Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA

KIMIA DASAR I

PERCOBAAN I
PEMBUATAN DAN PENENTUAN KONSENTRASI LARUTAN

NAMA : MSY ELSA


MAYORI AURORA
NIM : 1711013120011
KELOMPOK : I (SATU)
ASISTEN :

PROGRAM STUDI S1-BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU

2017
PERCOBAAN I

PEMBUATAN DAN PENENTUAN KONSENTRASI LARUTAN

I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan percobaan ini adalah dapat membuat larutan dengan
konsentrasi tertentu, mengencerkan larutan, dan menentukan konsentrasi larutan
yang telah dibuat

II. DASAR TEORI


Larutan adalah campuran homogen antara dua macam zat tunggal atau
lebih. Larutan terdiri dari dua komponen yaitu pelarut (solute) dan zat pelarut
(solvent). Konsentrasi dari suatu larutan menunjukkan berapa banyak jumlah
suatu zat terlarut dalam larutan tersebut. Nilai dari konsentrasi suatu larutan dapat
dinyatakan dalam beberapa satuan, antara lain molaritas; normalitas; persen berat;
pesan volume; fraksi mol; bagian persejuta (part per million, ppm).
Molaritas menyatakan banyaknya jumlah mol suatu zat terlarut perliter
larutan, sedangkan normalitas menyataka jumlh ekuivalen za terlarut yang ada
didalam setiap liter perliter larutan. Persen berat menyatakan banyaknya zat
terlarut (dalam satuan gram) per 100 mL larutan, sedangkan volume menyatakan
volume zat terlarut (dalam suan mL) yang terdapat dalam setiap 100 mL larutan.
Untuk membuat suatu larutan dengan konsentrasi tertentu dapat dilakukan
dengan cara :
1. Melarutan zat terlarut yang berada dalam bentuk padatan
Jika larutan yang diinginkan komponen terlarutnya pada suhu kamar
berupa padatan, maka untuk membuat larutan tersebut, ditimbang
sejumlah tertentu zat terlarut nyang diperlukan. Untuk itu, perlu
diketahui berapa konsentrasi dari larutan yang diperlukan dan dalam
satuan apa konsentrasi tersebut dinyatakan. Selain itu, untuk menjamin
akurasi dari konsentras larutan, harus diperhatikan beberapa sifat fisis
dari zat terlarut, misalnya kelarutannya; apakah zat tersebut bersifat
higroskopis; dan lain- lain.

2. Mengencerkan suatu larutan pekat


Beberapa macam larutan dapat dibuat dengan mengencerkan larutan
pekatnya. Untuk membuat jenis larutan semacam ini, sangat penting
diketahui sifat-sifat dari larutan pekat yang tersedia (berat jenis;
volatilitas ; dll) dan konsentrasi awal larutan pekat tersebut ( perhatikan
satuan yang digunakan dalam menyatakan konsentrasi tersebut ). Untuk
menentukan berapa banyak larutan pekat yang diperlukan untuk
membuat sejumlah tertentu larutan dengan konsentrasi yang lebih encer,
persamaan yang lazim digunakan adalah :
M1.V1 = M2.V2

M1 : Konsentrasi larutan sebelum diencerkan

V1 : Volume larutan atau massa sebelum diencerkan

M2 : Konsentrasi larutan setelah diencerkan

V2 : Volume larutan atau massa setelah diencerkan

Untuk alasan keamanan,pengambilan suatu larutan pekat yang harus


dilakukan dalam lemari asam, atau jika tidak memungkinkan, dilakukan
ditempat dengan aliran udara yang baik atau berventilasi bagus.

