Anda di halaman 1dari 14

A.

Pengertian Respirasi
Menurut Winarno dan Kartakusuma (1981), respirasi adalah suatu proses metabolisme
dengan cara menggunakan oksigen dalam pembakaran senyawa yang lebih kompleks
seperti pati, gula, protein, lemak, dan asam organik, sehingga menghasilkan molekul
yang sederhana seperti CO2, air serta energi dan molekul lain yang dapat digunakan
oleh sel untuk reaksi sintesa.
Respirasi adalah suatu proses biologis, yaitu oksigen diserap untuk digunakan
pada proses pembakaran (oksidatif) yang menghasilkan energi diikuti oleh pengeluaran
sisa pembakaran berupa gas karbondioksida dan air. Substrat yang paling banyak
diperlukan tanaman untuk proses respirasi dalam jaringan tanaman adalah karbohidrat
dan asam-asam organik bila dibandingkan dengan lemak dan protein. respirasi dapat
dibedakan dalam tiga tingkat :
a. pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana,
b. oksidasi gula menjadi asam piruvat dan
c. transformasi piruvat dan asam-asam organik secara aerobic menjadi
karbondioksida, air dan energi. Protein dan lemak dapat pula berperan sebagai
substrat dalam proses pemecahan ini (Paramita, 2010).
Pada hakikatnya, respirasi adalah pemanfaatan energi bebas dalam makanan
menjadi energi bebas yang ditimbun dalam bentuk ATP. Dalam sel, ATP digunakan
sebagai sumber energi bagi seluruh aktivitas hidup yang memerlukan energi. Menurut
Campbell et al (2002), aktivitas hidup yang memerlukan energi antara lain, kerja
mekanis (kontraktil dan motilitas), transpor aktif (mengangkut molekul zat atau ion
yang melawan gradien konsentrasi zat), produksi panas (bagi tubuh burung dan hewan
menyusui). Namun, selain ketiga tujuan tersebut, energi dibutuhkan oleh tubuh untuk
transfer materi genetik dan metabolisme sendiri. Jadi respirasi seluler adalah proses
perombakan molekul organik kompleks yang kaya akan energi potensial menjadi
produk limbah yang berenergi lebih rendah (proses katabolik) pada tingkat seluler.
Pada respirasi sel,oksigen terlibat sebagai reaktan bersama dengan bahan bakarorganik
dan akan menghasilkan air, karbon dioksida, serta produk energi utamanya ATP. ATP
(adenosin trifosfat) memiliki energi untuk aktivitas sel seperti melakukan sintesis
biomolekul dari molekul pemula yang lebih kecil, menjalankan kerja mekanik seperti
pada kontraksi otot, dan mengangkut biomolekul atau ion melalui membran menuju
daerah berkonsentrasi lebih tinggi.
Semua sel aktif terus menerus melakukan respirasi, sering menyerap O2 dan
melepaskan CO2 dalam volume yang sama. Namun respirasi lebih dari pertukaran gas
secara sederhana. Proses keseluruhan dipergunakan oleh tumbuhan untuk
mempertahankan hidup diperoleh dengan cara merombak (katabolisme atau disimilasi)
energi kimia yang terbentuk dalam molekul organik yang disintesis dalam kegiatan
fotosintesa. Proses keseluruhan merupakan rekasi Oksidasi-reduksi, yaitu senyawa
dioksidasi menjadi CO2, sedangkan O2 yang diserap direduksi membentuk
H2O. Pelepasan energi yang menyediakan energi bagi keperluan sel disebut dengan
proses respirasi (Salisbury, 1995) .
