Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang bersifat kronis disebabkan
oleh bakteri.
Penyebaran penyakit ini secara global sudah meluas hampir diseluruh dunia.
Berdasarkan laporan WHO dan FAO pada tahun 2000 perkembangan Bovine
Tuberculosis (BTB) dinegara berkembang sudah mengkhawatirkan walaupun
untuk mencari data yang konkrit masih sangat langka. Afrika di 25 negara
dilaporkan secara sporadis, dilaporkan hampir 15% dari populasi sapi ditemukan
adanya BTB melalui uji. Dari 36 negara di Asia, 16 negara melaporkan secara
sporadis. Amerika latin ditemukan secara sporadis di 12 negara dari 34 negara
yang ada. Di Indonesia BTB belum diketahui secara jelas, namun tuberculosis
pada manusia tercatat lebih kurang 1,5 juta penduduk dan tiap tahun mengalami
peningkatan sekitar 200.000 kasus baru. Sehingga Tuberkulosis menjadi masalah
yang cukup serius. Menurut OIE, menyebutkan bahwa secara klinis belum pernah
dilaporkan adanya BTB di Indonesia (OIE, 2010). Namun demikian pada tahun
1994 pernah dilaporkan adanya 3 kasus BTB di Propinsi Jawa Barat (Akoso,
1996)
Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah lumbung ternak sapi di
Indonesia Timur. Saat ini populasi sapi di Provinsi Sulawesi Selatan sebesar
1.129.732 Ekor (Data statisttik ternak Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan
Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2013). Jumlah ini akan terus ditingkatkan untuk
bisa mencapai swasembada daging pada tahun 2017. Pemerintah Provinsi
Sulawesi Selatan terus berupaya untuk mempertahankan daerah lumbung ternak
sapi diantaranya dengan program 2 (dua) juta ekor sapi pada tahun 2016. Banyak
faktor yang akan menjadi rintangan untuk bisa mewujudkan target tersebut,
diantaranya adalah kendala penyakit, khususnya penyakit yang berpotensi

1
zoonosis, diantaranya adalah Brucellosis, Anthraks dan Tuberkulosis. Penyakit-
penyakit tersebut merupakan penyakit yang tergolong dalam penyakit strategis,
yang berdampak sangat luas, selain pada kesehatan masyarakat veteriner,
ekonomi, politis dan kebijakan serta perundang-undangan.
Sebagai daerah lumbung ternak di Indonesia Timur, Propinsi Sulawesi Selatan
dituntut memiliki sebuah strategi yang konprehensif dan terintegrasi dalam
pengendalian penyakit hewan. Salah satu yang menjadi fokus adalah
pengendalian penyakit hewan strategis, khususnya penyakit yang bersifat
zoonosis. Dalam mengaplikasikan kegiatan terintegrasi pada penyakit zoonosis
maka pelibatan aspek kesehatan manusia menjadi bagian penting. Untuk itu sudah
mulai diinisiasi sebuah kegiatan yang terintegrasi dalam bentuk program “one
health”. One health merupakan sebuah pendekatan keterpaduan antara bidang
kesehatan hewan dengan kesehatan manusia, dapat direalisasikan dalam bentuk
surveylans bersama. Pilihan penyakit untuk uji coba telah dilakukan pada
kejadian wabah Anthraks di Kabupaten Maros pada akhir tahun 2013. Penyakit
zoonosis lainnya yang endemik di Sulawesi Selatan, seperti Rabies dan Flu
burung sudah juga dilakukan keterpaduan dalam penanganannya. Brucellosis
menjadi tantangan tersendiri bagi bidang kesehatan, karena pemerintah belum
mengembangkan definisi kasus ataupun panduan untuk surveylans dan
penanganan kasus pada aspek kesehatan manusia.
Bovine Tuberculosis (BTB) atau Tuberculosis pada sapi sebagai salah satu
penyakit zoonosis perlu dipertimbangkan untuk disurvey kejadiannya di Sulawesi
Selatan, mengingat penyakit ini sebarannya sangat luas. Studi distribusi penyakit
ini sudah pernah dilakukan di Kabupaten Enrekang oleh Sartika Juwita dkk pada
tahun 2012. Studi ini dilakukan pada sapi perah dan dilaporkan hasil positif
sebanyak 2 sampel (3,3%) dari 60 sampel yang diteliti. Gambaran ini
menunjukkan bahwa penyakit ini sudah menyebar di Sulawesi Selatan. Untuk itu
dibutuhkan surveylans yang lebih luas diseluruh kabupaten di Sulawesi Selatan
untuk memberikan keyakinan akan prevalensi dan sebaran penyakit BTB ini.

2
Selanjutnya dengan adanya prevalensi dan sebaran penyakit akan
dipertimbangkan untuk mengembangkan strategi pengendalian, khususnya
memasukkan dalam strategi terpadu „One health‟.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya yaitu :
a. Apa pengertian penyakit Bovine TBC ?
b. Bagaimana cara pencegahan penyakit Bovine TBC ?
c. Bagaimana penanggulangan penyakit Bovine TBC ?
d. Bagaimana cara pemberantasan penyakit Bovine TBC ?

C. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui pengertian penyakit Bovine TBC !
b. Untuk mengetahui cara pencegahan penyakit Bovine TBC !
c. Untuk mengetahui cara penanggulangan penyakit Bovine TBC !
d. Untuk mengetahui cara pemberantasan penyakit Bovine TBC !

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bovine TBC


Tuberculosis sapi atau Bovine Tuberculosis adalah penyakit kronis hewan
yang disebabkan oleh bakteri yang disebut Mycobacterium bovis, (M bovis) yang
berkaitan erat dengan bakteri yang menyebabkan manusia dan TBC burung.
Penyakit ini dapat mempengaruhi hampir semua mamalia, dapat menyebabkan
penyakit umum, batuk bahkan bisa menyebabkan kematian.

B. Pencegahan Penyakit Bovine TBC


Leavel and Clark dalam buku yang berjudul: Preventive Medicine for the
Doctor inhis Community , menyatakan ada 2 fase dalam proses pencegahan
penyakit yaitu:
1. Fase sebelum sakit = prae patogenesis phase yaitu : PRIMARY
PREVENTION
2. Fase selama proses sakit = patogenesis phase yaitu : SECONDARY
PREVENTION dan TERTIARY PREVENTION
Kedua fase diatas merupakan fase yang terdapat dalam riwayat
alamiah penyakit. Riwayat alamiah penyakit adalah perkembangan penyakit itu
tanpa campur tangan medis atau bentuk intervensi lainnya sehingga suatu
penyakit berlangsung secara alamiah, fase-fase tersebut adalah :
1. Prepatogenesis
Tahap ini telah terjadi interaksi antara penjamudengan bibit
penyakit,tetapiinteraksi ini terjadi di luar tubuh manusia,dalam arti bibit
penyakit berada diluar tubuhmanusia dan belum massuk ke dalam tubuh.pada
keadaan ini belum ditemukan adanyatanda-tanda penyakit dan daya tahan
tubuh penjamu masih kuat dan dapat menolak penyakit.keadaan ini disebut
sehat.

4
2. Tahap inkubasi (sdh masuk patogenesis)
Pada tahap ini bibit penyakit masuk ke tubuh penjamu,tetapi gejala-
gejala penyakit belum nampak.tiap-tiap penyakit mempunyai masa inkubasi
yang berbeda.
3. Tahap penyakit dini
Tahap ini mulai di hitung dari munculnya gejala-gejala penyakit. Pada
tahap ini penjamu sudah jatuh sakit tetapi masih ringan dan masih bisa
melakukan aktivitas sehari-hari.
Bila penyakit segera diobati, mungkin bisa sembuh, tetapi jika tidak
bisa bertambah parah hal ini tergantung daya tahan tubuh manusia itu sendiri,
sepertigizi, istirahat dan perawatan yang baik di rumah.
4. Tahap penyakit lanjut
Bila penyait penjamu bertambah parah, karena tidak diobati atau tidak
memperhatikan anjuran-anjuran yang diberikan pada penyakit dini maka
penyakit masuk pada tahap lanjut. Penjamu terlihat tak berdaya dan tak
sanggup lagi melakukanaktivitas. Pada tahap ini penjamu memerlukan
perawatan dan pengobatan intensif.
5. Tahap penyakit akhir
Tahap akhir dibagi menjadi 5 keadaan :
a. sembuh sempurna yaitu bentuk dan fungsi tubuh penjamu kembali
berfungsiseperti keadaan sebelumnya
b. sembuh tapi cacat yaitu penyakit penjamu berakhir/bebas dari
penyakit,tapikesembuhannya tak sempurna,karena terjadi cacat
(fisik,mental maupun sosial) dansangat tergantung dari serangan
penyakit terhadap organ-organ tubuh penjamu
c. carier yaitu gejala penyakit tak tampak lagi, tetapi dalam tubuh
penjamu masih terdapat bibit penyakit yang pada suatu saat bila daya
tahan tubuh penjamu menurun akan dapat kambuh kembali. Keadaan
ini tak hanya membahayakan penjamu sendiri, tetapi dapat berbahaya

5
terhadap orang lain/masyarakat, dapat menjadi sumber penularan
penyakit.
d. Kronis yaitu pada tahap ini gejala-gejala penyakit tidak berubah,pada
keadaan ini penjamu masih tetap berada dalam keadaan sakit.
 TINGKATAN PENCEGAHAN PENYAKIT
Upaya pencegahan dapat dilakukan sesuai dengan perkembangan patologis
penyakitatau dengan kata lain sesuai dengan riwayat alamiah penyakit tersebut.
Ada 3 tingkat utama pencegahan :
1. Pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention)
2. Pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention)
3. Pencegahan tingkat ketiga (Tertiary Prevention)
Tingkat pencegahan 1 pada tahap prepatogenesis dari riwayat alamiah
penyakit. Tingkat pencegahan 2 dan 3 pada tahap patogenesis penyakit.
1. Pencegahan tingkat pertama (Primer prevention)

Adalah Upaya pencegahan yg dilakukan saat proses penyakit belum mulai


(pada periode pre-patogenesis) dengan tujuan agar tidak terjadi proses
penyakitTujuan: mengurangi insiden penyakit dengan cara mengendalikan
penyebab penyakitdan faktor risikonya.
Upaya yang dilakukan adalah untuk memutus mata rantai infeksi “agent –
host - environment”. Terdiri dari:
1. Health promotion (promosi kesehatan)
2. Specific protection (perlindungan khusus)
Kegiatan yang dilakukan melalui upaya tersebut adalah :

1. Health promotion (promosi kesehatan)


1.) Pendidikan kesehatan, penyuluhan
2.) Gizi yang cukup sesuai dengan perkembangan
3.) Penyediaan perumahan yg sehat

6
4.) Rekreasi yg cukup
5.) Pekerjaan yg sesuai
6.) Konseling perkawinan
7.) Genetika
8.) Pemeriksaan kesehatan berkala.
2. Specific protection (perlindungan khusus )
a. Imunisasi
b. Kebersihan perorangan
c. Sanitasi lingkungan
d. Perlindungan thdp kecelakaan akibat kerja
e. Penggunaan gizi tertentu
f. Perlindungan terhadap zat yang dapat menimbulkan kanker
g. Menghindari zat-zat alergenik

2. Pencegahan tingkat kedua (Sekunder prevention)

Adalah Upaya pencegahan yg dilakukan saat proses penyakit sudah


berlangsungnamun belum timbul tanda/gejala sakit (patogenesis awal) dengan
tujuan proses penyakit tidak berlanjut.Tujuan: menghentikan proses penyakit
lebih lanjut dan mencegah komplikasi. Terdiri dari :
1. Deteksi dini
2. Pemberian pengobatan (yang tepat)
Kegiatan yang dilakukan dalam upaya terebut adalah:
1) Deteksi dinia.
a. Penemuan kasus (individu atau masal)
b. Skrining
c. Pemeriksaan khusus dengan tujuan
– Menyembuhkan dan mencegah penyakit berlanjut
– Mencegah penyebaran penyakit menular

7
– Mencegah komplikasi dan akibat lanjutan
– Memperpendek masa ketidak mampuan
2) Pemberian pengobatan
Pengobatan yang cukup untuk menghentikan proses penyakit
mencegahkomplikasi dan sekuele yg lebih parah. Penyediaan fasilitas khusus untu
kmembatasi ketidakmampuan dan mencegah kematian Contoh:
- PMS à kultur rutin bakteriologis utk infeksi asimtomatis pd kelompok resti
- Sifilis à tes serologis utk infeksi preklinis pd kelompok risti
- DBD à pemeriksaaan rumple leed

3) Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention)


Adalah Pencegahan yg dilakukan saat proses penyakit sudah lanjut
(akhir periode patogenesis) dengan tujuan untuk mencegah cacad dan mengembal
ikan penderita ke status sehat.
Tujuan: menurunkan kelemahan dan kecacatan, memperkecil penderitaan
danmembantu penderita-penderita untuk melakukan penyesuaian terhadap
kondisi yangtidak dapat diobati lagi Terdiri dari :
1. Disability limitation
1) Penyempurnaan dan intensifikasi pengobatan lanjutan agar tidak
terjadikomplikasi.
2) Pencegahan terhadap komplikasi maupun cacat setelah sembuh.
3) Perbaikan fasilitas kesehatan sebagai penunjang untuk pengobatan
dan perawatan yang lebih intensif.
4) Mengusahakan pengurangan beban beban non medis (sosial) pada
penderitauntuk memungkinkan meneruskan pengobatan dan
perawatannya.
2. Rehabilitation
1) Penempatan secara selektif
2) Mempekerjakan sepenuh mungkin

8
3) penyediaan fasilitas untuk pelatihan hingga fungsi tubuh dapat diman
faatkansebaik-baiknya
4) Pendidikan pada masyarakat dan industriawan agar menggunakan
mereka yangtelah direhabilitasi
5) Penyuluhan dan usaha usaha kelanjutan yang harus tetap dilakukan
seseorangsetelah ia sembuh.
6) Peningkatan terapi kerja untuk memungkinkan pengrmbangan
kehidupan sosialsetelah ia sembuh.
7) Mengusahakan suatu perkampungan rehabilitasi sosial.
8) Penyadaran masyarakat untuk menerima mereka dalam fase
rehabilitasi.
9) Mengembangkan lembaga-lembaga rehabilitasi. Contoh :
a. Fraktura & cedera à memasang rel pegangan tangan (handrails) di
rumahorang yg mudah jatuh
b. Ulserasi kulit kronis à penyediaan matras khusus utk penyandang
cacat berat
C. Penanggulangan Penyakit Bovine TBC
Pada dasarnya pengendalian tuberculosis sapi pada kelompok ternak sapi
meliputi langkah-langkah seperti berikut :
1. Mendeteksi adanya tuberculosis dan mengeluarkan sapi reactor
dari kelompok
2. Mencegah penyebar luasan infeksi dalam kelompok
3. Mencegah masuknya kembali penyakit ke dalam kelompok
Ketiga langkah tersebut dianggap sangat penting untuk dikerjakan secara
sungguh-sungguh. Dengan tidak mengerjakan salah satu langkah tersebut akan
mengakibatkan program pengendalian tidak berhasil dengan baik.
Deteksi sapi reactor dilakukan dengan penerapan uji tuberculin seperti
Dengan menggunakan metode penyuntikkan tunggal tuberculin PPD secara

9
intradermal (single intradermal, SID) pada sapi umur 3 bulan ke atas, hal ini
harus dilakukan dan ditafsirkan hasilnya secara hati-hati.

D. Pemberantasan Penyakit Bovine TBC


OIE mencatat bahwa banyak Negara pada akhirnya berhasil memberantas
Tuberculosis sapi. Sejumlah factor yang ada mempengaruhi metode
pemberantasan yang mereka gunakan. Namun pada akhirnya kebijakan uji dan
potong merupakan satu-satunya cara pemberantasan yang paling efektif.
Mengingat pemberantasan Tuberculosis sapi pada suatu negara memerlukan
waktu yang lama (tergantung antara lain pada prevalensi penyakit).
Hal-hal yang mendukung dalam proses pemberantasan antara lain :
1. Menyiapkan satu pengorganisasian pemberantasan (dari tingkat pusat sampai
daerah) yang handal.
2. Memberi penyuluhan seluas-luasnya kepada masyarakat (terutama peternak
sapi) dan pihak terkait lainnya akan manfaat, tujuan pemberantasan dan peran
serta aktif mereka
3. Mengetahui lebih dahulu prevalensi penyakit pada daerah yang akan
melaksanakan program pemberantasan
4. Menentukan metode pemberantasan yang tepat, menetapkan kriteria, termasuk
menghitung besar uang kompensasi bagi sapi yang harus diafkir.
5. Melakukan evaluasi kemajuan program yang dicapai serta mengatasi berbagai
kendala yang muncul.
Dalam hal-hal tertentu, misalnya bila untuk sementara waktu tindakan
pemberantasan belum dapat dilakukan tetapi mempunyai tujuan mengurangi
jumlah kejadian penyakit secara maksimal, maka program vaksinasi menjadi
pilihan. Sayangnya, vaksin khusus untuk tindakan pencegahan tuberkolosis sapi
belum tersedia. Untuk pemakaian di lapangan, vaksin yang kini tersedia adalah
vaksin BCG, yang memiliki banyak kelemahan. Diperlukan dosis vaksin yang
tinggi (50-100 ml) disuntikan secara subkutan pada kulit dan dapat

10
mengakibatkan terlihatnya gumpalan di bawah kulit pada tempat suntikan.
Vaksinasi harus diulang setiap tahun dan dengan konsekuensi bahwa sapi yang
pernah di vaksin akan memberi reaksi positif pada uji toberkulinnya. Sesudah sapi
lahir, maka secepatnya pedet harus di vaksinasi, kekebalan belum akan muncul
sebelum pedet tersebut berumur 6 minggu serta kekebalan yang terbentukpun
tidak cukup kuat. Sehingga pedet yang sudah divaksinasi pun masih dapat
terserang penyakit yang hebat.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tuberculosis sapi atau Bovine Tuberculosis adalah penyakit kronis hewan
yang disebabkan oleh bakteri yang disebut Mycobacterium bovis, (M bovis) yang
berkaitan erat dengan bakteri yang menyebabkan manusia dan TBC burung.

B. Saran
Dalam makalah ini Kelompok II merasa masih banyak kekurangan. Untuk itu kritik dan
saran dari semua pihak demi penyempurnaan makalah ini.

12

Anda mungkin juga menyukai