Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

SISTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS (SLE)

I. Konsep Penyakit
A.Definisi
SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisystem yang disebabkan oleh
banyak faktor (Isenberg and Horsfall,1998) dan dikarakterisasi oleh adanya gangguan
disregulasi sistem imun berupa peningkatan sistem imun dan produksi autoantibodi yang
berlebihan.
B. Etiologi

Faktor penyebab terserangnya seseorang terhadap penyakit Lupus hingga kini belum
diketahui, tetapi pengaruh lingkungan dan faktor genetik, hormon diduga sebagai
penyebabnya.
• Faktor Genetik : Tidak diketahui gen atau gen – gen apa yang menjadi penyebab penyakit
tersebut, 10% dalam keluarga Lupus mempunyai keluarga dekat orang tua atau kaka adik)
yang juga menderita lupus, 5% bayi yang dilahirkan dari penderita lupus terkena lupus juga,
bila kembar identik, kemungkinan yang terkena Lupus hanya salah satu dari kembar tersebut.
• Faktor lingkungan sangat berperan sebagai pemicu Lupus, misalnya : infeksi, stress,
makanan, antibiotik (khususnya kelompok sulfa dan penisilin), cahaya ultra violet (matahari)
• Faktor hormon, dapat menjelaskan mengapa kaum perempuan lebih sering terkena penyakit
lupus dibandingkan dengan laki-laki. Meningkatnya angka pertumbuhan penyakit Lupus
sebelum periode menstruasi atau selama masa kehamilan mendukung keyakinan bahwa
hormon, khususnya ekstrogen menjadi penyebab pencetus penyakit Lupus. Akan tetapi
hingga kini belum diketahui jenis hormon apa yang menjadi penyebab besarnya prevalensi
lupus pada perempuan pada periode tertentu yang menyebabkan meningkatnya gejala Lupus
masihbelumdiketahui.
• Faktor sinar matahari adalah salah satu kondisi yang dapat memperburuk gejala Lupus.
Diduga oleh para dokter bahwa sinar matahari memiliki banyak ekstrogen sehingga
mempermudah terjadinya reaksi autoimmun. Tetapi bukan berarti bahwa penderita hanya
bisa keluar pada malam hari. Pasien Lupus bisa saja keluar rumah sebelum pukul 09.00 atau
sesudah pukul 16.00 WIB dan disarankan agar memakai krim pelindung dari sengatan
matahari. Teriknya sinar matahari di negara tropis seperti Indonesia, merupakan faktor
pencetus kekambuhan bagi para pasien yang peka terhadap sinar matahari dapat
menimbulkan bercak-bercak kemerahan di bagian muka.kepekaan terhadap sinar matahari
(photosensitivity) sebagai reaksi kulit yang tidak normal terhadap sinar matahari.