B. Penguraian Cadangan Karbohidrat Menjadi Glukosa Dan Koesien
Respirasi
Biasanya respirasi sel-sel tumbuhan berupa oksidasi molekul organik oleh oksigen dari
udara membentuk karbon dioksida dan air. Untuk alasan inilah metode respirasi umum
diberikan tambahan kata aerob (respirasi aerob). Respirasi glukosa, misalnya, dapat
dinyatakan dengan persamaan reaksi sebagai berikut:
C6H12O6 + 6 O2 ------------- > 6 CO2 + 6 H2O + Energi
Dari reaksi di atas tampak bahwa jika 1 grammol heksosa yang menjadi bahan
bakar untuk dioksidasikan oleh 6 grammol oksigen, maka hasil akhir dari proses itu
berupa 6 grammol CO2 + 6 grammol H2O dan adanya energi sebesar 686 kkal yang
dilepaskan. Dapat dikatakan bahwa 6 grammol O2 yang terlibat dalam respirasi ditukar
dengan terlepasnya 6 grammol CO2. Karena volume 1 grammol tiap-tiap zat itu sama
besar, maka banyaknya O2 yang dipergunakan sama dengan banyaknya CO2 yang
terlepas, yang dikenal dengan Koesien Respirasi.
C. Fungsi Respirasi
1. Mengambil O2 (Oksigen) yang kemudian di bawa oleh darah ke seluruh tubuh
(sel – selnya) guna mengadakan pembakaran.
2. Mengeluarkan CO2 (karbondioksida) yang terjadi sebagai sisa dari
pembakaran, kemudian di bawa oleh darah keparu – paru untuk di buang (
karena tidak berguna lagi oleh tubuh).
3. Menghangatkan dan melembabkan udara
D. Mekanisme Respirasi
1. Mekanisme Respirasi Aerob
Reaksi respirasi (disebut juga oksidasi biologis) suatu karbohidrat, misalnya
glukosa, berlangsung dalam empat tahapan, yaitu glikolisis, dekarboksilasi oksidatif
piruvat, daur krebs, dan tranfor elektron
1. Glikolisis
Glikolisis adalah serangkaian reaksi kimia yang mengubah gula heksosa,
biasanya glukosa, menjadi asam piruvat. Reaksi glikolisis berlangsung di dalam
sitoplasme sel dan tidak memerlukan adanya oksigen. Menurut Campbell (2012),
langkah pertama dalam reaksi respirasi seluler disebut glikosis, dan terjadi bersamaan
dengan tidak adanya oksigen. Proses ini terjadi pada sitoplasma sel di dalam cairan
sitosol, yang merupakan bahan gel yang terdapat di dalam sel individu tanaman.
Glikolisis yang terjadi dalam sitosol mengawali perombakan dengan pemecahan
glukosa menjadi dua molekul senyawa yang disebut piruvat. Glikolisis dapat dibagi
dalam dua fase utama, yaitu:
1) Fase Persiapan (Glukosa diubah menjadi dua senyawa tiga karbon)
Pada fase ini pertama sekali glukosa difosforilasi oleh ATP dan enzim heksokinase
membentuk glukosa-6-fosfat dan ADP. Reaksi berikutnya melibatkan perubahan gula
aldosa menjadi gula ketosa. Reaksi ini dikatalis oleh enzim fosfoglukoisomerase dan
menyebabkan perubahan glukosa-6-fosfat yang difosforilasi oleh ATP dan enzim
fosfofruktokinase menghasilkan fruktosa-1,6-difosfat dan ADP. Selanjutnya fruktosa-
1,6-difosfat dipecah menjadi dua molekul senyawa tiga karbon yaitu gliseraldehida-3-
fosfat dan dihidroasetonfosfat, dengan bantuan enzim aldolase. Dihidroasetonfosfat
dikatalis oleh enzim fosfotriosa isomerase menjadi senyawa gliseraldehida-3-fosfat.
Jadi pada fase ini dihasilkan dua gliseldehida-3-fosfat. Pada fase ini tidak dihasilkan
energi tetapi membutuhkan energi 2 ATP.
