Pengendalian hama secara kimiawi merupakan upaya pengendalian pertumbuhan hama tanaman menggunakan zat kimia pembasmi hama tanaman yaitu pestisida. Definisi dari pestisida, ‘pest” memiliki arti hama, sedangkan “cide” berarti membunuh, sering disebut “pest killing agent”. Pengendalian hama ini biasa dilakukan dengan penyemprotan zat kimia pada bagian tumbuhan. Pengendalian hama ini sering dilakukan oleh petani. Olehnya itu pengendalaian hama secara kimiawi sering dimasukkan ke dalam langkah pemerantasan hama dan penyakit. Permasalahan yang terjadi sekarang, petani semakin cenderung menggunakan pengendalian hama dan penyakit dengan cara kimiawi yakni dengan pestisida. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan petani akan interaksi tanaman dan musuh-musuh alaminya. Macam-macam pestisida Seiring berkembangnya metode pengendalan hama, ada beberapa macam pestisida, yakni : a) fungisida : pengendali cendawan b) insektisida : pengendali serangga c) herbisida : pengendali gulma d) nematisida : pengendali nematoda e) akarisida : pengendali tungau f) ovarisida : pengendali telur serangga dan telur tungau g) bakterisida : pengendali bakteri h) larvasida : pengendali larva i) rodentisida : pengendali tikus j) avisida : pengedali burung k) mollussida : pengendali bekicot l) sterillant : pemandul. Peranan Pestisida Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh hama-hama tanaman. Dalam konsep PHT, pestisida berperan sebagai salah satu komponen pengendalian. Prinsip penggunaanya adalah : Harus kompatibel dengan komponen pengendalian lain, seperti komponen hayati. Efisien untuk mengendalikan hama tertentu. Meninggalkan residu dalam waktu yang tidak diperlukan. Tidak boleh persistent, harus mudah terurai. Dalam perdagangan (transport, penyimpanan, pengepakan, labeling) harus memenuhi persyaratan keamanan yang maksimum. Harus tersedia antidote untuk pestisida tersebut. Sejauh mungkin harus aman bagi lingkungan fisik dan biota. Relatif aman bagi pemakai. Harga terjangkau bagi petani. Sebelum menggunakan pestisida dalam pengendalian OPT akan lebih baik bila pengguna mengenal seluk beluk mengenai pestisida dan cara penggunaannya sesuai fungsinya agar dapat mengaplikasikan pengendalian dengan aman dan benar. Aman terhadap diri dan lingkungannya, benar dalam arti 5 tepat, yaitu: 1. Tepat jenis pestisida. 2. Tepat cara aplikasi. 3. Tepat sasaran. 4. Tepat waktu, dan 5. Tepat takaran. Klasifikasi Pestisida Menurut Soemirat (2003), pestisida dapat diklasifikasikan berdasarkan organisme target, struktur kimia, mekanisme dan atau toksisitasnya. Berikut klasifikasi pestisida berdasarkan organisme targetnya : Akarisida, berasal dari kata akari yang dalam bahasa Yunani berarti tungau atau kutu. Akarisida sering juga disebut sebagai mitesida. Fungsinya untuk membunuh tungau atau kutu. Algisida, berasal dari kata alga yang dalam bahas latinnya berarti ganggang laut. Berfungsi untuk membunuh melawan alga. Avisida, berasal dari kata avis yang dalam bahasa latinnya berarti burung. Berfungsi sebagai pembunuh atau zat penolak burung serta pengontrol populasi burung. Bakterisida, berasal dari kata latin bacterium atau kata Yunani bacron. Berfungsi untuk melawan bakteri. Fungisida, berasal dari kata latin fungus atau kata Yunani spongos yang berarti jamur. Berfungsi untuk membunuh jamur atau cendawan. Herbisida, berasal dari kat latin herba yang berarti tanaman setahun. Berfungsi membunuh gulma (tumbuhan