Untuk mengetahui konsentrasi dari suatu larutan yang belum diketahui


konsentrasinya dapat dilakukan melalui analisis kuantitatif dengan menggunakan
bantuan suatu larutan standar. Larutan standar adalah larutan yang
konsentrasinya telah diketahui. Ada dua macam larutan standar, larutan standar
primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer konsentrasinya
relative tetap, dan relative tidak mengalami perubahan dibandingkan pada saat
pertama kali larutan tersebut dibuat. Konsentrsi dari suatau larutan sekunder
seringkali megalami perubahn konsentrasinya dibandingkan konsentrasinya pada
saat pertama kali dibuat, sehingga konsentrasi sesungguhnya dari suatu larutan
sekunder seringkali tidak sama dengan konsenasrinya pada label. Hal ini
dikrenakan sifat larutan standar sekunder yang tidak begitu stabil terhadap
pengaruh likungan. Sebelum digunakan dalam analisis, konsentrasi larutan
sekunder yang eksak harus ditentukan terlebih dahulu dengan menggunkan suatu
larutan primer. Langkah semacam ini disebut sebagai standarisasi. Jenis larutan
primer yang digunakan dalam standarisasi larutan sekunder terganung jenis
larutan sekunder yang ingin distandarisasi.

III. PROSEDUR
A. ALAT
Alat-alat yag digunakan dalam percobaan ini adalah gelas piala, gelas
ukur, pipet tetes, pipet ukur, pipet gondok, labu takar, dan buret.
B. BAHAN
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah asam
klorida pekat, larutan natrium hidroksida 0,1 M, pellet natrium hidroksida,
larutan asam klorida 0,1 M, indikator metil orange, indikator fenoftalein, dan
akuades.
IV. PROSEDUR KERJA
A. Pembuatan dan Pengenceran Larutan Asam Klorida
1. Menimbang gelas ukur kosong, catat beratnya.
2. Mengambil 4,15 mL larutan asam klorida pekat dengan menggunakan
gelas ukur yang telah ditimbang dan pipet tetes. melakukan dalam
lemari asam.
3. Menimbang labu takar 100 mL yang kosong, mencatat beratnya. Labu
takar tersebut diisi dengan sekitar 20-25 mL akuades.
4. Perlahan-lahan , masukkan asam klorida pekat yang telah diambil ke
dalam labu takar. melakukan dalam lemari asam.
5. Menambahkan akuades ke dalam labu takar hingga tanda batas
(perhatikan, meniskus yang diamati adalah meniscus bawah).menutup
labu takar dan lakukan pengcokan hingga larutan homogen.
Menimbang berat labu takar yang telah berisi larutan. Larutan yang
telah dibuat dalam tahap ini disebut sebagai larutan A.
6. Menggunakan pipet gondok atau pipet ukur, pindahkan 20 Ml larutan
asam klorida yang telah dibuat (larutan A) ke dalam labu takar 100
mL yang baru.
7. Menambahkan akuades ke dalam labu takar tersebut hingga tanda
batas. Larutan HCl yang diencerkan ini disebut sebagai larutan B.

B. Penentuan Konsentrasi Larutan Asam Klorida Melalui Titrasi


a. Titrasi dengan Indikator Metil orange
1. Buret dibilas dengan akuades sebelum digunakan, kemudian bilas
kembali dengan larutan NaOH yang digunakan.
2. Buret diisi dengan larutan NaOH.
3. Volume awal larutan NaOH dalam buret dicatat dengan membaca
skala pada meniskus bawah larutan.
4. 10 mL larutan HCl encer (larutan B) dipindahkan ke dalam
Erlenmeyer dengan menggunakan pipet gondok atau pipet ukur.
5. Metil orange ditambahkan ke dalam larutan tersebut.
6. Larutan dalam Erlenmeyer dititrasi dengan larutan NaOH di dalam
buret hingga terjadi perubahan warna.
7. Titrasi dihentikan saat terjadi perubahan warna yang konstan.
8. Volume akhir NaOH yang tersisa dalam buret dibaca. Dihitung
volume NaOH yang diperlukan untuk titrasi dari selisih volume awal
dan volume akhir NaOH dalam buret.
9. Titrasi dilakukan sebanyak 2 kali.
b. Titrasi dengan Indikator Fenoftalein
1. Prosedur titrasi dilakukan kembali terhadap 10 mL HCl encer (Larutan
B) dengan larutan NaOH 0,1 M, namun dengan menggunakan
indikator fenoftalein.
2. Perlakuan dengan menggunakan indikator metil orange dan dengan
menggunakan fenoftalein sebagai indikator dibandingkan.