2) Fase Oksidasi (Senyawa tiga karbon diubah menjadi asam piruvat)
Dua senyawa gliseraldehida-3-fosfat diubah menjadi 1,3-difosfogliserat. Reaksi ini
melibatkan penambahan fosfat anorganik pada karbon pertama dan reduksi NAD
menjadi NADH2 yang dibantu oleh enzim fosfogliseraldehida dehidrogenase. Dengan
adanya ADP dan enzim fosfogliserat kinase, asam 1,3-difosfogliserat diubah menjadi
asam 3-fosfogliserat dan ATP dibentuk. Asam 3-fosfogliserat selanjutnya diubah
menjadi asam 2-fosfogliserat oleh aktivitas enzim fosfogliseromutase. Pelepasan air
dari 2-fosfogliserat oleh enzim enolase membentuk asam fosfoenolpiruvat. Dengan
adanya ADP dan piruvat kinase, asam fosfoenolpiruvat diubah menjadi asam piruvat
dan ATP dibentuk. Pada fase ini dihasilkan dua molekul asam piruvat. Pada fase ini
juga dihasilkan energi sebesar 2 NADH2 dan 4 ATP.

2. Siklus Krebs
Siklus krebs (daur asam sitrat atau daur trikarboksilat) merupakan
pembongkaran asam piruvat secara aerob menjadi karbondioksida dan air serta
sejumlah energi kimia. Siklus Krebs, yang terjadi dalam matriks mitokondria
menyempurnakan pekerjaan ini dengan menguraikan turunan piruvat menjadi karbon
dioksida. Dengan demikian, karbon dioksida yang dihasilkan oleh respirasi merupakan
fragmen molekul organik yang teroksidasi. Sebagian tahap glikolisis dan siklus Krebs
ini merupakan reaksi redoks di mana enzim dehidrogenase mentransfer elektron dari
substrat ke NAD+ dan membentuk NADH. Asetil-CoA merupakan mata rantai
penghubung antara glikolisis dan siklus krebs. (Campbel, 2012). Siklus krebs terjadi
dalam 2 fase utama :
1). Fase Pembentukan Asam Sitrat
Reaksi pertama siklus krebs adalah kondensasi asetil-CoA denga asam
oksaloasetat (asam dikarboksilat berkarbon empat) membentuk asam sitrat (asam
dikarboksilat berkarbon enam) dan membebaskan koenzim A (CoSH) dengan bantuan
enzim kondensasi sitrat.
2). Fase Regenerasi Asam Oksaloasetat
Hidrasi asam sirat oleh enzim akonitase membentuk asam sis-akonitat. Dengan
reaksi yang sama, asam sis-akonitat diubah menjadi asam isositrat. Reaksi berikutnya
adalah asam isositrat diubah menjadi asam oksalosuksinat dengan bantuan enzim
isositrat dehidrogenase dan NAD atau NADP yang pada akhirnya membentuk
NADH2 atau NADPH2. Reaksi siklus krebs berikutnya adalah dekarboksilasi asam
oksalosuksinat membentuk asam α-ketoglutarat, dikatalis enzim karboksilase sehingga
menghasilkan CO2. Selanjutnya, asam α-ketoglutarat diubah menjadi asam suksinil-
SCoA dengan bantuan enzim α-ketoglutarat dehisrogenase dan NAD serta CoASH.
Pada reaksi ini dibentuk NADH2 dan CO2. Suksinil-SCoA diubah oleh suksinat
tiokinase menjadi asam suksinat dan CoASH. Pada reaksi tiokinase energi yang
tersimpan dalam tioester dari suksinil-SCoA digunakan untuk mengubah ADP+iP
menjadi ATP. Oksidasi asam suksinat membentuk asam fumarat dengan bantuan
suksinat dehidrogenase dan FAD. Pada reaksi ini FAD diubah menjadi FADH2. Asam
fumarat mengalami hidrasi menjadi asam malat oleh enzim fumarase. Asam malat
diubah menjadi asam oksaloasetat oleh malat dehidrogenase. Dalam proses ini NAD
direduksi menjadi NADH2. Jadi regenerasi asam oksaloasetat melengkapi siklus krebs.