pengganggu). Insektisida, berasal dari kata latin insectum yang berarti potongan, keratan atau segmen tubuh. Berfungsi untuk membunuh serangga Larvasida, berasal dari kata Yunani lar. Berfungsi untuk membunuh ulat atau larva. Molluksisida, berasal dari kata Yunani molluscus yang berarti berselubung tipis lembek. Berfungsi untuk membunuh siput. Nematisida, berasal dari kata latin nematoda atau bahasa Yunani nema yang berarti benang. Berfungsi untuk membunuh nematoda (semacam cacing yang hidup di akar). Ovisida, berasal dari kata latin ovum yang berarti telur. Berfungsi untuk membunuh telur. Pedukulisida, berasal dari kata latin pedis berarti kutu, tuma. Berfungsi untuk membunuh kutu atau tuma. Piscisida, berasal dari kata Yunani piscis yang berarti ikan. Berfungsi untuk membunuh ikan. Rodentisida, berasal dari kata Yunani rodera yang berarti pengerat. Berfungsi untuk membunuh binatang pengerat, seperti tikus. Predisida, berasal dari kata Yunani praeda yang berarti pemangsa. Berfungsi untuk membunuh pemangsa (predator). Silvisida, berasal dari kat latin yang berarti hutan. Berfungsi untuk membunuh pohon. Termisida, berasal dari kata Yunani termes ang berarti serangga pelubang daun. Berfungsi untuk membunuh rayap. Berikut ini beberapa bahan kimia yang termasuk pestisida, namun namanya tidak menggunakan akhiran sida: Atraktan, zat kimia yang baunya dapat menyebabkan serangga menjadi tertarik. Sehingga dapat digunakan sebagai penarik serangga dan menangkapnya dengan perangkap. Kemosterilan, zat yang berfungsi untuk mensterilkan serangga atau hewan bertulang belakang. Defoliant, zat yang dipergunakan untuk menggugurkan daun supaya memudahkan panen, digunakan pada tanaman kapas dan kedelai. Desiccant. zat yang digunakan untuk mengeringkan daun atau bagian tanaman lainnya. Disinfektan, zat yang digunakan untuk membasmi atau menginaktifkan mikroorganisme. Zat pengatur tumbuh. Zat yang dapat memperlambat, mempercepat dan menghentikan pertumbuhan tanaman. Repellent, zat yang berfungsi sebagai penolak atau penghalau serangga atau hama yang lainnya. Contohnya kamper untuk penolak kutu, minyak sereb untuk penolak nyamuk. Sterilan tanah, zat yang berfungsi untuk mensterilkan tanah dari jasad renik atau biji gulma. Pengawet kayu, biasanya digunakan pentaclilorophenol (PCP). Stiker, zat yang berguna sebagai perekat pestisida supaya tahan terhadap angin dan hujan. Surfaktan dan agen penyebar, zat untuk meratakan pestisida pada permukaan daun. Inhibitor, zat untuk menekan pertumbuhan batang dan tunas. Stimulan tanaman, zat yang berfungsi untuk menguatkan pertumbuhan dan memastikan terjadinya buah. B. Pengendalian Hama secara mekanik Cara mekanik (mechanical control), yaitu pengendalian yang dilakukan dengan mengggunakan alat dan atau kemampuan fisik manusia untuk mematikan individu hama secara langsung. Pengendalian mekanik dapat dilakukan dengan menggunakan teknik tradisional seperti pemencetan dengan tangan, pencabutan tanaman yang terserang nematoda, pemangkasan pohon yang terserang, gropyokan, pemerangkapan dengan alat yang diberi zat kimia atraktan, penghalauan dengan memasang patung-patungan dari kertas warna-warni atau dengan bunyi-bunyian, dsb. Pengendalian secara mekanik juga dapat dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik modern, misalnya dengan menggunakan perengkap berperekat, perusakan sarang dalam tanah dengan menggunakan traktor, pencabutan gulma perdu dan pohon dengan