1.4. Mekanisme Trasmisi Kebijakan Moneter

Sebagaimana tujuan akhir dari kebijakan moneter di Indonesia adalah menjaga

dan memelihara stabilitas nilai rupiah yang salah satunya tercermin dari tingkat

inflasi yang rendah dan stabil. Untuk itu Bank Indonesia Menetapkan suku bunga

kebijakan BI rate sebagai instrument kebijakan utama untuk mempengaruhi

aktivitas/kegiatan perekonomian dengan tujuan pencapaian inflasi yang rendah

dan stabil. Namun jalur atau transmisi dari sejak keputusan perubahan BI rate

sampai dengan pencapain sasaran akhir kebijakan moneter (inflasi) tersebut

sangat kompleks dan memerlukan waktu tunda (time lag) yang berbeda antara

satu jalur dengan jalur yang lain.

Mekanisme transmisi ekspansi moneter dapat berpengaruh terhadap aktivitas

ekonomi dan bisnis regional melalui interest rate channel, asset price channel,

dan credit channel (Mishikin, 1996; 2001). Menurut Bernanke and Blinder

(1992), mekanisme transmissi interest rate channel dari ekspansi moneter adalah

peningkatan permintaan agregat sebagai akibat peningkatan ekspektasi inflasi dan

penurunan tingkat bunga riil. Penurunan tingkat bunga riil akan meningkatkan

investasi dan menurunkan biaya modal dalam proses produksi sehingga output

agregat naik.

Ada lima (5) jalur kebijakan moneter yaitu: pertama, jalur suku bunga (interest

rate channel). Jalur suku bunga menekankan peranan perubahan struktur suku

bungan di sektor keuangan yang ditransmisikan ke suku bunga menengah/panjang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

yang selanjutnya memengaruhi permintaan dan akhirnya berpengaruh terhadap

inflasi (Taylor,1995). Perubahan kebijakan moneter berawal dari perubahan

instrumen moneter (BI rate) yang akan berpengaruh pada perkembangan suku

bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB), suku bungan deposito dan suku bunga

kredit. Selanjutnya masuk ke sektor riil tergantung pada pengaruhnya terhadap

konsumsi dan investasi. Pengaruh suku bunga terhadap konsumsi terjadi karena

suku bunga deposito merupakan komponen dari pendapatan masyarakat (income

effect) dan suku bunga kredit sebagai pembiayaan konsumsi (substitution effect).

Sedangkan pengaruh suku bunga terhadap investasi terjadi karena suku bunga

kredit merupakan komponen biaya modal (cost of capital). Pengaruh suku bunga

terhadap konsumsi dan investasi selanjutnya akan berdampak pada jumlah

permintaan agregat. Jika peningkatan permintaan agregat tidak dibarengi dengan

peningkatan penawaran agregat maka akan terjadi output gap, tekanan output gap

akan berpengaruh terhadap tingkatan inflasi sebagai tujuan akhir kebijakan

moneter.

Alur mekanisme transmissi interest rate channel adalah sebagai berikut:

M  r   i   y 

M  E[p]   r   i   y 

dimana:
M = stok uang nominal,
r = tingkat bunga riil,
E[p] = ekspektasi tingkat harga,
i = investasi riil, dan
y = output agregat riil.

Kedua, Jalur Nilai Tukar (Exchange Rate Channel), kenaikan BI rate akan

mendorong kenaikan selisih antara suku bunga di Indonesia dan luar negari,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

sehingga memancing ketertarikan investor asing untuk masuk ke instrument

keuangan di Indonesia seperti sertifikat Bank Indonesia (SBI). Jika terjadi aliran

masuk modal asing (capital inflow), maka rupiah bisa mengalami penguatan

(apresiasi). Dengan melebarnya selisih suku bunga tersebut mendorong investor

asing untuk menanamkan modal pada instrumen-instrumen keuangan di Indonesia

seperti SBI karena mereka akan mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih

tinggi. Aliran modal masuk asing ini pada gilirannya akan mendorong apresiasi

nilai tukar rupiah. Apresiasi rupiah mengakibatkan harga barang impor lebih

murah dan harga barang ekspor kita di luar negeri menjadi lebih mahal atau

kurang kompetitif sehingga akan mendorong impor dan mengurangi ekspor.

Turunnya net ekspor ini akan berdampak pada menurunnya pertumbuhan

ekonomi dan kegiatan perekonomian. Mekanime trasmisi dengan jalur nilai tukar

merupakan konsekuensi dari suatu sistem perekonomian terbuka.

Alur mekanisme transmissi exchange rate effect adalah sebagai berikut:

M  r   E   NX   y 

dimana:

E = nilai tukar matauang, dan


NX = ekspor riil netto.

Ketiga, Jalur Harga Aset (Asset Price Channel), Perubahan BI rate juga dapat

mempengaruhi perekonomian makro melalui perubahan harga aset. Kenaikan

suku bunga akan menurunkan harga asset seperti properti, saham dan obligasi.

Ketika kekayaan individu dan perusahaan “berkurang” karena penurunan harga

tersebut, kemampuan mereka melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi seperti

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

konsumsi dan investasi juga akan menurun sehingga laju perekonomian yang

terlalu cepat bisa ditahan.

Keempat, Jalur Kredit (credit channel), trasmisi kebijakan moneter melalui jalur

kredit berkerja berdasarkan asumsi bahwa tidak semua simpanan masyarakat

dalam bentuk uang beredar (M1 dan M2) oleh perbankan semuanya disalurkan

sebagai kredit kepada dunia usaha. Perubahan instrumen kebijakan moneter (SBI)

berpengaruh terhadap kondisi likuiditas perbankan (bank reserve) yang

selanjutnya berpengaruh terhadap keputusan perbankan dalam pemberian kredit,

dampak berikutnya terhadap sektor riil dan inflasi yang terjadi melalui dampak

penyaluran kredit perbankan terhadap kegiatan investasi dan konsumsi.

Kelima, jalur ekspektasi inflasi (Expectation inflation channel), trasmisi

kebijakan melalui jalur ekspektasi inflasi dimulai dari perubhan instrumen BI rate

akan berpengaruh terhadap nilai tukar dan selanjutnya ekspektasi inflasi (EINF).

Ekspektasi inflasi oleh masyarakat akan berpengaruh terhadap permintaan agregat

yang terjadi karena dampaknya terhadap suku bunga riil yang menjadi

pertimbangan pelaku ekonomi dalam menentukan permintaan konsumsi dan

investasi. Sedangkan pengaruhnya terhadap penawaran agregat terjadi melalui

pola pembentukan harga produk oleh perusahaan. Jika peningkatan permintaan

agregat tidak diimbangi dengan penawaran agregat, maka akan mendorong

terciptanya output gap yang selanjutnya berpengaruh terhadap kenaikan harga-

harga umum (inflasi).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

2.1.5. Mekanisme Trasmisi Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal akan mempengaruhi perekonomian melalui penerimaan Negara

dan pengeluaran Negara, disamping pengaruh dari selisih antara penerimaan dan

pengeluaran (deficit atau surplus), perekonomian juga dipengaruhi oleh jenis

sumber penerimaan Negara dan bentuk kegiatan yang dibiayai pengeluaran

Negara (Djojosubroto, 2004).

Kebijakan Fiskal di Indonesia Memiliki dua Prioritas. Prioritas Pertama adalah

mengatasi APBN, dan kendala-kendala APBN lainnya. Prioritas kedua adalah

mengatasi masalah stabilitas makroekonomi yang berhubungan dengan laju

pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, tingkat pengangguran serta saldo neraca

Pembayaran.

Dampak kebijakan fiskal terhadap perekonomian melalui pendekatan permintaan

agregat diterangkan melalui pendekatan Keynes. Pendekatan Keynesian

mengasumsikan adanya price rigidity dan excess capacity sehingga output

ditentukan oleh permintaan agregat (demand driven). Keynes menyatakan bahwa

dalam kondisi resesi, perekonomian yang berbasis mekanisme pasar tidak akan

mampu untuk pulih tanpa intervensi dari Pemerintah. Kebijakan moneter tidak

berdaya untuk memulihkan perekonomian karena kebijakan hanya bergantung

kepada penurunan suku bunga sementara dalam kondisi resesi tingkat suku bunga

umumnya sudah rendah dan bahkan dapat mendekati nol.

Dalam pendekatan Keynes, kebijakan fiskal dapat menggerakkan perekonomian

karena peningkatan pengeluaran pemerintah atau pemotongan pajak mempunyai

efek multiplier dengan cara menstimulasi tambahan permintaan untuk barang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

konsumsi rumah tangga. Demikian pula halnya apabila pemerintah melakukan

pemotongan pajak sebagai stimulus perekonomian. Pemotongan pajak akan

meningkatkan disposable income dan pada akhirnya mempengaruhi permintaan.

Kecenderungan rumah tangga untuk meningkatkan konsumsi dengan

meningkatkan marginal prospensity to consume (mpc), menjadi rantai

perekonomian untuk peningkatan pengeluaran yang lebih banyak dan pada

akhirnya terhadap output.

dampak kebijakan fiskal pada ekonomi terdiri dari dampak jangka pendek dan

dampak jangka panjang. Dampak jangka pendek adalah pengaruh awal atau

langsung dari kebijakan itu sendiri, sedangkan dampak jangka panjang adalah

pengaruh awal ditambah efek-efek selanjutnya yang disebut dengan efek

pengganda (multiplier effect) dari kebijakan tersebut. dalam jangka pendek, jika

pemerintah mengurangi Pengeluaran Pemerintah (G↓) dalam bentuk pengurangan

subsidi BBM yang menjadi salah satu komponen pengeluaran rutin APBN, maka

akan berdampak terhadap penurunan output (Y↓). secara matematis dapat ditulis

bahwa :

pers.2.37

jika pemerintah melakukan pengurangan pengeluaran pemerintah atau

meningkatkan pendapatan pajak lewat menaikkan tarif pajak , maka

kebijakan ini disebut dengan kebijakan fiskal kontraktif. jika pemerintah

melakukan peningkatan pengeluaran pemerintah dan mengurangi tarif

pajak pendapatan ), maka kebijakan ini disebut dengan kebijakan fiskal

ekspansif. Kebijakan ekspansif memiliki pengaruh positif terhadap perekonomian

karena output atau PDB meningkat, namun juga berdampak terhadap peningkatan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

inflasi, karena sesuai dengan hukum ekonomi bahwa jika permintaan meningkat,

sementara penawaran tetap, maka akan membuat harga naik lewat efek kelebihan

permintaan. Adapun jalur transmisi kebijakan fiskal dapat dilihat seperti dibawah

ini:

kebijakan fiskal ekspansif juga mendorong kenaikan suku bunga yang disebabkan

oleh peningkatan permintaan kredit yang didorong oleh kenaikan pendapatan. jika

kenaikan suku bunga terlalu tinggi, maka akan berdampak negatif terhadap

pertumbuhan investasi di dalam negeri. Selanjutnya, karena suku bunga tinggi

maka masyarakat meningkatan tabungan sehingga konsumsi menurun, dampak

dari turunnya investasi dan konsumsi adalah terjadi penurunan laju pertumbuhan

PDB. Jika penurunan laju PDB akibat penurunan investasi sama besarnya dengan

nilai pendapatan yang meningkat karena peningkatan pengeluaran pemerintah

maka efek dari kebijakan fiskal tersebut menjadi nol atau terjadi crowding out.

Dalam model IS-LM dengan perekonomian yang terbuka (Mundell-Flemming),

crowding out dapat terjadi melalui nilai tukar. Tingkat suku bunga yang tinggi

akan menarik capital inflow sehingga terjadi apresiasi pada nilai tukar dan

mengakibatkan penurunan pada current account. Pada gilirannya penurunan pada

external current account akan menganulir peningkatan permintaan domestik yang

awalnya dipicu oleh ekspansi fiskal.

Besaran pengaruh crowding out melalui suku bunga dan nilai tukar dipengaruhi

oleh beberapa faktor dalam kerangka IS-LM. Crowding out melalui jalur suku

bunga akan lebih besar apabila investasi sensitif terhadap perubahan tingkat suku

bunga. Semakin sensitif permintaan akan uang terhadap perubahan suku bunga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

dibandingkan terhadap perubahan pendapatan maka akan semakin besar pula efek

crowding out. Tingkat crowding out juga dipengaruhi oleh fleksibilitas harga.

Walaupun terbatas pada jangka pendek, fleksibilitas harga berpotensi mengurangi

nilai fiskal multiplier khususnya pengaruh dari rezim nilai tukar. Dalam

perekonomian yang tertutup, ekspansi fiskal akan mendorong kenaikan harga

sehingga dapat menghambat peningkatan permintaan agregat dalam jangka

pendek dan pada akhirnya memperkuat crowding out.

2.1.6. Country risk (resiko Negara)

Sampai saat ini, formulasi yang komprehensif tentang teori country risk masih

belum banyak berkembang. Mankiw(2010) mengatakan “country risk is The risk

that the country’s borrowers will default on their loan repayments because of

political or economic turmoil”. Dengan kata lain bahwa country risk adalah

pemberikan tingkat bunga pinjaman yang lebih tinggi sebagai kompensasi resiko

gagal bayar yang diakibatkan oleh kemelut ekonomi maupun politik satu Negara.

Notasi untuk country risk adalah .

Untuk memasukkan perbedaan tingkat-bunga ke dalam model Mundell- Fleming,

kita asumsikan tingkat bunga di perekonomian terbuka kecil ditentukan oleh

tingkat bunga dunia ditambah premi risiko .

r = r* +

Premi risiko ditentukan oleh risiko politik memberi pinjaman di sebuah negara

dan perubahan yang diharapkan pada kurs riil. Premi risiko Negara berpengaruh

pada tingkat utang, bahwa kenaikan risiko Negara akan berdampak pada kenaikan

tingkat hutang nasional (Rose, 2009).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

2.1.7. Fungsi Produksi dan Human Capital

Untuk menguji signifikansi human capital, maka dapat dilihat spesifikasi dari

fungsi Cobb-Douglas berikut ini:


Yt  K t H t ( At Lt )1  ; dengan   0 ,   0 ,     1 (2.37)

Dimana Yt, Kt, Ht, Lt adalah output, modal fisik, human capital, tenaga kerja dan

A adalah faktor teknologi. Model produksi neoclassical mengasumsikan A adalah

faktor penentu yang eksogen adan mengikuti aturan diminishing marginal return.

Asumsi berikutnya adalah K dan L bersifat dinamis sehingga:

K t  s k Yt (2.38)

Lt  nLt (2.39)

Sk merupakan bagian dari output yang ada pada akumulasi modal fisik, dengan

asumsi tidak ada depresiasi. Begitu juga dengan A dapat dituliskan sebagai:

A t  gAt (2.40)

Dan untuk human capital dapat juga dimodel seperti akumulasi modal fisik,

sehingga menjadi:

H t  s H Yt (2.41)

Untuk analisis pada perekonomian yang dinamis sebenarnya sejalan dengan

analisis pada model solow. Perbedaan utamanya adalah kalau pada solow yang

bersifat dinamis hanya modal fisik. Sekarang, modal fisik dan manusia dianggap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

dinamis. Secara spesifik dapat dituliskan, k  K / AL , h  H / AL , dan

y  Y / AL . Selanjutnya persamaan fungsi produksi dapat dituliskan menjadi:

yt  k t ht (2.42)

Adapun modal fisik dinamis per tenaga kerja adalah:

K Kt
kt  t  [ At Lt  Lt A t ]
At Lt [ At Lt ]2

sY K L A
kt  k t  t [ t  t ]
At Lt At Lt Lt At
k  s y  (n  g )k
t k t t (2.43)

Dengan menggantikan yt dengan variabel modal fisik dan human capital dinamis

maka akan diperoleh:

kt  sk k t ht  (n  g )k t (2.44)

Ketika kt  0 maka s k k t ht = (n  g )k t atau k  [s k /( n  g )]ht . Untuk human


  1 t

capital penurunannya sama dengan modal fisik, sehingga didapat persamaannya

sebagai berikut:

ht  s H k t ht  (n  g )ht (2.45)

 
Ketika ht  0 maka s H k t ht  (n  g )ht atau dapat juga dituliskan menjadi:

kt  [(n  g ) / s H ]1 /  h (1 ) /  (2.46)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

Untuk melihat output y pada keseimbangan pertumbuhan ( y * ) maka nilai dari

k dan h pada keseimbangan pertumbuhan adalah k * dan h * . Secara matematis

persamaan 2.45 dan 2.46 dapat dituliskan kembali menjadi:

sk k * h*  (n  g )k * (2.47)

s H k * h*  (n  g )h* (2.48)

Kalau kedua persamaan 2.47 dan 2.48 dilogaritmakan maka akan menghasilkan

persamaan dalam bentuk logaritma:

ln( sk k * h* )  ln(n  g )k *

ln sk  ln k *  ln h*  ln(n  g )  ln k *

ln sk   ln k *   ln h*  ln(n  g )  ln k * (2.49)

ln( s H k * h* )  ln(n  g )h*

ln s H  ln k *  ln h*  ln(n  g )h*

ln s H   ln k *   ln h*  ln(n  g )  ln h* (2.50)

Untuk mendapatkan bentuk dari ln k * dan ln h * maka substitusikan persamaan

2.49 dengan 2.50 sehingga diperoleh persamaan:

ln k *   ln k *  ln sk   ln h*  ln(n  g ) (2.51)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

Selanjutnya Dari persamaan 2.51 komponen yang mengandung h* dikelompokkan

menjadi satu sehingga diperoleh persamaan:

ln h *  ln h*  ln s H   ln k *  ln(n  g ) (2.52)

Sehingga:

1  1
ln k *  ln k*  ln s k   [ ln s H  ln k *  ln( n  g )]  ln( n  g )
1  1  1 

  
ln k *  ln k*  ln s k  ln s H  ln k *  ln( n  g )  ln( n  g )
1  1  1 

  
ln k *  ln k *  ln k*  ln s k  ln s H  ln( n  g )  ln( n  g )
1  1  1 

1  1   1  
ln k *  ( ) ln k *  ln k *  ln s k  ln s H
1  1  1  1  1 
 1 
 ln( n  g )  ( ) ln( n  g )
1  1 

Sehingga persamaan diatas dapat dibuat menjadi persamaan:

ln k *  ln k *  ln k *  ln k *  ln k*  (1   ) ln s k   ln s H
  ln( n  g )   ln( n  g )  ln( n  g )
dan jika persamaan diatas disederhanakan maka akan diperoleh:

(1     ) ln k *  (1   ) ln s k   ln s H  ln( n  g ) (2.53)
1   1
ln k *  ln s k  ln s H  ln( n  g )
1   1   1  

Dengan cara yang sama dengan modal fisik maka akan diperoleh ln h*, yaitu

 1 1
ln h*  ln s k  ln s H  ln( n  g ) (2.54)
1   1   1  

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

Dengan membuat kembali fungsi produksi; ln y*   ln k *   ln h * maka dengan

mensubstitusikan persamaan 2.53 dan 2.54 ke persamaan fungsi produksi tersebut

akan menghasilkan:

   
ln y*  ln s k  ln s H  ln( n  g ) (2.55)
1   1   1  

Dari persamaan (2.53), (2.54) dan (2.55) disimpulkan bahwa peningkatan

tabungan stok modal fisik perkapita, tabungan stok modal manusia perkapita akan

meningkatkan stok modal fisik perkapita, stok modal manusia perkapita dan

output perkapita. Sebaliknya peningkatan pertumbuhan penduduk dan

pertumbuhan teknologi akan menurunkan stok modal perkapita, stok modal

manusia perkapita dan output perkapita.

2.1.8. Model ECM: Hubungan Jangka Pendek dan Jangka Panjang

Aspek lain yang menarik untuk diamati selain alur hubungan jangka panjang,

adalah alur hubungan jangka pendek yang menunjukkan perilaku variabel yang

diamati di sekitar alur jangka panjang. Dalam jangka panjang variabel-variabel

yang diamati selalu dalam keseimbangan, atau dalam tingkat yang diinginkan.

Dalam jangka pendek penyesuaian dari keseimbangan yang satu ke keseimbangan

yang lain tidak terjadi secara langsung. Perlu proses dan waktu untuk berubah dari

kesimbangan yang satu ke keseimbangan yang lain.

Secara ekonometrik proses dan waktu untuk berubah dari keseimbangan yang satu

ke keseimbangan yang lain digambarkan oleh penyertaan variabel kelambanan

dalam model. Perubahan dari keseimbangan yang satu ke keseimbangan yang lain

yang membutuhkan proses dan waktu disebabkan tiga alasan pokok (Gujarati,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


55

2003). Ketiga alasan itu adalah alasan psikologis, teknologi, dan institusional.

Secara psikologis setiap pelaku ekonomi ketika menghadapi perubahan

lingkungan membutuhkan waktu untuk berubah, dan menyesuaikan keadaan yang

baru. Riset dan pengembangan membutuhkan waktu untuk menghasilkan

teknologi yang sesuai dengan kemajuan zaman pada waktu itu. Teknologi tidak

berubah seketika, tetapi secara bertahap, dan bahkan membutuhkan waktu

bertahun-tahun. Alasan terakhir adalah alasan institusional. Aturan-aturan

institusional sering menghambat proses menuju keseimbangan yang baru. Sebagai

contoh adalah, bahwa aturan kontrak kerja menghambat seorang pekerja untuk

mendapatkan pekerjaan yang baru yang menawarkan gaji yang lebih tinggi dan

karier yang lebih baik, karena pekerja itu terikat kontrak kerja dengan pekerjaan

terdahulu. Singkatnya dalam jangka pendek proses penyesuaian dari

keseimbangan ke keseimbangan membutuhkan proses dan waktu.

Penelitian ini akan mencoba mencermati hubungan antarvariabel yang diamati

baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Metode Error

Correction Model (ECM) akan diadopsi untuk kepentingan tersebut. Penggunaan

metode ECM tersebut berdasarkan pada keyakinan bahwa terdapat hubungan

jangka panjang (kointegrasi) antar variabel makroekonomi yang diestimasi. Di

samping itu atas tiap variabel diperkirakan juga terdapat dinamika jangka pendek.

Dengan metode ECM, kedua hal tersebut dapat ditangkap. Sebagaimana

diketahui, terdapat beberapa metode untuk menguji ada atau tidaknya kointegrasi,

diantaranya adalah metode Engle-Granger dan metode Johansen. Dalam penelitian

ini digunakan metode Engle-Granger.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


56

2.2 LANDASAN PENELITI TERDAHULU

(Huh, 1999) melakukan kajian tentang seberapa baiknya model Mundell-Fleming

Menjelaskan kecocokan data Australia sejak kegagalan menggunakan aliran

Bretton Woods. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi sumber

fluktuasi mata uang dalam Perekonomian Australia sejak gagalnya aliran Bretton

Woods.

Ortiz and Rodriguez (2002) telah melakukan kajian tentang country risk and the

mundell Fleming Model Applied to the 1999-2000 Argentine Experience. Tujuan

penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana deficit fiscal dan cadangan

internasional sebagai penentu dari tingkat resiko Negara.

(Vidakovic, 2002) juga melakukan kajian tentang aplikasi Mundell-Fleming

Model pada Ekonomi terbuka kecil dengan tujuan melihat kondisi Kroasia dari

perekonomian sosialis kepada perkonomian kapitalis. Hasilnya kebijakan moneter

dan fiskal tidak berdampak pada ekonomi karena aliran modal.

(Indrawati, 2007) Melakukan kajian tentang interaksi kebijakan fiscal dan

moneter di Indonesia dengan pendekatan Vector Autoregrression dengan tujuan

untuk melihat pengaruh shocks kebijakan fiskal dan moneter dalam jangka

pendek. Berdasarkan hasil analisis dengan VAR menunjukkan bahwa adanya

shock kebijakan fiskal bersifat permanen dan negatif terhadap inflasi dan direspon

dengan kebijakan moneter ketat. Sedangkan adanya shock kebijkaan moneter

menyebabkan pengaruh permanen negative pada menurunnya pertumbuhan

ekonomi.

(Cui & Fang, 2010) telah melakukan kajian tenang analisis koordinasi kebijakan

Internasional berdasarkan Mundell-Fleming Model. Tujuan penelitian ini adalah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


57

untuk melihat dampak koordinasi internasional pada kebijakan makro ekonomi

terbuka yang dianalisis berdasarkan sudut pandang IS-LM-BP model, yaitu

koordinasi antara China dengan Negara lainnya.

Juono (2013) telah melakukan penelitian tentang model kebijakan moneter dalam

perekonomian terbuka untuk Indonesia untuk melihat dampak kebijakan moneter

dengan mempertimbangkan faktor diluar inflasi dan pertumbuhan dengan hasil

Kebijakan menaikkan BI rate berimplikasi pada kenaikan suku bungan pinjaman,

penurunan inflasi (dengan lag), penurunan pertumbuhan, dan apresiasi REER

(dengan lag), disisi lain kebijakan moneter bank sentral di luar negeri diikuti oleh

kenaikan BI rate, peningkatan bunga pinjaman (dengan lag) peningkatan inflasi

dan apresiasi FEER.

Kementerian Keuangan pada tahun 2005 juga telah mengembangkan pembuatan

model makroekonomi untuk melihat dampak perubahan makroekonomi (9 sektor)

ke APBN atau sebaliknya dengan model MODFI.

Bank Indonesia (2000) telah mengembangkan model makroekonomi untuk

analisis dan teknik peramalan yang disebut Short-term Forecasting Model for

Indonesian Economy [SOFIE] dan model stochastic-dynamic makroekonomi

untuk skenario kebijakan yang disebut General Equilibrium Model for Indonesia

[GEMBI].

Komparatif Model dan Variabel Penelitian Terdahulu dengan Penelitian Ini dapat

dilihat pada tabel dibawah ini:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


58

Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu

No Nama, Tahun, Masalah Metode Hasil

Judul Publikasi

1 Simorangkir, Iskandar. Bagaimana Analisis yang Bahwa kerugian (lost

2005. Koordinasi koordinasi kebijakan digunakan adalah function) jika

kebijakan moneter dan moneter dan fiskal di metode dynamic pemerintah (kebijakan

fiscal di Indonesia: Indonesia dari tahun game dengan lost fiskal) dan BI

suatu kajian dengan 1969-2002 dengan function (kebijakan moneter)

pendekatan Game menggunakan bekerja sama

theory pendekatan game (cooperative game)

teori bagik berupa lebih kecil jika

cooperative dan bandingkan dengan

noncooperative game apabila pemerintah

(kebijakan fiscal) dan

BI (kebijakan moneter

tidak bekerja sama

(noncooperative game)

2 Yunanto, Bagaimana Metode yang Bahwa kombinasi

Medyawati.2014. menganalisis dampak digunakan adalah kebijakan makro akan

Monetary and Fiscal efektivitas kebijakan Two State Least memberikan hasil yang

Policy Analysis:Which moneter dan fiskal Square. terbaik jika kebijakan

is more effective. yang terhubunga fiscal ekspansif untuk

antara variabel tujuan mengimbangi

dan kombinasi kebijakan moneter

spesifik kebijakan kontraksi. Untuk

moneter dan fiskal mencapai interaksi

yang lebih baik kebijakan fiskal dan

moneter adalah dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


59

No Nama, Tahun, Masalah Metode Hasil

Judul Publikasi

mengoptimalkan

fluktuasi tingkat bunga

atau variasinya.

3 Konuki, 2000. The Bagaimana analisis Analisis yang Bahwa hasilnya ada

effect of Monetary and secara empiris digunakan adalah dua perbedaan yang sangat

fiscal Folicy on dampak jangka langkah error tajam dibandingkan

aggregate demand in a pendek kebijakan correction Method Model Mundell-

small open economy: fiskal dan moneter struktural Fleming klasik dan

an application of the pada permintaan model overshooting

structural error agregat. Donrbusch (1976).

correction Model Setelah kebijakan

moneter (fiskal)

mengendur, maka mata

uang domestik akan

terdepresiasi (apresiasi)

untuk periode waktu

tertentu, adan

permintaan agregat

akan mengalami

kontraksi untuk

selanjutnya secara

teratur akan kembali

menuju jalur

keseimbangan.

4 Mochtar.2012. Fiscal Bagaimana interaksi Metode yang Hasil ini menunjukkan

and Monetary Policy kebijakan fiskal dan digunakan adalah bahwa kebijakan fiskal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


60

No Nama, Tahun, Masalah Metode Hasil

Judul Publikasi

Interaction: Evidences moneter di Indonesia mengestimasi bermain secara

and Implication For pada saat dan pasca aktivitas quasi fiscal dominan dalam

Inflation Targeting in krisis ekonomi 1997. di Bank Indonesia interaksi kebijakan

Indonesia adan menilai aspek fiskal dan moneter di

dominan fiskal lawan Indonesia setelah 1997.

moneter dengan Kinerja interaksi

menggunakan metode kebijakan moneter dan

Vector fiskal terarah

AutoRegressive berdampak pada

(VAR) kebijakan moneter

dalam Inflation

Targeting Framework

(ITF) di Indonesia

dengan disiplin tinggi

fiskal dan komitmen

pemerintah untuk

menjaga keberlanjutan.

5 Moreira, Soares, Apakah Kebijakan Metode 


yang Hasilnya

Sachsida, Loureiro, Fiskal Brazil untuk digunakan untuk menunjukkan bahwa

2011. The interaction periode antara melakukan analisis hutang publik

of Monetary and 1995:I-2008:III aktif adalah Model memainkan peranan

Fiskal Policy: The atau pasif. persamaan Simultan penting dalam

Brazilian Case yaitu Generalized menentukan variabel

Method of Moments seperti permintaan

(GMM) dengan uang riil, rasio

variabel instrument. investasi terhadap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


61

No Nama, Tahun, Masalah Metode Hasil

Judul Publikasi

GDP dan output gap.

 Ditemukan ada

hubungan positif

antara rasio hutang

publik terhadap

GDP.

 Ada hubungan positif

antara permintaan

uang agregat

terhadap GDP.

 Ada hubungan

negatif antara rasio

hutang public

terhadap GDP dan

rasio investasi

terhadap GDP dan

output gap;

 Hasil empiris

menunjukkan bahwa

ekonomi brazil

dalam periode

penelitian tidak

menguatkan

hipotesis ekuivale

Ricardian.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


62

No Nama, Tahun, Masalah Metode Hasil

Judul Publikasi

6 Hyeon-Seung Huh; Permasalahnya Model yang Bahwa Hasil ini

1999 How well does adalah Bagaimana digunakan adalah mengindikasikan

the Mundell-Fleming Fluktuasi Matauang Mundell-Fleming prediksi Mundell-

model fit Australian dalam Ekonomi Model yang Fleming dengan

data since the collapse Australia sejak model diestimasi dengan ekonomi terbuka

of Bretton Woods Bretton Woods VAR model sangat sesuai untuk

ambruk. prediksi.

7 Javier Ortiz and Carlos Bagimana Pengaruh Model Menggunakan Kebijakan moneter

Rodriguez; salah satu komponen Mundell-Fleming tidak berpengaruh pada

2002;Country Risk and penentu tingkat suku Model tingkat output tetapi

The Mundell-Fleming bunga domestik yang berpengaruh pada

Model Applied to The dikenal dengan kebijakan fiskal,

1999-2000 Argentine “contry risk“ kebijakan moneter juga

experience terhadap tidak mempengaruhi

perkonomian tingkat suku bunga

Argentina

8 Okafor. 2013. Bagaimana interaksi Analisis dilakukan Kebijakan Fiskal dan

Modeling Fiscal- alami antara dengan analisis Moneter dirumuskan

Monetary Policy kebijakan fiskal dan deskriptif dan diimplementasikan

Interaction in Nigeria. moneter di Nigeria menggunakan oleh pelaku ekonomi

kerangka teoritical

game.

9 Vidakovic (2002); Bagimana kebijakan Analisis dengan Kebijakan moneter dan

Apllication of the moneter dan fiskal deskriptif kebijakan fiskal tidak

Mundell-Fleming pada saat perubahan berdampak pada

Model on a Small Open mainstream dari perekonomian karena

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


63

No Nama, Tahun, Masalah Metode Hasil

Judul Publikasi

Economy ekonomi sosialis ke adanya aliran modal

ekonomi kapitalis

10 Muscatelli, A., P. Bagaimana interaksi Metode analisis Bahwa interaksi

Tirelli and C. Trecroci, kebijakan fiskal dan menggunakan small kebijakan moneter dan

2003; Fiscal and moneter di Amerika forward-looking fiskal akan bergerak

Monetary Policy periode 1970-2001. New-Keynesian DGE, searah atau berlawanan

interactions: empirical membandingkan sangat dipengaruhi

Evidence and Optimal dengen model IS oleh sifat goncangan

Policy Using s dinamik untuk output yang terjadi.

Structural New dan spesifikasi New Selanjutnya, respon

Keynesian Model. Keynesian Phillips kebijakan moneter

Curve untuk inflasi. yang optimal akan

dipengaruhi oleh

beberapa scenario

goncangan pada

kebijakan fiskal dan

dampak interaksi

kebijakan moneter dan

fiskal terhadap

kesejahteraan social

akan positif apabila

kebijakan fiskal

bersifat eksogen.

11 Cui and Fang (2010); Bagimana hubungan Menggunakan Model Dalam Jangka Pendek;

Analysis of the koordinasi IS-LM-BP Subprime crisis of US

Coordination of internasional antara membuat ketidak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


64

No Nama, Tahun, Masalah Metode Hasil

Judul Publikasi

International Policies China dengan Negara stabilan di China.

Based on the Mundell lainnya

Fleming Model

12 Santoso, 2012; 1. Dalam rangka Penelitian ini Hasil yang diperoleh

Interaksi kebijakan mencapai interaksi menggunakan model menunjukkan bahwa

moneter dan fiskal di kebijakan moneter struktural ekonomi pada saat menghadapi

Indonesia dan fiskal yang makro yaitu model goncangan inflasi dan

optimal untuk keseimbangan umum goncangan output,

menghadapi yang dinamis atau maka koordinasi

goncangan inflasi (DSGE) yang kebijakan moneter dan

dan goncangan didasarkan pada fiskal lebih bermanfaat

output Apakah paradigma new (dibandingkan tanpa

koordinasi Keynesian dan koordinasi), khususnya

kebijakan moneter memasukkan untuk mengurangi

dan fiskal spesifikasi forward kerugian sosial.

diperlukan; looking untuk mdel Demikian juga dari

2. Dalam menghadapi makro yang memiliki hasil simulasi yang

goncangan inflasi landasan mikro dan dilakukannya

dan goncangan spesifikasi backward menunjukkan adanya

output apakah looking untuk model koordinasi kebijakan

respon kebijakan makro yang tidak moneter dan fiskal

moneter dan fiskal memiliki landasan (kebijakan fiscal

selama ini sudah mikro serta endogen)

optimal; didasarkan pada menghasilkan kerugian

3. Untuk mencapai kaidah moneter dan yang lebih kecil

interaksi kebijakan kaidah fiskal. dibandingkan tanpa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


65

No Nama, Tahun, Masalah Metode Hasil

Judul Publikasi

moneter dan fiskal koordinasi (kebijakan

yang optimal, fiskal eksogen).

variabel apakah Selanjutnya perlu

yang peningkatan koordinasi

diprioritaskan, suku kebijakan moneter dan

bunga atau output? fiskal melalui

4. Bagaimana sifat penguatan

koordinasi atau kelembagaan seperti

interaksi tersebut: adanya semacam

apakah bersifat dewan moneter.

subtitusi (kebijakan

moneter ketat-

fiskal longgar)

atau komplementer

(kebijakan moneter

ketat-fiskal ketat).