Pada reaksi siklus krebs (dua asetil-CoA) dihasilkan energi sebanyak 6 NADH2,
2 FADH2, 2 ATP dan 4 CO2
Gambar 3. Proses Siklus Krebs

3. Transpor Elektron
Proses glikolisis dan siklus krebs menghasilkan energi yang tersimpan dalam
bentuk NADH dan FADH. Untuk menghasilkan ATP diperlukan sistem transpor
elektron. Transpor elektron ini berlangsung di dalam membran mitokondria sebelah
dalam. Walaupun dalam reaksi ini akan diserap O2 dan dihasilkan H2O, namun NADH
dan FADH tidak dapat bereksi langsung dengan oksigen dan molekul air tersebut.
Elektron yang terlibat ditransfer melalui beberapa senyawa perantara sebelum H2O
dibentuk. Senyawa-senyawa ini membentuk sistem pengangkutan elektron pada
mitokondria. Pengangkutan elektron berlangsung mulai dari senyawa perantara yang
secara termodifikasi sulit direduksi (senyawa dengan potensial reduksi negatif) menuju
senyawa yang mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk menerima elektron
(senyawa dengan potensial reduksi yang lebih tinggi atau bahkan positif). Oksigen
mempunyai kecenderungan tertinggi untuk menerima elektron. Setiap senyawa
pembawa elektron dalam sistem ini hanya menerima elektron dari senyawa pembawa
lainnya yang letaknya berdekatan dengannya. Senyawa-senyawa pembawa elektron ini
tersusun secara terbaris pada bagian dalam membran mitokondria. Pada setiap
mitokondria terdapat ribuan sistem pengangkutan elektron.
Proses konversi molekul FADH dan NADH yang dihasilkan dalam siklus asam
sitrat (citric acid cycle) menjadi energi dikenal sebagai proses fosforilasi oksidatif
(oxidativephosphorylation) atau juga Rantai Transpor Elektron (electron transport
chain). Di dalam proses ini, elektron-elektron yang terkandung didalam molekul
NADH & FADH ini akan dipindahkan ke dalam aseptor utama yaitu oksigen (O2).
Pada akhir tahapan proses ini, elektron yang terdapat di dalam molekul NADH akan
mampu untuk menghasilkan 3 buah molekul ATP sedangkan elektron yang terdapat
dalam molekul FADH akan menghasilkan 2 buah molekul ATP (Irawan, 2007).
Secara keseluruhan proses metabolisme Glukosa akan menghasilkan produk
samping berupa karbon dioksida (CO2) dan air (H2O). Karbon dioksida dihasilkan dari
siklus Asam Sitrat sedangkan air (H2O) dihasilkan dari proses rantai transport elektron.
Melalui proses metabolisme, energi kemudian akan dihasilkan dalam bentuk ATP dan
kalor panas. Terbentuknya ATP dan kalor panas inilah yang merupakan inti dari proses
metabolisme energi. Melalui proses Glikolisis, Siklus Asam Sitrat dan proses Rantai
Transpor Elektron, sel-sel yang tedapat di dalam tubuh akan mampu untuk
mengunakan dan menyimpan energi yang dikandung dalam bahan makanan sebagai
energi ATP. Secara umum proses metabolisme secara aerobik akan mampu untuk
menghasilkan energi yang lebih besar dibandingkan dengan proses secara anaerobik.
Dalam proses metabolisme secara aerobik, ATP akan terbentuk sebanyak 36 buah
sedangkan proses anaerobik hanya akan menghasilkan 2 buah ATP (Irawan, 2007).
Pembentukan ATP dalam sistem transpor elektron (rantai respiratoris) dikenal
juga sebagai fosforilasi oksidatif biologis. Proses keseluruhan oksidasi biologis
mempunyai dua fungsi yaitu menghasilkan energi dan menyediakan senyawa antara
untuk sintesis. Jika dihitung jumlah ATP yang dihasilkan dalam oksidasi biologis,
dengan bahan awal adalah satu molekul glukosa, maka akan diperoleh 38 molekul
ATP.