menggunakan traktor, dan menghalau burung dengan menggunakan pesawat drone yang dikendalikan jarak jauh. Mengendalikan menggunakan tindakan-tindakan antara lain: 1) Mematikan hama, 2) Mengganggu aktivitas fisiologis hama yang normal dengan cara non-pestisida, 3) Mengubah lingkungan sedemikian rupa sehingga lingkungan menjadi kurang sesuai bagi kehidupan OPT. Beberapa tindakan tersebut yaitu: a) Penghancuran dengan tangan. Cara ini dailkukan dengan mencari adanya hama dan selanjutnya dilakukan pemusnahan. Fase hidup hama yang dikumpulkan dan dibunuh adalah yang mudah dtemukan seperti telur dan larva. Atau dapat pula mengumpulkan bagian tanaman yang terserang hama. Misal: pengumpulan kelompok telur dan larva instar ke-3 untuk pengendalian ulat grayak (Spodoptera litura). Pengendalian hama penggerak batang tebu (Schiropophaga nivella) adalah dengan memotong dan mengumpulkan pucuk tanaman tebu yang terserang. b) Menutup dengan jaring atau paranet. Dapat dilakukan untuk mencegah masuknya atau mengganggunya ngengat yang akan berkembang biak pada tanaman. c) Perangkap. Menggunakan alat perangkap yang disesuaikan berdasarkan jenis hama dan fase hama yang akan ditangkap. Misal: Kepiting mati yang diletakan di sekeliling pertanaman padi mampi menekan populasi walang sangit. Bau busk yang ditimbulkan kepiting mati dapat menjadi penarik bagi walang sangit. Dan apa bila sudah terkumpul, walang sangit dapat segera dimusnahkan. Gadung atau jagung dapat dijadikan umpan untuk mengendalikan tikus. Tikus juga dapat diperangkap dengan perangkap yang terbuat dari besi maupun bambu. d) Perlakuan panas. Faktor suhu dapat mempengaruhi penyebaran, frekuenditas, kecepatan perkembangan, lama hidup dan mortalitas hama. Setiap perubahan faktor fisik mempengaruhi berbagai parameter kehidupan tersebut. Misal: mengendalikan hama uret dengan membalikan tanah. Telur yang terdapat didalam tanah akan terangkat ke permukaan dan akan terkena sinar matahari secara terus menerus yang menyebabkan tempeeratur dan kelembaban berbeda dengan keadaan semula. Hal ini mengakibatkan telur tidak menetas. Pengendalian hama gudang dapat dilakukan dengan memanaskan gudang dengan pemanas pada kisaran suhu tertentu. e) Penggunaan lampu perangkap. Dipengaruhi oleh adanya daya tarik serangga terhadap cahaya lampu fungsi utama lampu ini hanya menarik perhatrian serangga yang selanjutnya ketika sudah terkumpul dapat dikendalikan dengan ditangkap. Misal: pengendalian wereng hijau. Lampu petromaks dapat dijadikan perangkap penggerak batang padi putih. f) Suara. Penggunaan gelombang suara. Secara teoritik ada tiga metode pengendalian menggunakan suara. 1) penggunaan intensitas suara yangs angat tinggi sehingga dapat merusak serangga, 2) Penggunaan suara lemah guna mengusir serangga, dan 3) Merekam dan memperdengarkan suara yang diproduksikan serangga guna mengganggu parilaku serangga sasaran. Misal: Penggunaan gelombang elektromagnetik untuk mengurangi populasi hama burung yang menyerang tanamn bebijian. C. Pengendalian Hama secara biologi
Pengendalian hama secara biologi dengan menggunakan musuh alami seperti
pemangsa atau disebut dengan predator, parasitoid, dan patogen. Pemangsa adalah serangga atau hewan pemakan serangga yang selama masa hidupnya banyak memakan mangsa. Secara fisiologis, ciri pemangsa adalah bentuknya lebih besar dari mangsanya. Jenis pemangsa, antara lain kumbang, lalat, laba-laba, tawon, dan seranga-serangga kecil lainnya.