13 Juoro (2013); Model Bagaimana dampak Estimasi model Kebijakan menaikkan

Kebijakan Moneter kebijakan moneter menggunakan model BI rate berimplikasi

dalam perekonomian dengan VAR pada kenaikan suku

terbuka untuk mempertimbangkan bungan pinjaman,

Indonesia berbagai faktor di penurunan inflasi

luar inflasi dan (dengan lag),

pertumbuhan penurunan

ekonomi pertumbuhan, dan

apresiasi REER

(dengan lag), disisi lain

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


66

No Nama, Tahun, Masalah Metode Hasil

Judul Publikasi

kebijakan moneter

bank sentral di luar

negeri diikuti oleh

kenaikan BI rate,

peningkatan bunga

pinjaman (dengan lag)

peningkatan inflasi dan

apresiasi FEER.

14 Surjaningsih, Ndari, Bagaiaman dampak Model analisis Hasil empiris

Utari, Diah, Trisnanto, kebijakan fiskal menggunakan model menunjukkan bahwa

Budi (2012); Dampak terhadap output dan Vector Error terhadap hubungan

Kebijakan Fiskal inflasi serta melihat Correction Model kointegrasi antara

terhadap output dan apakah terdapat (VECM) pengeluaran

Inflasi diskresi kebijakan pemerintah dan pajak

fiskal dan bagaimana terhadap output dalam

dampaknya terhadap jangka panjang. dalam

volatilitas output dan jangka panjang

inflasi pengenaan pajak

berdampak positif

terhadap pertumbuhan

ekonomi sementara

pengeluaran

pemerintah tidak.

penyesuaian jangka

pendek menunjukkan

bahwa shock kenaikan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


67

No Nama, Tahun, Masalah Metode Hasil

Judul Publikasi

pengeluaran

pemerintah berdampak

positif terhadap output

sementara shock

kenaikan pajak

berdampak negatif.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Konseptual

Struktur Model Interaksi kebijakan moneter dan fiskal pada perekonomian

Indonesia secara umum yang terdiri dari 3 (tiga) blok, yaitu (i) blok IS , (ii)

blok LM , (iii) blok BOP. Pada Gambar dibawah terlihat adanya hubungan

antara blok IS dan LM ; serta keterkaitan antara blok IS dan LM terhadap BOP.

Nilai Tukar

Blok Moneter Blok Fiskal

Jumlah Uang Beredar Pengeluaran Pemerintah

BI rate

Country Risk
Suku bunga

Suku bunga
dunia PDB Dunia
Disposible Income (Yd)

Konsumsi (C) Investasi (I) Ekspor (X) Impor (M)

Human capital
(HC)

PDB(output) BOP

Ekspektasi Inflasi INFLASI

Gambar 3.1. Kerangka Interaksi Kebijakan Moneter dan Fiskal

68

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


69

3.2. Hipotesis Peneltian

Adapun Hipotesis Penelitian ini adalah:

1.1.Ada pengaruh perubahan kebijakan ekonomi dari sisi fiskal

(pengeluaran pemerintah) yang positif signifikan terhadap

kegiatan makroekonomi Indonesia (pertumbuhan ekonomi dan

inflasi);

1.2.Ada pengaruh perubahan kebijakan ekonomi dari sisi moneter

(Tingkat suku bunga, nilai tukar, dan Jumlah Uang Beredar)

yang positif signifikan terhadap kegiatan makroekonomi

Indonesia (pertumbuhan ekonomi dan inflasi).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Bentuk bagan alur proses yang dilakukan dalam penelitian ini diperlihatkan pada

Gambar 4.1. Berawal dari latar belakang, dirumuskan masalah dalam penelitian

ini. Ditunjang oleh kajian pustaka lalu ditetapkan hipotesis. Selanjutnya dilakukan

pembentukan model, pengumpulan data dan pengujian stasioner terhadap variabel

yang digunakan. Uji stasioneritas dilakukan dengan uji unit root test

menggunakan Agumented Dickey Fuller (ADF). Selanjutnya adalah estimasi

model menggunakan error correction model (ECM). Dari hasil estimasi model

dilakukan interpretasi terhadap hasil, menguji hipotesis dan terakhir adalah

rekomendasi kebijakan dari hasil penelitian.

70

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


71

Latar Belakang Masalah Penelitian Kajian Pustaka

Pengumpulan Pembentukan Hipotesis


Data Model

Uji Root Test ADF

Estimasi Model

Error Correction Uji kelayakan


Model (ECM)

Ukur Akurasi model (Root Mean Square Error (RMSE),


Mean Absolute Error (MAE), Mean Absolute Percentage
Error (MAPE) dan Theil’s Inequality Coefficient (U-Theil)

Interpretasi Hasil

Uji Hipotesis

Rekomendasi
Kebijakan

Gambar 4.1. Desain Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


72

4.2. Jenis dan Sumber Data

Berdasarkan desain Penelitian diatas maka data yang digunakan adalah data

sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia,

Kementerian Perdagangan dan sumber lain yang terkait. Data yang digunakan

adalah data runtun waktu (time series) tahunan dengan periodel 1980-2014.

Lebih rinci, jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini

diperlihatkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Jenis dan Sumber Data

No Data/Variabel Simbol Sumber Satuan

1 BI Rate SBIRI BI Persen

2 Konsumsi Rumah tangga Csrrl BPS Milyar


Rupiah
3 Jumlah Uang Beredar JUBRI BPS Milyar
Rupiah
4 Pendapatan disposable YDRI BPS Milyar
Rupiah
5 Pengeluaran Pemerintah GE BPS Milyar
Rupiah
6 Tingkat suku bunga RRRPL BI Persen
simpanan domestic
7 Tingkat Suku Bunga IRDRI BI,IMF Persen
pinjaman domestic
8 Tingkat suku bunga IRF IMF Persen
pinjaman luar negari
9 Nilai Tukar Rupiah EXR BI Rupiah

10 Nilai Ekspor EXPRI BPS Juta US$

11 Nilai Impor IMPRI BPS Juta US$

12 Nilai Investasi Swasta INVSR BI/BPS Milyar


I Rupiah
13 Tingkat Inflasi INFRI BI Persen

14 Ekspektasi inflasi EXINF Estimasi Persen


RI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


73

No Data/Variabel Simbol Sumber Satuan

15 Produk Domestik Bruto PDBRI BPS Milyar

16 Neraca Pembayaran BOPRI BI dan BPS Juta US$

17 Pertumbuhan Ekonomi GWJP Bank Dunia Juta US$


Jepang G
18 Tingkat resiko Negara RN Estimasi dari lending Persen
rate US dan Lending
Rate Indonesia sumber
IMF
19 Human capital HCRI BPS Jiwa

4.3. Metode Analisis Data

Model analisis Kebijakan Moneter Dan Fiskal Pada Perekonomian Indonesia

Melalui Pendekatan Mundel-Flemming Model merupakan pengembangan dari

model Dharmadasa (2015) dan hanif (2010), Metode estimasi yang digunakan

adalah Two-Step Error Correction Model (ECM). Metode ECM ini relatif

sederhana, namun hasilnya terbukti relatif baik (robust). Beberapa literatur yang

dijadikan rujukan dalam penggunaan metode tersebut antara lain: Engle dan

Granger (1987), Harris (1995), dan Enders (2004).

Adapun spesifikasi Model ECM yang akan digunakan adalah:

1. Model IS:

…………… per 4.1

……………. pers. 4.2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


74

2. Model Pengeluaran Pemerintah (GE)

LR:

………………………….Pers 4.3

SR:

………………………………….Pers 4.4

3. Model Konsumsi (CSRRL)

LR :

………………………………………Pers.4.5

SR:

4 ⁡( 1)) ………………………………Pers.4.6

4. Model Inflasi (INFRI)

LR:

…………………………………………Pers.4.7

SR:

……………………………………….…Pers.4.8

5. Model Jumlah Uang Beredar (JUBRI)

LR:

……………Pers.4.9

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


75

SR:

………………Pers.4.10

6. Persamaan tingkat suku bunga (RRRPL)

LR: ……………..Pers.4.11

SR: …………... Pers.4.12

7. Persamaan Nilai Tukar (EXR)

LR:
………………………………….……Pers.4.13

SR:

4 + 5 ⁡( )
…………..…………………………….Pers.4.14
8. Persamaan Balance of Payment (BOP)

LR:
……………………………………………………………..….Pers.4.15

SR:

……………………………………….Pers.4.16

9. Persamaan Impor (IMPRI)

LR:

……………………………..…Pers.4.17

SR:d

……………………………...Pers.4.18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


76

10. Persamaan Ekspor (EXPRI)

LR:

……………Pers.4.19

SR:d

…………………….…….Pers.4.20

11. Persamaan Investasi (INVSRI)

LR:

………………………………………………………………….Pers4.21

SR:

…………………………………...Pers.4.22

Penggunaan metode ECM tersebut berdasarkan pada keyakinan bahwa

terdapat hubungan jangka panjang (kointegrasi) antar variabel makroekonomi

yang diestimasi. Di samping itu atas tiap variabel diperkirakan juga terdapat

dinamika jangka pendek. Dengan metode ECM, kedua hal tersebut dapat

ditangkap. Sebagaimana diketahui, terdapat beberapa metode untuk menguji ada

atau tidaknya kointegrasi, diantaranya adalah metode Engle-Granger dan metode

Johansen. Dalam penelitian ini digunakan metode Engle-Granger.

Sebagaimana disebutkan (Enders, 2004), terdapat empat tahapan yang

dilakukan dalam menguji kointegrasi berdasarkan metode Engle-Granger, yang

juga merupakan tahapan-tahapan dalam mengestimasi berdasarkan Two-Step

ECM. Tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


77

(i) Menguji tiap variabel untuk mengetahui derajat integrasi (order of

integration)-nya.

Kointegrasi mensyaratkan bahwa dua variabel memiliki derajat integrasi yang

sama. Pengujian dapat dilakukan dengan menggunakan Augmented Dickey-

Fuller (ADF) test. Melalui pengujian tersebut, dapat diketahui jumlah unit

roots dari tiap variabel (jika ada). Mengingat kebanyakan data time series

tidak stasioner, pada penelitian ini tahapan tersebut tidak dilakukan.

(ii) Mengestimasi hubungan ekuilibrium jangka panjang.

Pada tahap ini diestimasi ‘persamaan jangka panjang’ dari berbagai variabel

endogen yang digunakan dalam model. Persamaan jangka panjang tersebut

dapat dirumuskan sebagai berikut:

…………………………………………………. Pers. 4.23

dengan:

: variabel dependen
: vektor variabel penjelas
: vektor koefisien
: error term
Berdasarkan persamaan jangka panjang tersebut, dilakukan pengujian untuk

mengetahui apakah dan tersebut terkointegrasi. Pengujian dilakukan

dengan menguji residual dari persamaan jangka panjang tersebut. Residual

tersebut menunjukkan deviasi dari hubungan jangka panjang variabel-

variabel tersebut, yang dirumuskan sebagai berikut:

……………………………………………………….Pers. 4.24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


78

Pengujian dilakukan dengan menggunakan Dickey-Fuller (DF) test, dengan

merumuskan persamaan autoregression dari residual tersebut sebagai

berikut:

……………………………………………………….Pers. 4.25

Yang diuji adalah parameter . Jika kita tidak dapat menolak Ho: ,

dapat disimpulkan bahwa terdapat unit root atau tidak stasioner. Sebaliknya,

jika Ho ditolak berarti residual tersebut stasioner dan dapat disimpulkan

bahwa dan tersebut terkointegrasi.

(iii) Mengestimasi Error CorrectionModel (ECM)

Pada tahap ini diestimasi ECM, berupa persamaan yang terdiri dari variabel-

variabel dalam bentuk first difference untuk menangkap adanya dinamika

jangka pendek dari variabel-variabel makroekonomi dan suatu error

correction term untuk membawa variabel-variabel tersebut tetap berada

dalam ekuilibrium jangka panjangnya. Pada penelitian ini persamaan tersebut

dinamakan ‘persamaan jangka pendek’. Persamaan ECM tersebut dapat

dirumuskan sebagai berikut:

……………..Pers.4.26

dengan:
: variabel dependen
: variabel penjelas
: koefisien error correction
: koefisien short-run dynamics
: error term

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


79

(iv) Menilai kelayakan model

Pada tahap ini, hasil estimasi model ECM dinilai kelayakannya melalui

serangkaian prosedur, seperti serial correlation dan heteroskedasticity. Jika

terdapat serial correlation dan/atau heteroskedasticity maka persamaan ECM

tersebut perlu direspesifikasi. Namun, dalam membangun model

makroekonometri, robustness dari model secara keseluruhan merupakan hal

utama, sehingga dimungkinkan jika terdapat satu atau dua persamaan yang

tidak memenuhi uji residual tersebut. Selain itu, nilai speed of adjustment

harus memenuhi syarat . Lebih jauh, akan diuji pula konsistensi

terhadap impulse response function.

Selain melihat hasil estimasi antar-blok yang relatif robust dan simulasi

yang konsisten, akurasi model juga penting untuk diperhatikan. Akurasi model

diukur melalui deviasi antara nilai estimasi terhadap nilai aktual. Adapun metode

perhitungan deviasi yang digunakan terhadap persamaan-persamaan yang

dihasilkan adalah dengan Root Mean Square Error (RMSE), Mean Absolute

Error (MAE), Mean Absolute Percentage Error (MAPE) dan Theil’s Inequality

Coefficient (U-Theil). Berbagai metode ini pada dasarnya mempunyai tujuan yang

sama, yaitu untuk mengukur seberapa akurat hasil estimasi yang dilakukan

terhadap data aktualnya. Masing-masing metode pengukuran tersebut adalah

sebagai berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


80

1) Root Mean Square Error (RMSE)

.………………………………………………Pers.4.27

2) Mean Absolute Error (MAE)

Deviasi variabel yang disimulasikan dari actual time path

………………………………………………Pers.4.28

3) Mean Absolute Percentage Error (MAPE)

Kesalahan nilai simulasi (deviasi) dibandingkan dengan nilai aktual variabel

tersebut.

………………………………………………… Pers.4.29

4) Theil’s Inequality Coefficient (U-Theil)

………………………………Pers.4.30

dengan

Jika U-Theil = 0, maka nilai simulasi sama dengan nilai aktual (perfectly fit);

Jika U-Theil = 1, maka nilai ramalan selalu nol jika nilai aktual bukan nol;

= nilai ramalan;

= nilai aktual; dan

= jumlah periode simulasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


81

Cara perhitungan deviasi menggunakan RMSE dan MAE akan menghitung

deviasi dalam bentuk level, sedangkan perhitungan dengan menggunakan MAPE

atau U-Theil akan menghasilkan deviasi dalam bentuk persentase.

4.4.Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:

BI rate, adalah tingkat suku bunga pinjaman /diskonto yang diberikan Bank

Indonesia kepada bank-bank umum yang mengalami kesulitan dana dalam persen.

Data diperoleh dari Bank Indonesia dalam tahunan dari tahun 1980 sampai tahun

2014 dalam satuan persen.

Konsumsi Rumah Tangga, adalah data pengeluaran konsumsi rumah tangga

yang terdiri dari kelompok makanan dan bukan makanan dalam Milyar Rupiah.

data di peroleh dari Badan Pusat Statistik Indonesia dalam tahunan dari tahun

1980 sampai dengan tahun 2014 dalam satuan Rupiah.

Pendapatan Disposible, adalah data pendapatan setelah dikurangi dengan pajak

sehingga siap digunakan. data diperoleh dari estimasi total penerimaan Negara

dikurangi dengan pajak. data di peroleh dari Badan Pusat Statistik Indonesia

dalam tahunan dari tahun 1980 sampai dengan tahun 2014 dalam satuan rupiah.

Tingkat Suku Bunga Simpanan Domestik (RRRPL), merupakan data tingkat

suku bunga deposito Indonesia. Data ini diperoleh dari data time series IMF dari

tahun 1980 sampai tahun 2014, dalam satuan persen.

Tingkat Suku Bunga Komersial Domestik (IRDRI), merupakan data tingkat

suku bunga pinjaman Indonesia. Data ini diperoleh dari data time series IMF dari

tahun 1980 sampai tahun 2014, dalam satuan persen.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


82

Tingkat Suku Bunga Komersial Luar Negeri (IRFRI), merupakan data tingkat

suku bunga pinjaman Amerika Serikat. Data ini diperoleh dari data time series

IMF dari tahun 1980 sampai tahun 2014, dalam satuan persen.

Nilai Tukar Rupiah (EXR), merupakan nilai tukar mata uang rupiah terhadap

dollar. Ketika EXR meningkat berarti lebih banyak jumlah rupiah yang

dibutuhkan untuk mendapatkan dolar, sehingga rupiah depresiasi, dan sebaliknya.

Data diperoleh dari data time series Bank Indonesia, dari tahun 1980 sampai

tahun 2014, dalam satuan Rp/$ US.

Ekspor (EXPRI), data ekspor ditentukan dari data time series ekspor Indonesia

yang diperoleh dari BPS/kemendag dalam tahunan selama tahun 1980 sampai

tahun 2014, dalam satuan milyar rupiah.

Impor (IMPRI), data impor ditentukan dari data time series impor Indonesia yang

diperoleh dari BPS/kemendag dalam tahunan selama tahun 1980 sampai tahun

2014, dalam satuan milyar rupiah .

Investasi Swasta (INVSRI), merupakan jumlah data Penamaman Modal Asing

(PMA) dan PMDN yang disetujui pemerintah. data diperoleh dari Bank Indonesia

dan Badan Pusat Statistik dalam tahunan selama tahun 1980 sampai dengan 2014,

dalam satuan milyar rupiah.

Tingkat Inflasi (INFRI), merupakan data tingkat inflasi nasional diperoleh dari

data time series inflasi yang terjadi di Indonesia dalam tahunan dari tahun 1980

hingga tahun 2014, bersumber dari Bank Indonesia dan BPS, dalam satuan persen.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


83

Ekpektasi Inflasi (EKSP_INF), merupakan data tingkat inflasi nasional tahun

sebelumnya diperoleh dari data time series inflasi yang terjadi di Indonesia dalam

tahunan dari tahun 1980 hingga tahun 2014, bersumber dari Bank Indonesia dan

BPS, dalam satuan persen.

Produk Domestik Bruto (PDBRI) di proxy untuk Output, merupakan Produk

Domestik Bruto berdasarkan harga konstan dalam tahunan dari tahun 1980

hingga tahun 2014. Diperoleh dari Bank Indonesia dan BPS, dalam milyar rupiah.

Balance Of Payment (BOPRI), neraca pembayaran transaksi perdagangan antara

Indonesia dengan negara-negara lain didunia di proxy dari net ekspor yaitu selisih

ekspor dan impor, dinyatakan dalam miyar rupiah. Data merupakan data time

series dari Bank Indonesia dalam tahunan selama tahun 1980 hingga tahun 2014.

Tingkat Resiko Negara (RN), tingkat resiko pinjaman dari suatu Negara yang

dihitung dari selisih antara tingkat bunga pinjaman Indonesia dan tingkat bunga

pinjaman U.S (Mankiew, 2009 dan Yu, 2006). Data merupakan data time series

dari tahun 1980 hingga tahun 2014 yang bersumber dari IMF.

Jumlah Uang Beredar (JUBRI), jumlah uang beredar yang mencakup uang

kartal disebut uang beredar dalam arti sempit (M1). Data ini diperoleh dari data

time series Bank Indonesia dari tahun 1980 sampai tahun 2014, dan dalam satuan

milyar rupiah .

Human capital (HCRI) adalah Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas yang

Bekerja Selama Seminggu yang Lalu yang tamat dari diploma, S1, S2 dan S3.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


84

Data ini diperoleh dari data BPS dari tahun 1980 sampai tahun 2014 dan dalam

satuan jiwa.

Pengeluaran Pemerintah, adalah Seluruh Belanja yang dilakukan Pemerintah

Pusat maupun transfer dana ke pemerintah daerah. data ini diperoleh dari data

BPS dari tahun 1980 sampai dengan 2014 dan dalam satuan Milyar Rupiah.

Pertumbuhan ekonomi Luar negeri, adalah Pertumbuhan Negara tujuan ekspor

Indonesia yaitu jepang, data ini diperoleh dari data world bank dari tahun 1980

sampai dengan 2014 dalam satuan persen.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V

ANALISIS HASIL PENELITIAN

5.1. Profil Perekonomian Indonesia

Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah telah

menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global, beberapa

variabel keterbukaan ekonomi telah menunjukkan kenyataan tersebut. Pada bagian

ini menjelaskan perkembangan variabel perekonomian Indonesia pada periode

1980-2014, khususnya perkembangan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi,

suku bunga, jumlah uang beredar, nilai tukar, pengeluaran pemerintah, dan nilai

ekspor impor (Maryatmo, 2005). Data-data yang digunakan dalam penelitian ini,

diambil dari lembaga-lembaga negara, seperti Bank Indonesia (BI), Biro Pusat

Statistik, Bank Dunia (World Bank), IMF dan lembaga lain yang terkait. Data

yang digunakan adalah data time series dalam tahunan dari tahun 1980-2014.

5.1.1 Produk Domestik Bruto (Output)

Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai dari seluruh final goods (barang-

barang) dan jasa-jasa yang diproduksi (servives produced) di suatu Negara dalam

satu periode tertentu (Dornbusch, Rudiger, & Fisher, 1998). PDB Atas Dasar

Harga Konstan (ADHK) menunjukkan total produksi barang dan jasa yang

dihasilkan oleh penduduk Indonesia berdasar harga pada tahun dasar tertentu.

Pada saat ini harga tahun dasar yang digunakan dalam perhitungan adalah harga

pada tahun 2000 sehingga data PDB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) tahun

dasar 1973, tahun dasar 1983, tahun dasar 1993 dan tahun dasar 2010 dikonversi

ke tahun dasar 2000. Dengan demikian, perhitungan PDB ADHK hanya

85

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


86

menghitung perubahan produk dan jasa yang dihasilkan, tanpa menghitung

dampak kenaikan harga. Oleh karena itu, PDB ADHK dapat digunakan untuk

menghitung pertumbuhan ekonomi Indonesia. dimana pertumbuhan ekononomi

sebagai salah satu indikator utama untuk mengukur kinerja pembangunan

ekonomi suatu negara. Pertumbuhan ekonomi adalah meningkatnya pendapatan

per kapita riil yang berlangsung terus-menerus yang bersumber dari dalam daerah.

Untuk kepentingan analisis ekonomi, banyak pihak menggunakan pertumbuhan

PDB riil sebagai indikator pertumbuhan ekonomi. Kendatipun pertumbuhan

ekonomi bukan satu-satunya indikator yang mampu menangkap semua kinerja

pembangunan ekonomi, namun demikian indikator ini telah dapat memberikan

gambaran yang sangat bermanfaat untuk melihat geliat aktivitas perekonomian

suatu wilayah. Hal yang lebih penting dari pertumbuhan ekonomi adalah

mengidentifikasi sumber pertumbuhan baik dalam sisi penawaran atau sektoral

maupun sisi permintaan. Dari sisi penawaran pertumbuhan tercermin dari

kenaikan PDB sektoral, sedangkan dari sisi permintaan dapat diketahui dari

pertumbuhan konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah maupun dari selisih

bersih ekspor terhadap impor. Bagi pemerintah, dengan mengetahui sumber

pertumbuhan maka dapat diambil kebijakan yang dapat mempercepat

pertumbuhan atau memperlambat pertumbuhan sektor tertentu sesuai dengan

target pembangunan ekonomi (Ruslan, 2014).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


87

Pertumbuhan ekonomi (%)


15

10

-5

-10

-15
1980 2014

Gambar. 5.1. Perkembangan Pertumbuhan ekonomi 1980-2014

Berdasarkan Gambar 5.1 diatas tampak bahwa pertumbuhan ekonomi

tertinggi terjadi pada tahun 1980 yaitu sebesar 9.88 persen dan terendah pada

1998 sebesar -13.12 persen. Setelah terjadi tiga kali devaluasi rupiah yaitu pada

tahun 1978, tahun 1983 dan tahun 1986 maka perekonomian Indonesia kembali

normal pada tahun 1989. Sisi positif yang boleh dikatakan menonjol dalam

perekonomian tahun 1989 adalah stabilitas sektor moneter. Hal ini ditandai

dengan indicator ketiadaan ancaman devaluasi, cadangan devisa yang tinggi,

tingkat inflasi yang rendah dan terkendali, suku bunga yang cenderung turun,

serta kurs rupiah yang relative stabil (Prasetiantono, 2005). Pertumbuhan ekonomi

periode 1996-1997 mengalami penurunan yang signifikan dari tahun sebelumnya

yaitu dari 8.2 persen tahun sebelumnya menjadi 7.8 persen. Penurunan tingkat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


88

pertumbuhan ini disebabkan oleh turunnya laju pertumbuhan ekspor dan

perdagangan dunia. Turunnya laju pertumbuhan perdagangan dunia dengan nilai

5.6 persen tersebut dikarenakan turunnya ekspor Negara-negara berkembang di

ASIA yang dipicu oleh naiknya upah buruh dan turunnya permintaan dunia.

Pertumbuhan ekonomi ekonomi negatif pada tahun 1998 dipicu oleh krisis

keuangan asia yang berasal dari Thailand. Ini semua akhirnya membuat Indonesia

dilanda suatu krisis ekonomi yang besar yang diawali oleh krisis nilai tukar rupiah

terhadap dollar pada pertengahan tahun 1997 (Tambunan, 2006b).

Pertumbuhan ekonomi tahun 2009 mengalami perlambatan atau

penurunan disebabkan oleh adanya krisis ekonomi global 2008-2009 (Tambunan,

2014) .Pertumbuhan ekonomi di tahun 2009 tersebut mengalami perlambatan atau

penurunan yang merupakan efek kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga

BBM pada bulan Mei serta krisis keuangan global ternyata memberikan dampak

pada meningkatnya ekspektasi masyarakat terhadap tingkat harga dan pada

akhirnya mendorong kenaikan inflasi dan memicu terhadap penurunan

pertumbuhan ekonomi di tahun 2008 namun masih tetap mampu mencapai

pertumbuhan yang moderat. Perlambatan pertumbuhan ekonomi sejak tahun 2008

tersebut berlanjut hingga tahun 2009 yang hanya mencapai pertumbuhan ekonomi

sebesar 6,56%. Hal ini dikarenakan kualitas pertumbuhan ekonomi yang masih

belum optimal setelah terjadinya krisis keuangan global, investasi yang masih

tumbuh rendah dan di sisi sektoral sektor-sektor ekonomi yang tumbuh adalah

sektor yang padat modal.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


89

Pada tahun 2013 Dinamika perekonomian global juga berpengaruh pada kinerja

perekonomian berupa tren pertumbuhan ekonomi yang melambat sejak triwulan

awal, sehingga untuk keseluruhan tahun tercatat 5,6 persen, melambat dari

pertumbuhan tahun 2012 sebesar 6,0 persen. Pelemahan pertumbuhan ekonomi

tersebut bersumber dari investasi yang melambat sejak awal tahun akibat

menurunnya persepsi keyakinan pelaku bisnis terhadap perlambatan ekonomi

(BankIndonesia, 2013).

Di tengah belum optimalnya reformasi struktural, perlambatan ekonomi global

dan kebijakan stabilisasi ekonomi mendorong melambatnya pertumbuhan

ekonomi domestik pada tahun 2014. Perekonomian Indonesia tahun 2014 tumbuh

sebesar 5,0 persen, melambat dibandingkan dengan 5,6 persen pada tahun 2013

dan lebih rendah dibandingkan perkiraan pada awal tahun 2014 yaitu sebesar 5,5-

5,9 persen. Dari sisi eksternal, perlambatan tersebut terutama dipengaruhi oleh

pertumbuhan ekspor yang menurun akibat turunnya permintaan terutama dari

emerging markets (EM) dan harga komoditas global, serta adanya kebijakan

pembatasan ekspor mineral mentah (BankIndonesia, 2014).

5.1.2 Perkembangan Pengeluran Pemerintah

Salah satu jalur lewat mana pemerintah dapat mempengaruhi perekonomian

adalah melalui kebijakan fiskal. Hal ini dilakukan dengan menaikkan atau

mengurangi pengeluaran pemerintah. Pengeluaran Pemerintah adalah total

pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan setiap tahunnya. Pengeluaran

pemerintah dan pajak dalam satuan Milyar Rupiah. Kebijakan fiskal memiliki dua

instrument yaitu pajak dan Pengeluaran Pemerintah. Berdasarkan gambar dibawah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


90

terlihat bahwa pengeluaran pemerintah menunjukkan peningkatan setiap tahunnya

dengan fluktuasi yang cukup tinggi.

Milyar Rp.
2,000,000

1,800,000

1,600,000

1,400,000

1,200,000

1,000,000

800,000

600,000

400,000

200,000

0
80 82 84 86 88 90 92 94 96 98 00 02 04 06 08 10 12 14

Pengeluaran Pemerintah Penerimaan Pajak

Gambar 5.2 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah dan pajak 1980-2014

Berdasarkan gambar 5.2 di atas terlihat bahwa pengeluaran pemerintah selalu

lebih besar dari penerimaan pajak. Penurunan yang sangat signifikan terjadi akibat

adanya krisis ekonomi pada tahun 1997 yang mengakibatkan kemampuan

keuangan pemerintah sangat rendah sehingga pengeluaran pemerintah mengalami

penurunan pada tahun 1998 sampai 1999 sebesar -74.18 persen. namun

Pertumbuhan pengeluaran pemerintah kembali naik pada tahun 2000 yaitu sebesar

396.77 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya dan menjadi pengeluaran

pemerintah yang paling tinggi pertumbuhannya dibandingkan dengan tahun

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


91

sebelum dan sesudahnya. Hal ini dilakukan akibat terjadinya kelesuan ekonomi

setelah krisis ekonomi tahun 1997-1998. Maka dalam upaya mengurangi atau

menghilangkan dampak tersebut, pemerintah menaikkan anggaran pengeluaran,

kebijakan ini disebut dengan kebijakan fiskal ekspansif (Tambunan, 2014). Di

sisi lain, besarnya jumlah dana yang dikeluarkan pemerintah ini juga di sebabkan

menurunnya nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar Amerika. Sedangkan

penerimaan pajak mengalami penurunan dengan nilai pertumbuhan -7.97 persen

dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Periode 2005-2011, rasio anggaran belanja pemerintah Indonesia mencapai rata-

rata 16,6 persen dari PDB. angka ini relatif tidak berbeda Jika dibandingkan

dengan negara-negara di kawasan. Meskipun demikian, daya serap anggaran

belanja pemerintah terindikasi belum maksimal. Hal ini tampak dari penyerapan

belanja pemerintah pusat yang selalu di bawah pagu yang ditetapkan sejak tahun

2008 dan bahkan mengalami tren penurunan selama tiga tahun terakhir

(BankIndonesia, 2013).

Apabila tidak memperhitungkan belanja subsidi dan pembayaran bunga utang,

tren penurunan penyerapan pengeluaran pemerintah dapat terlihat dalam 5 tahun

terakhir, walaupun sedikit meningkat pada tahun 2013. Peningkatan pengeluaran

pemerintah yang besar terutama salah satu penyebabnya adalah terjadi pada

komponen belanja barang yang terdorong oleh aktivitas pemilu. Adapun kendala

penyerapan pengeluaran pemerintah tahun 2013 adalah faktor pembebasan lahan,

tingkat kehati-hatian, dan penurunan penerimaan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


92

5.1.3 Jumlah Uang Beredar

Jumlah uang beredar merupakan jumlah uang yang bersumber dari uang kartal

dan uang giral (M1). Data dimulai dari tahun 1980 hingga tahun 2014.

Berdasarkan gambar 5.1 dibawah terlihat bahwa perkembangan jumlah uang

beredar yang terdiri dari uang kartal dan giral terus mengalami peningkatan yang

signifikan. Setiap ada gejolak ekonomi, seperti pada tahun 1983 terjadi devaluasi,

tahun 1987 terjadi devaluasi, tahun 1997 terjadi krisis ekonomi, tahun 2008 terjadi

krisis ekonomi maka setelahnya jumlah uang beredar akan mengalami

peningkatan yang sangat signifikan. Secara grafik, tren pertumbuhan nilai JUBRI

diperlihatkan pada Gambar 5.3.

900,000

800,000

700,000

600,000
Milyar Rp.

500,000

400,000

300,000

200,000

100,000

80 82 84 86 88 90 92 94 96 98 00 02 04 06 08 10 12 14

Jumlah Uang Beredar

Gambar 5.3 Perkembangan JUBRI periode 1980-2014

Dari gambar 5.3 di atas terlihat bahwa kenaikan yang paling tinggi terjadi pada

tahun 1998 yaitu sebesar 48.93 persen selanjutnya tahun 1989 yaitu sebesar 39.76

persen sedangkan kenaikan terendah terjadi pada tahun 1983 sebesar 6.29 persen

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


93

dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Naiknya jumlah uang beredar ini

disebabkan oleh inflasi, dengan adanya inflasi maka akan menurunkan nilai uang

sehingga permintaan uang terus meningkat.

Peningkatan jumlah uang beredar periode 2013 sebesar 11 persen dibandingan

dengan tahun sebelumnya disebabkan beberapa hal, yaitu untuk memenuhi

kebutuhan uang kartal bagi masyarakat. Peningkatan kebutuhan ini terjadi pada

periode Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri selama bulan Juli sampai dengan

minggu pertama Agustus 2013, dan pada Hari Natal dan Tahun Baru pada minggu

terakhir Desember 2013. Selain itu, kecukupan ketersediaan uang kartal juga

terjadi setelah kebijakan Pemerintah Indonesia menaikkan harga Bahan Bakar

Minyak (BBM) bersubsidi pada tanggal 21 Juni 2013 dan pemberian Bantuan

Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) pada tahap pertama bulan Juli sampai

dengan Agustus 2013 dan tahap kedua bulan September sampai dengan Oktober

2013. Sedangkan disisi lain, perkembangan suku bunga berhubungan erat dengan

perkembangan jumlah uang beredar di masyarakat. Jumlah uang beredar yang

bertambah dibarengi dengan tingkat suku bunga yang menurun, dan sebaliknya

tingkat suku bunga yang tinggi dibarengi dengan jumlah uang yang sedikit

(Tambunan, 2014).