E. Lintasan Pentosa Fosfat


Setelah tahun 1950, mulai disadari bahwa glikolisis dan siklus krebs bukan
merupakan rangkaian reaksi satu-satunya bagi tumbuhan untuk mendapatkan energi
dari oksidasi gula menjadi karbondioksida dan air. Lintasan yang berbeda ini disebut
dengan Lintasan Pentosa Fosfat (LPF), karena terbentuk senyawa antara yang terdiri
atas lima atom karbon. Lintasan ini juga disebut sebagai Lintasan Fosfoglukonat.
Beberapa senyawa lintasan pentosa fosfat juga anggota daur calvin, tempat gula
fosfat disintesis di kloroplas. Perbedaan utama antara daur calvin dan lintasan pentosa
fosfat adalah pada lintasan pentosa fosfat gula fosfat tidak disintesis melainkan
dirombak. Dalam hal ini, reaksi pentosa fosfat serupa dengan reaksi glikolisis hanya
perbedaannya lintasan pentosa fosfat penerima elektronnya selalu NADP+, sedangkan
di glikolisis penerima elektronnya adalah NAD+. Jalur pentosa fosfat ini terjadi di
dalam sitoplasma sel.
Reaksi LPF pertama melibatkan glukosa-6-fosfat, yang berasal dari
perombakan pati fosforilase di glikolisis, dari penambahan fosfat akhir pada ATP ke
glukosa atau langsung dari fotosintesis. Senyawa ini segera dioksidasi oleh glukosa-6-
fosfat dehidrogenase menjadi 6-fosfoglukono-laktona. Laktona ini secara cepat
dihodrolisis oleh laktonase menjadi 6-fosfoglukonat, kemudian senyawa ini
diderkaboksilasi secara oksidatif menjadi ribulosa-5-fosfat oleh 6-fosfoglukonat
dehidrogenase. Selanjutnya ribulosa-5-fosfat oleh isomerase diubah menjadi ribosa-5-
fosfat, dan oleh epimerase diubah menjadi xilulosa-5-fosfat. Ribosa-5-fosfat dan
xilulosa-5-fosfat yang dihasilkan kemudian oleh transketolase diubah menjadi
sedoheptulosa-7-fosfat dan 3-fosfogliseraldehid (gliseraldehida-3-fosfat). Selanjutnya
oleh transsaldolase, sedoheptulosa-7-fosfat dan 3-fosfogliseraldehid diubah menjadi
eritosa-4-fosfat dan fruktosa-6-fosfat. Setelah itu xilulosa-5-fosfat dengan eritosa-4-
fosfat oleh transkelotase diubah menjadi 3-fosfogliseraldehida dan fruktosa-6-fosfat,
yang merupakan senyawa antara pada glikolisis. Jadi, LPF dapat dianggap sebagai jalur
alternatif menuju senyawa yang akan dirombak oleh glikolisis. Reaksi-reaksi ini dipicu
oleh enzim isomerase, epimerase, transketolase, dan transaldolase.
Dari jalur LPF, dua molekul NADP direduksi bagi setiap molekul CO2yang
dilepaskan dari glukosa, yang akan menghasilkan enam molekul ATP. Jika 3-
fosfogliseraldehida yang dihasilkan LPF masuk ke jalur glikolisis dan selanjutnya ke
siklus krebs, maka energi yang dihasilkan adalah 37 ATP per molekul glukosa yang
dioksidasi.
Fungsi lintasan pentosa fosfat adalah:
1. Produksi NADPH, senyawa ini kemudian dapat dioksidasi untuk menghasilkan
ATP.
2. Terbentuknya senyawa eritosa-4-fosfat, senyawa ini merupakan bahan baku
essensial untuk pembentukan senyawa fenolik seperti sianin dan lignin.