Parasitoid adalah serangga yang meletakkan telurnya pada permukaan atau di
dalam tubuh serangga lain yang menjadi inang atau mangsanya. Parasitoid sering juga disebut parasit. Kebanyakan serangga parasitoid hanya menyerang jenis hama secara spesifik. Salah satu contoh parasitoid ini adalah serangga yang dengan suku Eulophidae. Serangga parasitoid dewasa menyalurkan suatu cairan atau bertelur pada suatu hama sebagai inangnya. Ketika telur parasitoid menetas, larva akan memakan inang dan membunuhnya. Setelah itu keluar meninggalkan inang untuk menjadi kepompong lalu menjadi serangga lagi.
Cara pengendalian biologi lainya adalah menggunakan musuh alami patogen,
yaitu makhluk hidup yang menjangkitkan penyakit pada inang. Dalam kondisi tertentu, seperti kelembapan yang tinggi secara alami, suatu organisme rawan terhadap serangan patogen. Patogen dapat dimanfaatkan untuk dijadikan musuh alami dari hama pertanian. Contoh patogen di antaranya, bakteri, virus, dan jamur.
D. Pengendalian Hama secara pestisida nabati
Karena penggunaan pestisida yang berlebihan, tidak saja akan meningkatkan biaya produksi, tetapi juga berdampak buruk bagi kesehatan petani, konsumen maupun keseimbangan hayati sekitarnya. Beberapa pengaruh negatif yang akan timbul akibat penggunaan pestisida kimia sintetis adalah:
1. Hama menjadi resisten (kebal).
2. Peledakan hama akibat tidak efektifnya pemakaian pestisida. 3. Penumpukan residu yang dapat membahayakan. petani/pengguna dan konsumen. 4. Ikut terbunuhnya musuh alami. 5. Terjadinya polusi lingkungan. 6. Perubahan status hama dari hama minor menjadi hama utama. Alternatif
1. Pencegahan harus dilakukan melalui penggunaan pestisida alami yang tidak
meninggalkan residu berbahaya dan ramah lingkungan (friendly environment), penggunaan musuh alami hama (predator dan parasitoid), bio-pestisida, rotasi tanaman dan menanam tanaman kawan (companion plant). 2. Pada lahan sempit, petani dapat melakukan pengendalian secara manual (memetik daun atau memungut ulat yang menyerang). 3. Pengamatan dilakukan sesering mungkin, dan petani harus rajin melakukan sanitasi terhadap lingkungan sekitar tanaman. Daun-daun yang terkena penyakit sebaiknya dibakar (eradikasi). 4. Rotasi tanaman adalah menanam sayuran yang tidak sekeluarga atau tidak sama, dalam satu tempat dalam jangka waktu tertentu, misalnya : lahan bekas kacang panjang berikutnya jangan ditanami buncis. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan penumpukan bibit hama/penyakit. Selain itu, rotasi tanaman juga bermanfaat bagi penambahan unsur N, misalnya lahan setelah ditanami jagung, berikutnya ditanami kacang buncis/kacang panjang. 5. Sedangkan tanaman kawan/pendamping (companion plant), berfungsi mengusir hama, aroma tanaman tersebut membuat hama tidak mau mendekat, contoh yang banyak ditemui di lapangan adalah : kol dan tomat. Aroma tomat sangat tidak disukai oleh kupu-kupu yang menjadi siklus hidup ulat Plutella. Contoh lainnya seledri dan bawang daun, tomat dan bawang daun, selada dan ketimun dan lain- lainnya. 6. Sedangkan beberapa jenis pestisida organik yang berfungsi sebagai pengendali hama/penyakit antara lain : pestisida nabati (pesnab), agen hayati yang berfungsi sebagai predator atau musuh alami bagi hama-hama atau penyakit jenis tertentu (bio-pestisida), dan bahan-bahan lain yang berfungsi sebagai penarik atau penolak kehadiran serangga/repellent . 