5.1.4 Perkembangan Suku bunga

Perkembangan suku bunga dalam perekonomian Indonesia selalu fluktuatif, hal

ini dikarenakan keterkaitan suku bunga tersebut dengan upaya pengendalian

besaran variabel makro ekonomi yang lain yaitu pertumbuhan ekonomi dan

inflasi. Data dimulai dari tahun 1980 hingga tahun 2014. Fluktuasi tertinggi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


94

terutama terjadi pada tahun 1991 sampai dengan 1994 dan 1997 sampai dengan

1998. Secara grafik trend BI rate, Suku bunga simpanan domestic (RRRPL), suku

bunga pinjaman domestik dan suku bunga pinjaman luar negeri diperlihatkan pada

Gambar 5.4.

Persen
60

50

40

30

20

10

0
1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010

Bi Rate suku bung a deposito suku bung a pinj. DN suku bung a pinj. LN

Gambar 5.4 Perkembangan Suku Bunga 1980-2014

Berdasarkan laporan Bank Indonesia (bankIndonesia,1983/1984) pada tahun 1983

dilakukan pelaksanaan deregulasi perbankan yang bertujuan untuk menghapus

subsidi bank Indonesia (BI) terhadap bank-bank umum. Bank-bank umum

diharapkan dapat mengembangkan kemampuan kreditnya dari sumber dana

masyarakat. Adapun salah satu isi kebijakan ini adalah menghapus ketentuan suku

bungan yang telah dilaksanakan sejak 1974, berikutnya bank-bank umum bebas

menentukan tingkat suku bunganya sendiri.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


95

Sejak 1983 suku bunga terus meningkat. Kenaikan suku bunga tersebut, selain

dipengaruhi oleh upaya pemerintah untuk menggalang dana masyrakat juga

dikarenakan penarikan dana untuk tujuan spekulasi. Permasalahan tersebut diatasi

oleh pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan penetapan batas tertinggi bagi

suatu bank untuk memperoleh dana dari pasar uang antarbank. Batas tertingginya

adalah 7.5 persen dari dana rupiah yang dikumpulkan melalui pihak ketiga.

Pada tahun 1985-1986 suku bunga mulai menurun, Hal ini dikarenakan adanya

intervensi Bank Indonesia. Penurunan suku bunga ini semakin memicu

meningkatnya investasi dan peningkatan produksi dalam negeri.

Tahun 1987, suku bunga SBI kembali mengalami peningkatan, hal ini dilakukan

guna meredam dampak isu devaluasi dan meningkatnya spekulasi valuta asing.

Pada tahun 1991-1995 kegiatan ekonomi relatif stabil sehingga membuat

timbulnya kelebihan permintaan, tinggi kegiatan investasi yang mendorong

peningkatan permintaan kredit. Peningkatan kredit yang tinggi dan tidak dibarengi

dengan seleksi yang ketat mengakibatkan terjadinya kredit macet perbankan tahun

1992. Kredit macet pada tahun 1992 tersebut juga didorong oleh perlambatan

perekonomian dunia, sehingga permintaan ekspor Indonesia juga mengalami

penurunan. Dengan adanya kredit macet ini mengakibatkan suku bunga kembali

mengalami kenaikan.

Dampak dari krisis moneter pada tahun 1997, masyarakat melakukan penarikan

dana dari bank-bank. Agar penarikan dana simpanan dari tersebut tidak berlanjut

maka pemerintah membuat kebijakan menaikkan suku bunga. Keberhasilan

restrukturisasi perbankan, dan restrukturisasi utang, serta penjaminan dana oleh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


96

bank pemerintah mampu menstabilkan perekonomian dan menurunkan suku

bunga pada akhir tahun 2000.

5.1.5 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah

Nilai tukar rupiah (Exchange Rate) atau kurs adalah harga satu unit mata uang

asing dalam mata uang domestik atau dapat juga dikatakan harga mata uang

domestik terhadap mata uang asing. Pada penelitian ini digunakan dolar Amerika

menjadi mata uang asing terhadap rupiah sebagai mata uang domestik. Menurut

(Handoko, 2015) nilai tukar rupiah yang stabil akan meningkatkan kepercayaan

investor asing terhadap prospek ekonomi Indonesia, sehingga investor bersedia

menanamkan modal mereka untuk diinvestasikan di Indonesia. Sebaliknya,

volatilitas nilai tukar rupiah yang tinggi akan mengurangi kepercayaan investor

asing terhadap kredibilitas pemerintah mempertahankan stabilitas ekonomi

makronya. Oleh karena itu, maka pada saat nilai tukar rupiah jatuh pada masa

krisis ekonomi 1997-1998, Otoritas Moneter menaikkan suku bunganya yang

begitu tinggi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Hal ini dilakukan murni

untuk menghambat laju kejatuhan nilai rupiah saat itu. Walaupun menurut teori

bahwa nilai tukar rupiah yang lemah dapat mendorong ekspor karena daya saing

harga dari produk Indonesia meningkat. Namun secara fakta 1997-1998

menunjukkan hal yang berbeda, ekspor Indonesia tidak naik secara signifikan

sedangkan pada waktu yang bersamaan nilai impor dalam rupiah mengalami

peningkatan yang sangat signifikan. Hal ini menurut (Tambunan, 2014)

dikarenakan Indonesia sudah sangat bergantung pada impor sehingga pada saat

nilai dolar mahal, Indonesia tidak semudah itu bisa mengurangi volume impor.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


97

Adapun trend Perkembangan nilai tukar Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5.5.

.
11,000

10,000

9,000

8,000

7,000

6,000

5,000

4,000

3,000

2,000

1,000

80 82 84 86 88 90 92 94 96 98 00 02 04 06 08 10 12 14

Nilai Tukar Rupiah

Gambar 5.5 Perkembangan nilai tukar Rupiah terhadap dollar AS 1980-2014

Berdasarkan gambar 5.5 diatas, terlihat bahwa nilai tukar rupiah terus mengalami

depresiasi terhadap dollar selama periode 1980-2014. Kebijakan penyesuaian nilai

tukar dilakukan dengan memperhatikan rata-rata laju inflasi dalam negeri dan

Negara-negara mitra dagang utama, Perkembangan suku bunga dalam dan luar

negeri, dan kecenderungan arus dana dari dan ke luar Indonesia.

Pada tahun 1983 kurs rupiah mengalami devaluasi terhadap dollar sebesar 43,67

persen dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini dilakukan dalam rangka

memperbaiki pertumbuhan ekspor nonmigas, mengingat pada tahun tersebut

terjadi penurunan ekspor migas yang mengakibatkan tekanan pada neraca

pembayaran (Maryatmo, 2005). Pada tahun 1984 dan 1985 nilai tukar rupiah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


98

kembali mengalami depresiasi, hal ini diakibatkan oleh adanya gejolak pasa uang

antar bank pada bulan agustus dan september 1984. Gejolak ini dipicu oleh isu

akan terjadinya devaluasi lanjutan. Peningkatan aktivitas pasar uang antar bank

cenderung meningkatkan suku bunga antarbank dan mendorong munculnya

ketidakpercayaan masyarakat pada rupiah yang berdampak pada terjadinya

spekulasi dollar. Pada tahun 1986 terjadi kembali devaluasi nilai tukar rupiah

sebesar 46,40 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya, hal diakibatkan

oleh merosotnya harga minyak dunia hingga pada tingkat yang tidak terduga

sebelumnya. Harga minyak mencapai US$ 10,00 per barel sehingga memberi

tekanan yang besar pada neraca pembayaran (Maryatmo, 2005). Pengaruh

buruknya harga minyak dunia masih berlanjut hingga tahun 1987-1988 sehingga

pemerintah mengambil kebijakan pengetatan moneter pada tahun 1987 untuk

mencegah spekulasi yang tidak terkontrol.

Pada tahun 1991, sebagai akibat berlangsungnya krisis teluk, ekspor migas

Indonesia sempat mengalami kenaikan. Meskipun demikian, ekspor nonmigas

justru mengalami pertumbuhan yang melambat, sehingga memicu ekspektasi

masyrakat akan devaluasi dan mendorong spekulasi valuta asing. Pertumbuhan

ekspor nonmigas yang melambat tersebut terjadi akibat pengaruh lambatnya

pertumbuhan ekonomi negara-negara maju ikut mendorong melambatnya laju

ekspor nonmigas Indonesia.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


99

5.1.6 Perkembangan Inflasi dan Ekspektasi Inflasi

Didalam perekonomian ada kekuatan tertentu yang menyebabkan tingkat harga

melonjak sekaligus, tetapi ada kekuatan lain yang menyebabkan kenaikan tingkat

harga berlangsung terus menerus secara perlahan. Peristiwa kecenderungan dari

harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus disebut inflasi (Boediono,

1995). Inflasi sebagai salah satu indikator stabilitas ekonomi makro selain nilai

tukar selalu menjadi perhatian investor asing karena inflasi berkaitan dengan suku

bunga riil yang mencerminkan risiko berinvestasi. Secara grafik trend

pertumbuhan nilai Inflasi diperlihatkan pada Gambar 5.6.

persen
60

50

40

30

20

10

0
80 82 84 86 88 90 92 94 96 98 00 02 04 06 08 10 12 14

Inflasi [persen] Ekspektasi Inflasi [persen]

Gambar 5.6 Perkembangan Inflasi dan ekspektasi tahun 1980-2014

Berdasarkan gambar 5.6 diatas terlihat bahwa perkembangan inflasi selama kurun

waktu 1980-2014 selalu berfluktuasi, dan secara umum selalu mengikuti pola

pertumbuhan ekonomi. Dari data secara keseluruhan dapat dilihat inflasi yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


100

terjadi di Indonesia sebagian besar tergolong inflasi ringan (kurang dari 10%

/tahun), hanya ada tiga tahun inflasi sedang (antara 10% sampai 30 % /tahun),

yaitu yang terjadi pada tahun 2001, 2002 dan 2006.

Selama kurun waktu 1983-1988 angka inflasi berhasil ditekan pada kisaran 4

sampai 10 persen per tahun. Keberhasilan tersebut terjadi akibat dampak

kebijakan moneter maupun fiskal yang dijalankan dengan baik. Kurun waktu

1988-1991, angka inflasi mengalami kenaikan. Hal ini dikarenakan adanya

peningkatan permintaan domestik akibat dampak deregulasi tahun 1988, serta

kenaikan biaya produksi yang disebabkan kenaikan harga BBM. Tahun 1992

inflasi sempat mengalami penuruan diangka 4.94 persen. Penurunan inflasi terjadi

karena adanya pengendalian permintaan domestik melalui kebijakan kontraksi

moneter dan disertai stabilitas penawaran aggregate. Namun pada akhir tahun

1992 dan memasuki tahun 1993 inflasi kembali mengalami kenaikan menjadi 9.77

persen. Kenaikan ini terjadi karena adanya kenaikan harga-harga bahan makanan

akibat banjir di pulau jawa. Disamping itu kenaikan harga BBM, tariff angkutan,

tarif listrik dan harga patokan gabah yang juga memicu kenaikan inflasi pada

tahun tersebut (Maryatmo, 2005).

Pada tahun 1994-1995 inflasi mengalami penurunan sedikit namun masih tinggi.

Hal ini diakibatkan oleh peningkatan permintaan dalam negeri, terhambatnya

produksi dan distribusi kebutuhan pokok, serta karena adanya penguatan mata

uang yen terhadap dollar. Inflasi pada tahun 1996 kembali menurun mencapai

menjadi 6.47 persen. Penurunan inflasi tersebut terjadi akibat menurunnya

permintaan dalam negeri dan rendahnya kenaikan harga bahan makanan di sisi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


101

penawaran aggregate. Krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997 mengakibatkan

terjadinya kenaikan inflasi menjadi 11.05 persen dan terus mencapai puncaknya

pada tahun 1998 yaitu 77.63 persen. Sejak saat itu secara perlahan tingkat inflasi

dapat ditekan kembali sehingga pada tahun 1999 inflasi sudah pada nilai 2.01

persen. Pada akhir tahun 2000 sampai awal tahun 2002 perekonomian memburuk

kembali, inflasi merangkak naik. Kenaikan tersebut disebabkan oleh kenaikan

harga BBM, tarif dasar listrik, dan tarif telpon secara bersamaan. Selanjutnya

tingkat inflasi secara perlahan kembali turun. Namun pada tahun 2005 tingkat

inflasi kembali mengalami kenaikan menjadi 17.11 persen hal ini disebabkan oleh

kenaikan harga BBM dari Rp1.500,- menjadi Rp4.500,-. Namun Selanjutnya

tingkat inflasi secara perlahan kembali turun. Hanya kenaikan harga BBM dari

Rp.4.500,- menjadi Rp.6000,- pada tahun 2008 mengakibatkan inflasi merangkak

naik menjadi 11.06 persen. Selanjutnya inflasi juga mengalami kenaikan pada

tahun 2010 menjadi 6.96 persen setelah pada tahun 2009 hanya 2.78 persen, hal

ini diakibatkan oleh gangguan cuaca yang berpengaruh pada kenaikan biaya

produksi. Pada tahun 2013 inflasi kembali naik menjadi 8.34 persen yang

dikarenakan adanya kenaikan BBM dari Rp.4.500,- menjadi Rp.6.500,-.

5.1.7 Perkembangan Neraca Pembayaran, Nilai Ekspor dan Impor

Neraca Pembayaran adalah neraca keuangan yang berisi data mengenai

perdagangan ekspor, impor, dan aliran keluar masuk modal dari dan ke suatu

Negara (Supriana, 2013).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


102

Secara grafik tren pertumbuhan nilai Ekspor, Impor dan BOP diperlihatkan pada

Gambar 4.7.

[Juta $]
240,000

200,000

160,000

120,000

80,000

40,000

-40,000
80 82 84 86 88 90 92 94 96 98 00 02 04 06 08 10 12 14

EXPOR IMPOR Balance of payment

Gambar 5.7 Perkembangan Ekspor, Impor dan Balance Of Payment tahun 1980-2014

Perkembangan nilai ekspor Indonesia sampai dengan tahun 1986 masih

didominasi oleh ekspor migas. Tetapi sejak tahun 1987 terjadi pergeseran dimana

pertumbuhan didominasi oleh komoditi non migas. Pergeseran ini terjadi setelah

pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan dan deregulasi di bidang ekspor.

Kebijakan ini memungkinkan produsen untuk meningkatkan ekspor non migas.

Pada tahun 1998 nilai ekspor non migas telah mencapai 83,9 persen dari total nilai

ekspor Indonesia. Jika dibandingkan tahun 1997 peran nilai ekspor non migas

tersebut meningkat dimana pada tahun 1997 peran ekspor non migas tercatat

sebesar 78,3 persen. Sedangkan total nilai ekspor Indonesia pada tahun 1998

sebesar 48.847,6 juta US dolar menurun 8,6 persen jika dibandingkan tahun 1997

(53.443,6 juta US dolar). Hal ini berkaitan erat dengan krisis moneter yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


103

melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997. Pada tahun 1998 nilai ekspor

non migas Indonesia mencapai 40.975,5 juta US dollar atau mengalami penurunan

2,0 persen dibanding tahun 1997 (41.821,1 juta US dolar).

Dampak krisis moneter sangat berpengaruh sekali terhadap nilai impor Indonesia.

Nilai impor Indonesia yang selama ini selalu menunjukkan peningkatan pada

tahun 1997 mulai menurun. Pada tahun 1996 nilai impor tercatat sebesar 42.928,5

juta US dolar, pada tahun 1997 sedikit menurun menjadi 41.679,8 juta US dolar.

Pada tahun 1998 nilai impor tersebut kembali mengalami penurunan yang cukup

tajam menjadi 27.336,9 juta US dolar atau mengalami penurunan sebesar 34,4

persen dibanding tahun sebelumnya.

Sejalan dengan pengaruh kuat kontraksi ekonomi global, ekspor barang pada

tahun 2009 mengalami penurunan tajam. Pada tahun 2009, ekspor barang tercatat

119,5 miliar dolar AS, atau mengalami pertumbuhan negatif 14,97 persen

dibandingkan dengan tahun 2008. Pertumbuhan negatif ekspor barang itu terjadi

baik di ekspor migas maupun ekspor nonmigas. Pada tahun 2009, Impor mencatat

kontraksi yang cukup dalam sejalan dengan penurunan permintaan domestik.

impor barang mencatat pertumbuhan negatif 25.05 persen, lebih besar

dibandingkan kontraksi pada ekspor barang sebesar 14,97 persen. Kontraksi

impor barang itu terjadi baik pada migas dan nonmigas. Di sisi lain,

Perkembangan neraca transaksi berjalan serta neraca transaksi modal dan finansial

tersebut secara keseluruhan mengakibatkan neraca pembayaran pada tahun 2009

mencatat surplus 15,4 miliar dolar AS, jauh lebih baik dibandingkan kinerja pada

tahun 2008 yang mencatat defisit 1,7 miliar dolar AS (BankIndonesia, 2009).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


104

Pada 2013, perekonomian global yang melemah, di tengah struktur perekonomian

domestik yang tidak mendukung, telah meningkatkan tekanan negatif kepada

Neraca Pembayaran Indonesia (Balance of Payment). Di satu sisi, perekonomian

global yang melambat akibat menurunnya pertumbuhan negara-negara emerging

market telah mengurangi permintaan terhadap ekspor Indonesia. Kinerja ekspor

semakin berkurang karena pada saat yang bersamaan terms of trade Indonesia

memburuk sejalan dengan kondisi harga komoditas global yang masih turun. Di

tengah permasalahan struktural terkait komposisi ekspor komoditi sumber daya

alam yang masih dominan, pemburukan terms of trade tersebut menyebabkan

kinerja ekspor komoditi Indonesia menurun. Sementara itu, impor masih besar

akibat struktur produksi domestik yang belum mampu memenuhi permintaan

kelompok kelas menengah yang terus meningkat, khususnya untuk barang-barang

berteknologi tinggi. Impor minyak juga tetap besar seiring dengan struktur

pasokan energi nasional yang masih sangat tergantung pada minyak, sedangkan

ekspor gas menunjukkan tren menurun. Secara keseluruhan, kondisi ini kemudian

meningkatkan defisit transaksi berjalan (BankIndonesia, 2013).

5.1.8 Perkembangan Investasi

investasi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh para penanam modal sebagai

bentuk penanaman modal dalam bentuk barang-barang modal dan perlengkapan-

perlengkapan produksi yang berfungsi untuk meningkatkan/menambah

kemampuan memproduksi (produktivitas) barang-barang dan jasa yang tersedia

dalam perekonomian dan diharapkan akan membawa keuntungan di masa depan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


105

Investasi Swasta
50,000

40,000

30,000
Juta US$

20,000

10,000

0
1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010

Gambar 5.8 Perkembangan Investasi Swasta tahun 1980-2014

Pada Periode 1990-1995 terjadi Peningkatan investasi swasta khususnya PMA

yang sangat pesat, hal ini disebabkan oleh, di satu pihak sebagai hasil dari

deregulasi-deregulasi dan kebijaksanaan liberalisasi perdagangan luar negeri dan

investasi (khususnya terhadap PMA) yang dilakukan pemerintah sejak kuartal

pertama tahun 1980-an, dan di pihak lain sebagai respons dari investor-onvestor

asing terhadap peningkatan pendapat rata-rata masyarakat dan pertumbuhan

penduduk, khususnya kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan

(dengan kata lain perkembangan domestik).

Periode 1997-1999, setelah krisis 1997, investasi mengalami penurunan yang

signifkan dikarenakan Indonesia mengalami hard landing karena krisis ekonomi,

kebangkrutan masal terhadap perusahaan baik yang bersumber dari PMA maupun

PMDN. Hampir 20 juta tenaga kerja di PHK dan menglami pertumbuhan minus

18 persen, terburuk sepanjang sejarah ekonomi Indonesia. Sekitar 70 persen lebih

perusahaan yang tercatat di pasar modal juga insolvent atau notabene bangkrut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


106

Sektor yang paling terpukul terutama adalah sektor konstruksi, manufaktur, dan

perbankan sehingga melahirkan gelombang besar PHK.

Periode tahun 2013, Investasi langsung asing di Indonesia turun dari 19,1 miliar

dolar AS pada tahun 2012 menjadi 18,4 miliar dolar AS. Faktor global dan

domestik yang kurang kondusif mendorong penurunan investasi langsung asing

(PMA) di Indonesia. Selain itu, Transaksi investor domestik yang melakukan

akuisisi saham asing pada perusahaan retail serta perusahaan minyak dan gas di

Indonesia juga berkontribusi pada penurunan investasi langsung asing di

Indonesia. Adapun sektor utama yang menarik minat investor asing untuk

berinvestasi di Indonesia adalah sektor industri manufaktur, sektor pertambangan

dan sektor transportasi. adapun penyebab tingginya minat investor asing pada tiga

sektor tersebut adalah tidak terlepas dari masih tingginya konsumsi domestik dan

kegiatan ekspor yang bertumpu pada sektor energi.

5.19 Perkembangan Human Capital

Stok modal manusia (human capital) merupakan sumber daya produksi yang

sangat penting. Keadaan ekonomi suatu kawasan dalam banyak hal sangat

tergantung pada sumber daya manusianya. Stok modal manusia yang terdidik dan

terlatih akan mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia. karena stok modal

manusia merupakan pelaku aktif yang dapat mengakumulasikan modal,

mengeksploitasikan berbagai sumber daya, serta menjalankan berbagai kegiatan

ekonomi yang sangat penting bagi pembangunan. Stok modal manusia (human

capital) terdiri dari tenaga kerja untuk menghasilkan komoditas akhir atau

konsumsi dan tenaga kerja untuk riset dan pengembangan (Romer D. , 1996).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


107

untuk melihat perkembangan stok modal manusia di Indonesia periode 1980-2014

dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

stok modal manusia (human capital)


12,000,000
jumlah tenaga kerja Diploma dan Sarjana

10,000,000

8,000,000

6,000,000

4,000,000

2,000,000

0
1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010

Gambar 5.8 Perkembangan Human capital tahun 1980-2014

berdasarkan gambar 5.8 di atas terlihat bahwa kecendrungan stok modal manusia

(human capital) di Indonesia selalu meningkat positif. Rata-rata pertumbuhan stok

modal manusia periode 1980-2014 adalah 11 persen.

Pertumbuhan negatif yang terjadi pada stok modal manusia merupakan

dampak dari kebijakan perusahaan yang mengurangi pekerjanya akibat kurang

baiknya kondisi perusahaan. Biasanya para pekerja yang dikurangi ini berasal dari

S1, S2 dan S3 dikarena gaji mereka semakin mahal. Hal ini berdampak terhadap

pertumbuhan stok modal manusia itu sendiri.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


108

rendahnya pertumbuhan stok modal manusia di Indonesia menunjukkan bahwa

pembangunan manusia masih merupakan pekerjaan rumah mahadahsyat

Pemerintah Indonesia, bukan sekadar pelengkap pembangunan ekonomi.

5.2 Hasil Analisis

5.2.1 Uji Stasioner

Tahap awal dalam proses pengujian yang dilakukan adalah uji

stasioneritas terhadap seluruh variabel yang diuji. Data PDB riil, nilai tukar,

Jumlah Uang Beredar, konsumsi rumah tangga, Pengeluaran Pemerintah, Human

Capital, BOP, Ekspor, Impor, yang digunakan adalah dalam bentuk natural log

(ln) dari variabel-variabel tersebut, dimana ln merupakan log dengan bilangan

dasar bilangan alam yang berguna untuk memecahkan persamaan yang tidak

diketahuinya merupakan pangkat dari variabel lain. Dimana log sendiri adalah

fungsi matematika yang dengan bilangan dasar 10 yang kegunaannya untuk

menyederhanakan suatu bilangan. Sedangkan variabel tingkat suku bunga, tingkat

inflasi, ekspektasi inflasi dan resiko negara sudah dalam bentuk persentase

sehingga tidak perlu diubah kedalam bentuk logaritma.

Uji stasioneritas dapat dilakukan dengan uji akar-akar unit yang dikembangkan

oleh Dickey Fuller. Alternatif dari uji Dickey Fuller adalah Augmented Dickey

Fuller (ADF) yang berusaha meminimumkan autokorelasi. Uji ini berisi regresi

dari diferensi pertama data runtut waktu terhadap lag variabel tersebut, lagged

difference terms, konstanta dan variabel trend. Penelitian ini dimulai dengan uji

stasioner terhadap variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: Produk

Domestik Bruto (PDBRI), Konsumsi Rumah Tangga (CSRRL), Pendapatan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


109

disposable (YDRI), tingkat suku bunga BI (SBI), tingkat suku bunga simpanan

(RRRPL), jumlah uang beredar (JUBRI), tingkat suku bunga pinjaman domestik

(IRDRI), tingkat suku bunga pinjaman luar NEgeri (IRF) nilai tukar rupiah

(EXR), nilai ekspor (EXPRI), nilai impor (IMPRI), nilai investasi (INVSRI),

tingkat inflasi (INFRI), ekspektasi inflasi (EXINFRI), neraca pembayaran (BOP),

Pengeluaran Pemerintah (GE), Resiko Negara (RN), Human Capital (HC). Uji

stasioneritas data dimulai dengan tingkat level, kemudian apabila data tersebut

masih belum stasioner diuji dengan tingkatan 1st first difference, 2nd differences.

Hasil pengujian stasioneritas data time series untuk semua variabel yang diteliti

dapat dilihat pada hasil estimasi yang diuraikan pada tabel.

Tabel 5.1 Hasil Pengujian Akar-Akar

No Variabel Nilai ADF Nilai Kritis*) Probabilitas Stasioner

1 SBIRI -6,446153 -3,646342 0,0000<0,01 1 st Difference


2 PDBRI -7,335074 -4,273277 0,0000<0,01 2nd Difference
3 CSRRL -4,497603 -4,262735 0,0056<0,01 1st Difference
4 JUBRI -5,779294 -3,670170 0,0000<0,01 1 st Difference
5 IRDRI -6,099008 -3,653730 0,0000<0,01 1 st Difference
6 IRF -3,859152 3,661661 0,0061<0,01 1 st Difference
7 RRRPL -6,087553 -3,653730 0,0000<0,01 1 st Difference
8 EXR -5,017438 -3,646342 0,0003<0,01 1 st Difference
9 EXPRI -6,514717 -4,374307 0,0001<0,01 1 st Difference
10 IMPRI -5.813516 -3,646342 0,0000<0,01 1 st Difference
11 INVSRI -5,784475 -3,646342 0,0000<0,01 1 st Difference
12 HCRI -4,801618 -6,518845 0,0000<0,01 1 st Difference*
13 BOP -11,44678 -3,670170 0,0000<0,01 2nd Difference
14 INFRI -4,902452 -3,639407 0,0003<0,01 Level
15 YDRI -6,802542 -3,646342 0,0000<0,01 1 st Difference
16 GE -7,612954 -4,356068 0,0000<0,01 2nd Difference
17 RN -6,710979 -3,653730 0,0000<0,01 1 st Difference
18 EXINFRI -4,822842 -3,639407 0,0004<0,01 Level
19 GWJPG -8,734947 -3,646342 0,0000<0,01 Level
*) trend

Dari Tabel 5.1 Di atas dapat menunjukkan bahwa ada tiga data variabel

stasioner pada tingkat level yaitu INFRI dan EXINFRI dan GWJPG, karena nilai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


110

Augmented Dickey fuller lebih besar dari nilai kritis Mc Kinnon pada derajat

kepercayaan 1 persen. Sementara beberapa variabel lain belum stasioner pada

tingkat level karena nilai Augmented Dickey Fuller statistiknya lebih kecil dari

nilai kritis Mc.Kinnon, seperti variabel PDBRI, CSRRL, JUBRI, IRDRI, IRF,

EXR, EXPRI, IMPRI, INVSRI, HC, YDRI, GE, RN dan SBI. Solusi yang dapat

dilakukan untuk mengatasi masalah ketidakstasioneran ini adalah dengan

melakukan uji pada tingkat first difference, lalu dilakukan uji ADF kembali.

Berdasarkan table 5.1 diatas terlihat bahwa variabel CSRRL, JUBRI, IRDRI, IRF,

EXR, EXPRI, IMPRI, INVSRI, HC, YDRI, RN dan SBI sudah stasioner pada

tingkat first difference, karena nilai Augmented Dickey fuller lebih besar dari nilai

kritis Mc Kinnon pada derajat kepercayaan 1 persen. Sedangkan variabel PDBRI,

GE dan BOPRI stasioner pada 2nd Difference. Untuk melihat stasioneritas suatu

data variabel juga bisa dilihat dari nilai probabilitas. Jika nilai probabilitasnya

lebih kecil dari 0,01, berarti data variabelnya stasioner, dan sebaliknya jika nilai

probabilitasnya lebih besar dari 0,01 maka dapat disimpulkan variabel data tidak

stasioner. Stasioner data diperlukan untuk membuktikan bahwa data dapat

digunakan dalam analisis dan dalam kesimpulan pengambilan keputusan,

sehingga dengan data yang stasioner maka hasil yang diperoleh tidak bias.

5.2.2 Uji Kointegrasi

Uji kointegrasi bertujuan untuk menguji apakah residual regresi yang dihasilkan

stasioner atau tidak dan juga untuk mengetahui apakah dalam jangka panjang

terdapat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependennya

(dengan menggunakan uji Engle-Granger). Uji kointegrasi dilakukan sebagai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


111

tindak lanjut terjadinya data yang tidak stasioner pada tingkat level. Hasil uji

kointegrasi dengan alat bantu e-views 4.1 ditampilkan pada tabel 5.2 dibawah ini.

Tabel 5.2 Hasil uji Kointegrasi

No Persamaan UJI ADF Probabilitas

1 Log(PDBRI) -5,480484 0,0001*

2 Log(GE) -5,455882 0,0001*

3 Log(CSRRL) -5,955632 0,0000*

4 INFRI -4.742376 0,0005*

5 Log(JUBRI) -4,688261 0,0007*

6 RRRPL -4,399683 0,0014*

7 Log(EXR) -3,893654 0,0055*

8 BOPRI -3,803348 0,0066*

9 Log(IMPRI) -4,157728 0,0026*

10 Log(EXPRI) -4,361215 0,0016*

11 Log(INVSRI) -5,051422 0,0002*

* Bermakna pada α=1%


** Bermakna pada α=5%

Berdasarkan tabel 5.2 diatas terlihat bahwa seluruh persamaan prilaku dalam

penelitian terbukti secara statistic dengan pendekatan ADF test terkointegrasi

pada risiko 1 persen. Dengan hasil uji kointegrasi ini dapatlah disimpulkan bahwa

bentuk persamaan jangka panjang atau ECM menjadi valid untuk diterapkan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


112

5.2.3 Uji Autokorelasi

Hasil pendeteksian Autokorelasi melalui Breusch-Godfrey Serial Correlation LM

Test dengan alat bantu e-views 4.1 ditampilkan pada tabel 5.3 dibawah ini:

Tabel 5.3 Hasil Uji Autokorelasi

No Persamaan Probability Kesimpulan

1 Log(PDBRI) 0,8952>0,01 Tidak terjadi autokorelasi

2 Log(GE) 0,9726>0,01 Tidak terjadi autokorelasi

3 Log(CSRRL) 0,4703>0,01 Tidak terjadi autokorelasi

4 INFRI 0,0354>0,01 Tidak terjadi autokorelasi

5 Log(JUBRI) 0,0162>0,01 Tidak terjadi autokorelasi

6 RRRPL 0,2321>0,01 Tidak terjadi autokorelasi

7 Log(EXR) 0,0867>0,01 Tidak terjadi autokorelasi

8 BOPRI 0,1088>0,01 Tidak terjadi autokorelasi

9 Log(IMPRI) 0,0645>0,01 Tidak terjadi autokorelasi

10 Log(EXPRI) 0,3429>0,01 tidak terjadi autokorelasi

11 Log(INVSRI) 0,3042>0,01 tidak terjadi autokorelasi

Sumber:output eviews Least Square Method, LM test

Berdasarkan tabel 5.3 untuk uji serial correlation dapat diketahui nilai Obs*R-

squared untuk variabel log(PDBRI), log (GE), log(CSRRL), INFRI, Log(JUBRI),

RRRPL, Log(EXR), BOPRI, log(IMPRI) dan Log(EXPRI) dan log(INVSRI)

memiliki nilai probabilitas yang lebih besar dari taraf signifikansi 1% (Prob >

0,01) sehingga menghasilkan keputusan terima H0 Hal ini berarti dalam model

tidak terjadi autokorelasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


113

5.3 Hasil Estimasi Model

5.3.1 Model IS (Pertumbuhan Ekonomi)

Model regresi jangka panjang Hasil estimasi persamaan Pertumbuhan ekonomi

menunjukkan arah faktor determinan yang sejalan dengan teori dan siginifikan

secara statistik.

Tabel 5.4 Hasil Pengujian Simultan dan Parsial Model IS


Variabel dependent Variabel Independent Long Run Short Run
Log(PDBRI) Konstanta 7,894865*
Log(GE) 0,028405*** 0,022254***
Log(HCRI) 0,415211* 0,309322*
Log(JUBRI) 0,122930* 0,119322*
Log(EXR) -0,202201* -0,093390*
BOPRI -2,60E-07*** 3,82E-07***
ECM_PDBRI -1,028027*
Signifikansi *)α=1%, **)α=5%, *** α>5%
Sumber : Hasil pengolahan dengan eviews 4.1
dari hasil pengolahan data yang ditampilkan pada tabel 5.4 diatas, dalam jangka

Panjang menunjukkan bahwa secara serentak semua variabel bebas (log(GE),

log(HCRI), log(JUBRI), log(EXR), BOPRI) secara bersama-sama mempengaruhi

variabel dependen (PDB riil). Hal ini ditunjukkan dari nilai Prob(F-statistic) yang

kurang dari nilai signifikansi 5 persen (prob.F s-statistic < 0,05). Sedangkan dari

hasil uji parsial menunjukkan bahwa semua variabel independen yang digunakan

signifikan mempengaruhi PDB riil pada jangka panjang, kecuali variabel

Government expenditure (GE) dan Balance of Payment (BOPRI) .

Dari output persamaan jangka pendek pada tabel 5.4 terlihat bahwa

koefisien ECM signifikan secara statistik. Dari hasil regresi variabel ECM

diketahui besarnya Nilai Koefisien ECM sebesar -1,028027. Tanda negatif pada

koefisien ECM memberikan penjelasan bahwa Produk Domestik Bruto (PDBRI)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


114

berada diatas nilai keseimbangan, maka Produk Domestik Bruto (PDBRI) akan

menurun pada periode berikutnya untuk mengoreksi kesalahan keseimbangan.

Dari hasil uji yang dilakukan terhadap regresi ECM didapatkan bahwa koefisien

regresi tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Produk Domestik

Bruto pada tingkat keyakinan 1 persen, 5 persen, dan 10 persen. Hal ini

menunjukkan bahwa perbedaan antara nilai aktual PDBRI dengan nilai

keseimbangannya dalam jangka panjang akan disesuaikan selama waktu satu

tahun. Dengan demikian, spesifikasi model ECM yang dipakai dalam penelitian

ini adalah tepat dan mampu menjelaskan hubungan jangka panjang antara variabel

independen dan variabel dependen. Persamaan tersebut sudah sahih dan tidak

dapat ditolak.

Perubahan pertumbuhan ekonomi (PDBRI) ditentukan oleh Pengeluaran

Pemerintah (GE), Human capital (HCRI), Jumlah Uang Beredar (JUBRI), Nilai

Tukar (EXR) dan Balance of Payment (BOPRI), serta penyesuaian karena adanya

ketidakseimbangan masa lalu.

Dalam jangka pendek peningkatan pengeluaran pemerintah sebesar 1

persen akan mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,02 persen.

sedangkan dalam jangka panjang setiap peningkatan pengeluaran pemerintah

sebesar 1 persen akan mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar

0,028 persen, namun pengaruhnya tidak signifikan, dengan asumsi variabel

lainnya dianggap tidak berubah.

Dalam jangka pendek peningkatan human capital sebesar 1 persen akan

mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,30 persen. Sedangkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


115

dalam jangka panjang setiap peningkatan human capital sebesar 1 persen akan

mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,41 persen. peningkatan

human capital ini berasal dari masuknya tenaga terampil tamatan D3, S1, S2, S3

dalam dunia kerja, dengan asumsi variabel lainnya dianggap tidak berubah.

Dalam jangka pendek peningkatan jumlah uang beredar (JUBRI) sebesar 1

persen akan mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,11 persen.

Sedangkan dalam jangka panjang setiap peningkatan jumlah uang beredar

(JUBRI) sebesar 1 persen akan mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi

sebesar 0,12 persen, dengan asumsi variabel lainnya dianggap tidak berubah.

Dalam jangka pendek melemahnya nilai tukar/kurs domestik sebesar 1

persen akan mendorong penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,09 persen.

sedangkan dalam jangka panjang setiap pelemahan nilai tukar domestik sebesar 1

persen akan mendorong penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,20 persen,

dengan asumsi variabel lainnya dianggap tidak berubah.

Baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek, Balance Of Payment

(BOPRI) tidak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara signifikan. hal ini

terlihat dari peningkatan neraca pembayaran sebesar 1 persen akan mendorong

penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,0000382 persen dalam jangka pendek

dan 0,000026 persen dalam jangka panjang, dengan asumsi variabel lainnya

dianggap tidak berubah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


116

5.3.2 Persamaan Pengeluaran Pemerintah (GE)

Model regresi jangka panjang Hasil estimasi persamaan Pengeluaran

Pemerintah (GE) menunjukkan arah faktor determinan yang sejalan dengan teori

dan siginifikan secara statistik.

Tabel 5.5 Hasil Pengujian Simultan dan Parsial Model GE


Variabel dependent Variabel Independent Long Run Short Run
Log(GE) Konstanta
Log(PDBRI) 0,050032*** 2,716534*
Log(JUBRI) 1,057160* 0,276219***
Log(EXR) -0,089133*** 0,013867***
INFRI -0,005252*** 0,015806*
ECM_GE -1,012157*
Signifikansi *)α=1%, **)α=5%, *** α>5%
Sumber : Hasil pengolahan dengan eviews 4.1
Dari hasil pengolahan data yang ditampilkan pada tabel 5.5 diatas, dalam jangka

Panjang menunjukkan bahwa secara serentak semua variabel bebas (log(PDBRI),

log(JUBRI), log(EXR), INFRI) secara bersama-sama mempengaruhi variabel

dependen (GE). Hal ini ditunjukkan dari nilai Prob(F-statistic) yang kurang dari

nilai signifikansi 5% (prob.F s-statistic < 0,05). Sedangkan dari hasil uji parsial

menunjukkan bahwa semua variabel independen yang digunakan signifikan

mempengaruhi Pengeluaran Pemerintah (GE) pada jangka panjang, kecuali

variabel Pertumbuhan Ekonomi (PDBRI), Nilai Tukar (EXR) dan Inflasi (INFRI) .

Dari output persamaan jangka pendek pada tabel 5.5 terlihat bahwa

koefisien ECM signifikan secara statistik. Dari hasil regresi variabel ECM

diketahui besarnya Nilai Koefisien ECM sebesar -1,012157. Tanda negatif pada

koefisien ECM memberikan penjelasan bahwa Pengeluaran Pemerintah (GE)

berada diatas nilai keseimbangan, maka Pengeluaran Pemerintah (GE) akan

menurun pada periode berikutnya untuk mengoreksi kesalahan keseimbangan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


117

Dari hasil uji yang dilakukan terhadap regresi ECM didapatkan bahwa koefisien

regresi tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Pengeluaran

Pemerintah pada tingkat keyakinan 1 persen, 5 persen, dan 10 persen. Hal ini

menunjukkan bahwa perbedaan antara nilai aktual Pengeluaran Pemerintah (GE)

dengan nilai keseimbangannya dalam jangka panjang akan disesuaikan selama

waktu satu tahun. Dengan demikian, spesifikasi model ECM yang dipakai dalam

penelitian ini adalah tepat dan mampu menjelaskan hubungan jangka panjang

antara variabel independen dan variabel dependen. Persamaan tersebut sudah

sahih dan tidak dapat ditolak.

Perubahan Pengeluaran Pemerintah (GE) ditentukan oleh Produk

Domestik Bruto (PDBRI), Jumlah Uang Beredar (JUBRI), Nilai Tukar (EXR) dan

inflasi (INFRI), serta penyesuaian karena adanya ketidakseimbangan masa lalu.

Dalam jangka pendek peningkatan Produk Domestik Bruto (PDBRI)

sebesar 1 persen akan mendorong peningkatan pengeluaran pemerintah sebesar

2,716534 Milyar. sedangkan dalam jangka panjang setiap peningkatan Produk

Domestik Bruto (PDBRI) sebesar 1 persen akan mendorong peningkatan

Pengeluaran Pemerintah (GE) sebesar 0,050032 Milyar, dengan asumsi variabel

lainnya dianggap tidak berubah.

Dalam jangka pendek peningkatan Jumlah Uang Beredar (JUBRI) sebesar

1 persen akan mendorong peningkatan pengeluaran pemerintah sebesar 0,276219

Milyar, namun pengaruhnya tidak signifikan. sedangkan dalam jangka panjang

setiap peningkatan Jumlah Uang Beredar (JUBRI) sebesar 1 persen akan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


118

mendorong peningkatan Pengeluaran Pemerintah (GE) sebesar 1,057160 Milyar,

dengan asumsi variabel lainnya dianggap tidak berubah.

Dalam jangka pendek pelemahan nilai tukar (EXR) sebesar 1 persen akan

mendorong peningkatan pengeluaran pemerintah sebesar 0,013867 Milyar, namun

pengaruhnya tidak signifikan. sedangkan dalam jangka panjang setiap pelemahan

nilai tukar (EXR) sebesar 1 persen akan mendorong penurunan Pengeluaran

Pemerintah (GE) sebesar 0,089133 persen, dengan asumsi variabel lainnya

dianggap tidak berubah.

Dalam jangka pendek Peningkatan Inflasi (INFRI) sebesar 1 persen akan

mendorong peningkatan pengeluaran pemerintah sebesar 0,015806 Milyar.

sedangkan dalam jangka panjang setiap peningkatan inflasi (INFRI) sebesar 1

persen akan mendorong penurunan Pengeluaran Pemerintah (GE) sebesar

0,005252 Milyar, dengan asumsi variabel lainnya dianggap tidak berubah.

5.3.3 Persamaan Konsumsi (CSRRL)

Hasil estimasi persamaan konsumsi rumah tangga pada tabel 5.6 menunjukkan

arah faktor determinan yang sejalan dengan teori dan signifikan secara statistik.

Tabel 5.6 Hasil Pengujian Simultan dan Parsial Model CSRRL


Variabel dependent Variabel Independent Long Run Short Run
Log(CSRRL) Konstanta -0,366972***
Log(YDRI) 0,152422* 0,145967**
RRRPL -0,002325* -0,002234*
Log(CSRRL(-1)) 0,875749* 0,835237*
ECM_CSRRL -0,804246*
Signifikansi *)α=1%, **)α=5%, *** α>5%
Sumber : Hasil pengolahan dengan eviews 4.1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


119

Dari hasil pengolahan data yang ditampilkan pada tabel 5.6 diatas, dalam jangka

Panjang menunjukkan bahwa secara serentak semua variabel bebas (log(YDRI),

RRRPL, log(CSRRL(-1))) secara bersama-sama mempengaruhi variabel

dependen konsumsi Rumah Tangga(CSRRL). Hal ini ditunjukkan dari nilai

Prob(F-statistic) yang kurang dari nilai signifikansi 5% (prob.F s-statistic < 0,05).

Sedangkan dari hasil uji parsial menunjukkan bahwa semua variabel independen

yang digunakan signifikan mempengaruhi konsumsi Rumah Tangga (CSRRL)

pada jangka panjang.

Dari output persamaan jangka pendek pada table 5.6 terlihat bahwa

koefisien ECM signifikan secara statistik. Dari hasil regresi variabel ECM

diketahui besarnya Nilai Koefisien ECM sebesar -0,804246. Tanda negatif pada

koefisien ECM memberikan penjelasan bahwa Konsumsi Rumah Tangga

(CSRRL) berada diatas nilai keseimbangan, maka Konsumsi Rumah Tangga

(CSRRL) akan menurun pada periode berikutnya untuk mengoreksi kesalahan

keseimbangan. Dari hasil uji yang dilakukan terhadap regresi ECM didapatkan

bahwa koefisien regresi tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

Konsumsi Rumah Tangga pada tingkat keyakinan 1 persen, 5 persen, dan 10

persen. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan antara nilai aktual Konsumsi

Rumah Tangga (CSRRL) dengan nilai keseimbangannya dalam jangka panjang

akan disesuaikan selama waktu satu tahun. Dengan demikian, spesifikasi model

ECM yang dipakai dalam penelitian ini adalah tepat dan mampu menjelaskan

hubungan jangka panjang antara variabel independen dan variabel dependen,

Persamaan tersebut sudah sahih dan tidak dapat ditolak.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


120

Perubahan Konsumsi Rumah Tangga (CSRRL) ditentukan oleh Disposible

Income (YDRI), Tingkat Suku Bunga (RRRPL), dan Konsumsi Rumah Tangga

Periode yang lalu (CSRRL(-1)), serta penyesuaian karena adanya

ketidakseimbangan masa lalu.

Dalam jangka pendek peningkatan Disposible Income (YDRI) sebesar 1

persen akan mendorong peningkatan Konsumsi Rumah Tangga (CSRRL) sebesar

0,145967 Milyar, sedangkan dalam jangka panjang setiap peningkatan Disposible

Income (YDRI) sebesar 1 persen akan mendorong peningkatan Konsumsi Rumah

Tangga (CSRRL) sebesar 0,152422 Milyar, dengan asumsi variabel lainnya

dianggap tidak berubah.

Dalam jangka pendek kenaikan tingkat suku bunga simpanan (RRRPL)

sebesar 1 persen akan membuat penurunan konsumsi rumah tangga (CSRRL)

sebesar 0,002234 Milyar. sedangkan dalam jangka panjang setiap kenaikan

tingkat suku bunga simpanan (RRRPL) sebesar 1 persen akan akan menurunkan

Konsumsi Rumah Tangga (CSRRL) sebesar 0,002325 Milyar, dengan asumsi

variabel lainnya dianggap tidak berubah.

Dalam jangka pendek peningkatan konsumsi rumah tangga periode yang

lalu (CSRRL(-1)) sebesar 1 persen akan mendorong peningkatan Konsumsi

Rumah Tangga (CSRRL) sebesar 0,835237 Milyar, sedangkan dalam jangka

panjang peningkatan konsumsi rumah tangga periode yang lalu (CSRRL(-1))

sebesar 1 persen akan akan meningkatkan Konsumsi Rumah Tangga (CSRRL)

sebesar 0,875749 Milyar, dengan asumsi variabel lainnya dianggap tidak berubah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


121

5.3.4 Persamaan INFLASI (INFRI)

Hasil estimasi persamaan inflasi pada tabel 5.7 menunjukkan arah faktor

determinan yang sejalan dengan teori dan signifikan secara statistik.

Tabel 5.7 Hasil Pengujian Simultan dan Parsial Model INFRI


Variabel dependent Variabel Independent Long Run Short Run
INFRI Konstanta -198,9129
EXINFRI 0,252502*** 0,081018***
Log(JUBRI) 14,47259*** 4,900732***
Log(GE) 10,39017*** 2,336967***
Log(EXR) -4,358922*** -5,752001***
RRRPL 1,111660* 1,385366*
ECM_INFRI -0,615790*
Signifikansi *)α=1%, **)α=5%, *** α>5%
Sumber : Hasil pengolahan dengan eviews 4.1

Dari hasil pengolahan data yang ditampilkan pada tabel 4.16 diatas, dalam jangka

Panjang menunjukkan bahwa secara serentak semua variabel bebas (EXINFRI,

log.(PDBRI), log(EXR), IRDRI)) secara bersama-sama mempengaruhi variabel

dependen Inflasi (INFRI). Hal ini ditunjukkan dari nilai Prob.(F-statistic) yang

kurang dari nilai signifikansi 5% (prob.F s-statistic < 0,05). Sedangkan dari hasil

uji parsial menunjukkan bahwa variabel independen Ekspektasi Inflasi

(EXINFRI), Jumlah Uang Beredar (JUBRI), Pengeluaran Pemerintah (GE) dan

Nilai Tukar (EXR) yang digunakan tidak signifikan mempengaruhi inflasi

(INFRI) pada jangka panjang, Sedangkan variabel independen Tingkat bunga

(RRRPL) signifikan mempengaruhi inflasi (INFRI) pada jangka panjang.

Dari output persamaan jangka pendek pada table 5.7 terlihat bahwa

koefisien ECM signifikan secara statistik. Dari hasil regresi variabel ECM

diketahui besarnya Nilai Koefisien ECM sebesar -0,615790. Tanda negatif pada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


122

koefisien ECM memberikan penjelasan bahwa tingkat Inflasi (INFRI) berada

diatas nilai keseimbangan, maka tingkat Inflasi (INFRI) akan menurun pada

periode berikutnya untuk mengoreksi kesalahan keseimbangan. Dari hasil uji yang

dilakukan terhadap regresi ECM didapatkan bahwa koefisien regresi tersebut

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat inflasi pada tingkat

keyakinan 1 persen, 5 persen, dan 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa

perbedaan antara nilai aktual tingkat inflasi (INFRI) dengan nilai

keseimbangannya dalam jangka panjang akan disesuaikan selama waktu satu

tahun. Dengan demikian, spesifikasi model ECM yang dipakai dalam penelitian

ini adalah tepat dan mampu menjelaskan hubungan jangka panjang antara variabel

independen dan variabel dependen. Persamaan tersebut sudah sahih dan tidak

dapat ditolak.

Perubahan tingkat inflasi (INFRI) ditentukan oleh Ekspektasi Inflasi

(EXINFRI), Jumlah Uang Beredar (JUBRI), dan Pengeluaran Pemerintah (GE)

Nilai Tukar (EXR) dan Tingkat suku bunga (RRRPL), serta penyesuaian karena

adanya ketidakseimbangan masa lalu.

Dalam jangka pendek peningkatan Ekspektasi Inflasi (EXINFRI) sebesar 1

persen akan mendorong kenaikan tingkat Inflasi (INFRI) sebesar 0,08 persen.

sedangkan dalam jangka panjang setiap peningkatan Ekspektasi Inflasi

(EXINFRI) sebesar 1 persen akan mendorong peningkatan Inflasi (INFRI) sebesar

0,25 persen, dengan asumsi variabel lainnya dianggap tidak berubah.

Dalam jangka pendek peningkatan Jumlah Uang Beredar (JUBRI) sebesar

1 persen akan mendorong kenaikan tingkat Inflasi (INFRI) sebesar 4,90 persen.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


123

sedangkan dalam jangka panjang setiap peningkatan Jumlah Uang Beredar

(JUBRI) sebesar 1 persen akan mendorong peningkatan Inflasi (INFRI) sebesar

14,47 persen, dengan asumsi variabel lainnya dianggap tidak berubah.

Dalam jangka pendek peningkatan Pengeluaran Pemerintah (GE) sebesar 1

persen akan mendorong kenaikan tingkat Inflasi (INFRI) sebesar 2,33 persen.

sedangkan dalam jangka panjang setiap peningkatan Pengeluaran Pemerintah

(GE) sebesar 1 persen akan mendorong peningkatan Inflasi (INFRI) sebesar 10,39

persen, dengan asumsi variabel lainnya dianggap tidak berubah.

Dalam jangka pendek pelemahan nilai tukar rupiah/depresiasi (EXR)

sebesar 1 persen akan mendorong penurunan tingkat Inflasi (INFRI) sebesar 5,75

persen, sedangkan dalam jangka panjang setiap pelemahan nilai tukar

rupiah/depresiasi (EXR) sebesar 1 persen akan mendorong penurunan tingkat

Inflasi (INFRI) sebesar 4,35 persen. Sebaliknya, baik dalam jangka pendek

maupun jangka panjang, jika terjadi penguatan nilai tukar rupiah/apresiasi (EXR)

maka akan mendorong terjadinya peningkatan inflasi, dengan asumsi variabel

lainnya dianggap tidak berubah.

Peningkatan Pengeluaran Pemerintah (GE) dalam jangka pendek sebesar 1

persen akan mendorong kenaikan tingkat Inflasi (INFRI) sebesar 2,33 persen,

sedangkan dalam jangka panjang setiap peningkatan Pengeluaran Pemerintah

(GE) sebesar 1 persen akan mendorong peningkatan Inflasi (INFRI) sebesar 10,39

persen, dengan asumsi variabel lainnya dianggap tidak berubah.

Peningkatan tingkat bunga (RRRPL) dalam jangka pendek sebesar 1

persen akan mendorong kenaikan tingkat Inflasi (INFRI) sebesar 1,38 persen,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


124

sedangkan dalam jangka panjang setiap peningkatan tingkat bunga (RRRPL)

sebesar 1 persen akan mendorong peningkatan Inflasi (INFRI) sebesar 1,11

persen, dengan asumsi variabel lainnya dianggap tidak berubah.

5.3.5 Persamaan Jumlah Uang Beredar (JUBRI)

Model regresi jangka panjang Hasil estimasi persamaan JUBRI menunjukkan

arah faktor determinan yang sejalan dengan teori dan signifikan secara statistik.

Tabel 5.8 Hasil Pengujian Simultan dan Parsial Model JUBRI


Variabel dependent Variabel Independent Long Run Short Run
Log(JUBRI) Konstanta -21,94372
Log(PDBRI) 2,009171* 1,868608*
Log(GE) 0,120200* 0,065106***
Log(EXR) 0,445501* 0,354316*
INFRI 0,021397* 0,015516*
RRRPL -0,029353* -0,021916*
ECM_JUBRI -0,587267*
Signifikansi: *)α=1%, **)α=5%, *** α>5%
Sumber : Hasil pengolahan dengan eviews 4.1

Dari hasil pengolahan data yang ditampilkan pada tabel 5.8 diatas, dalam jangka

Panjang menunjukkan bahwa secara serentak semua variabel bebas (log(PDBRI),

log(GE), log(EXR), INFRI, RRRPL) secara bersama-sama mempengaruhi

variabel dependen Jumlah Uang Beredar(JUBRI). Hal ini ditunjukkan dari nilai

Prob.(F-statistic) yang kurang dari nilai signifikansi 5% (prob.F s-statistic < 0,05),

Sedangkan dari hasil uji parsial menunjukkan bahwa semua variabel independen

yang digunakan signifikan mempengaruhi Jumlah Uang Beredar (JUBRI) pada

jangka panjang.

Dari output persamaan jangka pendek pada table 5.8 terlihat bahwa

koefisien ECM signifikan secara statistik. Dari hasil regresi variabel ECM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


125

diketahui besarnya Nilai Koefisien ECM sebesar -0,587267. Tanda negatif pada

koefisien ECM memberikan penjelasan bahwa Jumlah Uang Beredar (JUBRI)

berada diatas nilai keseimbangan, maka Jumlah Uang Beredar (JUBRI) akan

menurun pada periode berikutnya untuk mengoreksi kesalahan keseimbangan.

Dari hasil uji yang dilakukan terhadap regresi ECM didapatkan bahwa koefisien

regresi tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Jumlah Uang

Beredar pada tingkat keyakinan 1 persen, 5 persen, dan 10 persen. Hal ini

menunjukkan bahwa perbedaan antara nilai aktual Jumlah Uang Beredar (JUBRI)

dengan nilai keseimbangannya dalam jangka panjang akan disesuaikan selama

waktu satu tahun. Dengan demikian, spesifikasi model ECM yang dipakai dalam

penelitian ini adalah tepat dan mampu menjelaskan hubungan jangka panjang

antara variabel independen dan variabel dependen. Persamaan tersebut sudah

sahih dan tidak dapat ditolak.

Perubahan Jumlah Uang Beredar (JUBRI) ditentukan oleh Produk

Domestik Bruto (PDBRI), Pengeluaran Pemerintah (GE), Nilai Tukar (EXR),

Inflasi (INFRI) dan Tingkat Suku bunga (RRRPL), serta penyesuaian karena

adanya ketidakseimbangan masa lalu.

Peningkatan Produk Domestik Bruto (PDBRI) dalam jangka pendek

sebesar 1 persen akan mendorong kenaikan Jumlah Uang Beredar (JUBRI)

sebesar 1,868608 Milyar, sedangkan dalam jangka panjang setiap peningkatan

Produk Domestik Bruto (PDBRI) sebesar 1 persen akan mendorong peningkatan

Jumlah Uang Beredar (JUBRI) sebesar 2,009171 Milyar, dengan asumsi variabel

lainnya dianggap tidak berubah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


126

Peningkatan Pengeluaran Pemerintah (GE) dalam jangka pendek sebesar 1

persen akan mendorong kenaikan Jumlah Uang Beredar (JUBRI) sebesar

0,065106 Milyar, sedangkan dalam jangka panjang setiap peningkatan

Pengeluaran Pemerintah (GE) sebesar 1 persen akan mendorong peningkatan

Jumlah Uang Beredar (JUBRI) sebesar 0,120200 Milyar, dengan asumsi variabel

lainnya dianggap tidak berubah.

Peningkatan Nilai Tukar/Depresiasi (EXR) dalam jangka pendek sebesar

1 persen akan mendorong kenaikan Jumlah Uang Beredar (JUBRI) sebesar

0,354316 Milyar, sedangkan dalam jangka panjang setiap peningkatan Nilai

Tukar/depresiasi (EXR) sebesar 1 persen akan mendorong peningkatan Jumlah

Uang Beredar (JUBRI) sebesar 0,445501 Milyar, dengan asumsi variabel lainnya

dianggap tidak berubah.

Peningkatan tingkat suku bunga (RRRPL) dalam jangka pendek sebesar 1

persen akan menyebabkan penurunan Jumlah Uang Beredar (JUBRI) sebesar -

0,021916 Milyar, sedangkan dalam jangka panjang setiap peningkatan tingkat

suku bunga (RRRPL) sebesar 1 persen akan menyebabkan penurunan Jumlah

Uang Beredar (JUBRI) sebesar -0,029353Milyar, dengan asumsi variabel lainnya

dianggap tidak berubah.

5.3.6 Persamaan Suku Bunga (RRRPL)

Model regresi jangka panjang Hasil estimasi persamaan Suku Bunga

menunjukkan arah faktor determinan yang sejalan dengan teori dan siginifikan

secara statistik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


127

Tabel 5.9 Hasil Pengujian Simultan dan Parsial Model RRRPL


Variabel dependent Variabel Independent Long Run Short Run
(RRRPL) Konstanta -4,598150**
(SBIRI) 64,59030* 32,97268**
RN 0,831097* 1,459605*
ECM_RRRPL -0,751673*
Signifikansi: *)α=1%, **)α=5%, *** α>5%
Sumber : Hasil pengolahan dengan eviews 4.1

Dari hasil pengolahan data yang ditampilkan pada tabel 5.9 diatas, dalam jangka

Panjang menunjukkan bahwa secara serentak semua variabel bebas (SBIRI) dan

RN secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen Jumlah Suku Bunga

simpanan domestic (RRRPL). Hal ini ditunjukkan dari nilai Prob(F-statistic) yang

kurang dari nilai signifikansi 5 persen (prob.F s-statistic < 0,05). Sedangkan dari

hasil uji parsial menunjukkan bahwa semua variabel independen yang digunakan

signifikan mempengaruhi Jumlah Suku Bunga simpanan domestic (RRRPL) pada

jangka panjang.

Dari output persamaan jangka pendek pada tabel 5.9 terlihat bahwa

koefisien ECM signifikan secara statistik. Dari hasil regresi variabel

ECM_RRRPL diketahui besarnya Nilai Koefisien ECM_RRRPL sebesar -

0,751673. Tanda negatif pada koefisien ECM memberikan penjelasan bahwa

tingkat suku bunga (RRRPL) berada diatas nilai keseimbangan, maka tingkat suku

bunga (RRRPL) akan menurun pada periode berikutnya untuk mengoreksi

kesalahan keseimbangan. Dari hasil uji yang dilakukan terhadap regresi

ECM_RRRPL didapatkan bahwa koefisien regresi tersebut mempunyai pengaruh

yang signifikan terhadap tingkat suku bunga pada tingkat keyakinan 1 persen, 5

persen, dan 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan antara nilai aktual

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


128

tingkat suku bunga (RRRPL) dengan nilai keseimbangannya dalam jangka

panjang akan disesuaikan selama waktu satu tahun. Dengan demikian, spesifikasi

model ECM yang dipakai dalam penelitian ini adalah tepat dan mampu

menjelaskan hubungan jangka panjang antara variabel independen dan variabel

dependen. Persamaan tersebut sudah sahih dan tidak dapat ditolak.

Perubahan tingkat suku bunga (RRRPL) ditentukan oleh Suku Bunga

Bank Indonesia (SBIRI), dan Resiko Negara/Country risk (RN), serta penyesuaian

karena adanya ketidakseimbangan masa lalu.

Peningkatan suku bunga bank Indonesia (SBIRI) dalam jangka pendek

sebesar 1 persen akan mendorong peningkatan tingkat suku bunga (RRRPL)

sebesar 32,97268 Persen, sedangkan dalam jangka panjang setiap peningkatan

suku bunga Bank Indonesia (SBIRI) sebesar 1 persen akan mendorong

peningkatan tingkat suku bunga (RRRPL) sebesar 64,59030 persen, dengan

asumsi variabel lainnya dianggap tidak berubah.

Peningkatan resiko Negara/country risk (RN) dalam jangka pendek sebesar

1 persen akan mendorong peningkatan tingkat suku bunga (RRRPL) sebesar

1,459605 Persen, sedangkan dalam jangka panjang setiap peningkatan resiko

Negara/country risk (RN) sebesar 1 persen akan mendorong peningkatan tingkat

suku bunga (RRRPL) sebesar 0,831097 persen, dengan asumsi variabel lainnya

dianggap tidak berubah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


129

5.3.7 Persamaan Nilai Tukar (EXR)

Hasil estimasi nilai tukar rupiah pada tabel 5.10 menunjukkan arah faktor

determinan yang sejalan dengan teori dan signifikan secara statistik.

Tabel 5.10 Hasil Pengujian Simultan dan Parsial Model EXR


Variabel dependent Variabel Independent Long Run Short Run
log(EXR) Konstanta -2,243998**
Log(PDBRI(-2)) 3,264394* 0,979123**
INFRI 0,016985*** 0,007890***
RRRPL -0,028624** -0,002826***
IRF 0,019085*** -0,037293***
Log(IMPRI) -0,786777* -0,189294***
ECM_EXR -0,541909*
Signifikansi: *)α=1%, **)α=5%, *** α>5%
Sumber : Hasil pengolahan dengan eviews 4.1

Dari hasil pengolahan data yang ditampilkan pada tabel 5.10 diatas menunjukkan

bahwa secara serentak semua variabel bebas LOG. (PDBRI(-2), (INFRI), RRRPL,

IRF dan LOG.(IMPOR) secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen

(EXR). Pengaruhnya sangat signifikan, Hal ini ditunjukkan dari nilai Prob.(F-

statistic) yang lebih kecil dari nilai signifikansi 5 persen (prob.F s-statistic < 0,05).

Sedangkan dari hasil uji parsial juga menunjukkan bahwa variabel independen

LOG.(PDBRI(-2)) dan LOG.(IMPRI) yang digunakan signifikan mempengaruhi

pada jangka panjang, Sedangkan variabel independen lainnya yaitu INFRI, INFRI

dan IRF tidak signifikan mempengaruhi.

Dari output persamaan jangka pendek pada table 5.10 terlihat bahwa

koefisien ECM signifikan secara statistik. Dari hasil regresi variabel ECM_EXR

diketahui besarnya Nilai Koefisien ECM_EXR sebesar -0,541909. Tanda negatif

pada koefisien ECM memberikan penjelasan bahwa nilai tukar (EXR) berada

diatas nilai keseimbangan, maka nilai tukar (EXR) akan menurun pada periode

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


130

berikutnya untuk mengoreksi kesalahan keseimbangan. Dari hasil uji yang

dilakukan terhadap regresi ECM_EXR didapatkan bahwa koefisien regresi

tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar pada tingkat

keyakinan 1 persen, 5 persen, dan 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa

perbedaan antara nilai aktual nilai tukar (EXR) dengan nilai keseimbangannya

dalam jangka panjang akan disesuaikan selama waktu satu tahun. Dengan

demikian, spesifikasi model ECM yang dipakai dalam penelitian ini adalah tepat

dan mampu menjelaskan hubungan jangka panjang antara variabel independen

dan variabel dependen. Persamaan tersebut sudah sahih dan tidak dapat ditolak.

Perubahan nilai tukar Rupiah (EXR) ditentukan oleh Produk Domestik

Bruto dua periode yang lalu (PDBRI(-2)), Inflasi (INFRI), tingkat suku bunga

(RRRPL), tingkat suku bunga luar negeri (IRF) dan Nilai Impor (IMPRI), serta

penyesuaian karena adanya ketidakseimbangan masa lalu.

Peningkatan Produk Domestik Bruto dua periode yang lalu (PDBRI(-2))

dalam jangka pendek sebesar 1 persen akan mendorong pelemahan nilai

tukar/depresiasi (EXR) sebesar 0,979123 rupiah, sedangkan dalam jangka panjang

setiap peningkatan Produk Domestik Bruto dua periode yang lalu (PDBRI(-2))

sebesar 1 persen akan mendorong pelemahan nilai tukar/depresiasi (EXR) sebesar

3,264394 rupiah, dengan asumsi variabel lainnya dianggap tidak berubah.

Peningkatan Inflasi (INFRI) dalam jangka pendek sebesar 1 persen akan

mendorong pelemahan nilai tukar/depresiasi (EXR) sebesar 0,007890 rupiah,

sedangkan dalam jangka panjang setiap Peningkatan Inflasi (INFRI) sebesar 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


131

persen akan mendorong pelemahan nilai tukar/depresiasi (EXR) sebesar 0,016985

rupiah, dengan asumsi variabel lainnya dianggap tidak berubah.

Peningkatan tingkat suku bunga simpanan domestik (RRRPL) dalam

jangka pendek sebesar 1 persen akan mendorong penguatan nilai tukar/apresiasi

(EXR) sebesar 0,002826 rupiah, sedangkan dalam jangka panjang setiap

Peningkatan tingkat suku bunga simpanan domestik (RRRPL) sebesar 1 persen

akan mendorong penguatan nilai tukar/apresiasi (EXR) sebesar 0,028624 rupiah,

dengan asumsi variabel lainnya dianggap tidak berubah.

Peningkatan tingkat suku bunga luar negeri (IRF) dalam jangka pendek

sebesar 1 persen akan mendorong penguatan nilai tukar/apresiasi (EXR) sebesar

0,037293 rupiah, sedangkan dalam jangka panjang setiap Peningkatan tingkat

suku bunga luar negeri (IRF) sebesar 1 persen akan mendorong pelemahan nilai

tukar/depresiasi (EXR) sebesar 0,019085 rupiah, dengan asumsi variabel lainnya

dianggap tidak berubah.

Peningkatan impor (IMPRI) dalam jangka pendek sebesar 1 persen akan

mendorong penguatan nilai tukar/apresiasi (EXR) sebesar 0,189294 rupiah,

sedangkan dalam jangka panjang setiap Peningkatan impor (IMPRI) sebesar 1

persen akan mendorong penguatan nilai tukar/apresiasi (EXR) sebesar 0,786777

rupiah, dengan asumsi variabel lainnya dianggap tidak berubah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


132

5.3.8 Persamaan Balance of Payment (BOPRI)

Hasil estimasi persamaan Balance of Payment (BOPRI) sebagai variabel

dependen pada tabel 5.11 menunjukkan arah faktor determinan yang sejalan

dengan teori dan signifikan secara statistik.

Tabel 5.11 Hasil Pengujian Simultan dan Parsial Model BOPRI


Variabel dependent Variabel Independent Long Run Short Run
(BOPRI) Konstanta -13430,62***
Log(EXR) 23676,12* 4930,959***
Log(GE) -12970,36* -4040,783***
GWJPG 224,0008*** -198,7861***
SBIRI -107277,9** -67408,78***
ECM_BOPRI -0,592430*
Signifikansi: *)α=1%, **)α=5%, *** α>5%
Sumber : Hasil pengolahan dengan eviews 4.1

Dari hasil pengolahan data yang ditampilkan pada tabel 5.11 diatas menunjukkan

bahwa secara serentak semua variabel bebas LOG(EXR), LOG(GE), dan GWJPG,

dan SBIRI secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen Neraca

Pembayaran (BOPRI). Pengaruhnya sangat signifikan, Hal ini ditunjukkan dari

nilai Prob(F-statistic) yang lebih kecil dari nilai signifikansi 5 persen (prob.F s-

statistic < 0,05). Sedangkan dari hasil uji parsial juga menunjukkan bahwa

variabel independen LOG(GE), dan LOG(EXR) yang digunakan signifikan

mempengaruhi pada jangka panjang dengan nilai Prob(F-statistic) yang lebih

kecil dari nilai signifikansi 1 persen (prob.F s-statistic < 0,1) . Sedangkan variabel

independen lainnya yaitu GWJPG dan SBIRI tidak signifikan mempengaruhi.

Dari output persamaan jangka pendek pada table 5.11 terlihat bahwa koefisien

ECM signifikan secara statistik. Ini berarti bahwa model spesifikasi ECM yang

digunakan adalah valid. Nilai Koefisien ECM sebesar 0,624696 menunjukkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


133

bahwa fluktuasi kesimbangan jangka pendek akan dikoreksi menuju ke

kesimbangan jangka panjang.