3. Menghasilkan ribulosa-5-fosfat yang merupakan bahan baku unit ribosa dan
deoksiribosa pada nukleutida pada RNA dan DNA.
F. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Respirasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi dapat dibedakan menjadi dua faktor, yaitu:
1. Faktor internal, merupakan faktor yang berasal dari dalam tubuh tumbuhan itu
sendiri, yaitu :
a. Jumlah plasma dalam sel
Jaringan-jaringan meristematis muda memiliki sel-sel yang masih penuh
dengan plasma dengan viabilitas tinggi biasanya mempunyai kecepatan
respirasi yang lebih besar daripada jaringan-jaringan yang lebih tua di mana
jumlah plasmanya sudah lebih sedikit.
b. Jumlah substrat respirasi dalam sel
Tersedianya substrat respirasi pada tumbuhan merupakan hal yang penting
dalam melakukan respirasi. Tumbuhan dengan kandungan substrat yang sedikit
akan melakukan respirasi dengan laju yang rendah pula. Sebaliknya, tumbuhan
dengan kandungan substrat yang banyak akan melakukan respirasi dengan laju
yang tinggi. Substrat utama respirasi adalah karbohidrat.
c. Umur dan tipe tumbuhan
Respirasi pada tumbuhan muda lebih tinggi dari tumbuhan yang sudah dewasa
atau lebih tua. Hal ini dikarenakan pada tumbuhan muda jaringannya juga
masih muda dan sedang berkembang dengan baik. Umur tumbuhan juga akan
memepengaruhi laju respirasi. Laju respirasi tinggi pada saat perkecambahan
dan tetap tinggi pada fase pertumbuhan vegetatif awal (di mana laju
pertumbuhan juga tinggi) dan kemudian akan menurun dengan bertambahnya
umur tumbuhan.
2. Faktor eksternal, adalah faktor yang berasal dari luar sel atau lingkungan, terdiri
atas:
1. Suhu
Pada umumnya dalam batas-batas tertentu kenaikan suhu menyebabkan pula
kenaikan laju respirasi. Kecepatan reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap
kenaikan suhu sebesar 10oC, namun hal ini tergantung pada masing-masing
spesies tumbuhan. Perlu diingat, kenaikan suhu yang melebihi batas minimum
kerja wnzim, akan menurunkan laju respirasi karena enzim respirasi tidak dapat
bekerja dengan baik pada suhu tertalu tinggi.
2. Kadar O2 udara
Pengaruh kadar oksigen dalam atmosfer terhadap kecepatan respirasi akan
berbeda-beda tergantung pada jaringan dan jenis tumbuhan, tetapi meskipun
demikian makin tinggi kadar oksigen di atmosfer maka makin tinggi kecepatan
respirasi tumbuhan.
3. Kadar CO2 udara
Semakin tinggi konsentrasi karbondioksida diperkirakan dapat menghambat
proses respirasi. Konsentrasi karbondioksida yang tinggi menyebabkan stomata
menutup sehingga tidak terjadi pertukaran gas atau oksigen tidak dapat diserap
oleh tumbuhan. Pengaruh hambatan yang telah diamati pada respirasi daun
mungkin disebabkan oleh hal ini.
4. Kadar air dalam jaringan
Pada umumnya dengan naiknya kadar air dalam jaringan kecepatan respirasi
juga akan meningkat. Ini nampak jelas pada biji yang sedang berkecambah.
5. Cahaya
6. Cahaya dapat meningkatkan laju respirasi pada jaringan tumbuhan yang
berklorofil karena cahaya berpengaruh pada tersedianya substrat respirasi yang
dihasilkan dari proses fotosintesis.