7. Agen hayati umumnya dikembangbiakkan dalam media tertentu dan diaplikasikan dengan cara disemprot (misalnya : virus NPV, bakteri Bt) dan dapat pula dicampurkan dalam media tanam/pupuk (misalnya : Gliocladium). 8. Tepung belerang dapat ditaburkan pada bagian daun/batang yang terkena busuk jamur (Phytopthora). 9. Urien sapi juga dapat digunakan sebagai pengusir hama setelah terlebih dahulu dibiarkan selama 2 minggu di bawah sinar matahari dan diencerkan dengan air sebelum disemprotkan, karena urine yang konsentrasi pekat dapat mengakibatkan daun tanaman terbakar. Pestisida nabati memiliki berbagai fungsi yang bermacam-macam, antara lain sebagai :
Repelen, yaitu menolak kehadiran serangga (bau yang menyengat)
Antifidan, mencegah serangga memakan tanaman yang telah disemprot (ada rasa pahit). Mencegah serangga meletakkan telur. Sebagai racun syaraf. Mengacaukan sistem hormon di dalam tubuh serangga. Atraktan, pemikat kehadiran serangga yang dapat dipakai pada perangkap serangga. Mengendalikan pertumbuhan jamur/bakteri. E. Pengendalian Hama secara pencegahan Pencegahan berarti melindungi tanaman, baik bahan perbanyakan (benih/bibit, dan sebagainya), tanaman di lapangan (baik di pesemaian, maupun di areal tanam/pertanaman/di kebun), maupun hasil panen (yang masih di lapangan sesudah di panen, selama pengangkutan, pengolahan/pengerjaan hasil, penyimpanan, ataupun selama pemasaran) dari segala macam gangguan yang disebabkan oleh OPT. Sasaran pada kegiatan ini adalah tanaman yang belum (diduga belum) terganggu, atau dalam istilah penyakitnya dikatakan masih sehat, dengan yang memperlakukan atau mengusahakan tindakan tertentu agar ia tidak terganggu, terserang, terinfeksi, atau rusak oleh OPT yang mungkin datang atau berkontak dengannya. Misalnya, kita memperlakukan benih (seed treatment) padi sebelum disemaikan dengan fungisida Dithane M-45, untuk mencegah bibit penyakit atau patogen jamur Helminthosporium oryzae yang menyebabkan penyakit becak. Pencegahan dapat dilakukan pada berbagai jenis OPT (patogen, hama, maupun gulma). Perlakuannya pun tidak hanya secara kimia (dengan fungisida atau pestisida saja), tetapi juga dapat dengan cara lain, seperti mekanis, fisis, ataupun biologi, dan sebagainya. F. Pengendalian Hama secara kultur teknis Pengendalian tersebut merupakan pengendalian yang bersifat preventif, dilakukan sebelum serangan hama terjadi dengan tujuan agar populasi OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) tidak meningkat sampai melebihi ambang kendalinya. Menurut Pedigo (1996) dalam Untung (2006) sebagian besar teknik pengendalian secara budidaya dapat dikelompokan menjadi empat dengan sasaran yang akan dicapai, yaitu 1) mengurangi kesesuaian ekosistem, 2) Mengganggu kontinuitas penyediaan keperluan hidup OPT, 3) Mengalihkan populasi OPT menjauhi tanaman,dan 4) Mengurangi dampak kerusakan tanaman. Beberapa contoh dari pengendalian OPT secara kultur teknis: a) Menggunakan varietas domestik yang tahan: karakteristik dari varietas domestik adalah memiliki ketahanan yang lebih baik karena cocok terhadap lingkungannya. b) Rotasi Tanaman: pergiliran atau rotasi tanaman yang baik adalah bila jenis tanaman yang ditanam pada musim berikutnya, dan jenis tanaman tersebut bukan merupakan inang hama yang menyerang tanaman yang ditanam pada musim sebelumnya. Dengan pemutusan ketersediaan inang pada musim berikutnya populasi hama yang sudah meningkat pada musim sebelumnya dapat ditekan pada musim berikutnya. Rotasi tanaman paling efektif untuk mengendalikan hama yang memiliki kisaran makanan sempit dan kemampuan migrasi terbatas