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik secara umum yang sering timbul pada pasien SLE adalah rasa
lelah, malaise, demam, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan (Hahn, 2005).
Gejala muskuloskeletal berupa artritis, atralgia, dan mialgia umumnya timbul mendahului
gejala yang lain. Yang paling sering terkena adalah sendi interfalangeal proksimal diikuti
oleh lutut, pergelangan tangan, metakarpofalangeal, siku, dan pergelangan kaki (Delafuente,
2002)
Gejala di kulit dapat berupa timbulnya ruam kulit yang khas dan banyak menolong dalam
mengarahkan diagnosa SLE yaitu ruam kulit berbentuk kupu-kupu (butterfly rash) berupa
eritema yang agak edematus pada hidung dan kedua pipi. Dengan pengobatan yang tepat,
kelainan ini dapat sembuh tanpa bekas. Pada bagian tubuh yang terkena sinar matahari dapat
timbul ruam kulit yang terjadi karena hipersensitivitas (photohypersensitivity). Lesi cakram
terjadi pada 10% – 20% pasien SLE. Gejala lain yang timbul adalah vaskulitis eritema
periungual, livido retikularis, alopesia, ulserasi, dan fenomena Raynaud (Delafuente, 2002).
Gejala SLE pada jantung sering ditandai adanya perikarditis, miokarditis, gangguan katup
jantung (biasanya aorta atau mitral) termasuk gejala endokarditis Libman-Sachs. Penyakit
jantung pada pasien umumnya dipengaruhi oleh banyak faktor seperti hipertensi, kegemukan,
dan hiperlipidemia. Terapi dengan kortikosteroid dan adanya penyakit ginjal juga dapat
meningkatkan resiko penyakit jantung pada pasien SLE (Delafuente, 2002).
Gejala lain yang juga sering timbul adalah gejala pada paru yang meliputi pleuritis dan efusi
pleura. Pneumonitis lupus menyebabkan demam, sesak napas, dan batuk. Gejala pada paru ini
jarang terjadi namun mempunyai angka mortalitas yang tinggi. Nyeri abdomen terjadi pada
25% kasus SLE. Gejala saluran pencernaan (gastrointestinal) lain yang sering timbul adalah
mual, diare, dan dispepsia. Selain itu dapat pula terjadi vaskulitis, perforasi usus, pankreatitis,
dan hepatosplenomegali (Delafuente, 2002). Gejala SLE pada susunan saraf yaitu terjadinya
neuropati perifer berupa gangguan sensorik dan motorik yang umumnya bersifat sementara
(Albar,2003). Gejala lain yang juga timbul adalah disfungsi kognitif, psikosis, depresi,
kejang, dan stroke (Delafuente, 2002).
Gejala hematologik umumnya adalah anemia yang terjadi akibat inflamasi kronik
pada sebagian besar pasien saat lupusnya aktif. Pada pasien dengan uji Coombs-nya positif
dapat mengalami anemia hemolitik. Leukopenia (biasanya limfopenia) sering ditemukan
tetapi tidak memerlukan terapi dan jarang kambuh. Trombositopenia ringan sering terjadi,
sedangkan trombositopenia berat disertai perdarahan dan purpura terjadi pada 5% pasien dan
harus diterapi dengan glukokortikoid dosis tinggi. Perbaikan jangka pendek dapat dicapai
dengan pemberian gamaglobulin intravena. Bila hitung trombosit tidak dapat mencapai kadar
yang memuaskan dalam 2 minggu, harus dipertimbangkan tindakan splenektomi (Delafuente,
2002). Antikoagulan lupus (AL) termasuk dalam golongan antibodi antifosfolipid.
Antikoagulan ini diketahui berdasarkan perpanjangan waktu tromboplastin parsial (PTT) dan
kegagalan penambahan plasma normal untuk memperbaiki perpanjangan waktu tersebut.
Antibodi terhadap kardiolipin (aCL) dideteksi dengan pemeriksaan ELISA. Manifestasi klinis
AL dan aCL adalah trombositopenia, pembekuan darah pada vena atau arteri yang berulang,
keguguran berulang, dan penyakit katup jantung. Bila AL disertai dengan hipoprotombinemia
atau trombositopenia, maka dapat terjadi perdarahan.

D. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan
autoimun yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara
faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya
terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-
obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat
antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit
SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan. . Patofiologi penyakit SLE dihipotesiskan
sebagai berikut : adanya satu atau beberapa faktor pemicu yang tepat pada individu yang
mempunyai predisposisi genetik akan menghasilkan tenaga pendorong abnormal terhadap sel
TCD 4+, mengakibatkan hilangnya toleransi sel T terhadap sel-antigen. Sebagai akibatnya
munculah sel T autoreaktif yang akan menyebabkan induksi serta ekspansi sel B, baik
yangmemproduksi autoantibodi maupun yang berupa sel memori. Ujud pemicu ini masih
belum jelas. Sebagian dari yang diduga termasuk didalamnya ialah hormon seks, sinar
ultraviolet dan berbagai macam infeksi. Pada SLE, autoantibodi yang terbentuk ditujukan
terhadap antigen yang terutamaterletak pada nukleoplasma. Antigen sasaran ini meliputi
DNA, protein histon dan non histon.Kebanyakan diantaranya dalam keadaan alamiah terdapat
dalam bentuk agregat protein dan atau kompleks protein RNA yang disebut partikel
ribonukleoprotein (RNA). Ciri khas autoantigen ini ialah bahwa mereka tidak tissue-spesific
dan merupakan komponen integral semua jenis sel.Antibodi ini secara bersama-sama disebut
ANA (anti-nuclear antibody). Dengan antigennya yang spesifik, ANA membentuk kompleks
imun yang beredar dalam sirkulasi. Telah ditunjukkan bahwa penanganan kompleks imun
pada SLE terganggu. Dapat berupa gangguan klirens kompleks imun besar yang larut,
gangguan pemprosesan kompleks imun dalam hati, dan penurun Uptake kompleks imun pada
limpa. Gangguan-gangguan ini memungkinkan terbentuknya deposit kompleks imun di luar
sistem fagosit mononuklear. Kompleks imun ini akan mengendap pada berbagai macam
organ dengan akibat terjadinya fiksasi komplemen pada organ tersebut. Peristiwa ini
menyebabkan aktivasi komplemen yang menghasilkan substansi penyebab timbulnya reaksi
radang. Reaksi radang inilah yangmenyebabkan timbulnya keluhan/ gejala pada organ atau
tempat yang bersangkutan seperti ginjal, sendi, pleura, pleksus koroideus, kulit dan
sebagainya. Bagian yang penting dalam patofisiologi ini ialah terganggunya mekanisme
regulasi yang dalam keadaan normal mencegah autoimunitas patologis pada individu yang
resisten.