7. Luka dan stimulus mekanik
Luka atau kerusakan jaringan (stimulus mekanik) pada jaringan daun
menyebabkan laju respirasi naik untuk sementara waktu, biasanya beberapa
menit hingga satu jam. Luka memicu respirasi tinggi karena tiga hal, yaitu: 1)
oksidasi senyawa fenol terjadi dengan cepat karena pemisahan antara substrat
dan oksidasenya dirusak; 2) proses glikolisis yang normal dan katabolisme
oksidatif meningkat karena hancurnya sel atau sel-sel sehingga menambah
mudahnya substrat dicapai enzim respirasi; 3) akibat luka biasanya sel-sel
tertentu kembali ke keadaan meristematis diikuti pembentukan kalus dan
penyembuhan atau perbaikan luka.
8. Garam-garam mineral
Jika akar menyerap garam-garam mineral dari dalam tanah, laju respirasi
meningkat. Hal ini dikaitkan dengan energi yang diperlukan pada saat
garam/ion diserap dan diangkut. Keperluan energi itu dipenuhi dengan
menaikkan laju respirasi. Fenomena ini dikenal dengan respirasi garam.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan pembahasan respirasi
tumbuhan adalah sebagai berikut:
1. Respirasi adalah reaksi oksidasi senyawa organik untuk menghasilkan energi.
Energi ini digunakan untuk aktivitas sel dan kehidupan tumbuhan seperti
sintesis (anabolisme), gerak, pertumbuhan, perkembangan. Energi kimia yang
dihasilkan dari proses respirasi adealah energi kimia dalam bentuk ATP atu
senyawa berenergi tinggi lainnya (NADH dan FADH). Proses respirasi selalu
berlangsung sepanjang waktu selama tumbuhan hidup.
2. Mekanisme respirasi aerob meliputi proses glikolisis, dekarboksilasi oksidatif
piruvat, siklus krebs, sistem transpor elektron dan fosforilasi oksidatif, serta
jalur pentosa fosfat.
3. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi respirasi terdiri dari:
Faktor internal yaitu Jumlah plasma dalam sel, jumlah substrat respirasi dalam
sel, umur dan tipe tumbuhan. Dan faktor eksternal yaitu Suhu, kadar oksigen
dan karbondioksida di atmosfer, kadar air dalam jaringan, cahaya, luka dan
stimulus mekanik, serta pengangkutan garam-garam mineral dari dalam tanah.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell et al. 2002. Biologi Jilid 1. Jakarta: Erlangga.


Campbell et al. 2012.Biologi Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Dhaniaputri,
Risanti. 2015. “Mata Kuliah Struktur Dan Fisiologi Tumbuhan Sebagai Pengantar
Pemahaman Proses Metabolisme Senyawa Fitokimia”. Prosiding Seminar Nasional
Pendidikan Biologi Universitas Muhamadyah Malang.
Irawan, M. Anwari. 2007. “Glukosa dan Metabolisme Energi”. Polton Sports Science
& Performance Lab. Volume 01. No. 06.
Lakitan, B. 2008. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Edisi 1.Jakarta.: PT. Raja Grafindo
Persada.
Mohr H, Schopfer P. 1995. Plant Physiology. Translated by Gudrun and D.W. Lawlor.
Springer.
Paramita, Octavianti. 2010. “Pengaruh Memar terhadap Perubahan Pola Respirasi,
Produksi Etilen dan Jaringan Buah Mangga (Mangifera Indica L) Var Gedong Gincu
pada Berbagai Suhu Penyimpanan”. Jurnal Kompetensi Teknik Vol.2, No.1.
Renobayan. 2011. Biologi. Jakarta: Grasindo.
Sari, Putri Puspita. 2012. Metabolisme Primer dan Sekunder. Surakarta: Universitas
Setia Budi.
Seigler, D.S. 1998. Plant Secondary Metabolism. Dodrecht: Kluwer.
Susantiningsih, Tiwuk. 2013. “Peran Enzim dalam Metabolisme”. Jurnal Kedokteran.
Volume 3 Nomor 1, Maret Tahun 2013.
Winarno, F.G dan M. Aman Kartakusuma. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Jakarta:
Sentra Hudaya.

Anda mungkin juga menyukai