terutama pada fase yang aktif makan. Contoh rotasi tanamn misalnya (Untung, 2006): Pergiliran tanaman antara kedelai antara tanaman bukan kacang-kacangan dapat mengendalikan hama-hama penting seperti lalat bibit kacang (Agromyza phaseoli), kutu kedelai (Bemicia tabaci). c) Menghilangkan tanaman yang rusak. Tanamn yang terkena serangan hama maupun patogen sebaiknya dibersihkan dari kawasan budidaya. d) Pengolahan Tanah: pengerjaan tanah dapat dimanfaatkan untuk pengendalian instar hama yang berada dalam tanah. Misal: Pengolahan tanah sangat efektif untuk membunuh telur belalang kembara (Locusta migratoria) yang selalu diletakan di dalam tanah. Hama akar seperti lundi (Holotricia helleri) mempunyai fase larva dan pupa di dalam tanah, sehingga pengolahan tanah dapat mengangkat pupa dan memutus siklus perkembangannya. e) Tumpang Sari dan variasi penanamn serta pemanenan: tumpang sari dapat mengendalikan suatu opt akibat keberadaan tanaman yang bukan inangnya. Sedangkan variasi waktu panen akan memutuskan siklus hidup hama. Misalnya: Tumpang sari antara kentang dan bawang daun, tagetes ataupun lobak relatif dapat menekan populasi hama penting tanaman kentang. f) Pemangkasan dan Penjarangan: kegiatan pemangkasan terkait dengan kebersihan tanaman. Sedangkan penjarangan terkait dengan jarak tanam optimum suatu tanaman. g) Pemangkasan pada beberapa tanaman terutama bagian yang terkena infeksi sehingga tidak menyebar ke bagian tanaman yang lain. h) Penjarangan tanaman dapat meningkatkan produktifitas. Jarak tanam dapat pula mempengaruhi populasi hama. Pada tanaman padi, jarak yang terlalu dekat menguntungkan perkembangan dan kehidupan wereng coklat. i) Pemupukan: tindakan pemupukan juga dapat mempengaruhi keberadaan OPT. beberapa pengeruh pemupukan terhadap serangan OPT antara lain: Optimalisasi pemupukan N dapat mengurangi serangan OPT karena pemupukan N yang berlebihan akan menjadikan tanaman sukulen dan mudah terserang OPT.Pemberian pupuk mikro dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan OPT. G. Pengendalian Hama secara karantina tumbuhan Karantina Tanaman Dan Binatang. Dengan adanya tata aturan mengenai karantina yaitu suatu tindakan isolasi terhadap suatu barang dalam hal ini adalah tanaman dan binatang sebelum di manfaatkan secara luas di suatu wilayah, maka penyebaran OPT yang adpat disebabkan dari luar adaerah dapat dihindari. Dasar hukum pelaksanaan karantina adalah UU No 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Beberapa contoh pengaruh karantina terhadap pencegahan penyebaran adalah: Pemberian kategori Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) seprti OPTK golongan 1 kategori A1 yaitu Corynebacterium flaccumfaciens, bakteri yang menyerang benih kedelai yang masih beredar di USA. Klasifikasi OPTP (Organisme Pengganggu Tumbuhan Penting) misalnya pada kasus OPTP penting adalah penyakit rebah kecambah (Phytium sp.),penyakit Tilletia caries pada gandung yang sering terbawa oleh benih. Program Pemberantasan dan Penekanan. Bebrapa tindakan pemberantasan dan penekanan terhadap perkembangan OPT telah dilakukan antara lain: Mengganti tanaman Kopi Arabika yang notabene lebih enak akan tetapi mudah terserang Hemilia vastatrix dengan Kopi robusta. Pemusnahan dengan membakar, menghancurkan maupun mengubur OPT maupun bagian yang terserang untuk menghindari penyebaran. H. Pengendalian Hama secara pemgendalian secara hayati Pengendalian Secara Hayati (Biological Methods) merupakan taktik pengelolaan hama yang dilakukan secara sengaja memanfaatkan atau memanipulasikan musuh alami untuk menurunkan atau mengendalikan populasi hama. Musuh alami yang berupa parasitoid, predator dan patogen dikenal sebagai fator pengatur dan pengendali populasi serangga yang efektif karena sifat pengaturannya yang tergantung kepadatan populasi inang atau mangsa. Peningkatan populasi inang akan ditanggapi secara numerik (respon numerik) dengan meningkatkan jumlah predator dan secara fungsional (respon fungsional) dengan meningkatkan daya makan per musuh alami. Beberapa tindakan antara lain:
a) Pengendalian hayati dengan parasitoid dan predator. Misalnya: mengendalikan hama
tikus dengan memelihara burung hantu disekitar areal tanaman. Dengan menggunakan mikroorganisme antagonis seperti Tricodherma sp. b) Introduksi, perbanyakan dan penyebaran musuh alami, Misalnya: Introduksi kumbang vedalia (Rodolia cardinalis) dari Australia ke California untuk mengendalikan hama kutu perisai (Icerya purchasi) yang menyerang jeruk. Introduksi parasitoid Tetrasitichus brontisapae dari Jawa ke Sulawesi dapat berhasil menekan populasi hama kelapa Brontispa longissima. c) Perlindungan dan dorongan musuh alami. Misalnya: Campsomeris sp menyerang uret. Tricodherma sp menyerang telur penggerek batang tebu. I. Pengendalian Hama secara varietas lahan Penggunaan varietas tahan. Merupakan pengendalian paling efektif, murah dan kurang berbahaya bagi lingkungan. Varietas tahan diperoleh melalui serangkaian penelitian dengan memecahkan kelemahan dari hama tertentu. Teknik pengembangan tanaman tahan hama sengaja memanfaatkan proses pembentukan sifat ketahanan dan perlawanan tanaman terhadap serangan serangga herbivora yang terjadi secara koevolusioner di alam. Beberapa contoh pengendalian ini adalah: penggunaan Varietas Unggul Tahan Wereng (VUTW) terbukti mampu mengendalikan haam wereng coklat padi di Indonesia. Salah satu varietas jagung yang mengandung 2,4 – hydroxy – 7 – methoxy - 2H - 1,4 – benxoaxazin – 3 (4H) - one (DIMBOA) pada jagung untuk memperoleh ketahanan terhadap penggerek batang jagung Ostrinia. Pengendalian Dengan Serangga Mandul. Disebut juga teknik otosidal merupakan teknik pengendalian hama dengan pemab\ndulan serangga jantan, serangga betina atau keduanya. Serangga mandul sudah mulai banyak diupayakan katrena efektifitasnya mengurangi populasi serangga tersebut. Misalnya dengan melepas jantan atau betina mandul, maka ketika terjadi perkawinan, tidak lah terbentuk keturunan dan dalam jangka waktu tertentu akan sangat mengurangi populasi hama tersebut. Beberapa contoh pengendalian dengan pemandulan hama: Teknik pelepasan jantan mandul secara besar- besaran pernah dilakukan di Florida, Puerto Rico dan Amerika Selatan untuk pengendalian “screwworm” Cochliomyia hominivorax yaitu lalat ayang menyerang ternak. Dapat pula dipadukan dengan teknik pengendalian hayati, yaitu pelepasan telur Habrobracon hebetor lebih efektif mengendalikan hama Ephestia cautella bila jenis jantan dimandulkan terlebih dahulu. J. Pengendalian Hama secara bercocok tanam Pada dasarnya pengendalian ini merupakan pengendalian yang bekerja secara alamiah, karena sebenarnya tidak dilakukan pembunuhan terhadap hama secara langsung. Pengendalian ini merupakan usaha untuk mengubah lingkunagn hama dari keadaan yang cocok menjadi sebaliknya. Dengan mengganti jenis tanaman pada setiap musim, berarti akan memutus tersedianya makanan bagi hama-hama tertentu. Sebagai contoh dalam pengendalian hama wereng coklat (Nilaparvata lugens) diatur pola tanamnya, yakni setelah padi – padi, pada periode berikutnya supaya diganti dengan palawija. Cara ini dimaksudkan untuk menghentikan berkembangnya populasi wereng. Cara di atas dapat pula diterapkan pada hama lain, khususnya yang memiliki inang spesifik. Kebaikan dari pengendalian hama dengan mengatur pola tanam adalah dapat memperkecil kemungkinan terbentuknya hama biotipe baru. Cara – cara pengaturan pola tanam yang telah diterapkan pada pengendalian wereng coklat adalah : Tanam serentak meliputi satu petak tersier (wikel) dengan selisih waktu maksimal dua minggu dan selisih waktu panen maksimal 4 minggu, atau dengan kata lain varietas yang ditanam relatif mempunyai umur sama. Dengan tanam serentak diharapkan tidak terjadi tumpang tindih generasi hama, sehingga lebih mudah memantau dan menjamin efektifitas pengendalian, karena penyemprotan dapat dilakukan serentak pada areal yang luas. Pergiliran tanaman meliputi areal minimal satu WKPP dengan umur tanaman relatif sama. Pergiliran varietas tahan. Untuk daerah-daerah yang berpengairan baik, para petani pada ummnya akan menanam padi – padi sepanjang tahun. Kalau pola demikian tidak dapat diubah maka teknik pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pergiliran varietas yang ditanam. Pada pengendalian ini diusahakan supaya digunakan varietas yang mempunyai tetua berbeda, dengan demikian dapat menghambat terbentuknya wereng biotipe baru. K. Pengendalian Hama secara saitasi dan eradikasi Beberapa jenis hama mempunyai makanan, baik berupa tanaman yang diusahakan manusia maupun tanaman liar (misal rumput, semak – semak, gulam dan lain – lain). Pada pengendalian dengan cara sanitasi eradikasi dititikberatkan pada kebersihan lingkungan di sekitar pertanaman. Kebersihan lingkungan tidak hanya terbatas di sawah yang ada tanamannya, namun pada saat bero dianjurkan pula membersihkan semak- semak atau turiang-turiang yang ada. Pada musim kemarau sawah yang belum ditanami agar dilakukan pengolahan tanah terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan untuk membunuh serangga-serangga yang hidup di dalam tanah, memberikan pengudaraan (aerasi), dan membunuh rerumputan yang mungkin merupakan inang pengganti suatu hama tertentu. Contoh pengendalian dengan eradikasi terhadap serangan hama wereng coklat adalah : a) Pada daerah serangan wereng coklat tetapi bukan merupakan daerah serangan virus, eradikasi dilakukan pada tanaman padi yang telah puso. Pada daerah serangan berat eradikasi hendaknya diikuti pemberoan selama 1 – 2 bulan atau mengganti dengan tanaman selain padi. b) Pada daerah serangan hama wereng yang juga merupakan daerah serangan virus, eradikasi dilakukan sebagai berikut : Eradikasi selektif dilakukan pada padi stadia vegetatif yang terserang virus dengan intensitas sama dengan atau kurang dari 25 % atau padi stadia generatif dengan intensitas serangan virus kurang dari 75 %. Eradikasi total dilakukan terhadap pertanaman statdia vegetatif dengan intensitas serangan virus lebih besar dari 25 % atau pada padi stadia generatif dengan intensitas serangan virus lebih besar sama dengan 75 %. Cara melakukan eradikasi adalah dengan membabat tanaman yang terserang hama, kemudian membakar atau membenamkan ke dalam tanah. TUGAS DASAR-DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN “CARA PENGENDALIAN HAMA”
DISUSUN OLEH :
NAMA : FHENNY RAMA SHENTHAURY
NIM : D1A017012 KELAS : A (R-001) DOSEN : 1) Ir. WILMA YUNITA, M.P. 2) Ir. SRI MULYATI, M.P