Dari hasil regresi variabel ECM_BOPRI diketahui besarnya Nilai Koefisien

ECM_BOPRI sebesar -0,592430. Tanda negatif pada koefisien ECM

memberikan penjelasan bahwa Balance of Payment (BOPRI) berada diatas nilai

keseimbangan, maka Balance of Payment (BOPRI) akan menurun pada periode

berikutnya untuk mengoreksi kesalahan keseimbangan. Dari hasil uji yang

dilakukan terhadap regresi ECM_BOPRI didapatkan bahwa koefisien regresi

tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Balance of Payment pada

tingkat keyakinan 1 persen, 5 persen, dan 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa

perbedaan antara nilai aktual Balance of Payment (BOPRI) dengan nilai

keseimbangannya dalam jangka panjang akan disesuaikan selama waktu satu

tahun. Dengan demikian, spesifikasi model ECM yang dipakai dalam penelitian

ini adalah tepat dan mampu menjelaskan hubungan jangka panjang antara variabel

independen dan variabel dependen. Persamaan tersebut sudah sahih dan tidak

dapat ditolak.

Perubahan Balance of Payment (BOPRI) ditentukan oleh Nilai Tukar

Rupiah (EXR), Pengeluaran Pemerintah (GE), Pertumbuhan Negara Jepang

(GWJPG), tingkat suku bunga (SBIRI), serta penyesuaian karena adanya

ketidakseimbangan masa lalu.

Pelemahan nilai tukar/depresiasi (EXR) dalam jangka pendek sebesar 1

persen akan mendorong Balance of Payment (BOPRI) sebesar 4930,959 Juta

USD$, sedangkan dalam jangka panjang setiap Pelemahan nilai tukar/depresiasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


134

(EXR) sebesar 1 persen akan mendorong Balance of Payment (BOPRI) sebesar

23676,12 Juta USD$, dengan asumsi variabel lainnya dianggap tidak berubah.

Peningkatan Pengeluaran Pemerintah (GE) dalam jangka pendek sebesar

1 persen akan menyebabkan penurunan nilai Balance of Payment (BOPRI)

sebesar 4040,783 Juta USD$, sedangkan dalam jangka panjang setiap

Peningkatan Pengeluaran Pemerintah (GE) sebesar 1 persen akan menyebabkan

penurunan nilai Balance of payment (BOPRI) sebesar 12970,36 Juta USD$,

dengan asumsi variabel lainnya dianggap tidak berubah.

Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Negara Jepang (GWJPG) dalam

jangka pendek sebesar 1 persen akan menyebabkan penurunan nilai Balance of

Payment (BOPRI) sebesar 198,7861 Juta USD$, sedangkan dalam jangka panjang

setiap Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Negara Jepang (GWJPG) sebesar 1

persen akan mendorong peningkatan nilai Balance of payment (BOPRI) sebesar

224,0008 Juta USD$, dengan asumsi variabel lainnya dianggap tidak berubah.

Peningkatan tingkat suku bunga (SBIRI) dalam jangka pendek sebesar 1

persen akan menyebabkan penurunan nilai Balance of Payment (BOPRI) sebesar

67408,78 Juta USD$, sedangkan dalam jangka panjang setiap Peningkatan tingkat

suku bunga (SBIRI) sebesar 1 persen akan mendorong penurunan nilai Balance

of payment (BOPRI) sebesar 107277,9 Juta USD$, dengan asumsi variabel

lainnya dianggap tidak berubah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


135

5.3.9 Persamaan IMPOR (IMPRI)

Hasil estimasi Impor (IMPRI) sebagai variabel dependen pada tabel 5.12

menunjukkan arah faktor determinan yang sejalan dengan teori dan signifikan

secara statistik.

Tabel 5.12 Hasil Pengujian Simultan dan Parsial Model IMPRI


Variabel dependent Variabel Independent Long Run Short Run
Log(IMPRI) Konstanta -14,14155
INFRI 0,003779*** -0,001768***
Log(GE) 0,358294* 0,287535*
Log(EXR) -0,676914* -0,369160**
Log(PDBRI) 1,845558* 1,484209*
ECM_IMPRI -0,579339*
Signifikansi: *)α=1%, **)α=5%, *** α>10%
Sumber : Hasil pengolahan dengan eviews 4.1

Dari hasil pengolahan data yang ditampilkan pada tabel 5.12 di atas menunjukkan

bahwa secara serentak semua variabel bebas INFRI, LOG(GE), LOG(EXR),

log(PDBRI) dan IRDRI secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen

impor (IMPRI). Pengaruhnya sangat signifikan, Hal ini ditunjukkan dari nilai

Prob(F-statistic) yang lebih kecil dari nilai signifikansi 5% (prob.F s-statistic <

0,05). Sedangkan dari hasil uji parsial juga menunjukkan bahwa variabel

independen Log (GE), log(EXR), dan log(PDBRI) yang digunakan signifikan

mempengaruhi pada jangka panjang. Sedangkan variabel independen INFRI dan

IRDRI tidak signifikan mempengaruhi dalam jangka panjang.

Dari output persamaan pada tabel 5.12 terlihat bahwa koefisien ecm signifikan

secara statistic. Ini berarti bahwa model spesifikasi ECM yang digunakan adalah

valid. Nilai Koefisien ECM sebesar 0,579339 menunjukkan bahwa fluktuasi

kesimbangan jangka pendek akan dikoreksi menuju ke kesimbangan jangka

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


136

panjang, dimana sekitar 57,9339 persen proses adjustmentnya terjadi pada periode

pertama.

5.3.10 Persamaan Ekspor (EXPRI)

Hasil estimasi Ekspor (EXPRI) sebagai variabel dependen pada tabel 5.13

menunjukkan arah faktor determinan yang sejalan dengan teori dan signifikan

secara statistik.

Tabel 5.13 Hasil Pengujian Simultan dan Parsial Model EXPRI


Variabel dependent Variabel Independent Long Run Short Run
Log(EXPRI) Konstanta 0,187480
Log(EXPRI(-1)) 0,905459* -0,001768*
Log(EXR) 0,117592* 0,008376***
IRDRI -0,004558* -0,009535***
GWJPG 0,01031*** 0,021800*
KRISRI -0,081721*** -0,000399***
ECM_EXPRI -0,905024*
Signifikansi: *)α=1%, **)α=5%, *** α>10%
Sumber : Hasil pengolahan dengan eviews 4.1

Dari hasil pengolahan data yang ditampilkan pada tabel 5.13 di atas menunjukkan

bahwa secara serentak semua variabel bebas Log(EXPRI(-1)), LOG(EXR),

IRDRI, GWJPG dan KRISRI secara bersama-sama mempengaruhi variabel

dependen ekspor (EXPRI). Pengaruhnya sangat signifikan, Hal ini ditunjukkan

dari nilai Prob(F-statistic) yang lebih kecil dari nilai signifikansi 5% (prob.F s-

statistic < 0,05). Sedangkan dari hasil uji parsial juga menunjukkan bahwa

variabel independen Log(EXPRI(-1)), LOG(EXR), dan IRDRI yang digunakan

signifikan mempengaruhi pada jangka panjang. sedangkan variabel independen

GWJPG dan KRISRI yang digunakan tidak signifikan mempengaruhi pada jangka

panjang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


137

Dari output persamaan terlihat bahwa koefisien ECM signifikan secara statistik.

Ini berarti bahwa model spesifikasi ECM yang digunakan adalah valid. Nilai

Koefisien ECM sebesar 0,905024 menunjukkan bahwa fluktuasi kesimbangan

jangka pendek akan dikoreksi menuju ke kesimbangan jangka panjang.

5.3.11 Persamaan Investasi (INVSRI)

Hasil estimasi Investasi (EXPRI) sebagai variabel dependen pada tabel 5.14

menunjukkan arah faktor determinan yang sejalan dengan teori dan signifikan

secara statistik.

Tabel 5.14 Hasil Pengujian Simultan dan Parsial Model INVSRI


Variabel dependent Variabel Independent Long Run Short Run
Log(INVSRI) Konstanta -3,419690
Log(INVSRI(-1)) 0,818012* 0,97025*
Log(PDBRI) 0,060632*** 1,958792***
Log(EXR) -0,191840*** 0,150925***
IRF -0,133439* 0,032474***
ECM_INVSRI -1,128959*
Signifikansi: *)α=1%, **)α=5%, *** α>10%
Sumber : Hasil pengolahan dengan eviews 4.1
Dari hasil pengolahan data yang ditampilkan pada tabel 5.14 di atas menunjukkan

bahwa secara serentak semua variabel bebas Log(INVSRI(-1)), LOG(PDBRI),

EXR, dan IRF secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen investasi

(INVSRI). Pengaruhnya sangat signifikan, Hal ini ditunjukkan dari nilai Prob(F-

statistic) yang lebih kecil dari nilai signifikansi 5 persen (prob.F s-statistic < 0,05).

Sedangkan dari hasil uji parsial juga menunjukkan bahwa variabel independen

log(INVSRI(-1)), dan IRF yang digunakan signifikan mempengaruhi pada jangka

panjang dengan nilai Prob(F-statistic) yang lebih kecil dari nilai signifikansi 10

persen (prob.F s-statistic < 0,1). sedangkan variabel independen PDBRI dan EXR

yang digunakan tidak signifikan mempengaruhi pada jangka panjang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


138

Dari output persamaan terlihat bahwa koefisien ECM signifikan secara statistik.

Ini berarti bahwa model spesifikasi ECM yang digunakan adalah valid. Nilai

Koefisien ECM sebesar 1,128959 menunjukkan bahwa fluktuasi kesimbangan

jangka pendek akan dikoreksi menuju ke kesimbangan jangka panjang.

5.3.12 Akurasi Model

Selain melihat hasil estimasi antar-blok yang relatif robust dan simulasi

yang konsisten, akurasi model juga penting untuk diperhatikan. Akurasi model

diukur melalui deviasi antara nilai estimasi terhadap nilai aktual yang bergantung

pada:

a) Spesifikasi persamaan-persamaan dalam model

b) Data yang digunakan dalam estimasi

c) Metode estimasi yang digunakan

d) Metode solving yang digunakan dalam model.

Cara perhitungan deviasi menggunakan RMSE dan MAE akan menghitung

deviasi dalam bentuk level, sedangkan perhitungan dengan menggunakan MAPE

atau U-Theil akan menghasilkan deviasi dalam bentuk persentase. Hasil pengujian

akurasi model Interkasi Kebijakan Moneter dan Fiskal pada perekonomian

Indonesia melalui pendekatan Mundell-Fleming Model seperti terlihat pada Tabel

5.15 dibawah:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


139

Tabel 5.15 Hasil pengujian akurasi model RMSE, MAE, MAPE atau U-Theil

VARIABEL
RMSE MAE MAPE Utheil

PDB Riil 188,626.12 132,000.59 0.11 0.09

Balace of Payment 10,133.42 7,168.66 0.65 0.43

Pengeluaran Pemerintah 250,599.51 146,083.24 0.48 0.27

Nilai Tukar Rupiah 1,406.45 1,043.52 0.21 0.14

Jumlah Uang Beredar 122,143.89 69,236.90 0.32 0.27

Suku Bunga 4.76 3.33 0.24 0.27

Konsumsi Swasta 69,372.11 32,242.71 0.05 0.08

Investasi Swasta 13,557.69 8,518.25 0.62 0.32

Inflasi 10.69 9.04 1.23 0.00

Impor Riil 33,980.46 22,489.32 0.47 0.42

Ekspor Riil 19,328.82 13,423.73 0.16 0.59

Dari tabel di atas terlihat bahwa model untuk simulasi memenuhi syarat yaitu

0>U-Theil <1. Semakin mendekati nol maka nilai simulasi akan mendekati nilai

actual.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Pembahasan Hasil

6.1.1 Persamaan Pertumbuhaan Ekonomi (IS)

variabel Pengeluaran Pemerintah (GE) di Indonesia berpengaruh positif

namun tidak signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia selama periode

penelitian, hal ini sejalan dengan teori dalam konsep mundell-fleming, Pada saat

pemerintah menaikkan pengeluaran pemerintah dan menurunkan pajak, maka

kurva IS bergeser naik (ke kanan), pergeseran kurva IS akan meningkatkan Y

(PDB) serta tingkat bunga domestik diatas tingkat bunga luar negeri secara

bersamaan. Hal ini sejalan dengan penelitian (Junaidi, 2010) yang menyatakan

bahwa peranan pengeluaran pemerintah masih sangat dominan mempengaruhi

perekonomian di Indonesia namun relatif lebih kecil dibandingkan dengan Negara

yang lain. Kontribusi pengeluaran konsumsi pemerintah merupakan komponen

yang diatur khusus dengan sistem sehingga besarnya relatif stabil, dengan

fluktuasi sesuai dengan kondisi perekonomian dan social budaya serta politi yang

terjadi. Serta sejalan juga dengan temuan (Surjaningsih, Utari, & Trisnanto,

2012) yang menyatakan bahwa shock kenaikan pengeluaran pemerintah

berdampak positif terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). hal ini juga sejalan

dengan temuan (Jiranyakul, 2013) yang menyatakan bahwa pengeluaran

pemerintah menunjukkan dampak positif yang kuat terhadap Output. temuan

serupa oleh (Attari & Javed, 2013) dalam jangka pendek dan jangka panjang ada

140

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


141

hubungan searah antara pengeluaran pemerintah dengan pertumbuhan ekonomi di

Pakistan. di sisi lain, hasil pengujian ini bertolak belakang dengan temuan

(Deverajan, Swaroop, & Zou, 1993) yang menyatakan bahwa ada hubungan

negative antara pengeluaran pemerintah dan output.

Variabel Human Capital (HCRI) di Indonesia mempunyai pengaruh yang

positif dan signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. hasil

pengujian ini sesuai dengan teori Human capital oleh Mankiew, Romer dan Weil

bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi output adalah Human capital (Romer

D. , 1996). Hasil pengujian ini juga sejalan dengan temuan (Hanushek, 2013)

yang menyatakan bahwa banyak motivasi untuk kebijakan human capital akan

menjadi faktor yang potensial pada Negara berkembang untuk meningkatkan

pertumbuhan ekonomi dimasa yang akan datang.

Variabel Jumlah Uang Beredar (JUBRI) berpengaruh positif dan signifikan

terhadap pertumbuhan Ekonomi Indonesia. hal ini sejalan dengan teori dalam

konsep mundell-fleming yang menjelaskan bahwa jika jumlah uang beredar

meningkat maka kurva LM akan bergeser ke kanan dan akan menyebabkan

tingkat suku bunga domestik lebih kecil dari tingkat suku bunga dunia,

selanjtunya Output akan naik. hal ini sejalan dengan teori menurut pandangan

golongan monetaris, bahwa perubahan penawaran uang riil (jumlah uang beredar

riil), akan menyebabkan perubahan yang lebih nyata ke atas pendapatan nasional.

Hal ini sejalan dengan temuan (Huh, 1999) bahwa jika terjadi kenaikan jumlah

uang beredar maka akan menaikkan output secara temporer. Namun temuan ini

bertolak belakang dengan hasil penelitian (Insukindro & Julaihah, 2004) yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


142

menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak merespon adanya kejutan satu

standard deviasi dari jumlah uang beredar, yang artinya bahwa ekspansi moneter

melalui jumlah uang beredar tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

Variabel peningkatan nilai Tukar Rupiah/depresiasi (EXR) berpengaruh

negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Hal ini sejalan

dengan teori dalam konsep mundell-fleming yang menjelaskan bahwa semakin

tinggi kurs maka kurva IS akan bergeser ke kiri, akan mengurangi ekspor

sehingga pada akhirnya akan menyebabkan output akan berkurang. hasil

pengujian ini sejalan dengan temuan (Khondker, Bidisha, & Razzague, 2012)

yang menyatakan bahwa dalam jangka panjang 10 persen depresiasi nilai tukar

akan berdampak terhadap kenaikan 3.2 persen output. namun dalam jangka

pendek, 10 persen depresiasi nilai tukar akan berdampak terhadap penurunan 0,5

persen GDP.

Dalam jangka panjang variabel Balance of Payment (BOPRI)

berpengaruh negatif namun tidak signifikan pada Pertumbuhan ekonomi. Namun

sebaliknya dalam jangka pendek Balance of payment (BOPRI) berpengaruh

positif namun tidak signifikan tehadap pertumbuhan ekonomi.

6.1.2. Persamaan Pengeluaran Pemerintah (GE)

Dalam jangka panjang, Variabel Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh positif

namun tidak signifikan terhadap pengeluaran pemerintah, namun dalam jangka

pendek Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap

pengeluaran pemerintah. hal ini sejalan dengan teori dalam konsep mundell-

fleming yang menjelaskan bahwa semakin tinggi output maka pengeluaran

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


143

pemerintah juga akan meningkat. Hasil pengujian ini sejalan dengan temuan

(Dharmadasa, 2015) yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki

pengaruh positif dan mendorong kenaikan pengeluaran pemerintah. temuan

serupa oleh (Loizides & Vamvoukas, 2005) menyatakan bahwa Pertumbuhan

Ekonomi menyebabkan kenaikan dengan ukuran relatif pada Pengeluaran

Pemerintah.

Variabel Jumlah uang beredar memiliki pengaruh positif dan signifikan

terhadap pengeluaran pemerintah. Hal ini sejalan dengan teori dalam konsep

mundell-fleming yang menjelaskan bahwa semakin tinggi jumlah uang beredar

maka pengeluaran pemerintah juga akan meningkat. Hal ini sejalan dengan

temuan (Dharmadasa, 2015) bahwa jumlah uang beredar memiliki pengaruh

positif dan mendorong peningkatan pengeluaran pemerintah.

Variabel nilai tukar menunjukkan apresiasi pada pengeluaran pemerintah, hal

ini tidak sejalan dengan temuan (Dharmadasa, 2015) yang menyatakan bahwa

nilai tukar menunjukkan dampak depresiasi pada pengeluaran pemerintah.

Variabel inflasi memiliki pengaruh yang negatif namun tidak signifikan

dengan pengeluaran pemerintah, namun dalam jangka pendek, inflasi yang tinggi

menyebabkan pengeluaran pemerintah naik. Hal ini sesuai dengan teori yang

menyebabkan masih tingginya pengeluaran pemerintah walaupun inflasi tinggi

dalam jangka pendek adalah besar belanja pegawai.

6.1.3. Persamaan Konsumsi Rumah Tangga (CSRRL)

Variabel Pendapatan disposable (YDRI) memiliki pengaruh yang positif dan

signifikan terhadap konsumsi rumah tangga. hasil pengujian ini telah sesuai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


144

dengan teori dimana menurut Keynes bahwa fungsi konsumsi ditentukan oleh

disposable income (Romer D. , 1996). Temuan ini sejalan dengan pendapat

(Firdayetti & Ardianto, 2011) dan (Persaulian, Aimon, & Anis, 2013) yang

menyatakan bahwa dalam jangka panjang Variabel pendapatan mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap konsumsi.

Variabel tingkat suku bunga simpanan (RRRPL) memiliki pengaruh negatif

dan signifikan terhadap konsumsi rumah tangga. Hal ini sejalan dengan teori

(Mankiw N. G., 2010) yang menyatakan bahwa pada tingkat bunga lebih tinggi

maka masyarakat akan lebih tertarik mengorbankan konsumsi masa sekarang dan

memilih untuk menabung sehingga tingkat konsumsi akan menurun. hasil

pengujian ini juga sejalan dengan temuan (Persaulian, Aimon, & Anis, 2013)

bahwa tingkat suku bunga berpengaruh terhadap konsumsi.

Variabel konsumsi rumah tangga periode sebelumnya memiliki pengaruh

positif dan signifikan terhadap konsumsi rumah tangga.

6.1.4. Persamaan Inflasi (INFRI)

Variabel ekspektasi inflasi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang

berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap kenaikan inflasi. Hal ini

sejalan dengan teori inflasi tentang Phillips curve (Mankiw N. G., 2010) yang

menyatakan bahwa ekspektasi inflasi menjadi salah satu faktor yang

mempengaruhi inflasi secara searah. Hasil pengujian ini sejalan dengan temuan

(Fuest & Schmidt, 2017) yang menemukan bahwa ekspektasi inflasi memiliki

pengaruh positif dengan tingkat inflasi. (Natsir, 2014) juga menyatakan bahwa

ekspektasi inflasi oleh masyarakat akan berpengaruh terhadap permintaan agregat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


145

yang terjadi karena dampaknya terhadap suku bunga riil yang menjadi

pertimbangan pelaku ekonomi dalam menentukan permintaan konsumsi dan

investasi, sedangkan pengaruhnya terhadap penawaran agregat terjadi melalui

pola pembentukan harga produk oleh perusahaan. Jika peningkatan permintaan

agregat tidak diimbangi dengan penawaran agregat maka akan mendorong

terciptanya output gap yang selanjutnya berpengaruh terhadap kenaikan tingkat

harga-harga umum (inflasi).

Variabel Jumlah Uang beredar secara jangka pendek dan jangka panjang

berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap inflasi. Hal senada juga

disampaikan (Likukela, 2007) bahwa dalam jangka pendek dan jangka panjang

jumlah uang beredar tidak dapat digunakan untuk mengontrol inflasi, hal ini

disebabkan pengaruh antara jumlah uang beredar dan inflasi tidak signifikan.

Hasil pengujian ini juga sejalan dengan temuan (Sutawijaya & Zulfahmi, 2012)

yang menyatakan bahwa jumlah uang beredar berpengaruh positif terhadap

inflasi, dimana kenaikan jumlah uang beredar akan memicu kenaikan harga-harga,

apabila tidak diimbangi dengan peningkatan jumlah barang dan jasa.

Variabel pengeluaran pemerintah memiliki pengaruh positif dan signifikan

terhadap inflasi dalam jangka panjang, namun dalam jangka pendek pengeluaran

pemerintah tidak dapat digunakan untuk mengontrol inflasi disebabkan hubungan

antara pengeluaran pemerintah dan inflasi tidak signifikan.

Peningkatan nilai tukar/depresiasi akan menyebabkan menurunnya nilai

inflasi dalam jangka panjang namun tidak signfikan pengaruhnya. Namun

peningkatan nilai tukar/depresiasi dalam jangka pendek akan menyebabkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


146

menurunnya nilai inflasi secara signifikan. hasil pengujian ini sejalan dengan

temuan (Sutawijaya & Zulfahmi, 2012) yang menyatakan bahwa apabila nilai

tukar mengalami apresiasi sebesar Rp.1 maka akan meningkatkan variabel inflasi

sebesar 0,00427% dengan anggapan factor lainnya konstan.

Variabel tingkat suku bunga dalam jangka pendek dan jangka panjang

memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap inflasi. Hal ini sejalan

dengan teori efek Fisher, bahwa ada hubungan satu untuk satu antara inflasi dan

tingkat bunga, dan ini telah dibuktikan dalam perekonomian Amerika Serikat

selama emat puluh tahun terakhir yang menunjukkan apabila inflasi tinggi maka

tingka bunga juga tinggi, dan ketika inflasi rendah maka tingkat bunga juga

rendah (Mankiw N. G., 2010). Namun hasil pengujian ini bertolak belakang

dengan temuan (Insukindro & Julaihah, 2004) yang menyatakan bahwa perubahan

tingkat suku bunga di respon negative oleh inflasi.

6.1.5. Persamaan Jumlah Uang Beredar (JUBRI)

Variabel output berpengaruh positif dan signifikan terhadap Jumlah Uang

Beredar baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.

Variabel pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Jumlah Uang Beredar, namun dalam jangka pendek Pengeluaran pemerintah tidak

dapat digunakan untuk mengontrol Jumlah Uang beredar, hal ini disebabkan

hubungan pengeluaran pemerintah dan jumlah uang beredar tidak signifikan.

Peningkatan nilai tukar/depresiasi akan menyebabkan meningkatnya Jumlah

Beredar secara signifikan baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka

panjang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


147

Variabel inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah uang

beredar baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Variabel tingkat suku bunga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

jumlah uang beredar baik dalam jangka pendek mapun dalam jangka panjang.

6.1.6. Persamaan suku bunga (RRRPL)

Variabel suku bunga bank Indonesia (SBIRI) berpengaruh positif dan

signifikan terhadap suku bunga simpanan domestik dalam jangka panjang, namun

dalam jangka pendek suku bunga bank Indonesia tidak dapat digunakan untuk

mengontrol suku bunga simpanan domestik hal ini disebabkan hubungan suku

bunga bank Indonesia dan suku bunga simpanan domestik tidak signifikan.

Menurut (Natsir, 2014) bahwa dampak langsung perubahan BI rate adalah

terhadap suku bunga simpanan dan suku bunga kredit perbankan. Kebijakan

moneter ini berawal dari perubahan instrument moneter yaitu BI rate yang akan

berpengaruh pada perkembangan suku bunga PUAB, suku bunga simpanan dan

suku bunga kredit. Proses transmisi ini memerlukan tenggat waktu (time lag)

tertentu. Hal senada juga disampaikan oleh (Insukindro & Julaihah, 2004) yang

menyatakan bahwa dengan adanya kontraksi moneter melalui peningkatan suku

bunga bank Indonesia (SBIRI) akan direspon positif oleh suku bunga jangka

pendek di pasar keuangan. Perbankan harus segera merespon kenaikan suku

bunga SBI tersebut agar perbankan tidak kehilangan nasabah (deposan) karena

beralih ke SBI yang menawarkan suku bunga yang lebih tinggi dan memiliki

jaminan resiko.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


148

variabel resiko Negara/country risk berpengaruh positif dan signifikan terhadap

tingkat suku bunga simpanan domestik, baik dalam jangka pendek maupun dalam

jangka panjang. hal ini sesuai dengan teori dengan model mundell-Fleming

(Mankiw N. G., 2006) yaitu Kenaikan premi risiko suatu negara mendorong naik

tingkat bunganya. Karena tingkat bunga lebih tinggi mengurangi investasi, kurva

IS* bergeser ke kiri. Karena ini juga mengurangi permintaan uang, kurva LM*

bergeser ke kanan. Pendapatan naik, dan kurs mengalami depresiasi. hasil

pengujian ini juga sejalan dengan temuan (Ortiz & Rodriguez, 2002; Rose, 2009)

yang menyatakan bahwa resiko Negara/country risk mendorong kenaikan tingkat

suku bunga.

6.1.7. Persamaan Nilai Tukar (EXR)

Variabel ouput berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan nilai

tukar/depresiasi.

Variabel inflasi berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap

peningkatan nilai tukar/depresiasi,namun tidak dapat mengontrol nilai tukar

disebabkan hubungan inflasi dan nilai tukar tidak signifikan. Hal ini tidak sejalan

dengan temuan (Muchlas & Alamsyah, 2015) yang menyatakan bahwa pengaruh

inflasi dengan pergerakan rupiah terhadap dolar Amerika, secara negatif.

Berpengaruhnya inflasi terhadap pergerakan rupiah terhadap dollar Amerika

karena inflasi yang meningkat secara mendadak tersebut, juga memungkinkan

tereduksinya kemampuan ekspor nasional Negara yang bersangkutan, sehingga

akan mengurangi supply terhadap valuta asing di dalam negerinya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


149

Variabel tingkat suku bunga domestik berpengaruh negatif terhadap

peningkatan nilai tukar/apresiasi. Sejalan dengan temuan (Natsir, 2014) bahwa

perubahan suku bunga juga dapat mempengaruhi nilai tukar, kenaikan suku bunga

domestic akan mendorong kenaikan selisih antara suku bunga di Indonesia dan

luar negeri, sehingga akan memicu ketertarikan investor untuk masuk ke

instrument keuangan di Indonesia seperti sertifikat Bank Indonesia (SBI). Jika

terjadi aliran masuk modal asing (capital flow) maka rupiah akan mengalami

penguatan (apresiasi). Temuan oleh (Maryatmo, 2005) juga menyatakan bahwa

baik dalam jangka panjang maupun dalam jangka pendek suku bunga domestik

berhubungan sercara negatif terhadap kurs. jika suku bunga domestik meningkat,

maka akan terdapat arus dana jangka pendek dari luar negeri. Pembelian rupiah

meningkat, sehingga kurs mata uang asing melemah, kurs mata uang domestik

menguat.

Variabel tingkat suku bunga luar negeri berpengaruh positif terhadap

peningkatan nilai tukar/depresiasi. Namun tingkat suku bunga luar negeri tidak

dapat mengontrol nilai tukar disebabkan hubungan tingkat suku bunga luar negeri

tidak signifikan. Jika suku bunga luar negeri meningkat, yang berarti rate of

return mata uang asing lebih tinggi dari mata uang domestik, maka ada

kecenderungan masyarakat akan menabung dalam bentuk mata uang asing untuk

memperoleh rate of return yang lebih tinggi. pembelian mata uang asing

meningkat, sehingga kurs mata uang domestik melemah (Maryatmo, 2005)

Variabel impor berpengaruh negatif terhadap peningkatan nilai

tukar/apresiasi, namun dalam jangka pendek impor tidak dapat mengontrol

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


150

peningkatan nilai tukar/apresiasi disebabkan hubungan impor dan nilai tukar tidak

signifikan.

6.1.8. Persamaan Balance of Payment (BOP)

Peningkatan nilai tukar/depresiasi berpengaruh positif dengan Balance of

Payment dalam jangka panjang, namun dalam jangka pendek peningkatan nilai

tukar/depresiasi tidak dapat mengontrol Balance of Payment disebabkan pengaruh

nilai tukar dan Balance of Payment tidak signifikan.

Dalam jangka panjang variabel pengeluaran pemerintah berpengaruh

negative dan signifikan terhadap balance of Payment. Namun dalam jangka

pendek peningkatan pengeluaran pemerintah tidak dapat mengontrol balance of

Payment disebabkan pengaruh pengeluaran pemerintah dan balance of Payment

tidak signfikan.

Variabel pertumbuhan ekonomi jepang berpengaruh positif dengan balance

of payment. Namun dalam jangka pendek maupun panjang tidak dapat mengontrol

balance of payment disebabkan pertumbuhan ekonomi jepang dan balance of

payment tidak signifikan.

Variabel suku bunga bank Indonesia berpengaruh negatif dan signifikan

dengan balance of payment dalam jangka panjang, namun dalam jangka pendek

suku bunga bank Indonesia tidak dapat mengontrol balance of Payment

disebabkan pengaruhnya tidak signifikan.

6.1.9. Persamaan Impor (IMPRI)

Variabel inflasi berpengaruh positif terhadap peningkatan impor baik dalam

jangka pendek maupun jangka panjang, namun inflasi tidak dapat mengontrol

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


151

impor baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang disebabkan

hubungannya tidak signifikan. menurut teori (Supriana, 2013) pada tingkat

pendapatan nasional tetap, nilai impor akan meningkat jika terjadi inflasi di dalam

negeri. Inflasi menyebabkan barang produksi dalam negeri menjadi relatif lebih

mahal dibandingkan dengan barang luar negeri. Hal ini mendorong masyarakat

membeli lebih banyak barang impor dibanding dengan produk dalam negeri yang

mahal.

Variabel pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap impor baik

dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.

Peningkatan nilai tukar/depresiasi berpengaruh negatif dan signifikan

dengan impor baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. menurut

teori (Supriana, 2013) jika nilai tukar dalam negeri terdepresiasi maka barang-

barang dalam negeri lebih relatif murah dibandingkan dengan harga barang luar

negeri sehingga impor akan dikurangi dan menaikkan jumlah ekspor.

Variabel output berpengaruh positif dan signifikan terhadap impor baik

dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Menurut teori (Supriana,

2013) impor adalah fungsi pendapatan nasional, semakin tinggi pendapatan

nasional maka semakin tinggi pula impor.

6.1.10. Persamaan Ekspor

Variabel nilai ekspor periode yang lalu berpengaruh positif dan signifikan

terhadap peningkatan nilai ekspor.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


152

peningkatan nilai tukar/depresiasi berpengaruh positif terhadap peningkatan nilai

ekspor. namun dalam jangka pendek peningkatan nilai tukar/depresiasi tidak dapat

mengontrol nilai ekspor disebabkan hubungannya tidak signifikan.

variabel tingkat suku bunga berpengaruh negatif terhadap nilai ekspor. namun

dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang tingkat suku bunga tidak

dapat mengontrol nilai ekspor disebabkan hubungan keduanya tidak signifikan.

Variabel pertumbuhan ekonomi jepang berpengaruh positif terhadap nilai ekspor,

namun dalam jangka panjang pertumbuhan ekonomi jepang tidak dapat

mengontrol nilai ekspor disebabkan hubungan keduanya tidak signifikan. hal ini

sejalan dengan teori (Supriana, 2013) bahwa pertumbuhan ekonomi dari Negara

lain akan mempengaruhi jumlah ekspor.

terjadinya krisis ekonomi menyebabkan nilai ekspor menurun, namun

pengaruhnya tidak signifikan baik dalam jangka panjang maupun dalam jangka

pendek. hal ini menunjukkan bahwa meskipun terjadi krisis ekonomi maka

pengaruhnya tidak signifikan terhadap penurunan nilai ekspor. hal ini terjadi

dengan argumen bahwa yang banyak terdampak dari krisis ekonomi adalah

perusahaan skala besar besar. Tetapi, tidak demikian halnya dengan perusahaan

berskala mikro dan kecil (UMK) yang, secara rata-rata masih mampu tumbuh

sebesar 7,06 persen pertahun selama periode 1997-2003, sedangkan usaha besar

hanya tumbuh sebesar 0,91 persen (Ruslan, Tanjung, Fitrawati, & Hidayat, 2009).

6.1.11. Persamaan investasi

Varibel investasi periode yang lalu berpengaruh positif dan signifikan

terhadap investasi. hasil temuan ini sejalan dengan teori akselerasi dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


153

inventasi oleh Bickerdike dan clark (1990), teori ini menyatakan bahwa inventasi

memiliki hubungan rigid dan kaku di antara jumlah modal (capital stock) dengan

tingkat pendapatan nasional yang diciptakannya, sehingga pendapatan yang telah

diciptakan pada masa lalu dan investasi yang terus menerus dilakukan pada masa

lalu akan menyebabkan suatu akumulasi stok modal tertentu.

variabel output berpengaruh positif terhadap nilai investasi, namun output, baik

dalam jangka pendek maupun jangka panjang tidak dapat mengontrol investasi

disebabkan hubungannya tidak signifikan.

dalam jangka panjang peningkatan nilai tukar/depresiasi berpengaruh negatif

terhadap nilai investasi namun peningkatan nilai tukar/depresasi tidak dapat

mengontrol nilai investasi disebabkan pengaruhnya tidak signifikan. dalam jangka

pendek peningkatan nilai tukar/depresiasi berpengaruh positif terhadap nilai

investasi namun peningkatan nilai tukar/depresiasi tidak dapat mengontrol nilai

investasi disebabkan pengaruhnya tidak signifikan.

dalam jangka panjang variabel tingkat suku bunga berpengaruh negative dan

signifikan dengan nilai investasi, namun dalam jangka pendek tingkat suku bunga

berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap investasi. hal ini sejalan dengan

teori (Dadkhah, 2009) bahwa tingkat suku bunga berpengaruh negative dengan

investasi. Dengan terjadinya kenaikan suku bunga domestik maka akan

mendorong kenaikan selisih antara suku bunga di Indonesia dan luar negeri,

sehingga memancing ketertarikan investor asing untuk berinvestasi di sektor

keuangan Indonesia (Natsir, 2014). temuan oleh (Moreira, Soares, Sachsida, &

Loureiro, 2011) juga menyatakan bahwa tingkat suku bunga yang lebih tinggi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


154

akan berdampak pada pengurangan tingkat investasi, dan berikutnya akan

mengurangi output.

6.1.12 Shock dan Transmisi serta pengaruhnya pada perekonomian

Berikut adalah gambar shock Bi Rate dan transmisinya ke indikator

perekonomian Indonesia:

2
1.9
1.8
1.7
1.6
1.5
1.4
1.3
1.2
1.1
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
-0.1 1983 1985 1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009 2011 2013

suku bunga domestik Jumlah Uang Beredar


Pengeluaran Pemerintah Inflasi
Nilai Tukar Pertumbuhan Ekonomi

Gambar 6.1 hasil Shock Bi Rate dan transmisinya ke variabel ekonomi Indonesia

secara empiris pengaruh shock Suku bunga Bank Indonesia (SBIRI) sebesar 2

persen pada periode pertama menyebabkan tingkat suku bunga domestik

(RRRPL) naik sebesar 10,62 persen. Kenaikan tingkat suku bunga domestik yaitu

suku bunga simpanan dan suku bunga kredit menyebabkan permintaan kredit akan

menurut sehingga serta akan meningkatkan biaya modal perusahaan untuk

investasi sehingga investasi akan turun, turunnya investasi akan berdampak pada

penurunan pertumbuhan ekonomi. dimana menyebabkan tingkat Jumlah Uang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


155

Beredar (JUBRI) turun rata-rata sebesar 0,04594 Milyar. Kenaikan tingkat suku

bunga Bank Indonesia juga akan direspon oleh penurunan output rerata sebesar

0,00048 Milyar. kenaikan tingkat suku bunga Bank Indonesia juga direspon oleh

peningkatan inflasi rerata sebesar 0,03 persen.

kenaikan Bi Rate yang menyebabkan tingkat suku bunga domestik (RRRPL) naik

sebesar 10,62 persen akan berdampak pada terjadinya kenaikan selisih antara suku

bunga di Indonesia dengan suku bunga luar negeri. Dengan melebarnya selisih

suku bunga tersebut mendorong investor asing untuk menanamkan modal ke

dalam instrument-instrumen keuangan di Indonesia seperti SBI karena mereka

akan mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi. Aliran modal masuk

asing ini pada gilirannya akan mendorong apresiasi nilai tukar Rupiah rerata

sebesar 2,963 persen.

6.1.13 Hubungan Kebijakan Moneter dan Fiskal

Dari uraian di atas terlihat bahwa kebijakan moneter yang diproxi dengan

variabel jumlah uang beredar (permintaan uang) dan tingkat suku bunga Bank

Indonesia (SBIRI) terbukti lebih signifikan berpengaruh dalam meningkatkan

output. Sementara disisi lain, kebijakan fiskal yang diproxi dengan variabel

pengeluaran pemerintah (GE) juga mempunyai pengaruh yang positif terhadap

output, namun dengan derajat kepercayaan yang lebih besar yaitu sebesar 8 persen

dalam jangka pendek dan sebesar 21 persen dalam jangka panjang. Menurut

(anggito abimanyu, 2003) beberapa penyebab pengganda fiskal mungkin akan

kecil adalah sebagai berikut: 1. Ada efek crowding out karena pengeluaran

pemerintah merupakan pengganti pengeluaran swasta dan kenaikan impor,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


156

kenaikan suku bunga dan apresiasi nilai tukar akibat ekspansi fiskal. 2. Proposisi

Ricardian Equivalance berlaku. Apabila tidak ada kendala pembiayaan

(borrowing constraints), penurunan pajak saat ini tidak mempunyai dampak pada

konsumsi, bahkan mungkin dapat mengurangi konsumsi. 3. Adanya kendala

kesinambungan utang (debt sustainability) dan premi resiko suku bunga, sehingga

kontraksi fiskal yang kredibel dapat menurunkan premi suku bunga. 4. Kebijakan

fiskal yang ekspansif meningkatkan ketidakpastian, sehingga mendorong para

pelaku ekonomi untuk berhati-hati dalam mengambil keputusan menabung dan

investasi. Kebijakan fiskal, menurut Moneterist akan menimbulkan apa yang

disebut ”Crowding Out”. Artinya, kenaikan pengeluaran pemerintah akan

mendorong tingkat bunga naik, sehingga akan mencekik investasi swasta,

hasilnya permintaan agregat tidak berubah, sebab kenaikan pengeluaran

pemerintah diimbangi dengan turunnya investasi swasta. adapun penyebab

kecilnya pengganda fiscal pada output adalah, yaitu: pengeluaran pemerintah

selalu menumpuk pada akhir tahun anggaran, serta pengeluaran pemerintah

selama periode 1980 hingga 2014 lebih banyak dihabiskan untuk pengeluaran

subsidi. Sehingga temuan tersebut mendukung tesis model mundell-fleming,

dimana pada sistem nilai tukar fleksibel, maka multiplier efek dari kebijakan

fiskla dan moneter berpengaruh pada peningkatan output, namun kebijakan

moneter lebih efektif dapat mendorong kenaikan output sedangkan kebijakan

fiscal kurang efektif.

temuan ini sesuai dengan kondisi riil, menurut Firmanzah dalam (kompas.com,

2016), yaitu Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi dinilai oleh sejumlah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


157

tidak realistis, padahal penerimaan negara saat ini semakin jauh dibawah target,

bahkan belanja cenderung meningkat, dampaknya adalah bisa mengakibatkan

defisit tembus 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) alias Indonesia gagal

fiscal. Sementara itu, pengamat ekonomi Demokrat Ikhsan Modjo dalam

(kompas.com, 2016) mengatakan, kondisi fiskal Indonesia jika dibandingkan

2014 dan 2015 makin memprihatinkan. Penerimaan semakin jauh di bawah target,

sementara belanja negara cenderung stabil. Defisit sampai akhir tahun bisa

mencapai Rp450 triliun atau dengan APBN sebelum perubahan 4,1 persen dari

PDB alias gagal fiskal. disisi lain, pengeluaran pemerintah banyak menyerap

anggaran yang belakangan ini fokus pada pembangunan infrastruktur, tidak akan

menghasilkan perubahan dalam jangka pendek sehingga belum memiliki dampak

langsung terhadap variabel fundamental ekonomi Indonesia. kondisi ini bertolak

belakang dengan kondisi fiskal dan moneter di Brazil, menurut (Moreira, Soares,

Sachsida, & Loureiro, 2011) bahwa kebijakan fiskal bersifat aktif sedangkan

kebijakan moneter bersifat pasif.

6.2. Temuan Penelitian

Beberapa temuan menarik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) ditemukannya, bahwa variabel resiko Negara (country risk) memiliki

pengaruh yang signifkan terhadap variabel tingkat suku bunga domestik.

2) Ditemukannya, kebijakan moneter yang diproxi dengan variabel suku bunga

bank Indonesi (SBIRI) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel

makroekonomi di Indonesia;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


158

3) Ditemukannya, transmisi kebijakan moneter melalui suku bunga (RRRPL),

nilai tukar (EXR) dan variabel jumlah uang beredar (JUBRI) memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap variabel makroekonomi di Indonesia;

4) Ditemukannya, kebijakan fiskal yang diproxi dengan variabel pengeluaran

pemerintah (GE) memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap variabel

makroekonomi di Indonesia.

6.3. Implikasi Kebijakan

Berdasarkan temuan penelitian seperti diuraiankan diatas, berikutnya dapat

dimunculkan implikasi bagi pembuat kebijakan, yaitu:

1. Hasil temuan empiris tentang pengaruh resiko Negara terhadap tingkat suku

bunga domestik, merekomendasikan implikasi kebijakan untuk menurunkan

resiko Negara. Adapun salah satu cara yang dapat dilakukan pemerintah

adalah dengan menjaga stabilitas dibidang ekonomi, politik dan sosial.

Karena jika tidak lakukan pengurangan resiko Negara maka akan

berdampak terhadap naiknya suku bunga dan selanjutnya akan berdampak

pada turunnya nilai investasi. penurunan nilai investasi akan mengakibatkan

berkurangnya tingkat pembentukan modal, yang pada akhirnya akan

menghambat pertumbuhan.

2. Hasil temuan empiris tentang pengaruh positif kebijakan moneter terhadap

pertumbuhan ekonomi, merekomendasikan implikasi kebijakan untuk

menjaga dan meningkatkan peran kebijakan moneter dalam rangka menjaga

stabilitas perekonomian Indonesia baik dari guncangan domestik maupun

guncangan yang diakibatkan oleh gejolak luar negeri. namun mengingat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


159

bahwa, kebijakan moneter melalui Jumlah Uang Beredar sangat rentan

terhadap inflasi maka perlu kiranya pengambil kebijakan melakukan

implementasi dengan penuh kehati-hatian. oleh karena itu perlu kiranya

Penggunaan suku bunga (disebut BI Rate) sebagai reference rate dalam

pengendalian moneter, sebagai pengganti sasaran operasional uang primer.

3. Hasil temuan empiris tentang pengaruh positif kebijakan fiskal namun tidak

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, merekomendasikan implikasi

kebijakan bagi pemerintah untuk mengambil terobosan dalam mempercepat

realisasi belanja modal setiap tahunnya. Selanjutnya pemerintah diharapkan

mendorong pihak swasta untuk meningkatkan pengeluaran investasinya.

upaya mendorong investasi swasta tumbuh lebih tinggi dapat dilakukan

dengan perbaikan iklim investasi berupa konsistensi dalam pelayanan

perizinan terpadu.

6.4. Kelemahan Penelitian

Beberapa kelemahan di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut;

1) Model yang digunakan adalah ECM sehingga terdapat beberapa variabel

yang belum terintegresi terhadap variabel ekonomi lainnya.

2) Model ini juga tidak dapat menentukan dengan pasti batas antara jangka

pendek dengan jangka panjang.

3) Belum dimasukkannya variabel kebijakan fiscal yang lain yaitu: pajak,

sehingga penggunaan salah satu variabel kebijakan fiscal (pengeluaran

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


160

pemerintah) ditenggarai tidak cukup untuk dapat menangkap kondisi

kebijakan fiscal.

4) Belum memisahkan periode penerapan rezim nilai tukar menjadi 2 periode

yaitu periode Managed Floating Exchange rate system dan Free Floating

Exchange rate system pada periode penelitian.

5) Variabel yang digunakan di dalam studi, dinilai masih minim yaitu belum

dimasukkannya jumlah tenaga kerja sehingga belum terlihat dampak

kebijakan terhadap penyerapan tenaga kerja serta variabel countercyclical

Buffer). Beberapa factor lain yang tidak disertakan adalah variabel non

ekonomi seperti kondisi social, politik dan hukum.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, beberapa hal yang dapat

disimpulkan dari hasil penelitian ini secara umum adalah berdasarkan hasil uji

kointegrasi dan error correction model (ECM), secara umum diperoleh bahwa

dalam jangka panjang ada pengaruh variabel moneter dan fisKal dengan indikator

ekonomi makro pada tahun 1980-2014 di Indonesia. Sedangkan secara khusus

dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Bahwa Variabel resiko Negara (country risk) sangat berpengaruh signifikan

terhadap variabel suku bunga (RRRPL), Kebijakan Moneter yang diproxi

dengan variabel suku bunga (RRRPL), Nilai Tukar (EXR), dan variabel

jumlah uang beredar (JUBRI) dan memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap salah satu variabel makroekonomi di Indonesia yaitu ouput

(PDBRI) namun variabel suku bunga (RRPL) memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap variabel Inflasi (INFRI) dan variabel Nilai Tukar (EXR)

dan variabel Jumlah Uang beredar (JUBRI) memiliki pengaruh yang tidak

signifikan terhadap inflasi baik jangka pendek maupun jangka panjang ;

2) Kebijakan fiskal yang diproxi dengan variabel pengeluaran pemerintah (GE)

memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap salah satu variabel

makroekonomi di Indonesia yaitu output (PDBRI) namun memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap Inflasi (INFRI).

161

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


162

7.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan, maka dapat diberikan beberapa

saran sebagai berikut:

1) Belum dimasukkannya variabel kebijakan fiskal yang lain yaitu: pajak,

sehingga penggunaan salah satu variabel kebijakan fiskal (pengeluaran

pemerintah) ditenggarai tidak cukup untuk dapat menangkap kondisi

kebijakan fiskal serta serta memisahkan periode penerapan rezim nilai tukar

menjadi periode managed floating Exchange rate dan Free Floating

Exchange rate serta memasukkan variabel countercyclical buffer.

2) Di dalam penelitian, yang dilakukan tentang analisis kebijakan moneter dan

fiskal terhadap variabel makroekonomi di Indonesia masih menggunakan

variabel-variabel ekonomi, melihat perkembangan perekonomian dunia saat

ini banyak dipengaruhi oleh kebijakan politik suatu kawasan maka untuk

pengembangan kajian disarankan untuk memasukkan variabel non ekonomi

seperti kebijakan politik Negara berpengaruh seperti Amerika Serikat dan

Uni Eropa serta kondisi sosial dan keamanan masyrakat baik dalam maupun

luar negeri.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


163

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, S., & Devi, L. Y. (2012). dinamika Koordinasi Kebijakan Fiskal-


Moneter di Indonesia. In S. Adiningsih, Koordinasi dan Interaksi
Kebijakan Fiskal-moneter: Tantangan ke depan (p. 13). Yogyakarta:
Kanisius.

Attari, M. I., & Javed, A. Y. (2013). Inflation, economic Growth and Goverment
Expenditure Pakistan:1980-2010. Procedia Economics and Finance 5, 58-
67.

BankIndonesia. (1999). Laporan Tahunan 1998/99. Jakarta: Bank Indonesia.

BankIndonesia. (2000). Short-Term Forecast Model of Indonesia Economy


[SOFIE]. Jakarta: Division of Macroeconomic Studies, Directorate of
Economic Research and Monetary Policy.

BankIndonesia. (2000). The General Equilibrium Model of Bank Indonesia


[GEMBI]. Jakarta: Division of Macroeconomic Studies, Directorate of
Economic Research and Monetary Policy.

BankIndonesia. (2009). Laporan Perekonomian Indonesia 2009. Jakarta: Bank


Indonesia.

BankIndonesia. (2013). Laporan Perekonomian Indonesia. Jakarta: Bank


Indonesia.

BankIndonesia. (2014). Laporan Perekonomian Indonesia 2014. jakarta: Bank


Indonesia.

Batiz, F. L., & Batiz, L. A. (1994). International Finance and Open Economy
Macroeconomics. Second Edition. New York: Macmillan Publishing
Company.

Boediono. (1995). Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.5: Ekonomi


Moneter. Yogyakarta: BPFE Universitas Gajah Mada.

Brodjonegoro, B., & Megantara, A. (2012). Perkembangan dan Dinamika


Kebijakan Fiskal di Indonesia. In S. Adiningsih, Koordinasi dan Interaksi
Kebijakan Fiskal-Moneter: Tantangan ke Depan (pp. 365-390).
Yogyakarta: Kanisius.

Carlberg, M. (2010). Monetary and fiscal Strategies in The World Economy.


Germany: Springer.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


164

Cui, & Fang. (2010). Analysis of the Coordination of International Policies Based
on the Mundell-Fleming Model. International Journal of business and
Management, vol.5, No.9.

Dadkhah, K. (2009). The Evolution of Macroecoconmic Theory and Policy. New


York: Springer.

Deverajan, S., Swaroop, V., & Zou, H. (1993). What do goverment buy? the
composition of public spending and economic perfomance. World Bank
Policy Research Working Paper WPS.

Dharmadasa, P. D. (2015). An Empirical and Quantitative analysis on Monetary


and Fiscal Policy Interaction in a Developing Country: the Case of Sri
langka; Dissertation. Saga, Japan: Department of Science and Advanced
Techonlogy, Saga University.

Djojosubroto, D. I. (2004). koordinasi kebijakan fiskal dan moneter di Indonesia.


In H. Subiyantoro, & S. Riphat, Kebijakan Fiskal: Pemikiran, Konsep, dan
Implementasi (pp. 88-97). Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Dornbusch, R. (1976). Excange Rate Expectation and Monetary Policy. Journal of


International economics, vol.6 pp.231-244.

Dornbusch, R. (1980). Open Economy Macroenomies, basic books. Yew York.

Dornbusch, Rudiger, & Fisher, S. (1998). Macroeconomics. Seventh Edition.


Boston: The McGraw-Hill Companies Inc.

Enders, W. (2004). Apllied Econometric Time Series. New York: Jhon Wiley &
Sons, Inc.

Falade, O. E., & Folorunso, B. A. (2015). Fiscal and Monetary Policy Instruments
and Economic Growth Sustainability in Nigeria. American Journal of
Economics, 587-594.

Firdayetti, & Ardianto, M. T. (2011). Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi


Konsumsi di Indonesia Menggunakan Error Correction Model (ECM)
periode 1994.1-2005.4. Media Ekonomi, Vol.19, No.1, 3-26.

Firmanzah. (2015). Yunani Ambruk, China Melambat, Bagaimana perekonomian


Indonesia. Retrieved from economy.okezone.com:
http://economy.okezone.com/Fiskaldanmoneter

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


165

Fleming, J. M. (1962). domestic Financial Policies Under fixed and Flexible


Exchange Rates. International Monetary fund Staff Papers, Vol.9, p.369-
379.

Fuest, A., & Schmidt, T. (2017). Inflation Expectation Encertainty, Inflation and
the Output Gap. Ruhr Economic papers, 1-22.

Goeltom, M. S. (2012). Koordinasi kebijakan Moneter dan Fiskal: Tantangan dan


Strategi Pemeliharaan stabilitas makro dan pertumbuhan ekonomi untuk
mewujudkan kesejahteraan rakyat. In S. Adiningsih, Koordinasi dan
Interaksi kebijakan fiskal-Moneter: tantangan ke depan (p. 48).
Yogyakarta: Kanisius.

Gujarati, D. (2003). Basic Econometrics, Fourth Edition. New York: McGraw-


Hill Companies.

Gunawan, A. H. (1991). Anggaran Pemerintah dan Inflasi di Indonesia. Jakarta:


Gramedia Pustaka Utama.

Handoko, R. (2015). Analisis Kinerja Transaksi Modal dan Finansial Indonesia


selama Periode Krisis Keuangan. In H. Amir, & f. f. Hastiadi, Seri Analisis
Kebijakan Fiskal: Dinamika kebijakan Fiskal; Merespon Ketidakpastian
Global (pp. 57-73). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

hanif. (2010). Model Mundell-Fleming dalam sistem perekonomian terkecil dan


terbuka: sebua tinjauan teoritis. Jakarta: Pascasarjana UI.

Hanushek, E. A. (2013). Economic Growth in Developing countries: the role of


Human capital. Economics of Educaiton Reivew 37, 204-212.

Hsing, Y. (2006). Determinants Of Exchange Rate Fluctuantions For Venezuela:


Application of an Extended Mundell-Fleming Model. Applied
Econometrics and International Development Vol 6-1, 139-146.

Huh, H. S. (1999). How Well Does the Mundell-Fleming Model fit Australian
data since the collapse of Breton woods. Applied Economics, 397-407.

Indrawati, Y. (2007). Interaksi Kebijakan fiskal dan Moneter di Indonesia:


Pendekatan Vector Autoregression. Parallel Session IC: Monetary &
Macroeconomy Policy, pp. 1-12.

Insukindro, & Julaihah, U. (2004). Analisis Dampak Kebijakan Moneter terhadap


Variabel makroekonomi di Indonesia Tahun 1983.1-2003.2. Buletin
Ekonomi Moneter dan Perbankan , 324-341.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


166

Iswardono, S. P. (2001). Survey Model-Model Inflasi. JEBI No.1 Yogyakarta:


BPFE Universitas Gajah Mada.

Jiranyakul, K. (2013). The Relation between Goverment expenditures and


economic Growth in Thailand. Bangkok, Thailand: SSRN:
https://ssrn.com/abstract=2260035.

Junaidi, E. (2010). Dampak Pengeluaran Pemerintah Terhadap Perekonomian di


Negara-Negara ASEAN+3. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.

Khondker, B. H., Bidisha, S. H., & Razzague, M. A. (2012). The Exchange Rate
and Economic Growth: An Empirical Assessment on Bangladesh.
Bangladesh: International Growth Centre.

kompas.com. (2016, 06 22). Kondisi Fiskal Indonesia Dinilai Memprihatinkan,


Target Pertumbahan Ekonomi Tidak Realistis. Retrieved from
http://harianekonomi.com/kondisi-fiskal-indonesia-dinilai-
memprihatinkan-target-pertumbahan-ekonomi-tidak-realistis:
http://kompas.com

Krugman, P. R. (1979). Increasing Return, Monopolistic Competition, and


International Trade. Journal of International Economics9, 469-479.

Likukela, M. (2007). An Econometrics Analysis of The Determinants of Inflation


in Namibia. Thesis for Degree of Master of Science of The University of
Namibia. Namibia: University of Namibia.

Lindert, P. H., & Kindleberger, C. P. (1995). Ekonomi Internasional


(terjemahan).Edisi keempat. Jakarta: Penerbitan Erlangga.

Lipsey, R. (1995). Pengantar Ekonomi Mikro (terjemahan). Jakarta: Binarupa


Aksara.

Loizides, J., & Vamvoukas, G. (2005). Goverment Expenditure and Economic


Growth: Evidence From Trivariate Causality Testing. Journal of Applied
Economics, Vol.VIII, No.1, 125-152.

M, A. K., Widodo, P. R., & R, G. S. (2008). Penerapan Kebijakan Moneter dalam


Kerangka Inflation Targeting di Indonesia. Jakarta: Pusat Pendidikan dan
Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia.

Mankiw, N. G. (2006). Principles of Economics: Pengantar ekonomi Makro. 3th


Edition. Jakarta: Salemba Empat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


167

Mankiw, N. G. (2010). Macroeconmics 7 th Edition. Yew York: Worth Publisher


Inc.

Maryatmo, R. (2005). Dampak Moneter: Kebijakan Defisit Anggaran Pemerintah


dan Peranan Asa nalar dalam Simulasi Model Makro-Ekonomi Indonesia.
Yogyakarta: Penerbitan Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Maryatmo, R. (2005). Dampak Moneter: Kebijakan Defisit Anggaran Pemerintah


dan Peranan Asa Nalar Dalam Simulasi Model Makro-Ekonomi
Indonesia. Yogyakarta: Universitas Atma jaya Yogyakarta.

Mishkin, F. S. (1996). The Channels of Monetary Transmission:Lesson For


Monetary Policy. National Bureau of economic Research, Working paper
5464.

Mishkin, F. S. (2001). The economics Money, Banking, Financial Markets. Sixth


edition. New York: Addision Wesley Publishing Company.

Moreira, T. B., Soares, F. A., Sachsida, A., & Loureiro, P. R. (2011). The
Interaction of Monetary and Fiscal Policy: The Brazilian Case. Modern
Economy, 114-123.

Muchlas, Z., & Alamsyah, A. R. (2015). Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kurs


Rupiah Terhadap Dolar Amerika Pasca Krisis (2000-2010). Jurnal
JIBEKA volume 9 Nomor 1, 76-86.

Mundell, R. (1960). The Monetary Dynamics of International Adjustmanet under


Fixed and flexible Exchange Rates. Quarterly Journal of Economics,
vol.74 .227-257.

Mundell, R. (1963). Capital Mobility and Stabilisation Policy under Fixed and
Flexible Exchange Rates. Canadian Journal of Economics and Political
Sience, vol.29, no.4, p.475-485.

Natsir, M. (2014). Ekonomi Moneter dan Kebanksentralan. Jakarta: Mitra


Wacana Media.

Nopirin. (1996). Pengantar Ilmu Ekonomi Makro $ Mikro. Yogyakarta: BPFE.

Ortiz, J., & Rodriguez, C. (2002). country Risk and The Mundell-Fleming Model
Applied to The 1999-2000 Argentine Experience. Journal of Applied
Economics, Vol.V, No.2, 327-348.

Persaulian, b., Aimon, H., & Anis, A. (2013). Analisis Konsumsi Masyarakat di
Indonesia. Jurnal kajian Ekonomi Vo.I, No.02, 1-23.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


168

Persaulian, B., Aimon, H., & Anis, A. (2013). Analisis Konsumsi Masyarakat di
Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi Vol.I.02, 1-23.

Prasetiantono, A. T. (2005). Rambu Rambu yang diabaikan. Jakarta: Buku


Kompas.

Ramey, V. (1993). How Important is the Credit Channel in The Transmission of


Monetary Policy ? Chanergie-Rochester Conference series on Public
Policy , 1-45.

Romer, C. D., & Romer, D. (1990). New Evidence on The Monetary


Transmission Mechanisme. Brooking Papers on Economic Activity1, 149-
213.

Romer, D. (1996). Advance macroeconomics. SIngapore: McGraw Hill


International editions.

Rose, D. (2009). Overseas Indebtedness, Country Risk and Interest Rates. Policy
Quarterly, Volume 5, Issue 1, 3-8.

Ruslan, D. (2014). Masterplan Percepatan dan Perluasan Penanggulangan


Kemiskinan Kota Medan. Medan: Pemerintah kota Medan.

Ruslan, D., Tanjung, A. A., Fitrawati, & Hidayat, A. (2009). Pemberdayaan


Potensi Ekonomi Daerah Dalam Rangka Pengembangan Komoditi
Unggulan UMK di Kota Medan. Medan: Lembaga Penelitian Universitas
Negeri Medan.

Salvatore, d. (1997). Ekonomi Internasional (terjemahan). Jilid 1. Jakarta:


Erlangga.

Santoso, T., & Basuki, M. U. (2009). Dampak Kebijakan Fiskal dan Moneter
dalam Perekonomian Indonesia:Aplikasi Model Mundell-Fleming. Jurnal
Organisasi dan Manajemen, Volume 5, Nomor 2, 108-126.

Santoso, W. (2012). Interaksi Kebijakan Fiskal dan Moneter di Indonesia. In S.


Adiningsih, Koordinasi dan Interaksi Kebijakan Fiskal-Moneter:
Tantangan ke depan (pp. 225-262). Yogyakarta: Kanisius.

Scarth, W. M. (1996). Macroeconomics: An Introduction to Advanced Methods. 2


th edition. Canada: Harcourt Brace & Company.

Shaheen, R. (2013). An empirical evaluation of monetary and fiscal policy in


Pakistan. London: School of Business and Economic Loughborough
University.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


169

Supriana, T. (2009). Indonesian Business Cycle Analysis: Kajian empiris dengan


Metode Struktural-VAR. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.

Supriana, T. (2013). Ekonomi Makro. Medan: USU Press.

Surjaningsih, N., Utari, D., & Trisnanto, B. (2012). Dampak Kebijakan Fiskal
Terhadap Output dan Inflasi. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan,
390-420.

Sutawijaya, A., & Zulfahmi. (2012). Pengaruh Faktor-Faktor Ekonomi Terhadap


Inflasi di Indonesia. Jurnal Organisasi dan Manajemen, Vol.8., Nomor 2,
85-101.

Tambunan, T. (2006b). Perekonomian Indonesia sejak orde lama hingga pasca


krisis. Jakarta: PT Pustaka Quantum.

Tambunan, T. (2014). Perekonomian Indonesia: Kajian Teoritis dan Analisis


empiris. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.

Thobarry, A. (2009). Analisis pengaruh nilai tukar, suku bunga, laju inflais dan
pertumbuhan GDP terhadap indeks harga saham sektor properti (kajian
empiris pada bursa efek Indonesia Periode Pengamatan tahun 2000-
2008). Semarang: Program Studi Magister Manajemen Program
Pascasarjana. Universitas Diponegoro.

Vidakovic, N. (2002). Application of Mundell-Fleming Model on a small open


economy. economija, 392-423.

Yunanto, M., & Medyawati, H. (2015). Fiscal Policy and Monetary Policy :
Sensitivity Analysis. ternational Journal of Trade, economics and finance,
79-84.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


170

Lampiran I Data

JUMLAH UANG BEREDAR

Tahun Jumlah Uang Beredar Pertumbuhan JUB


[Milyar] [%]
1980 4995 0
1981 6486 29.85
1982 7121 9.79
1983 7569 6.29
1984 8581 13.37
1985 10104 17.75
1986 11677 15.57
1987 12685 8.63
1988 14392 13.46
1989 20114 39.76
1990 23819 18.42
1991 26342 10.59
1992 28779 9.25
1993 36805 27.89
1994 45374 23.28
1995 52677 16.10
1996 56830 7.88
1997 67543 18.85
1998 100592 48.93
1999 109424 8.78
2000 134220 22.66
2001 160512 19.59
2002 176190 9.77
2003 198266 12.53
2004 225409 13.69
2005 258154 14.53
2006 304166 17.82
2007 375568 23.47
2008 438428 16.74
2009 471596 7.57
2010 534390 13.32
2011 634788 18.79
2012 758456 19.48
2013 842936 11.14
2014 905434 7.41

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


171

Data suku bunga:

Tahun SBI Suku Bunga Suku Bunga Pinjaman Suku Bunga


simpanan Domestik Pinjaman Luar
Negeri
1980 21 15 21 15.27
1981 21 13 21 18.87
1982 21 14 21 14.86
1983 21 15 21 10.79
1984 21 15 21 12.04
1985 19.49 13 21.1 9.93
1986 16.88 13 21.49 8.33
1987 21.67 15.5 21.67 8.2
1988 22.1 16 22.1 9.32
1989 21.7 15 21.7 10.87
1990 21.2 18.23 20.83 10.01
1991 24.9 22.66 25.53 8.46
1992 22.2 18.31 24.03 6.25
1993 17.78 13.37 20.59 6
1994 13 12.42 17.76 7.14
1995 17.3 16.72 18.85 8.83
1996 16.5 16.92 19.22 8.27
1997 24.2 23.01 21.82 8.44
1998 24.2 51.67 32.15 8.35
1999 21.8 23.97 27.66 7.99
2000 12.85 11.16 18.46 9.23
2001 16.86 14.54 18.55 6.92
2002 14.52 14.41 18.95 4.68
2003 8.31 9.7 16.94 4.12
2004 7.43 6.2 14.12 4.34
2005 12.75 8.36 14.05 6.19
2006 9.75 8.96 15.98 7.96
2007 8 7.19 13.86 8.05
2008 9.25 10.75 13.6 5.09
2009 7.15 6.87 14.5 3.25
2010 6.50 6.83 13.25 3.25
2011 6.58 6.35 12.4 3.25
2012 5.77 5.58 11.8 3.25
2013 6.48 7.92 11.66 3.25
2014 7.54 8.58 12.61 3.25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


172

Pengeluaran Pemerintah

Tahun Pengeluaran Pertumbuhan Penerimaan Pajak Pertumbuhan


Pemerintah (%) [Milyar Rp.] (%)
[Milyar Rp.]
1980 49415.04 0 6510 0
1981 54437.48 45.07 9911 52.24
1982 58919.20 18.88 11876 19.83
1983 58348.62 3.07 11983 0.90
1984 60340.22 27.55 4394 -63.33
1985 64950.43 5.84 6616 50.57
1986 66757.10 17.76 6816 3.02
1987 66644.41 -4.09 7646 12.18
1988 71690.94 23.15 8779 14.82
1989 79210.89 22.37 15426 75.71
1990 81753.66 20.50 19719 27.83
1991 87499.46 12.14 24059 22.01
1992 92601.61 16.75 30092 25.08
1993 92678.91 11.11 38986 29.56
1994 94815.18 8.25 46448 19.14
1995 96085.92 4.37 48908 5.30
1996 98673.5 25.83 55833 14.16
1997 98733.9 32.94 64066 14.75
1998 83557.0 57.98 96082 49.97
1999 84137.5 -74.18 125952 31.09
2000 89598.9 396.77 115913 -7.97
2001 97646 54.23 185541 60.07
2002 110333.6 -5.67 210087 13.23
2003 121404.1 16.86 242048 15.21
2004 126248.7 13.46 280560 15.91
2005 134625.6 19.30 346834 23.62
2006 147563.7 30.90 425053 22.55
2007 153309.6 13.57 492011 15.75
2008 169297.2 30.10 658701 33.88
2009 195834.4 -4.90 619922 -5.89
2010 196468.8 11.17 723037 16.63
2011 202755.8 24.27 1078784 49.20
2012 205289.7 15.17 980518 -9.11
2013 219513.4 10.66 1077307 9.87
2014 223933.7 13.72 1246107 15.67

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


173

Produk Domestik Bruto (PDB)

OBS Produk Domestik Bruto [milyar] Pertumbuhan ekonomi (%)


tahun dasar 2000
1980 556434.2 9.88
1981 600543.6 7.93
1982 614034.5 2.25
1983 639780.8 4.19
1984 684408.9 6.98
1985 701260 2.46
1986 742459.3 5.87
1987 779032.3 4.93
1988 824064.3 5.78
1989 885511.4 7.46
1990 949641.3 7.24
1991 1015280 6.95
1992 1081248 6.46
1993 1151729 6.50
1994 1238569 7.54
1995 1340382 8.22
1996 1445173 7.82
1997 1513094 4.70
1998 1314474 -13.13
1999 1324874 0.79
2000 1389770 4.90
2001 1440406 3.64
2002 1505216 4.50
2003 1577171 4.78
2004 1656517 5.03
2005 1750815 5.69
2006 1847127 5.50
2007 1964327 6.35
2008 2082456 6.01
2009 2178851 4.63
2010 2314459 6.22
2011 2457256 6.17
2012 2605430 6.03
2013 2750792 5.58
2014 2889010 5.02

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


174

Nilai Tukar:

Tahun Nilai Tukar Rupiah Pertumbuhan Nilai Tukar (%)


1980 633.7 0
1981 643.05 1.48
1982 691.94 7.60
1983 994.12 43.67
1984 1075.87 8.22
1985 1130.7 5.10
1986 1655.4 46.40
1987 1652 -0.21
1988 1729 4.66
1989 1795 3.82
1990 1901 5.91
1991 1992 4.79
1992 2062 3.51
1993 2110 2.33
1994 2200 4.27
1995 2308 4.91
1996 2383 3.25
1997 4650 95.13
1998 8025 72.58
1999 7100 -11.53
2000 9595 35.14
2001 10265.67 6.99
2002 9261.17 -9.79
2003 8571.17 -7.45
2004 9030.42 5.36
2005 9750.58 7.97
2006 9141.25 -6.25
2007 9142.42 0.01
2008 9771.67 6.88
2009 10356.17 5.98
2010 9078.25 -12.34
2011 8773.25 -3.36
2012 9395.73 7.10
2013 10562.67 12.42
2014 11884.5 12.51

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


175

INFLASI

Tahun Inflasi Pertumbuhan Inflasi

1980 17.11 0
1981 7.32 -0.57
1982 10.03 0.37
1983 11.97 0.19
1984 9.07 -0.24
1985 4.31 -0.52
1986 8.83 1.05
1987 8.9 0.01
1988 5.47 -0.39
1989 5.97 0.09
1990 9.53 0.60
1991 9.52 0.00
1992 4.94 -0.48
1993 9.77 0.98
1994 9.24 -0.05
1995 8.64 -0.06
1996 6.47 -0.25
1997 11.05 0.71
1998 77.63 6.03
1999 2.01 -0.97
2000 9.35 3.65
2001 12.55 0.34
2002 10.03 -0.20
2003 5.06 -0.50
2004 6.4 0.26
2005 17.11 1.67
2006 6.6 -0.61
2007 6.59 0.00
2008 11.06 0.68
2009 2.78 -0.75
2010 6.96 1.50
2011 3.79 -0.46
2012 4.3 0.13
2013 8.38 0.95
2014 8.36 0.00

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


176

Data Ekspor, IMPOR dan BOP:


Tahun Ekspor Pertumbuhan Impor Pertumbuh BOP Pertumbuhan
[Juta $] (%) [Juta $] an (%) [Juta $] (%)
1980 23950.4 0 10834.4 0 13116 0
1981 25164.5 5.07 13272.1 22.50 11892.4 -61.89
1982 22328.3 -11.27 16858.9 27.03 5469.4 -82.20
1983 21145.9 -5.30 16351.8 -3.01 4794.1 -46.31
1984 21887.8 3.51 13882.1 -15.10 8005.7 932.50
1985 18586.7 -15.08 10261.9 -26.08 8324.8 -108.66
1986 14805 -20.35 10718.4 4.45 4086.6 -286.01
1987 17135.6 15.74 12370.3 15.41 4765.3 345.11
1988 19218.5 12.16 13248.5 7.10 5970 -36.23
1989 22160.2 15.31 16359.6 23.48 5800.6 6.75
1990 25675.2 15.86 21837 33.48 3838.2 277.05
1991 29142 13.50 25868.8 18.46 3273.2 -60.55
1992 33966.9 16.56 27327.8 5.64 6639.1 120.02
1993 36823 8.41 28327.8 3.66 8495.2 30.52
1994 40053.4 8.77 31983.5 12.90 8069.9 -63.35
1995 45418 13.39 40628.7 27.03 4789.3 254.68
1996 49814.9 9.68 42928.5 5.66 6886.4 2.75
1997 53443.6 7.28 41679.8 -2.91 11763.8 -302.83
1998 48847.6 -8.60 27336.9 -34.41 21510.7 -180.68
1999 48665.4 -0.37 24003.3 -12.19 24662.1 -95.43
2000 62124 27.66 33514.8 39.63 28609.2 -72.09
2001 56320.9 -9.34 30962.1 -7.62 25358.8 -845.83
2002 57158.8 1.49 31288.9 1.06 25869.9 -1038.55
2003 61058.3 6.82 32550.7 4.03 28507.6 6.50
2004 71584.6 17.24 46524.5 42.93 25060.1 -52.28
2005 85660 19.66 57700.7 24.02 27959.3 -81.76
2006 100798.6 17.67 61065.5 5.83 39733.1 2128.73
2007 114100.9 13.20 74473.4 21.96 39627.5 1.43
2008 137020.4 20.09 129197.3 73.48 7823.1 -112.11
2009 116510 -14.97 96829.2 -25.05 19680.8 -1007.44
2010 157779.1 35.42 135663.3 40.11 22115.8 105.19
2011 203496.6 28.98 177435.6 30.79 26061 -51.98
2012 190020.3 -6.62 198689.5 11.98 -8669.2 -96.78
2013 182551.8 -3.93 186628.6 -6.07 -4076.8 -1545.76
2014 175980 -3.60 178176.8 -4.53 -2196.8 -345.83

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


177

data GWJPG, Resiko Negara

Tahun Pertumbuhan Negara Jepang Resiko Negara (%)


[%]
1980 3.632953 5.73
1981 4.221196 2.13
1982 3.393805 6.14
1983 3.047587 10.21
1984 4.576011 8.96
1985 6.210025 11.17
1986 2.868952 13.16
1987 4.037073 13.47
1988 7.261611 12.78
1989 5.301161 10.83
1990 5.617862 10.82
1991 3.318964 17.07
1992 0.903692 17.78
1993 0.108375 14.59
1994 0.9039 10.62
1995 1.924503 10.02
1996 2.66592 10.95
1997 1.605808 13.38
1998 -2.10281 23.8
1999 -0.08979 19.67
2000 2.241792 9.23
2001 0.351258 11.63
2002 0.280249 14.27
2003 1.726741 12.82
2004 2.317216 9.78
2005 1.313484 7.86
2006 1.677459 8.02
2007 2.165035 5.81
2008 -1.07278 8.51
2009 -5.52229 11.25
2010 4.742978 10
2011 -0.41103 9.15
2012 1.733295 8.55
2013 1.360364 8.41
2014 -0.1107 9.36

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


178

data konsumsi, investasi dan human capital

Tahun Konsumsi Rumah Investasi PMA Human Capital [jiwa]


Tangga [jutaUS$]
[Milyar]
1980 299876.2 813.9 337683
1981 349985.8 261 405220
1982 361754 27 474107
1983 388929.1 75.2 568929
1984 404458.8 228.7 654268
1985 408638.8 916 732780
1986 417580.4 800.7 879336
1987 431384.6 1239.7 1162086
1988 448115.9 4481.6 1085140
1989 466715.8 4718.8 1235347
1990 512808.3 8751 1374515
1991 550250.8 8770 1539477
1992 565956.6 10323.2 1671274
1993 598944 8144.2 1912098
1994 645826 23724.3 2208690
1995 727099.1 39944.7 2495820
1996 797779.8 29928.5 2959696
1997 860170.1 33832.5 3253781
1998 807112 13563.1 3474551
1999 831839.8 10890.6 3818464
2000 857876.5 16075.9 3977922
2001 886736 15055.9 4366410
2002 920749.6 9795.4 4380935
2003 956593.4 13596.4 4191857
2004 1004109 10279.8 4892413
2005 1043805 8916.9 5194731
2006 1076928 5977 5912693
2007 1130847 10341.4 6195398
2008 1191191 14871.4 7026447
2009 1249070 10815.3 7450187
2010 1308273 16214.8 8269909
2011 1369881 19474.5 8490544
2012 1442193 24564.7 10095102
2013 1519852 28618 10542452
2014 1597998 28529.7 11221157

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


179

Lampiran II Unit Root Test


Variabel Balance Of Payment (BOP)

Null Hypothesis: D(BOPRI1) has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.359162 0.5886


Test critical values: 1% level -3.670170
5% level -2.963972
10% level -2.621007

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation


Dependent Variable: D(BOPRI1,2)
Method: Least Squares
Date: 02/03/17 Time: 14:39
Sample (adjusted): 1985 2014
Included observations: 30 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(BOPRI1(-1)) -0.753451 0.554350 -1.359162 0.1862


D(BOPRI1(-1),2) -0.378840 0.452247 -0.837684 0.4101
D(BOPRI1(-2),2) -0.499692 0.353528 -1.413444 0.1699
D(BOPRI1(-3),2) -0.750052 0.220768 -3.397468 0.0023
C -542.9258 1415.681 -0.383509 0.7046

R-squared 0.774491 Mean dependent var -44.38667


Adjusted R-squared 0.738410 S.D. dependent var 15103.67
S.E. of regression 7724.908 Akaike info criterion 20.89330
Sum squared resid 1.49E+09 Schwarz criterion 21.12683
Log likelihood -308.3995 Hannan-Quinn criter. 20.96801
F-statistic 21.46510 Durbin-Watson stat 2.010885
Prob(F-statistic) 0.000000

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


180

Variabel Konsumsi Pemerintah (Milyar)

Null Hypothesis: D(CSGRL) has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.970701 0.0044


Test critical values: 1% level -3.646342
5% level -2.954021
10% level -2.615817

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation


Dependent Variable: D(CSGRL,2)
Method: Least Squares
Date: 09/27/16 Time: 08:16
Sample (adjusted): 1982 2014
Included observations: 33 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(CSGRL(-1)) -0.674437 0.169854 -3.970701 0.0004


C 3458.139 1432.090 2.414750 0.0218

R-squared 0.337132 Mean dependent var -18.24627


Adjusted R-squared 0.315749 S.D. dependent var 7870.339
S.E. of regression 6510.302 Akaike info criterion 20.45885
Sum squared resid 1.31E+09 Schwarz criterion 20.54955
Log likelihood -335.5710 Hannan-Quinn criter. 20.48937
F-statistic 15.76646 Durbin-Watson stat 2.030938
Prob(F-statistic) 0.000396

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


181

Variabel Konsumsi Rumah tangga (Milyar)

Null Hypothesis: D(CSRRL) has a unit root


Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.497603 0.0056


Test critical values: 1% level -4.262735
5% level -3.552973
10% level -3.209642

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation


Dependent Variable: D(CSRRL,2)
Method: Least Squares
Date: 09/27/16 Time: 08:17
Sample (adjusted): 1982 2014
Included observations: 33 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(CSRRL(-1)) -0.769417 0.171073 -4.497603 0.0001


C 4998.893 8598.791 0.581348 0.5653
@TREND(1980) 1349.736 471.8666 2.860419 0.0076

R-squared 0.408832 Mean dependent var 849.5892


Adjusted R-squared 0.369421 S.D. dependent var 28204.00
S.E. of regression 22396.51 Akaike info criterion 22.95771
Sum squared resid 1.50E+10 Schwarz criterion 23.09375
Log likelihood -375.8021 Hannan-Quinn criter. 23.00348
F-statistic 10.37352 Durbin-Watson stat 1.936851
Prob(F-statistic) 0.000376

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


182

Variabel Ekspor

Null Hypothesis: D(EXPRI) has a unit root


Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 8 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.514717 0.0001


Test critical values: 1% level -4.374307
5% level -3.603202
10% level -3.238054

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation


Dependent Variable: D(EXPRI,2)
Method: Least Squares
Date: 09/27/16 Time: 08:19
Sample (adjusted): 1990 2014
Included observations: 25 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(EXPRI(-1)) -4.558664 0.699749 -6.514717 0.0000


D(EXPRI(-1),2) 3.406473 0.687992 4.951330 0.0002
D(EXPRI(-2),2) 2.756379 0.685443 4.021312 0.0013
D(EXPRI(-3),2) 2.771314 0.696143 3.980955 0.0014
D(EXPRI(-4),2) 2.573346 0.646585 3.979902 0.0014
D(EXPRI(-5),2) 2.974903 0.557962 5.331731 0.0001
D(EXPRI(-6),2) 3.350768 0.562802 5.953721 0.0000
D(EXPRI(-7),2) 2.596260 0.464729 5.586611 0.0001
D(EXPRI(-8),2) 2.635720 0.362647 7.268010 0.0000
C -18398.37 6212.162 -2.961670 0.0103
@TREND(1980) 1678.408 385.1162 4.358186 0.0007

R-squared 0.929958 Mean dependent var -380.5400


Adjusted R-squared 0.879928 S.D. dependent var 20537.87
S.E. of regression 7116.668 Akaike info criterion 20.87845
Sum squared resid 7.09E+08 Schwarz criterion 21.41475
Log likelihood -249.9806 Hannan-Quinn criter. 21.02720
F-statistic 18.58797 Durbin-Watson stat 2.262847
Prob(F-statistic) 0.000002

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


183

Variabel Impor (Milyar)

Null Hypothesis: D(IMPRI) has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.813516 0.0000


Test critical values: 1% level -3.646342
5% level -2.954021
10% level -2.615817

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation


Dependent Variable: D(IMPRI,2)
Method: Least Squares
Date: 09/27/16 Time: 08:24
Sample (adjusted): 1982 2014
Included observations: 33 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(IMPRI(-1)) -1.054197 0.181336 -5.813516 0.0000


C 5285.827 2980.549 1.773441 0.0860

R-squared 0.521583 Mean dependent var -329.9848


Adjusted R-squared 0.506150 S.D. dependent var 23049.28
S.E. of regression 16197.76 Akaike info criterion 22.28183
Sum squared resid 8.13E+09 Schwarz criterion 22.37252
Log likelihood -365.6501 Hannan-Quinn criter. 22.31234
F-statistic 33.79696 Durbin-Watson stat 1.978255
Prob(F-statistic) 0.000002

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


184

Variabel Inflasi (Persen)

Null Hypothesis: INFRI has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.902452 0.0003


Test critical values: 1% level -3.639407
5% level -2.951125
10% level -2.614300

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation


Dependent Variable: D(INFRI)
Method: Least Squares
Date: 09/27/16 Time: 08:25
Sample (adjusted): 1981 2014
Included observations: 34 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

INFRI(-1) -0.848874 0.173153 -4.902452 0.0000


C 8.332125 2.371704 3.513138 0.0013

R-squared 0.428919 Mean dependent var -0.341830


Adjusted R-squared 0.411072 S.D. dependent var 12.00058
S.E. of regression 9.209442 Akaike info criterion 7.335358
Sum squared resid 2714.042 Schwarz criterion 7.425144
Log likelihood -122.7011 Hannan-Quinn criter. 7.365978
F-statistic 24.03404 Durbin-Watson stat 1.959705
Prob(F-statistic) 0.000026

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


185

Variabel Suku Bunga Pinjaman Domestik (persen)

Null Hypothesis: D(IRDRI) has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.099008 0.0000


Test critical values: 1% level -3.653730
5% level -2.957110
10% level -2.617434

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation


Dependent Variable: D(IRDRI,2)
Method: Least Squares
Date: 09/27/16 Time: 08:26
Sample (adjusted): 1983 2014
Included observations: 32 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(IRDRI(-1)) -1.358305 0.222709 -6.099008 0.0000


D(IRDRI(-1),2) 0.473947 0.164015 2.889663 0.0072
C -0.364694 0.493354 -0.739215 0.4657

R-squared 0.580312 Mean dependent var 0.029687


Adjusted R-squared 0.551368 S.D. dependent var 4.130880
S.E. of regression 2.766863 Akaike info criterion 4.962365
Sum squared resid 222.0103 Schwarz criterion 5.099778
Log likelihood -76.39784 Hannan-Quinn criter. 5.007913
F-statistic 20.04950 Durbin-Watson stat 1.935423
Prob(F-statistic) 0.000003

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


186

Variabel Suku bunga Pinjaman Luar Negeri (persen)

Null Hypothesis: D(IRF) has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.859152 0.0061


Test critical values: 1% level -3.661661
5% level -2.960411
10% level -2.619160

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation


Dependent Variable: D(IRF,2)
Method: Least Squares
Date: 09/27/16 Time: 08:27
Sample (adjusted): 1984 2014
Included observations: 31 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(IRF(-1)) -1.032896 0.267648 -3.859152 0.0006


D(IRF(-1),2) 0.284873 0.188478 1.511443 0.1423
D(IRF(-2),2) 0.018991 0.150417 0.126259 0.9005
C -0.290190 0.259818 -1.116897 0.2739

R-squared 0.529714 Mean dependent var 0.131290


Adjusted R-squared 0.477459 S.D. dependent var 1.823772
S.E. of regression 1.318350 Akaike info criterion 3.510552
Sum squared resid 46.92723 Schwarz criterion 3.695583
Log likelihood -50.41356 Hannan-Quinn criter. 3.570868
F-statistic 10.13727 Durbin-Watson stat 1.846990
Prob(F-statistic) 0.000121

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


187

Variabel Resiko Negara

Null Hypothesis: D(RN) has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.710979 0.0000


Test critical values: 1% level -3.653730
5% level -2.957110
10% level -2.617434

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation


Dependent Variable: D(RN,2)
Method: Least Squares
Date: 09/27/16 Time: 08:31
Sample (adjusted): 1983 2014
Included observations: 32 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(RN(-1)) -1.376185 0.205065 -6.710979 0.0000


D(RN(-1),2) 0.527254 0.149447 3.528045 0.0014
C 0.117442 0.539244 0.217790 0.8291

R-squared 0.617605 Mean dependent var -0.095625


Adjusted R-squared 0.591233 S.D. dependent var 4.762895
S.E. of regression 3.045153 Akaike info criterion 5.154039
Sum squared resid 268.9157 Schwarz criterion 5.291452
Log likelihood -79.46463 Hannan-Quinn criter. 5.199588
F-statistic 23.41888 Durbin-Watson stat 2.031441
Prob(F-statistic) 0.000001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


188

Variabel Jumlah Uang Beredar

Null Hypothesis: D(JUBRI,2) has a unit root


Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.135778 0.0001


Test critical values: 1% level -4.309824
5% level -3.574244
10% level -3.221728

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation


Dependent Variable: D(JUBRI,3)
Method: Least Squares
Date: 09/27/16 Time: 08:28
Sample (adjusted): 1986 2014
Included observations: 29 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(JUBRI(-1),2) -4.081312 0.665166 -6.135778 0.0000


D(JUBRI(-1),3) 2.517026 0.519427 4.845771 0.0001
D(JUBRI(-2),3) 1.471815 0.389071 3.782891 0.0010
D(JUBRI(-3),3) 0.549188 0.237490 2.312466 0.0300
C -12459.85 6134.567 -2.031089 0.0540
@TREND(1980) 1248.125 345.9950 3.607349 0.0015

R-squared 0.790193 Mean dependent var -775.6207


Adjusted R-squared 0.744582 S.D. dependent var 22881.80
S.E. of regression 11564.20 Akaike info criterion 21.73121
Sum squared resid 3.08E+09 Schwarz criterion 22.01410
Log likelihood -309.1025 Hannan-Quinn criter. 21.81981
F-statistic 17.32487 Durbin-Watson stat 2.063067
Prob(F-statistic) 0.000000

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


189

Variabel Nilai Tukar

Null Hypothesis: D(EXR) has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.017438 0.0003


Test critical values: 1% level -3.646342
5% level -2.954021
10% level -2.615817

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation


Dependent Variable: D(EXR,2)
Method: Least Squares
Date: 09/27/16 Time: 08:20
Sample (adjusted): 1982 2014
Included observations: 33 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(EXR(-1)) -0.912009 0.181768 -5.017438 0.0000


C 314.1755 177.0254 1.774749 0.0858

R-squared 0.448150 Mean dependent var 39.77212


Adjusted R-squared 0.430348 S.D. dependent var 1281.462
S.E. of regression 967.1870 Akaike info criterion 16.64535
Sum squared resid 28998973 Schwarz criterion 16.73605
Log likelihood -272.6483 Hannan-Quinn criter. 16.67587
F-statistic 25.17468 Durbin-Watson stat 1.958634
Prob(F-statistic) 0.000020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


190

Variabel Pengeluaran Pemerintah (Milyar)

Null Hypothesis: D(GE,2) has a unit root


Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 6 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -7.612954 0.0000


Test critical values: 1% level -4.356068
5% level -3.595026
10% level -3.233456

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation


Dependent Variable: D(GE,3)
Method: Least Squares
Date: 09/27/16 Time: 08:22
Sample (adjusted): 1989 2014
Included observations: 26 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(GE(-1),2) -17.99681 2.363971 -7.612954 0.0000


D(GE(-1),3) 15.10534 2.226111 6.785529 0.0000
D(GE(-2),3) 12.36764 1.947842 6.349406 0.0000
D(GE(-3),3) 9.148527 1.533616 5.965331 0.0000
D(GE(-4),3) 5.841479 1.061061 5.505321 0.0000
D(GE(-5),3) 2.929232 0.591429 4.952805 0.0001
D(GE(-6),3) 0.951381 0.229063 4.153361 0.0007
C -108072.6 31111.20 -3.473753 0.0029
@TREND(1980) 9648.166 1693.358 5.697653 0.0000

R-squared 0.960203 Mean dependent var 2363.038


Adjusted R-squared 0.941474 S.D. dependent var 196223.6
S.E. of regression 47470.56 Akaike info criterion 24.64103
Sum squared resid 3.83E+10 Schwarz criterion 25.07653
Log likelihood -311.3334 Hannan-Quinn criter. 24.76644
F-statistic 51.27039 Durbin-Watson stat 1.780487
Prob(F-statistic) 0.000000

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


191

Variabel Produk Domestik bruto (PDB)

Null Hypothesis: D(PDBRI,2) has a unit root


Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -7.335074 0.0000


Test critical values: 1% level -4.273277
5% level -3.557759
10% level -3.212361

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation


Dependent Variable: D(PDBRI,3)
Method: Least Squares
Date: 09/27/16 Time: 08:30
Sample (adjusted): 1983 2014
Included observations: 32 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(PDBRI(-1),2) -1.296544 0.176760 -7.335074 0.0000


C 1505.702 24784.84 0.060751 0.9520
@TREND(1980) 180.0181 1199.938 0.150023 0.8818

R-squared 0.649976 Mean dependent var 733.5676


Adjusted R-squared 0.625836 S.D. dependent var 102329.2
S.E. of regression 62593.65 Akaike info criterion 25.01578
Sum squared resid 1.14E+11 Schwarz criterion 25.15319
Log likelihood -397.2524 Hannan-Quinn criter. 25.06132
F-statistic 26.92571 Durbin-Watson stat 2.192344
Prob(F-statistic) 0.000000

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


192

Variabel Bi rate

Null Hypothesis: D(SBIRI) has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 4 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.365179 0.0018


Test critical values: 1% level -3.679322
5% level -2.967767
10% level -2.622989

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation


Dependent Variable: D(SBIRI,2)
Method: Least Squares
Date: 09/27/16 Time: 08:32
Sample (adjusted): 1986 2014
Included observations: 29 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(SBIRI(-1)) -2.284193 0.523276 -4.365179 0.0002


D(SBIRI(-1),2) 1.173317 0.460505 2.547894 0.0180
D(SBIRI(-2),2) 0.839964 0.367348 2.286562 0.0318
D(SBIRI(-3),2) 0.523218 0.271447 1.927514 0.0664
D(SBIRI(-4),2) 0.543522 0.176152 3.085521 0.0052
C -1.049555 0.638798 -1.643016 0.1140

R-squared 0.721618 Mean dependent var 0.088707


Adjusted R-squared 0.661101 S.D. dependent var 5.387877
S.E. of regression 3.136556 Akaike info criterion 5.306119
Sum squared resid 226.2736 Schwarz criterion 5.589008
Log likelihood -70.93873 Hannan-Quinn criter. 5.394716
F-statistic 11.92408 Durbin-Watson stat 1.921483
Prob(F-statistic) 0.000009

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


193

Variabel Pendapatan Disposible (Milyar)

Null Hypothesis: D(YDRI) has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.802542 0.0000


Test critical values: 1% level -3.646342
5% level -2.954021
10% level -2.615817

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation


Dependent Variable: D(YDRI,2)
Method: Least Squares
Date: 09/27/16 Time: 08:33
Sample (adjusted): 1982 2014
Included observations: 33 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(YDRI(-1)) -1.206754 0.177397 -6.802542 0.0000


C 38926.39 15609.79 2.493717 0.0182

R-squared 0.598833 Mean dependent var -2160.312


Adjusted R-squared 0.585892 S.D. dependent var 128493.0
S.E. of regression 82686.79 Akaike info criterion 25.54220
Sum squared resid 2.12E+11 Schwarz criterion 25.63290
Log likelihood -419.4463 Hannan-Quinn criter. 25.57272
F-statistic 46.27458 Durbin-Watson stat 2.107812
Prob(F-statistic) 0.000000

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


194

Lampiran III

Uji Kointegrasi
1. Persamaan log(PDBRI)

Null Hypothesis: ECM_PDBRI has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.480484 0.0001


Test critical values: 1% level -3.639407
5% level -2.951125
10% level -2.614300

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation


Dependent Variable: D(ECM_PDBRI)
Method: Least Squares
Date: 02/03/17 Time: 14:42
Sample (adjusted): 1981 2014
Included observations: 34 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

ECM_PDBRI(-1) -0.948076 0.172991 -5.480484 0.0000


C -0.001535 0.005298 -0.289707 0.7739

R-squared 0.484168 Mean dependent var -0.000376


Adjusted R-squared 0.468048 S.D. dependent var 0.042326
S.E. of regression 0.030870 Akaike info criterion -4.061033
Sum squared resid 0.030495 Schwarz criterion -3.971247
Log likelihood 71.03756 Hannan-Quinn criter. -4.030413
F-statistic 30.03571 Durbin-Watson stat 1.987347
Prob(F-statistic) 0.000005

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


195

2. Persamaan Log(GE)

Null Hypothesis: ECM_IS_GE has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.455882 0.0001


Test critical values: 1% level -3.639407
5% level -2.951125
10% level -2.614300

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation


Dependent Variable: D(ECM_IS_GE)
Method: Least Squares
Date: 01/09/17 Time: 21:26
Sample (adjusted): 1981 2014
Included observations: 34 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

ECM_IS_GE(-1) -0.964822 0.176841 -5.455882 0.0000


C 0.000386 0.048768 0.007906 0.9937

R-squared 0.481921 Mean dependent var 0.002032


Adjusted R-squared 0.465731 S.D. dependent var 0.389031
S.E. of regression 0.284357 Akaike info criterion 0.379853
Sum squared resid 2.587492 Schwarz criterion 0.469639
Log likelihood -4.457495 Hannan-Quinn criter. 0.410472
F-statistic 29.76665 Durbin-Watson stat 1.997671
Prob(F-statistic) 0.000005

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


196

3. Persamaan log(CSRRL)

Null Hypothesis: ECM_KONS has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.955632 0.0000


Test critical values: 1% level -3.646342
5% level -2.954021
10% level -2.615817

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation


Dependent Variable: D(ECM_KONS)
Method: Least Squares
Date: 01/09/17 Time: 21:28
Sample (adjusted): 1982 2014
Included observations: 33 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

ECM_KONS(-1) -0.832566 0.139795 -5.955632 0.0000


C -0.002700 0.003673 -0.735011 0.4679

R-squared 0.533621 Mean dependent var -0.002089


Adjusted R-squared 0.518577 S.D. dependent var 0.030399
S.E. of regression 0.021092 Akaike info criterion -4.821154
Sum squared resid 0.013791 Schwarz criterion -4.730457
Log likelihood 81.54904 Hannan-Quinn criter. -4.790637
F-statistic 35.46955 Durbin-Watson stat 1.658467
Prob(F-statistic) 0.000001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


197

4. Persamaan INFRI

Null Hypothesis: ECM_INFRI has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.083531 0.0002


Test critical values: 1% level -3.639407
5% level -2.951125
10% level -2.614300

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation


Dependent Variable: D(ECM_INFRI)
Method: Least Squares
Date: 03/14/17 Time: 10:21
Sample (adjusted): 1981 2014
Included observations: 34 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

ECM_INFRI(-1) -0.829137 0.163102 -5.083531 0.0000


C -0.216817 0.613725 -0.353280 0.7262

R-squared 0.446772 Mean dependent var -0.192337


Adjusted R-squared 0.429483 S.D. dependent var 4.737682
S.E. of regression 3.578492 Akaike info criterion 5.444783
Sum squared resid 409.7795 Schwarz criterion 5.534569
Log likelihood -90.56131 Hannan-Quinn criter. 5.475402
F-statistic 25.84229 Durbin-Watson stat 1.807048
Prob(F-statistic) 0.000016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


198

5. Persamaan log(JUBRI)

Null Hypothesis: ECM_JUBRI has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.688261 0.0007


Test critical values: 1% level -3.646342
5% level -2.954021
10% level -2.615817

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation


Dependent Variable: D(ECM_JUBRI)
Method: Least Squares
Date: 01/24/17 Time: 09:07
Sample (adjusted): 1982 2014
Included observations: 33 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

ECM_JUBRI(-1) -0.900095 0.191989 -4.688261 0.0001


D(ECM_JUBRI(-1)) 0.362062 0.167050 2.167388 0.0383
C -0.003292 0.014965 -0.219962 0.8274

R-squared 0.427604 Mean dependent var -0.003985


Adjusted R-squared 0.389445 S.D. dependent var 0.109996
S.E. of regression 0.085949 Akaike info criterion -1.983619
Sum squared resid 0.221616 Schwarz criterion -1.847573
Log likelihood 35.72972 Hannan-Quinn criter. -1.937844
F-statistic 11.20565 Durbin-Watson stat 2.010107
Prob(F-statistic) 0.000232

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


199

6. Persamaan RRRPL

Null Hypothesis: ECM_RRRPL has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.399683 0.0014


Test critical values: 1% level -3.639407
5% level -2.951125
10% level -2.614300

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation


Dependent Variable: D(ECM_RRRPL)
Method: Least Squares
Date: 03/14/17 Time: 10:22
Sample (adjusted): 1981 2014
Included observations: 34 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

ECM_RRRPL(-1) -0.735735 0.167225 -4.399683 0.0001


C -0.147292 0.792819 -0.185782 0.8538

R-squared 0.376913 Mean dependent var -0.135868


Adjusted R-squared 0.357442 S.D. dependent var 5.767068
S.E. of regression 4.622866 Akaike info criterion 5.956929
Sum squared resid 683.8685 Schwarz criterion 6.046715
Log likelihood -99.26780 Hannan-Quinn criter. 5.987549
F-statistic 19.35721 Durbin-Watson stat 2.105525
Prob(F-statistic) 0.000113

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


200

7. Persamaan log(EXR)

Null Hypothesis: ECM_EXR has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.893654 0.0055


Test critical values: 1% level -3.653730
5% level -2.957110
10% level -2.617434

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation


Dependent Variable: D(ECM_EXR)
Method: Least Squares
Date: 03/14/17 Time: 10:23
Sample (adjusted): 1983 2014
Included observations: 32 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

ECM_EXR(-1) -0.688905 0.176930 -3.893654 0.0005


C -0.001761 0.040230 -0.043770 0.9654

R-squared 0.335703 Mean dependent var -0.006941


Adjusted R-squared 0.313560 S.D. dependent var 0.274525
S.E. of regression 0.227449 Akaike info criterion -0.063323
Sum squared resid 1.551987 Schwarz criterion 0.028286
Log likelihood 3.013165 Hannan-Quinn criter. -0.032957
F-statistic 15.16054 Durbin-Watson stat 1.880146
Prob(F-statistic) 0.000511

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


201

8. Persamaan BOPRI

Null Hypothesis: ECM_BOPRI has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 6 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.379238 0.0205


Test critical values: 1% level -3.689194
5% level -2.971853
10% level -2.625121

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation


Dependent Variable: D(ECM_BOPRI)
Method: Least Squares
Date: 03/14/17 Time: 10:24
Sample (adjusted): 1987 2014
Included observations: 28 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

ECM_BOPRI(-1) -1.323635 0.391696 -3.379238 0.0030


D(ECM_BOPRI(-1)) 0.539781 0.341322 1.581440 0.1295
D(ECM_BOPRI(-2)) 0.588827 0.327118 1.800044 0.0870
D(ECM_BOPRI(-3)) 0.368963 0.334034 1.104567 0.2825
D(ECM_BOPRI(-4)) 1.032344 0.285297 3.618487 0.0017
D(ECM_BOPRI(-5)) 0.824657 0.280390 2.941105 0.0081
D(ECM_BOPRI(-6)) 0.593856 0.263623 2.252671 0.0357
C 921.8333 1343.330 0.686230 0.5004

R-squared 0.690192 Mean dependent var -182.5237


Adjusted R-squared 0.581759 S.D. dependent var 10465.65
S.E. of regression 6768.298 Akaike info criterion 20.71284
Sum squared resid 9.16E+08 Schwarz criterion 21.09347
Log likelihood -281.9798 Hannan-Quinn criter. 20.82921
F-statistic 6.365153 Durbin-Watson stat 1.877850
Prob(F-statistic) 0.000507

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


202

9. Persamaan log (IMPRI)

Null Hypothesis: ECM_IMPRI has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.802822 0.0066


Test critical values: 1% level -3.639407
5% level -2.951125
10% level -2.614300

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation


Dependent Variable: D(ECM_IMPRI)
Method: Least Squares
Date: 03/14/17 Time: 10:25
Sample (adjusted): 1981 2014
Included observations: 34 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

ECM_IMPRI(-1) -0.620537 0.163178 -3.802822 0.0006


C -0.003510 0.026329 -0.133315 0.8948

R-squared 0.311257 Mean dependent var -0.004815


Adjusted R-squared 0.289734 S.D. dependent var 0.182149
S.E. of regression 0.153511 Akaike info criterion -0.853071
Sum squared resid 0.754097 Schwarz criterion -0.763285
Log likelihood 16.50221 Hannan-Quinn criter. -0.822451
F-statistic 14.46145 Durbin-Watson stat 1.852449
Prob(F-statistic) 0.000607

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


203

10. Persamaan log(expri)

Null Hypothesis: ECM_EXPRI has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.561645 0.0009


Test critical values: 1% level -3.646342
5% level -2.954021
10% level -2.615817

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation


Dependent Variable: D(ECM_EXPRI)
Method: Least Squares
Date: 03/14/17 Time: 10:26
Sample (adjusted): 1982 2014
Included observations: 33 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

ECM_EXPRI(-1) -0.811073 0.177803 -4.561645 0.0001


C -0.003604 0.019487 -0.184929 0.8545

R-squared 0.401644 Mean dependent var -0.006633


Adjusted R-squared 0.382342 S.D. dependent var 0.142357
S.E. of regression 0.111880 Akaike info criterion -1.484093
Sum squared resid 0.388029 Schwarz criterion -1.393395
Log likelihood 26.48753 Hannan-Quinn criter. -1.453576
F-statistic 20.80861 Durbin-Watson stat 1.919360
Prob(F-statistic) 0.000075

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


204

11. Persamaan log(INVSRI)

Null Hypothesis: ECM_INVSRI has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.157154 0.0002


Test critical values: 1% level -3.646342
5% level -2.954021
10% level -2.615817

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation


Dependent Variable: D(ECM_INVSRI)
Method: Least Squares
Date: 03/14/17 Time: 10:27
Sample (adjusted): 1982 2014
Included observations: 33 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

ECM_INVSRI(-1) -0.919454 0.178287 -5.157154 0.0000


C 0.011140 0.109736 0.101515 0.9198

R-squared 0.461770 Mean dependent var 0.004912


Adjusted R-squared 0.444408 S.D. dependent var 0.845676
S.E. of regression 0.630350 Akaike info criterion 1.973608
Sum squared resid 12.31757 Schwarz criterion 2.064306
Log likelihood -30.56454 Hannan-Quinn criter. 2.004125
F-statistic 26.59624 Durbin-Watson stat 1.699263
Prob(F-statistic) 0.000014

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


205

LAMPIRAN IV

Uji autokorelasi

1. Persamaan log(PDBRI)

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.085946 Prob. F(2,27) 0.9179


Obs*R-squared 0.221413 Prob. Chi-Square(2) 0.8952

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 02/03/17 Time: 14:45
Sample: 1980 2014
Included observations: 35
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.038155 0.374872 -0.101782 0.9197