E. Penatalaksanaan Medis
1. Preparat NSAID untuk mengatasi manifestasi klinis minor dan dipakai bersama
kortikosteroid, secara topikal untuk kutaneus.
2. Obat anti malaria untuk genjal kutaneus, muskuloskeletal dan sistemik dan ringanSLE
3.Preparat imunsupresan(pengkelat dan analog purion) untuk fungsi imun penderita SLE
tidak dapat sembuh sempurna (sangat jarang didapatkan remisi yang sempurna). Terapi
terdiri dari terapi suportif yaitu diet kalor tinggi protein dan pemberian vitamin.

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan :Hematologi
Ditemukan :
anemia, leukopenia, trombocytopenia.
a Kelainan imunologi ditemukan ANA, Anti-Ds-DNA, rheumatoid factor, STS false positive,
danlain-lain

G. Komplikasi
1. Vaskulitis : kondisi peradangan pembuluh darah yang ditandai dengan kematian
jaringan, jaringan parut, dan proliferasi dari dinding pembuluh darah, yang dapat
mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah
2. Perikarditis : suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada perikardium
(kantung berlapis ganda yang mengelilingi jantung)
3. Myocarditis : peradangan pada otot jantung atau miokardium
4. Anemia Hemolitik : kurangnya kadar hemoglobin akibat kerusakan pada eritrosit
yang lebih cepat daripada kemampuan sumsum tulang untuk menggantinya kembali
5. Intra Vaskuler Trombosis
6. Hypertensi
7. Kerusakan Ginjal Permanen
8. Gangguan Pertumbuhan
II. Konsep kepeawatan
A. Pengkajian
1. Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada gejala
sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri, kaku,
demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri pasien.
2. Kulit, Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.
3. Kardiovaskuler
Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.
Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan
vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah
atau sisi lateral tanga.
4. Sistem Muskuloskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
5. Sistem integumen
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal
hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
6. Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
7. Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan purpura
di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral
tangan dan berlanjut nekrosis.
8. Sistem Renal
Edema dan hematuria.
9. Sistem saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea ataupun manifestasi
SSP lainnya.

B. Diagnosa

1. Nyeri : Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul
akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal
kerusakan sedemikian rupa (International Association for the study of Pain): awitan
yang tiba-tiba atau lambat dan intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung <6 bulan.
2. Batasan karakteristik
Perubahan selera makan
· Perubahan tekanan darah
· Perubahan frekwensi jantung
· Perubahan frekwensi pernapasan
· Laporan isyarat
· Diaforesis
Perilaku distraksi (mis,berjaIan mondar-mandir mencari orang lain dan atau aktivitas
lain, aktivitas yang berulang)
· Mengekspresikan perilaku (mis, gelisah, merengek, menangis)
· Masker wajah (mis, mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan mata berpencar
atau tetap pada satu fokus meringis)
· Sikap melindungi area nyeri
· Fokus menyempit (mis, gangguan persepsi nyeri, hambatan proses berfikir,
penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)
· Indikasi nyeri yang dapat diamati
· Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
· Sikap tubuh melindungi
· Dilatasi pupil
· Melaporkan nyeri secara verbal
· Gangguan tidur
3. Faktor yang berhubungan
Agen cedera (mis, biologis, zat kimia, fisik, psikologis)

C. Intervensi Keperawatan

a). Kriteria hasil :

Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik


nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
· Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
· Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
· Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
· Tanda vital dalam rentang normal
· Tidak mengalami gangguan tidur
b). Intervensi

NIC :
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/
dingin
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri:
Tingkatkan istirahat
Berikan informasi tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan
dari prosedur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah .pemberian analgesik pertama kali.
D. Diagnosa lainnya
Gangguan pola tidur
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
DAFTAR PUSTAKA

Reeves, Charlere J. 2001.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:Salemba Medika Smeltzer.


Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Edisi 8. Volume 3. Jakarta : EGC
Wiley, John dan Sons Ltd. 2009. NANDA International : 2009-2011. United Kingdom :
Markono Print Media

Anda mungkin juga menyukai