C. Pembuatan Larutan Natrium Hidroksida


1. 0,4 gram butiran NaOH ditimbang secara teliti menggunakan kaca
arloji dan neraca analitik.
2. NaOH dari gelas arloji dipindahkan ke dalam gelas beker yang telah
berisi 20-25 mL akuades hangat setelah penimbangan selesai
3. Mengaduk dengan pengaduk kaca hingga seluruh NaOH larut
sempurna.
4. Larutan dipindahkan dari gelas beker ke dalam labu takar 50 mL.
5. Akuades ditambahkan hingga tanda batas pada labu takar. Labu takar
ditutup, kemudian dikocok hingga homogen. Larutan yang diperoleh
pada tahap ini disebut larutan C.
6. 12,5 mL larutan C dipindahkan ke dalam labu takar 50 mL yang baru
dengan menggunakan pipet gondok yang sesuai.
7. Akuades ditambahkan hingga tanda batas. Larutan dikocok hingga
homogen. Larutan yang diperoleh disebut sebagai larutan D.
D. Penentuan Konsentrasi Larutan Natrium Hidroksida Melalui Titrasi
a. Titrasi NaOh dengan Larutan HCL sebagai Titran
1. Buret dibilas dengan akuades sebelum digunakan, kemudian
dibilas kembali dengan larutan HCl 0,1 M yang akan digunakan.
2. Buret diisi dengan larutan HCL 0,1 M.
3. Volume awal larutan HCL 0,1 M dalam buret dicatat dengan
membaca skala pada meniskus bawah larutan.
4. 10 mL larutan NaOH (Larutan D) dipindahkan ke dalam
Erlenmeyer dengan menggunakan pipet gondok ataubpipet ukur.
5. 2-3 tetes indikator metil orange ditambahkan ke dalam larutan
tersebut.
6. Larutan dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan HCl 0,1 M di
dalam buret sampai terjadi perubahan warna.
7. Titrasi dihentikan saat terjadi perubahan warna yang konstan
8. Volume akhir HCL yang tersisa dalam buret dibaca. Volume HCl
yang diperlukan untuk titrasi dari selisih volume awal dan volume
akhir HCl dalam buret dihitung.
9. Titrasi dilakukan sebanyak 2 kali.

b. Titrasi Larutan HCl 01 M dengan Larutan NaOH sebagai Titran


1. Buret dibilas menggunakan akuades, kemudian membilasnya
kembali menggunakan larutan NaOH yang telah dibuat (Larutan
D).
2. Buret diisi dengan larutan NaOH encer (Larutan D)
3. 10 mL larutan HCl 0,1 M dipindahkan menggunakan pipet gindok
atau pipet ukur.
4. 2-3 tetes indikator metil orange ditambahkan ke dalam larutan
tersebut.
5. Larutan dalam Erlenmeyer dititrasi dengan dengan larutan NaOH
di dalam buret hingga terjadi perubahan warna.
6. Titrasi dihentikan saat terjadi perubahan warna yang konstan.
7. Dihitung volume NaOH yang diperlukan untuk menitrasi larutan
HCl 0,1 M sebagai titran, dan larutan NaOH encer sebagai larutan.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil
1. Data Percobaan
I. Pembuatan dan Pengenceran Larutan Asam Klorida
a. Pembuatan Larutan A
Berat gelas ukur kosong :....................gram
Volume HCL pekat :....................mL
Massa jenis HCL :....................gram/mL
Konsentrasi HCL pekat :....................%(b/b)
Berat Labu Takar Kosong :....................gram
Berat Labu Takar berisi larutan : ..................gram
Berat Larutan :...................gram
Volume larutan A :....................mL
b. Pembuatan larutan B
Volume larutan sebelum diencerkan :.............mL(diambil dari larutan A)
Volume larutan setelah diencerkan :.............mL(Larutan B)
II. Penentuan Konsentrasi Indikator Metil Merah
a. Titrasi Menggunakan Indikator Metil Merah
Titrasi ke …. Volume HCL Volume NaOH Perubahan
warna

Rata-rata

b. Titrasi Menggunakan indikator fenoftalein


Titrasi ke… Volume HCL Volume NaOH Perubahan
Warna

Rata-rata
III. Pembuatan Larutn NaOH
a. Pembuatan Larutan C
Massa NaOH =..................gram
Mr NaOH =..................gram/mol
Volume Larutan = .............mL(Larutan C)
b. Pembuatan Larutan D
Volume larutan sebelum diencerkan : ..........mL (diambil dari larutan C)
Volume larutan setelah diencerkan :..............mL (Larutan D)

B. Pembahasan
1. Pengenceran
Pembuatan larutan HCl dibuat dari HCl pekat dan H₂O, proses ini
sering disebut dengan pengenceran, diamana HCl pekat sebagai pelarut dan zat
terlarut dalam H₂O sebagai pelarut. Pengencerann larutan HCl dilakukan dengan
cara menambahkan akuades ke dalam larutan HCl pekat. Pada percobaan ini
dibuat dua larutan yaitu larutan A dan larutan B melalui rumus pengenceran.
Molaritas larutan HCl encer dapat dihitung dengan menggunakan
rumus pengenceran, yaitu perkalian antara M dan V HCl pekat dibagi dengan V
HCl sesudah diencerkan. Pada percobaan ini, pembuatan larutan HCl dibagi
menjadi dua, yang pertama larutan HCl pekat 4,15 mL diencerkan dengan H₂O
100 mL, larutan ini disebut larutan A. Kemudian larutan yang kedua, larutan A
diambil 10 mL dan diencerkan ke dalam labu takar 50 mL, larutan ini disebut
larutan B dan diketahui dari perhitungan nilai MA = 0,5006 mol/L dan nilai MB =
0,10012 mol/L.
HCl(s) + H₂O(aq) HCl(aq) + H₂O(aq)
2. Titrasi
Pada proses titrasi HCl oleh NaOH, digunakan dua indikator, yaitu
metil orange dan fenoftalein. Titrasi dengan menggunakan fenoftalein tidak
merubah warna HCl yang semula berwarna bening dan ketika ditetesi fenoftalein
tetap berwarna bening, tetapi ketika HCl dititrasi NaOH yang bersifat basa, warna
akan berubah menjadi merah muda, sedangkan titrasi indikator metil orange
membuat larutan HCl yang semula berwarna bening menjadi merah muda dan
setelah dititrasi oleh NaOH berubah warnanya berubah menjadi kuning.
Fenoftalein adalah indikator yang bereaksi dengan basa dimana
rentang pH fenoftalein antara 8,0 - 9,8 (berada dalam wilayah basa). Fenoftalein
merupakan suatu basa organik lemah. Pada larutan asam fenoftalein tidak berubah
warna karena penambahan ion-ion hidrogen yang terjadi membuat larutan
kehilangan sifat basanya (netral), tetapi ketika ditimbang dengan larutan basa,
ion-ion hidrogen akan dihilangkan, sehingga kesetimbangan ke arah pembentukan
anion indikator, dan larutan akan berubah warna. Metil orange adalah indikator
yang dapat bereaksi baik dengan asam maupun basa karena rentang perubahan pH
metil orange 3,1 – 4,4. Ketika dalam dalam suasana asam metil orange memiliki
ion-ion hidrogen dalam jumlah besar, kesetimbangan di atas akan bergeser ke
arah kiri, yaitu warna asam metil orange yang tidak terdisosiasi menjadi kelihatan.
Dalam proses perhitungan proses titrasi diketahui bahwa MHCl = 0,07 M dan
MNaOH = 0,1 M.
NaOH merupakan senyawa yang bersifat basa. NaOH merupakan
senyawa yang mudah menyerap kelembapan udara, hal ini dikarenakan di udara
terbuka NaOH akan berubah bentuk/wujud. Untuk membuat larutan NaOH
dibutuhkan H₂O. pada percobaan ini NaOH pada titrasi larutan B atau larutan HCl
yang telah diencerkan dengan indikator metil orange volume yang dihasilkan
kurang lebih sama dengan larutan B dengan indikator fenoftalein. Yang berbeda
hanya warna sebelum dan sesudah titrasi. Titrasi dengan metil orange warna
sebelum titrasi adalah merah, setelah dititrasi berubah menjadi warna kuning.
Sedangkan titrasi menggunakan indikator fenoftalein warna sebelum titrasi
bening atau tidak berwarna setelah dititrasi berubah menjadi warna merah muda.
Apabila reaksi titrasi sudah menunjukkan perubahan warna yang konstan, titrasi
tersebut dihentikan dan larutan yang dititrasi tersebut berarti sudah dalam keadaan
netral.
Berdasarkan hasil pengamatan dari nilai konsentrasi larutan HCl
(larutan A) 0,5006 M terlihat sangat tinggi dibandingkan dengan larutan B
0,05006 M. berdasarkan hasil titrasi menggunakan indikator metil orange
konsentrasi larutann konsentrasi larutan A 0,07 M, sedangkan hasil titrasi
menggunakan fenoftalein menghasilkan konsentrasi larutan B 0,0745 M.
perbedaan konsentrasi yang dihasilkan antara larutan A dan B ini disebabkan
karena prinsip pengenceran adalah penambahan volume, namun nilai mol tetap
sehingga mengakibatkan penurunan konsentrasi.
Hasil pengamatan untuk menghitung konsentrasi NaOH terjadi selisih
yang tidak terlalu jauh antara hasil pengenceran, titrasi NaOH dengan HCl
sebagai titran maupun titrasi HCl dengan NaOH sebagai titran. Berdasarkan hasil
perhitungan melalui pengenceran konsentrasi NaOH yang didapat adalah 0,1
mol/L, sedangkan pada titrasi NaOH dengan HCl sebagi titran, konsentrasi NaOH
yang diperoleh adalah 0,067 M, untuk titrasi HCl dengan menggunakan NaOH
sebagai titran dapat diketahui bahwa konsentrasi NaOH adalah sebesar 0,05 M.
Hal ini mungkin terjadi karena kekurang telitian praktikan dalam berpraktikum,
Larutan D terbuat dari larutan C yang diambil 12,5 mL kemudian
dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL. Perbedaan hasil akhir titrasi antara titrasi
asam terhadap basa (merah muda) dengan titrasi basa terhadap asam (kuning)
dikarenakan karena perbedaan penitrasi, sehingga warna yang terbentuk adalah
warna reaksi asam dengan indikator (asam + metil orange = merah muda),
sedangkan pada titrasi basa terhadap asam yang berlaku sebagai penitrasi adalah
NaOH (basa), sehingga warna larutan yang terbentuk adalah warna reaksi basa
dengan indikator (basa + orange = bening). Sifat akhir larutan hasil titrasi ini
adalah netral (asam kuat + basa kuat = netral).