LOG(GE) 0.007811 0.033229 0.235072 0.8159
LOG(HCRI) 0.004118 0.049409 0.083337 0.9342
LOG(JUBRI) -0.010274 0.052023 -0.197497 0.8449
LOG(EXR) 0.000230 0.028378 0.008089 0.9936
BOPRI1 -7.94E-08 7.35E-07 -0.107908 0.9149
RESID(-1) 0.062267 0.201980 0.308283 0.7602
RESID(-2) 0.090637 0.295871 0.306339 0.7617

R-squared 0.006326 Mean dependent var 1.59E-18


Adjusted R-squared -0.251293 S.D. dependent var 0.031446
S.E. of regression 0.035176 Akaike info criterion -3.659273
Sum squared resid 0.033408 Schwarz criterion -3.303765
Log likelihood 72.03728 Hannan-Quinn criter. -3.536552
F-statistic 0.024556 Durbin-Watson stat 1.848014
Prob(F-statistic) 0.999980

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


206

2. Persamaan log(GE)

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.023068 Prob. F(2,29) 0.9772


Obs*R-squared 0.055533 Prob. Chi-Square(2) 0.9726

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 01/09/17 Time: 22:06
Sample: 1980 2014
Included observations: 35
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LOG(PDBRI) -0.001837 0.043604 -0.042125 0.9667


LOG(JUBRI) -0.005578 0.112177 -0.049725 0.9607
LOG(EXR) 0.010846 0.192125 0.056454 0.9554
INFRI -8.18E-05 0.006203 -0.013193 0.9896
RESID(-1) 0.036788 0.190553 0.193057 0.8483
RESID(-2) 0.017787 0.194108 0.091635 0.9276

R-squared 0.001587 Mean dependent var 0.000358


Adjusted R-squared -0.170554 S.D. dependent var 0.276038
S.E. of regression 0.298651 Akaike info criterion 0.575724
Sum squared resid 2.586582 Schwarz criterion 0.842355
Log likelihood -4.075163 Hannan-Quinn criter. 0.667765
Durbin-Watson stat 2.004663

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


207

3. Persamaan log(CSRRL)

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.650074 Prob. F(2,28) 0.5297


Obs*R-squared 1.508697 Prob. Chi-Square(2) 0.4703

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 01/09/17 Time: 22:07
Sample: 1981 2014
Included observations: 34
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.073179 0.300798 -0.243284 0.8096


LOG(YDRI) 0.017162 0.052317 0.328035 0.7453
RRRPL -0.000226 0.000665 -0.339141 0.7370
LOG(CSRRL(-1)) -0.012055 0.036202 -0.332979 0.7416
RESID(-1) 0.172372 0.194208 0.887564 0.3823
RESID(-2) 0.128357 0.199675 0.642832 0.5256

R-squared 0.044373 Mean dependent var 1.36E-15


Adjusted R-squared -0.126274 S.D. dependent var 0.026611
S.E. of regression 0.028241 Akaike info criterion -4.137305
Sum squared resid 0.022331 Schwarz criterion -3.867947
Log likelihood 76.33418 Hannan-Quinn criter. -4.045446
F-statistic 0.260030 Durbin-Watson stat 1.589551
Prob(F-statistic) 0.931043

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


208

4. Persamaan INFRI

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 3.717991 Prob. F(2,26) 0.0380


Obs*R-squared 7.783811 Prob. Chi-Square(2) 0.0204

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 03/14/17 Time: 10:29
Sample: 1980 2014
Included observations: 35
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -62.33644 74.65760 -0.834965 0.4113


EXINFRI -0.132843 0.169711 -0.782760 0.4408
LOG(JUBRI) 5.000718 11.52546 0.433884 0.6680
LOG(GE) 2.322498 5.136248 0.452178 0.6549
LOG(EXR) -0.118476 2.737981 -0.043271 0.9658
RRRPL 0.083582 0.122900 0.680083 0.5025
@TREND -1.157334 1.460634 -0.792350 0.4353
RESID(-1) 0.521584 0.256157 2.036189 0.0520
RESID(-2) -0.510204 0.217831 -2.342204 0.0271

R-squared 0.222395 Mean dependent var -2.38E-14


Adjusted R-squared -0.016869 S.D. dependent var 3.766756
S.E. of regression 3.798393 Akaike info criterion 5.724068
Sum squared resid 375.1226 Schwarz criterion 6.124014
Log likelihood -91.17118 Hannan-Quinn criter. 5.862129
F-statistic 0.929498 Durbin-Watson stat 1.945443
Prob(F-statistic) 0.509176

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


209

5. Persamaan log(JUBRI)

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 4.156829 Prob. F(2,27) 0.0267


Obs*R-squared 8.239816 Prob. Chi-Square(2) 0.0162

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 01/24/17 Time: 09:09
Sample: 1980 2014
Included observations: 35
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.398952 1.773818 -0.224912 0.8237


LOG(PDBRI) 0.040922 0.167970 0.243625 0.8094
LOG(GE) -0.008415 0.059467 -0.141502 0.8885
LOG(EXR) -0.009311 0.051557 -0.180602 0.8580
INFRI 0.002445 0.004211 0.580583 0.5663
RRRPL -0.001869 0.005210 -0.358641 0.7227
RESID(-1) 0.492814 0.191519 2.573187 0.0159
RESID(-2) -0.355622 0.186981 -1.901917 0.0679

R-squared 0.235423 Mean dependent var 1.29E-15


Adjusted R-squared 0.037200 S.D. dependent var 0.094212
S.E. of regression 0.092443 Akaike info criterion -1.726823
Sum squared resid 0.230733 Schwarz criterion -1.371314
Log likelihood 38.21940 Hannan-Quinn criter. -1.604101
F-statistic 1.187665 Durbin-Watson stat 2.048308
Prob(F-statistic) 0.342692

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


210

6. Persamaan RRRPL

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 1.365822 Prob. F(2,30) 0.2706


Obs*R-squared 2.920951 Prob. Chi-Square(2) 0.2321

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 03/14/17 Time: 10:30
Sample: 1980 2014
Included observations: 35
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.094360 2.533818 0.037240 0.9705


SBIRI 0.446683 17.59807 0.025383 0.9799
RN -0.013565 0.255606 -0.053070 0.9580
RESID(-1) 0.233222 0.182284 1.279447 0.2105
RESID(-2) 0.120208 0.183052 0.656687 0.5164

R-squared 0.083456 Mean dependent var 8.22E-16


Adjusted R-squared -0.038750 S.D. dependent var 4.741911
S.E. of regression 4.832912 Akaike info criterion 6.120339
Sum squared resid 700.7113 Schwarz criterion 6.342532
Log likelihood -102.1059 Hannan-Quinn criter. 6.197040
F-statistic 0.682911 Durbin-Watson stat 1.962503
Prob(F-statistic) 0.609310

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


211

7. Persamaan Log(EXR)

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 2.175056 Prob. F(2,25) 0.1346


Obs*R-squared 4.891079 Prob. Chi-Square(2) 0.0867

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 03/14/17 Time: 10:31
Sample: 1982 2014
Included observations: 33
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -1.765790 3.761637 -0.469421 0.6428


LOG(PDBRI(-2)) 0.098127 0.342323 0.286649 0.7767
INFRI -0.009576 0.011536 -0.830135 0.4143
RRRPL 0.006811 0.013859 0.491449 0.6274
IRF 0.020846 0.031014 0.672162 0.5076
LOG(IMPRI) 0.022219 0.156122 0.142315 0.8880
RESID(-1) 0.480764 0.231628 2.075587 0.0484
RESID(-2) -0.131716 0.243755 -0.540364 0.5937

R-squared 0.148215 Mean dependent var -1.51E-16


Adjusted R-squared -0.090285 S.D. dependent var 0.231319
S.E. of regression 0.241536 Akaike info criterion 0.203621
Sum squared resid 1.458492 Schwarz criterion 0.566411
Log likelihood 4.640250 Hannan-Quinn criter. 0.325689
F-statistic 0.621445 Durbin-Watson stat 2.077720
Prob(F-statistic) 0.733293

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


212

8. Persamaan BOPRI

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 2.788746 Prob. F(2,28) 0.0786


Obs*R-squared 5.813782 Prob. Chi-Square(2) 0.0546

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 03/14/17 Time: 10:31
Sample: 1980 2014
Included observations: 35
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 2077.749 24041.43 0.086424 0.9317


LOG(EXR) -466.7524 5352.938 -0.087196 0.9311
LOG(GE) 164.5954 3667.055 0.044885 0.9645
GWJPG -218.5628 874.0759 -0.250050 0.8044
SBIRI 1942.565 45422.16 0.042767 0.9662
RESID(-1) 0.443759 0.189937 2.336352 0.0269
RESID(-2) -0.217186 0.242151 -0.896903 0.3774

R-squared 0.166108 Mean dependent var 1.63E-11


Adjusted R-squared -0.012583 S.D. dependent var 8947.058
S.E. of regression 9003.173 Akaike info criterion 21.22540
Sum squared resid 2.27E+09 Schwarz criterion 21.53647
Log likelihood -364.4445 Hannan-Quinn criter. 21.33278
F-statistic 0.929582 Durbin-Watson stat 1.917957
Prob(F-statistic) 0.489230

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


213

9. Persamaan log(IMPRI)

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 3.361925 Prob. F(2,28) 0.0491


Obs*R-squared 6.777323 Prob. Chi-Square(2) 0.0338

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 03/14/17 Time: 10:32
Sample: 1980 2014
Included observations: 35
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -1.573816 2.722430 -0.578093 0.5678


INFRI -0.001569 0.003403 -0.461081 0.6483
LOG(GE) -0.061862 0.081530 -0.758758 0.4543
LOG(EXR) 0.031894 0.086483 0.368792 0.7151
LOG(PDBRI) 0.145997 0.251777 0.579866 0.5666
RESID(-1) 0.505046 0.194924 2.590988 0.0150
RESID(-2) -0.193432 0.189999 -1.018067 0.3174

R-squared 0.193638 Mean dependent var -2.43E-15


Adjusted R-squared 0.020846 S.D. dependent var 0.161817
S.E. of regression 0.160122 Akaike info criterion -0.648907
Sum squared resid 0.717892 Schwarz criterion -0.337837
Log likelihood 18.35586 Hannan-Quinn criter. -0.541525
F-statistic 1.120642 Durbin-Watson stat 1.858038
Prob(F-statistic) 0.375810

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


214

10. Persamaan log(EXPRI)

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.600212 Prob. F(2,26) 0.5561


Obs*R-squared 1.500506 Prob. Chi-Square(2) 0.4722

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 03/14/17 Time: 10:32
Sample: 1981 2014
Included observations: 34
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.227509 0.835368 0.272346 0.7875


LOG(EXPRI(-1)) -0.035741 0.091062 -0.392495 0.6979
LOG(EXR) 0.022630 0.059174 0.382433 0.7052
IRDRI -0.001751 0.008187 -0.213883 0.8323
GWJPG 0.002018 0.013686 0.147478 0.8839
KRISRI -0.004988 0.074614 -0.066850 0.9472
RESID(-1) 0.236812 0.218527 1.083672 0.2885
RESID(-2) 0.049234 0.225359 0.218468 0.8288

R-squared 0.044133 Mean dependent var -1.83E-15


Adjusted R-squared -0.213216 S.D. dependent var 0.111679
S.E. of regression 0.123011 Akaike info criterion -1.150769
Sum squared resid 0.393422 Schwarz criterion -0.791625
Log likelihood 27.56307 Hannan-Quinn criter. -1.028291
F-statistic 0.171489 Durbin-Watson stat 1.978165
Prob(F-statistic) 0.988889

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


215

11. Persamaan log(INVSRI)

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 1.016249 Prob. F(2,27) 0.3754


Obs*R-squared 2.380261 Prob. Chi-Square(2) 0.3042

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 03/14/17 Time: 10:33
Sample: 1981 2014
Included observations: 34
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 3.963396 9.594223 0.413102 0.6828


LOG(INVSRI(-1)) 0.066299 0.144381 0.459192 0.6498
LOG(PDBRI) -0.294777 0.791255 -0.372544 0.7124
LOG(EXR) -0.024161 0.293500 -0.082319 0.9350
IRF -0.023535 0.061935 -0.379995 0.7069
RESID(-1) 0.046266 0.228612 0.202378 0.8411
RESID(-2) -0.297904 0.224397 -1.327577 0.1954

R-squared 0.070008 Mean dependent var 7.64E-16


Adjusted R-squared -0.136657 S.D. dependent var 0.616733
S.E. of regression 0.657525 Akaike info criterion 2.180573
Sum squared resid 11.67315 Schwarz criterion 2.494824
Log likelihood -30.06974 Hannan-Quinn criter. 2.287741
F-statistic 0.338750 Durbin-Watson stat 2.121682
Prob(F-statistic) 0.910221

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


216

Lampiran V
Hasil Estimasi Long Run dan Short Run
1. Persamaan Long Run PDBRI

Dependent Variable: LOG(PDBRI)


Method: Least Squares
Date: 02/03/17 Time: 13:52
Sample: 1980 2014
Included observations: 35

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 7.894865 0.344494 22.91725 0.0000


LOG(GE) 0.028405 0.022429 1.266427 0.2154
LOG(HCRI) 0.415211 0.046142 8.998468 0.0000
LOG(JUBRI) 0.122930 0.039862 3.083873 0.0045
LOG(EXR) -0.202201 0.027463 -7.362737 0.0000
BOPRI1 -2.60E-07 6.86E-07 -0.379672 0.7070

R-squared 0.995671 Mean dependent var 14.06102


Adjusted R-squared 0.994925 S.D. dependent var 0.477942
S.E. of regression 0.034049 Akaike info criterion -3.767213
Sum squared resid 0.033621 Schwarz criterion -3.500582
Log likelihood 71.92622 Hannan-Quinn criter. -3.675172
F-statistic 1334.012 Durbin-Watson stat 1.758495
Prob(F-statistic) 0.000000

2. Persamaan Short Run PDBRI

Dependent Variable: D(LOG(PDBRI))


Method: Least Squares
Date: 02/03/17 Time: 14:09
Sample (adjusted): 1981 2014
Included observations: 34 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

ECM_PDBRI(-1) -1.028027 0.140595 -7.311983 0.0000


D(LOG(GE)) 0.022254 0.012614 1.764307 0.0886
D(LOG(HCRI)) 0.309322 0.054123 5.715170 0.0000
D(LOG(JUBRI)) 0.119322 0.043214 2.761167 0.0101
D(LOG(EXR)) -0.093390 0.027107 -3.445274 0.0018
D(BOPRI1) 3.82E-07 4.76E-07 0.802989 0.4287

R-squared 0.638725 Mean dependent var 0.048445


Adjusted R-squared 0.574212 S.D. dependent var 0.036926
S.E. of regression 0.024095 Akaike info criterion -4.454852
Sum squared resid 0.016256 Schwarz criterion -4.185494
Log likelihood 81.73249 Hannan-Quinn criter. -4.362993
Durbin-Watson stat 1.527743

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


217

3. Persamaan Long Run GE

Dependent Variable: LOG(GE)


Method: Least Squares
Date: 12/31/16 Time: 12:21
Sample: 1980 2014
Included observations: 35

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LOG(PDBRI) 0.050032 0.041168 1.215312 0.2334


LOG(JUBRI) 1.057160 0.105540 10.01670 0.0000
LOG(EXR) -0.089133 0.179038 -0.497847 0.6221
INFRI -0.005252 0.005873 -0.894229 0.3781

R-squared 0.973358 Mean dependent var 11.73781


Adjusted R-squared 0.970780 S.D. dependent var 1.691162
S.E. of regression 0.289086 Akaike info criterion 0.463028
Sum squared resid 2.590697 Schwarz criterion 0.640782
Log likelihood -4.102982 Hannan-Quinn criter. 0.524388
Durbin-Watson stat 1.927874

4. Persamaan Short Run GE

Dependent Variable: D(LOG(GE))


Method: Least Squares
Date: 12/31/16 Time: 12:24
Sample (adjusted): 1981 2014
Included observations: 34 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.111011 0.127778 -0.868781 0.3924


ECM_IS_GE(-1) -0.971365 0.148425 -6.544506 0.0000
D(LOG(PDBRI)) 3.446897 1.280620 2.691584 0.0119
D(LOG(JUBRI)) 0.668033 0.576065 1.159648 0.2560
D(LOG(EXR)) 0.066240 0.267373 0.247742 0.8061
D(INFRI) 0.015394 0.004086 3.767755 0.0008

R-squared 0.747357 Mean dependent var 0.160249


Adjusted R-squared 0.702242 S.D. dependent var 0.382829
S.E. of regression 0.208899 Akaike info criterion -0.135144
Sum squared resid 1.221889 Schwarz criterion 0.134213
Log likelihood 8.297454 Hannan-Quinn criter. -0.043286
F-statistic 16.56564 Durbin-Watson stat 1.035672
Prob(F-statistic) 0.000000

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


218

5. Persamaan Long Run CSRRL

Dependent Variable: LOG(CSRRL)


Method: Least Squares
Date: 10/02/16 Time: 12:03
Sample (adjusted): 1981 2014
Included observations: 34 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.366972 0.288788 -1.270732 0.2136


LOG(YDRI) 0.152422 0.049187 3.098792 0.0042
RRRPL -0.002325 0.000626 -3.712462 0.0008
LOG(CSRRL(-1)) 0.875749 0.034032 25.73342 0.0000

R-squared 0.996732 Mean dependent var 13.52463


Adjusted R-squared 0.996406 S.D. dependent var 0.465521
S.E. of regression 0.027910 Akaike info criterion -4.209564
Sum squared resid 0.023368 Schwarz criterion -4.029992
Log likelihood 75.56259 Hannan-Quinn criter. -4.148325
F-statistic 3050.309 Durbin-Watson stat 1.271571
Prob(F-statistic) 0.000000

6. Persamaan Short Run CSRRL

Dependent Variable: D(LOG(CSRRL))


Method: Least Squares
Date: 10/02/16 Time: 12:04
Sample (adjusted): 1982 2014
Included observations: 33 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.004778 0.012559 -0.380451 0.7065


ECM_KONS(-1) -0.888716 0.277165 -3.206445 0.0034
D(LOG(YDRI)) 0.138138 0.075831 1.821656 0.0792
D(RRRPL) -0.002234 0.000789 -2.830228 0.0085
D(LOG(CSRRL(-1))) 0.926417 0.255686 3.623260 0.0011

R-squared 0.525342 Mean dependent var 0.046019


Adjusted R-squared 0.457534 S.D. dependent var 0.029996
S.E. of regression 0.022093 Akaike info criterion -4.648401
Sum squared resid 0.013667 Schwarz criterion -4.421658
Log likelihood 81.69862 Hannan-Quinn criter. -4.572109
F-statistic 7.747471 Durbin-Watson stat 1.701332
Prob(F-statistic) 0.000246

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


219

7. Persamaan Long Run INFRI

Dependent Variable: INFRI


Method: Least Squares
Date: 03/11/17 Time: 21:52
Sample: 1980 2014
Included observations: 35

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -198.9129 77.45730 -2.568034 0.0159


EXINFRI 0.252502 0.169700 1.487928 0.1479
LOG(JUBRI) 14.47259 12.43375 1.163976 0.2543
LOG(GE) 10.39017 5.413557 1.919287 0.0652
LOG(EXR) -4.358922 2.946703 -1.479254 0.1502
RRRPL 1.111660 0.119878 9.273257 0.0000
@TREND -3.369099 1.521427 -2.214433 0.0351

R-squared 0.830319 Mean dependent var 10.10895


Adjusted R-squared 0.793959 S.D. dependent var 9.144315
S.E. of regression 4.150763 Akaike info criterion 5.861318
Sum squared resid 482.4074 Schwarz criterion 6.172388
Log likelihood -95.57307 Hannan-Quinn criter. 5.968699
F-statistic 22.83596 Durbin-Watson stat 1.538043
Prob(F-statistic) 0.000000

Persamaan Short Run INFRI

Dependent Variable: D(INFRI)


Method: Least Squares
Date: 03/11/17 Time: 21:53
Sample (adjusted): 1981 2014
Included observations: 34 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

ECM_INFRI(-1) -0.615790 0.216061 -2.850074 0.0081


D(EXINFRI) 0.081018 0.162168 0.499593 0.6213
D(LOG(JUBRI)) 4.900732 6.263039 0.782485 0.4405
D(LOG(GE)) 2.336967 5.213017 0.448295 0.6574
D(LOG(EXR)) -7.845544 4.536650 -1.729370 0.0948
D(RRRPL) 1.385366 0.100119 13.83720 0.0000

R-squared 0.921161 Mean dependent var -0.341830


Adjusted R-squared 0.907082 S.D. dependent var 12.00058
S.E. of regression 3.658064 Akaike info criterion 5.590530
Sum squared resid 374.6800 Schwarz criterion 5.859888
Log likelihood -89.03901 Hannan-Quinn criter. 5.682389
Durbin-Watson stat 1.727492

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


220

8. Persamaan Long Run (JUBRI)

Dependent Variable: LOG(JUBRI)


Method: Least Squares
Date: 01/24/17 Time: 09:10
Sample: 1980 2014
Included observations: 35

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -21.94372 1.846812 -11.88195 0.0000


LOG(PDBRI) 2.009171 0.175076 11.47601 0.0000
LOG(GE) 0.120200 0.062266 1.930418 0.0634
LOG(EXR) 0.445501 0.056551 7.877882 0.0000
INFRI 0.021397 0.004441 4.818144 0.0000
RRRPL -0.029353 0.005673 -5.174540 0.0000

R-squared 0.996669 Mean dependent var 11.18049


Adjusted R-squared 0.996095 S.D. dependent var 1.632387
S.E. of regression 0.102011 Akaike info criterion -1.572675
Sum squared resid 0.301779 Schwarz criterion -1.306044
Log likelihood 33.52182 Hannan-Quinn criter. -1.480634
F-statistic 1735.464 Durbin-Watson stat 1.333627
Prob(F-statistic) 0.000000

10. Persamaan Short Run (JUBRI)

Dependent Variable: D(LOG(JUBRI))


Method: Least Squares
Date: 01/24/17 Time: 08:43
Sample (adjusted): 1981 2014
Included observations: 34 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

ECM_JUBRI(-1) -0.587267 0.178292 -3.293853 0.0027


D(LOG(PDBRI)) 1.868608 0.304382 6.139020 0.0000
D(LOG(GE)) 0.065106 0.048466 1.343338 0.1899
D(LOG(EXR)) 0.354316 0.092731 3.820888 0.0007
D(INFRI) 0.015516 0.003998 3.880631 0.0006
D(RRRPL) -0.021916 0.006129 -3.575883 0.0013

R-squared -0.089471 Mean dependent var 0.152940


Adjusted R-squared -0.284019 S.D. dependent var 0.074493
S.E. of regression 0.084411 Akaike info criterion -1.947455
Sum squared resid 0.199506 Schwarz criterion -1.678097
Log likelihood 39.10674 Hannan-Quinn criter. -1.855596
Durbin-Watson stat 1.270518

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


221

11. Persamaan Long Run Suku Bunga (RRRPL)

Dependent Variable: RRRPL


Method: Least Squares
Date: 03/06/17 Time: 17:47
Sample: 1980 2014
Included observations: 35

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -4.598150 2.539531 -1.810630 0.0796


SBIRI 64.59030 17.72339 3.644354 0.0009
RN 0.831097 0.258193 3.218903 0.0029

R-squared 0.659062 Mean dependent var 14.14800


Adjusted R-squared 0.637754 S.D. dependent var 8.121121
S.E. of regression 4.887850 Akaike info criterion 6.093198
Sum squared resid 764.5144 Schwarz criterion 6.226514
Log likelihood -103.6310 Hannan-Quinn criter. 6.139219
F-statistic 30.92942 Durbin-Watson stat 1.436437
Prob(F-statistic) 0.000000

12. Persamaan Short Run Suku Bunga (RRRPL)

Dependent Variable: D(RRRPL)


Method: Least Squares
Date: 01/05/17 Time: 20:48
Sample (adjusted): 1981 2014
Included observations: 34 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

ECM_RRRPL(-1) -0.554404 0.182772 -3.033303 0.0050


D(LOG(JUBRI)) 0.501049 1.907688 0.262647 0.7946
D(INFRI) 0.587758 0.028362 20.72348 0.0000
D(SBIRI) 0.604161 0.105578 5.722420 0.0000

R-squared 0.949591 Mean dependent var -0.188824


Adjusted R-squared 0.944550 S.D. dependent var 7.760568
S.E. of regression 1.827437 Akaike info criterion 4.153837
Sum squared resid 100.1858 Schwarz criterion 4.333409
Log likelihood -66.61524 Hannan-Quinn criter. 4.215077
Durbin-Watson stat 1.603260

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


222

13. Persamaan Long Run Nilai Tukar (EXR)

Dependent Variable: LOG(EXR)


Method: Least Squares
Date: 03/11/17 Time: 12:08
Sample (adjusted): 1982 2014
Included observations: 33 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -29.01416 3.810582 -7.614103 0.0000


LOG(PDBRI(-2)) 3.264394 0.352409 9.263088 0.0000
INFRI 0.016985 0.010718 1.584664 0.1247
RRRPL -0.028624 0.012559 -2.279094 0.0308
IRF 0.019085 0.029300 0.651374 0.5203
LOG(IMPRI) -0.786777 0.153863 -5.113494 0.0000

R-squared 0.935328 Mean dependent var 8.325040


Adjusted R-squared 0.923351 S.D. dependent var 0.909605
S.E. of regression 0.251829 Akaike info criterion 0.242830
Sum squared resid 1.712277 Schwarz criterion 0.514922
Log likelihood 1.993311 Hannan-Quinn criter. 0.334380
F-statistic 78.09794 Durbin-Watson stat 1.365333
Prob(F-statistic) 0.000000

14. Persamaan Short Run Nilai Tukar (EXR)

Dependent Variable: DLOG(EXR)


Method: Least Squares
Date: 03/11/17 Time: 12:12
Sample (adjusted): 1983 2014
Included observations: 32 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

ECM_EXR(-1) -0.541909 0.143534 -3.775480 0.0008


D(LOG(PDBRI(-2))) 0.979123 0.483845 2.023627 0.0534
D(INFRI) 0.007890 0.007606 1.037344 0.3091
D(RRRPL) -0.002826 0.011593 -0.243774 0.8093
D(IRF) -0.037293 0.020113 -1.854225 0.0751
D(LOG(IMPRI)) -0.189294 0.134136 -1.411215 0.1700

R-squared 0.405543 Mean dependent var 0.088859


Adjusted R-squared 0.291224 S.D. dependent var 0.178827
S.E. of regression 0.150552 Akaike info criterion -0.781652
Sum squared resid 0.589316 Schwarz criterion -0.506826
Log likelihood 18.50643 Hannan-Quinn criter. -0.690555
Durbin-Watson stat 1.537966

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


223

Persamaan Long Run Balance of Payment (BOP)

Dependent Variable: BOPRI1


Method: Least Squares
Date: 03/12/17 Time: 10:08
Sample: 1980 2014
Included observations: 35

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -13430.62 23345.24 -0.575304 0.5694


LOG(EXR) 23676.12 5659.072 4.183745 0.0002
LOG(GE) -12970.36 3835.149 -3.381971 0.0020
GWJPG 224.0008 823.3839 0.272049 0.7874
SBIRI -107277.9 44879.73 -2.390341 0.0233

R-squared 0.444746 Mean dependent var 13531.89


Adjusted R-squared 0.370712 S.D. dependent var 12007.00
S.E. of regression 9524.871 Akaike info criterion 21.29276
Sum squared resid 2.72E+09 Schwarz criterion 21.51496
Log likelihood -367.6234 Hannan-Quinn criter. 21.36946
F-statistic 6.007338 Durbin-Watson stat 1.194271
Prob(F-statistic) 0.001128

Persamaan Short Run Balance of Payment (BOP)

Dependent Variable: D((BOPRI1))


Method: Least Squares
Date: 03/12/17 Time: 10:09
Sample (adjusted): 1981 2014
Included observations: 34 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

ECM_BOPRI(-1) -0.592430 0.168407 -3.517838 0.0015


D(LOG(EXR)) 4930.959 9335.953 0.528169 0.6014
D(LOG(GE)) -4040.783 4223.199 -0.956806 0.3466
D(GWJPG) -198.7861 553.4974 -0.359146 0.7221
D(SBIRI) -67408.78 45336.56 -1.486853 0.1478

R-squared 0.313046 Mean dependent var -450.3765


Adjusted R-squared 0.218294 S.D. dependent var 9254.575
S.E. of regression 8182.356 Akaike info criterion 20.99240
Sum squared resid 1.94E+09 Schwarz criterion 21.21687
Log likelihood -351.8708 Hannan-Quinn criter. 21.06895
Durbin-Watson stat 1.764096

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


224

15. Persamaan Long Run Impor (IMPRI)

Dependent Variable: LOG(IMPRI)


Method: Least Squares
Date: 03/12/17 Time: 11:11
Sample: 1980 2014
Included observations: 35

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -14.14155 2.802044 -5.046868 0.0000


INFRI 0.003779 0.003563 1.060716 0.2973
LOG(GE) 0.358294 0.081809 4.379612 0.0001
LOG(EXR) -0.676914 0.091768 -7.376395 0.0000
LOG(PDBRI) 1.845558 0.259334 7.116530 0.0000

R-squared 0.967527 Mean dependent var 10.48952


Adjusted R-squared 0.963198 S.D. dependent var 0.897980
S.E. of regression 0.172268 Akaike info criterion -0.547970
Sum squared resid 0.890285 Schwarz criterion -0.325777
Log likelihood 14.58947 Hannan-Quinn criter. -0.471269
F-statistic 223.4640 Durbin-Watson stat 1.230703
Prob(F-statistic) 0.000000

16. Persamaan Short Run Impor (IMPRI)

Dependent Variable: D(LOG(IMPRI))


Method: Least Squares
Date: 03/12/17 Time: 11:12
Sample (adjusted): 1981 2014
Included observations: 34 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

ECM_IMPRI(-1) -0.579339 0.164085 -3.530729 0.0014


D(INFRI) -0.001768 0.002669 -0.662624 0.5128
D(LOG(GE)) 0.287535 0.082035 3.505040 0.0015
D(LOG(EXR)) -0.369160 0.154340 -2.391861 0.0235
D(LOG(PDBRI)) 1.484209 0.514757 2.883318 0.0073

R-squared 0.566077 Mean dependent var 0.082354


Adjusted R-squared 0.506226 S.D. dependent var 0.203961
S.E. of regression 0.143322 Akaike info criterion -0.912399
Sum squared resid 0.595691 Schwarz criterion -0.687934
Log likelihood 20.51078 Hannan-Quinn criter. -0.835850
Durbin-Watson stat 1.786421

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


225

17. Persamaan Long Run Ekspor (EXPRI)

Dependent Variable: LOG(EXPRI)


Method: Least Squares
Date: 03/11/17 Time: 22:13
Sample (adjusted): 1981 2014
Included observations: 34 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.187480 0.762878 0.245753 0.8077


LOG(EXPRI(-1)) 0.905459 0.079086 11.44902 0.0000
LOG(EXR) 0.117592 0.053347 2.204274 0.0359
IRDRI -0.004558 0.007712 -0.591059 0.5592
GWJPG 0.013031 0.013366 0.974891 0.3380
KRISRI -0.081721 0.073403 -1.113310 0.2750

R-squared 0.979942 Mean dependent var 10.84794


Adjusted R-squared 0.976360 S.D. dependent var 0.788546
S.E. of regression 0.121241 Akaike info criterion -1.223280
Sum squared resid 0.411586 Schwarz criterion -0.953922
Log likelihood 26.79576 Hannan-Quinn criter. -1.131421
F-statistic 273.5874 Durbin-Watson stat 1.579121
Prob(F-statistic) 0.000000

18. Persamaan Short Run Ekspor (EXPRI)

Dependent Variable: D(LOG(EXPRI))


Method: Least Squares
Date: 03/11/17 Time: 22:14
Sample (adjusted): 1982 2014
Included observations: 33 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

ECM_EXPRI(-1) -0.905024 0.296496 -3.052394 0.0051


D(LOG(EXPRI(-1))) 1.026635 0.240723 4.264788 0.0002
D(LOG(EXR)) 0.008376 0.112034 0.074760 0.9410
D(IRDRI) -0.009535 0.007228 -1.319238 0.1982
D(GWJPG) 0.021800 0.009143 2.384293 0.0244
D(KRISRI) -0.000399 0.066155 -0.006032 0.9952

R-squared 0.380071 Mean dependent var 0.058937


Adjusted R-squared 0.265270 S.D. dependent var 0.130693
S.E. of regression 0.112025 Akaike info criterion -1.377217
Sum squared resid 0.338842 Schwarz criterion -1.105125
Log likelihood 28.72408 Hannan-Quinn criter. -1.285666
Durbin-Watson stat 1.884214

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


226

19. Persamaan Long Run Investasi (INVSRI)

Dependent Variable: LOG(INVSRI)


Method: Least Squares
Date: 03/14/17 Time: 10:33
Sample (adjusted): 1981 2014
Included observations: 34 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 3.419690 8.770589 0.389904 0.6995


LOG(INVSRI(-1)) 0.818012 0.103242 7.923209 0.0000
LOG(PDBRI) 0.060632 0.727469 0.083347 0.9341
LOG(EXR) -0.191840 0.292235 -0.656459 0.5167
IRF -0.133439 0.059690 -2.235525 0.0332

R-squared 0.881276 Mean dependent var 8.709070


Adjusted R-squared 0.864901 S.D. dependent var 1.789900
S.E. of regression 0.657893 Akaike info criterion 2.135505
Sum squared resid 12.55188 Schwarz criterion 2.359970
Log likelihood -31.30358 Hannan-Quinn criter. 2.212054
F-statistic 53.81614 Durbin-Watson stat 1.823324
Prob(F-statistic) 0.000000

20. Persamaan Short Run Investasi (INVSRI)

Dependent Variable: D(LOG(INVSRI))


Method: Least Squares
Date: 03/14/17 Time: 10:34
Sample (adjusted): 1982 2014
Included observations: 33 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

ECM_INVSRI(-1) -1.128959 0.366864 -3.077323 0.0046


D(LOG(INVSRI(-1))) 0.971025 0.336621 2.884622 0.0075
D(LOG(PDBRI)) 1.958792 1.958535 1.000132 0.3258
D(LOG(EXR)) 0.150925 0.526762 0.286515 0.7766
D(IRF) 0.032475 0.068873 0.471517 0.6409

R-squared 0.381247 Mean dependent var 0.142248


Adjusted R-squared 0.292854 S.D. dependent var 0.683070
S.E. of regression 0.574407 Akaike info criterion 1.867771
Sum squared resid 9.238419 Schwarz criterion 2.094514
Log likelihood -25.81821 Hannan-Quinn criter. 1.944063
Durbin-Watson stat 1.976845

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai