Anda di halaman 1dari 12

SATUAN ACARA PENYULUHAN

PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN II


Tahun Akademik 2017/2018

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


UNIVERSITAS BONDOWOSO
JL. Khairil Anwar No. 3B Telp/Fax. (0332) 433015 Bondowoso
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Topik : Bahaya Sexs Bebas


Sasaran : Remaja
Hari/Tgl : kamis / 16-11-2017
Waktu : 30 menit
Tempat : Mahasiswa D III Keperawatan Universitas Bondowoso

I. Analisis Situasi
1.1 Peserta diskusi : Keluarga pasiean ruangan Boegenviel
1.2 Ruangan Diskusi : Rawat inap kelas 2 A
1.3 Pemberi Materi : Mahasiwa D3 Keperawatan Universitas Bondowoso

II. Tujuan
2.1 Tujuan Umum :
Setelah mengikuti diskusi kelompok tentang Pendidikan Bahaya Seks Bebas, diharapkan
keluarga pasien dapat mengerti dan menjelaskan tentang dampak dan kerugian seks bebas.
2.2 Tujuan Khusus :
Setelah mengikuti diskusi kelompok tentang Bahaya Seks Bebas, diharapkan peserta dapat :
a. Menjelaskan pengertian perilaku seksual dan seks bebas
b. Menjelaskan aspek-aspek perilaku bahaya seks bebas
c. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seks bebas
d. Menjelaskan dampak dari perilaku seks bebas
e. Menjelaskan upaya menanggulangi seks bebas di kalangan remaja

III. Materi
3.1 Definisi pengertian perilaku seksual dan seks bebas
3.2 Aspek-aspek perilaku seks bebas
3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seks bebas
3.4 Dampak dari perilaku seks bebas
3.5 Upaya menanggulangi seks bebas di kalangan remaja
IV. Metode dan Media
4.1 Metode : Diskusi kelompok
4.2 Media : Leaflet

V. Kegiatan Diskusi
No. Topik Waktu Kegiatan Diskusi Kegiatan Peserta
1. Pembukaan 5 menit - Memberikan leaflet - Menerima dan mem-baca
leaflet
- Membuka kegiatan diskusi - Menjawab salam
dan mengucapkan salam
2. Pelaksanaan 30 - Menyampaikan sekilas tentang - Memperhatikan
menit materi yang akan didiskusikan
tentang seks bebas
- Membentuk kelompok menja- - Peserta membentuk
di 4 kelompok kelompok menjadi 4
- - Kelompok sangat antusias
Pemandu masuk dalam kelom- Memperhatikan
pok untuk memandu jalannya
kegiatan diskusi dalam -
kelompok tersebut
- Pemandu menunjuk ketua dan Mendengarkan
sekretaris dari kelompok tsb. -
- Menyampaikan materi diskusi Memperhatikan
- Sekretaris membuat kesimpu-
lan dari kegiatan diskusi -
- Ketua kelompok menyampai- Peserta memperhati-kan
kan hasil akhir dari kegiatan
diskusi di depan forum

3. Evaluasi 5 menit - Pemandu diskusi kelompok - Replay materi yang telah


mengevaluasi hasil diskusi disampaikan
dalam kelompoknya
4. Penutup 5 menit - Kesimpulan dari penyuluhan - Mendengarkan
- Evaluasi dari pemimpin - Mendengarkan
diskusi
- Mengucapkan salam penutup - Menjawab salam
,mengakhiri pertemuan serta
mengucapkan terima kasih

VI. Kriteria Evaluasi


6.1 Evaluasi Struktur
a. Kesiapan materi
b. Kesiapan SAP
c. Kesiapan media : leaflet
d. Peserta hadir di tempat diskusi
e. Penyelenggaraan diskusi dilaksanakan di ruang bougenvile
6.2 Evaluasi Proses
a. Fase dimulai sesuai waktu yang direncanakan
b. Peserta antusias terhadap materi diskusi yang ditandai dengan peserta menyampaikan
pendapatnya.
c. Suasana menyenangkan
d. Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat diskusi sebelum diskusi selesai
6.3 Evaluasi Hasil
a. Peserta dapat mengulangi materi yang telah diberikan
b. Peserta dapat memahami tentang seks bebas dan dampak serta kerugiannya.

VII. Daftar Pustaka


Wikjosastro, Hanifa. 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Yusuf, Syamsu. 2008. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: Rosda.
Willis, Sofyan. 2000. Problema Remaja dan Pemecahannya. Bandung: Angkasa
VIII. Pengorganisasian
8.1 Pemimpin Diskusi
Tugas : MOH.Dafid Kusuma Negara
a. Pembawa acara
b. Membuka tanya jawab antara pemandu dan peserta yang bertanya
c. Mengatur jalannya acara yang disajikan
d. Menyajikan kesimpulan tentang topik yang telah dibahas
e. Menutup acara
8.2 Pemandu Diskusi Kelompok
Tugas : - Ikhsan Abadi Kelompok I
- Candra Wijaya Kelompok II
- Nurhadi Kelompok III
- Very irmawan Kelompok IV
a. Menyiapkan topik atau pokok yang akan dibahas
b. Menjawab pertanyaan yang disampaikan oleh peserta yang bertanya
Tata Cara Berdiskusi yang Benar:

Salah satu cara memecahkan permasalahan adalah dengan berdiskusi. Saling bertukar
pikiran dan wawasan, permasalahan yang rumit niscaya dapat diuraikan dan pada akhirnya akan
diperoleh jalan keluarnya. Proses diskusi akan berjalan secara efektif jika peserta menyadari
hakikat diskusi dan memegang teguh prinsip-prinsip pelaksanaan diskusi.
Berikut ini beberapa prinsip berdiskusi yang harus diperhatikan:
1. Diskusi merupakan forum ilmiah untuk bertukar pikiran dan wawasan dalam menyikapi suatu
permasalahan yang dihadapi bersama. Diskusi bukan forum untuk berbagi pengalaman
(sharing), perasaan (curhat), kepentingan (musyawarah), atau ilmu kepintaran (mengajar).
2. Dalam diskusi, harus terjadi dialog atau komunikasi intelektual dan ilmiah. Dalam hal ini,
harus dijauhkan unsur emosional dan mengabaikan kedekatan hubungan personal sehingga
terlahir pemikiran – pemikiran yang rasional dan objektif.
3. Diskusi merupakan forum resmi, formal, dan terbuka. Oleh karena itu, proses komunikasi
menggunakan bahasa nasional yang baku sehingga dapat dipahami semua kalangan dengan
baik. Diskusi bukan forum kekeluargaan yang ditujukan pada kelompok terbatas.
4. Diskusi berlangsung dalam situasi yang tertib, teratur, dan terarah serta bertujuan jelas. Oleh
karena itu, diperlukan adanya perangkat dan instrumen pendukung seperti ketua/moderator,
notulis, dan tata tertib. Proses diskusi dikatakan hidup dan sehat jika seluruh peserta terlibat
secara aktif dengan mengikuti tatanan yang ada. Sebaliknya, akan dikatakan tidak sehat jika
proses bertukar pikiran didominasi oleh satu atau dua pikiran saja.
Menyampaikan gagasan dan tanggapan dengan alasan yang logis dalam diskusi . Inti dari
kegiatan diskusi adalah terjadinya proses bertukar pikran antar peserta diskusi . peserta diharap
menyampaikan pendapatnya terhadap permasalahan yang di hadapi selanjutnya pendapat
tersebut harus disampaikan oleh peserta lain . bermacam- macam bentuk tanggapan dapat
disampaikan , misalnya dengan mempertahankan maksud dari pendapat tersebut jika dianggap
belum jelas. Tanggapan juga dapat disampaikan dengan menyatakan sikap setujuatau tidak
setuju/ mendukung atau tidank mendukung terhadap pendapat yang telah di kemukakan.
Munculnya berbagai sikap dan pikiran dan tanggapan yg berbeda – beda itu merupakan hal yang
positif dalam kegiatan berdiskusi.
\
MATERI DISKUSI
PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

1. Definisi
Menurut PKBI (2009) pengertian perilaku seksual adalah segala bentuk kegiatan yang dapat
memberikan penyaluran pada dorongan seksual yang dilakukan oleh dua orang yang berjenis
kelamin berbedamulai dari bermesraan, bercumbu, sampai dengan berhubungan kelamin dengan
berganti-ganti pasangan dan yang tidak didasari pada aturan hukum yang berlaku.
Sarwono (2000) mengatakan bahwa perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang
didorong oleh hasrat seksual dengan lawan jenis mulai dari perasaan tertarik sampai dengan
tingkah laku berkencan,bercumbu sampai bersenggama. Lebih lanjut, perilaku seksual
merupakan perilaku yang bersifat alami ataumanusiawi karena setiap manusia memiliki
dorongan seksual dan hal tersebut normal jika dilakukan sesuaidengan norma yang berlaku.
Ditambahkan oleh Knox (dalam Aryani, 2005) bahwa perilaku seksual tidakhanya sebagai
peristiwa menyatunya alat kelamin laki-laki dengan alat kelamin perempuan saja tetapi
jugadiartikan sebagai komunikasi yang terjadi untuk berbagai macam alasan dan dalam konteks
yang berbeda;sebelum menikah; selama menikah; di luar menikah; dan setelah menikah,
tergantung pada kualitas pernikahan.Lebih lanjut, perilaku seksual merupakan salah satu media
berkomunikasi yang terjadi antara laki-laki danperempuan sebagai manifestasi dari dorongan
seksual. Perilaku seksual dimulai dari perasaan tertarik sampaipada akhirnya keduanya terlibat
dalam hubungan seksual .
Sementara itu, dalam website e-psikologi (2007) dikatakan bahwa perilaku seksual
merupakan perilaku yang melibatkan sentuhan secara fisik anggota badan antara pria dan wanita
yang telah mencapai pada tahaphubungan intim, yang biasanya dilakukan oleh pasangan suami
istri, sedangkan perilaku seks pranikahmerupakan perilaku seks yang dilakukan tanpa melalui
proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-
masing individu.
Menurut Kartono (2002) perilaku seksual pranikah adalah perilaku seksual yang dilakukan
sebelum adanya ikatan perkawinan yang sah. Perilaku ini dapat dikategorikan sebagai perilaku
yang menyimpang, sebabperilaku seksual yang dilakukan di luar perkawinan tersebut merupakan
perbuatan berzina. Norma-norma yangberlaku hanya membenarkan perilaku seksual jika sudah
ada ikatan perkawinan yang sah antara dua orang yangberlawanan jenis kelamin.
Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan
perilaku seksual pranikah adalah suatu perbuatan yang dapat diobservasi baik secara lansung
maupun tidak langsung, yangdilakukan oleh dua individu berjenis kelamin berbeda, mulai dari
berkencan, bercumbu sampai bersenggama, tetapi belum ada ikatan yang sah menurut norma,
hukum, ataupun agama.

2. Aspek-aspek Perilaku Seks Bebas


Menurut PKBI (2009) aspek-aspek perilaku seksual bebas adalah:
a. Bermesraan
Aspek ini mengungkap aktivitas psikologis dua individu yang berlainan jenis dalam
kesamaan tujuan untuksaling berbagi rasa yang diungkap dalam kata-kata manis, pandangan
mata yang mesra, namun belumsampai pada aktivitas bercumbu. Bermesraan di sini dilakukan
oleh dua orang, yaitu pemuda dan pemudi yang ditandai dengan adanya ketertarikan afeksional
(saling mencintai) yang telah dinyatakan di antara keduanya, tetapi belum sampai pada tingkat
pertunangan.
b. Bercumbu
Aspek ini mengungkap pendekatan-pendekatan jasmaniah yang dilakukan, seperti saling
memegang,berciuman, berpelukan atau berangkulan, saling tempel alat kelamin, yang dapat
membangkitkan gairahseksual, tetapi belum sampai pada hubungan kelamim.
c. Hubungan kelamin
Hubungan kelamin berarti melakukan kegiatan senggama. Hubungan kelamin adalah
hubungan yang dilakukan oleh dua orang yang berbeda jenis kelamin, dengan kegiatan
memasukkan penis ke dalam vaginadan masing-masing orang akan memperoleh kepuasan.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seks Bebas


Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap perilaku reproduksi remaja
diantaranya adalah faktor keluarga. Remaja yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah
banyak diantara berasal dari keluarga yang bercerai atau pernah cerai, keluarga dengan banyak
konflik dan perpecahan (Kinnaird, 2003). Hubungan orang-tua yang harmonis akan
menumbuhkan kehidupan emosional yang optimal terhadap perkembangan kepribadiananak
sebaliknya. Orang tua yang sering bertengkar akan menghambat komunikasi dalam keluarga, dan
anak akan ³melarikan diri³ dari keluarga. Keluarga yang tidak lengkap misalnya karena
perceraian, kematian dan keluarga dengan keadaan ekonomi yang kurang, dapat mempengaruhi
perkembangan jiwa anak (Rohmahwati, 2008).
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seks bebas pada remaja paling tinggi hubungan
antara orang tua dengan remaja, diikuti karena tekanan teman sebaya, religiusitas, dan eksposur
media pornografi (Soetjiningsih, 2006).
Beberapa faktor lain yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja adalah perubahan
hormonal, penundaan usia perkawinan, penyebaran informasi melalui media massa, tabu-
larangan, norma-norma di masyarakat, serta pergaulan yang makin bebas antara laki-laki dan
perempuan (Sarwono, 2003)
Menurut para ahli, faktor-faktor yang mempengaruhi remaja untuk berperilaku seks bebas
yaitu:
a. Faktor fisik
Sarwono (2000) menyatakan bahwa mulai berfungsinya hormon-hormon seksual dapat
meningkatkandorongan seksual yang harus disalurkan sehingga keinginan remaja untuk
berperilaku seksual semakin kuat.
b. Pengaruh orangtua
PKBI (2000) mengemukakan bahwa kurangnya komunikasi secara terbuka antara orangtua
dengan remajadalam masalah seputar seksual dapat mengakibatkan munculnya perilaku seksual
menyimpang. Markum(1997) menambahkan, bahwa pendidikan seks pasif (tanpa komunikasi
dua arah) bisa mempengaruhi sikapserta perilaku seseorang, karena dalam pendidikan seks anak
tidak cukup hanya melihat dan mendengarsekali atau dua kali, tapi harus dilakukan secara
bertahap dan berkelanjutan. Orangtua wajib meluruskan informasi yang tidak benar disertai
penjelasan risiko perilaku seks yang salah.
c. Pengaruh alat kontrasepsi
Menurut Sarwono (1981) dengan banyak beredarnya alat kontrasepsi secara bebas di pasaran
serta mudahdiperoleh oleh siapa saja tanpa adanya batasan yang tegas, seringkali disalahgunakan
oleh para remaja terutama untuk melakukan hubungan seksual dengan pasangannya
d. Pergaulan bebas
Sarwono (2000) mengatakan bahwa para remaja mempunyai banyak kebebasan dalam bergaul
denganteman sebaya terutama pergaulan dengan lawan jenis. Pergaulan yang semakin bebas
tanpa adanya suatu pengendalian pada diri remaja dapat menimbulkan perilaku seksual pranikah.
e. Pengaruh media
Penyebaran informasi tentang masalah seksual melalui media cetak atau elektronik yang
menyuguhkangambar porno, film porno, dan semua hal yang berbau pornografi, dapat
menyebabkan perilaku seksual pranikah pada remaja semakin meningkat (Sarwono, 2000).

4. Dampak dari Perilaku Seks Bebas


Perilaku seks bebas dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada remaja, diantaranya
sebagai berikut :
a. Dampak psikologis
Dampak psikologis dari perilaku seks bebas pada remaja diantaranya perasaan marah, takut,
cemas, depresi, rendah diri, bersalah dan berdosa.
b. Dampak Fisiologis
Dampak fisiologis dari perilaku seks bebas tersebut diantaranya dapat menimbulkan kehamilan
tidak diinginkan dan aborsi. Kehamilan pada remaja sering disebabkan ketidaktahuan dan tidak
sadarnya remaja terhadap proses kehamilan. Bahaya kehamilan pada remaja:
- Hancurnya masa depan remaja tersebut.
- Remaja wanita yang terlanjur hamil akan mengalami kesulitan selama kehamilan karena jiwa
dan fisiknya belum siap.
- Pasangan pengantin remaja, sebagian besar diakhiri oleh perceraian (umumnya karena
terpaksa kawin karena nafsu, bukan karena cinta).
- Pasangan pengantin remaja sering menjadi cemoohan lingkungan sekitarnya.
- Remaja wanita yang berusaha menggugurkan kandungan pada tenaga non medis (dukun,
tenaga tradisional) sering mengalami kematian strategis.
- Pengguguran kandungan oleh tenaga medis dilarang oleh undang-undang, kecuali indikasi
medis (misalnya si ibu sakit jantung berat, sehingga kalau ia meneruskan kehamilan dapat timbul
kematian). Baik yang meminta, pelakunya maupun yang mengantar dapat dihukum.
- Bayi yang dilahirkan dari perkawinan remaja, sering mengalami gangguan kejiwaan saat ia
dewasa.
c. Dampak sosial
Dampak sosial yang timbul akibat perilaku seksual yang dilakukan sebelum saatnya antara lain
dikucilkan, putus sekolah pada remaja perempuan yang hamil, dan perubahan peran menjadi ibu.
Belum lagi tekanan dari masyarakat yang mencela dan
menolak keadaan tersebut (Sarwono, 2003).
d. Dampak fisik
Dampak fisik lainnya sendiri menurut Sarwono (2003) adalah berkembangnya penyakit menular
seksual di kalangan remaja, dengan frekuensi penderita penyakit menular seksual (PMS) yang
tertinggi antara usia 15-24 tahun. Infeksi penyakit menular seksual dapat menyebabkan
kemandulan dan rasa sakit kronis serta meningkatkan risiko terkena PMS dan HIV/AIDS.

5. Upaya untuk Menanggulangi Seks Bebas di Kalangan Remaja


Orang tua sebagai penanggung jawab utama terhadap perilaku anak, harus menciptakan
lingkungan keluarga yang harmonis dalam keluarganya. Orang tua sejak usia dini harus
menanamkan dasar yang kuat pada diri anak bahwa Tuhan menciptakan manusia untuk
beribadah kepada-Nya. Jika konsep hidup yang benar telah tertanam maka remaja akan
memahami jati dirinya, menyadari akan tugas dan tanggung jawabnya, mengerti hubungan
dirinya dengan lingkungaanya. Kualitas akhlak akan terus terpupuk dengan memahami batas-
batas nilai, komitmen dengan tanggung jawab bersama dalam masyarakat. Remaja akan merasa
damai di rumah yang terbangun dari keterbukaan, cinta kasih, saling memahami di antara sesama
keluarga. Pengawasan dan bimbingan dari orang tua dan pendidik akan menghindarkan dari
pergaulan bebas. Orang tua harus terus mengawasi dan mengontrol perkembangan perilaku
remaja.
Serta pendidikan seks harus diberikan sejak dini agar mereka sadar bagaimana menjaga
supaya organ-organ reproduksinya tetap sehat. Sebenarnya dalam masalah reproduksi ini, peran
orang tua dan guru diharapkan lebih menonjol karena bagaimanapun juga mereka juga berperan
sebagai filter atau penyaring bagi informasi yang akan diberikan kepada remaja, berbeda bila
informasi diperoleh dari media masa yang sering kali tanpa penyaringan terlebih dahulu. Dalam
upaya pemberian informasi mengenai masalah reproduksi bagi remaja, khususnya di sekolah,
perlu peran guru ditingkatkan. Untuk itu ingin diketahui seberapa jauh pengetahuan guru,
khususnya guru bimbingan dan konseling. Diharapkan guru Bimbingan dan Konseling nantinya
dapat berperan sebagai nara sumber di sekolah (tempat kerja) dan memberikan informasi yang
benar mengenai hal-hal tersebut. Serta diadakan konseling seksualitas remaja.
Ada beberapa solusi, di antaranya, pertama, membuat regulasi yang dapat melindungi
anak-anak dari tontonan yang tidak mendidik. Perlu dibuat aturan perfilman yang memihak
kepada pembinaan moral bangsa. Oleh karena itu Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi
dan Pornoaksi (RUU APP) harus segera disahkan.
Kedua, orangtua sebagai penanggung jawab utama terhadap kemuliaan perilaku anak,
harus menciptakan lingkungan keluarga yang harmonis dalam keluarganya. Kondisi rumah
tangga harus dibenahi sedemikian rupa supaya anak betah dan kerasan di rumah.
Berikut petunjuk-petunjuk praktis yang diberikan Stanley Coopersmith (peneliti
pendidikan anak), kepada orangtua dalam mendidik dan membina anak. Pertama, kembangkan
komunikasi dengan anak yang bersifat suportif. Komunikasi ini ditandai lima kualitas; openness,
empathy, supportiveness, positivenes, dan equality. Kedua, tunjukkanlah penghargaan secara
terbuka. Hindari kritik. Jika terpaksa, kritik itu harus disampaikan tanpa mempermalukan anak
dan harus ditunjang dengan argumentasi yang masuk akal.
Ketiga, latihlah anak-anak untuk mengekspresikan dirinya. Orangtua harus membiasakan
diri bernegosiasi dengan anak-anaknya tentang ekspektasi perilaku dari kedua belah pihak.
Keempat, ketahuilah bahwa walaupun saran-saran di sini berkenaan dengan pengembangan
harga diri, semuanya mempunyai kaitan erat dengan pengembangan intelektual. Proses belajar
biasa efektif dalam lingkungan yang mengembangkan harga diri. Intinya, hanya apabila harga
diri anak-anak dihargai, potensi intelektual dan kemandirian mereka dapat dikembangkan.
Selain petunjuk yang diberikan Stanley di atas, keteladanan orangtua juga merupakan
faktor penting dalam menyelamatkan moral anak. Orangtua yang gagal memberikan teladan
yang baik kepada anaknya, umumnya akan menjumpai anaknya dalam kemerosotan moral dalam
berperilaku

Anda mungkin juga menyukai