VI. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah
1. Penentuan konsentrasi suatu larutan dapat ditentukan melalui cara
pengenceran suatu larutan pekat maupun dengan cara titrasi.
2. Dari percobaan di atas dapat dihasilkan konsentrasi larutan A 0,5006 mol/L
dan larutan B 0,10012 mol/L sedangkan melalui titrasi yaitu menggunakan
metil merah sebesar 0,07 M ; fenoftalein 0,0745.
3. Untuk larutan C dihasilkan konsentrasi 1,075 mol/L. Konsentrasi larutan D
0,27 mol/L, serta melalui titrasi NaOH oleh HCl diperoleh konsentrasi 0,067
M dan titrasi HCl oleh NaOH diperoleh 0,05 M.
DAFTAR PUSTAKA

Brady, J. E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Binarupa Aksara. Jakarta.

Chang, R. 2003. Kimia Dasar Jilid I. Erlangga. Jakarta.

Keenan, C. W. 1999, Kimia Universitas Edisi 6. Erlangga. Jakarta.

Rosenberg, J.L, Jasjfi. E. 1984. Kimia Dasar Edisi Keenam. Erlangga. Jakarta.

Sastroharmidjojo, H., Kimia Dasar Edisi ke-I. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Suirta, I. W. 2010. Sintesis Senyawa Orto-Fenilazo-2-Naftol Sebagai Indikator
Dalam Titrasi. Jurnal Kimia 4 (1) : 27-34.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar Jilid 2. ITB. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai